Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemakaian diuretik sebagai terapi edema telah dimulai sejak abad ke-16. HgCl2
diperkenalkan oleh Paracelcus sebagai diuretik. 1930 Swartz menemukan bahwa
sulfanilamide sebagai antimikrobial dapat juga digunakan untuk mengobati edema pada
pasien payah jantung, yaitu dengan meningkatkan eksresi dari Na+. Diuretik modern semakin
berkembang sejak ditemukannya efek samping dari obat-obat antimikroba yang
mengakibatkan perubahan komposisi dan output urine.Terkecuali spironolakton, diuretik
kebanyakan berkembang secara empiris, tanpa mengetahui mekanisme sistem transpor
spesifik di nephron. Diuretik adalah obat yang terbanyak diresepkan di USA, cukup efektif,
namun memiliki efek samping yang banyak pula (Ganiswarna, 1995).
1.2 Tujuan
- Menjelaskan pengertian diuretik
- Menjelaskan fungsi dari diuretik
- Menjelaskan klasifikasi diuretik
- Menjelaskan indikasi dan kontra indikasi dari diuretik

1
BAB II TINJAUAN

PUSTAKA

2.1 Pengertian Diuretik


Diuretik berasal dari kata dioureikos yang berarti merangsang berkemih atau
merangsang pengeluaran urin. Dengan kata lain diuretik ialah obat yang dapat menambah
kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis memiliki dua pengertian, ialah menunjukkan
adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan menunjukkan jumlah pengeluaran zat-
zat terlarut dan air.
Diuretik adalah suatu sediaan yang dapat meningkatkan laju urinasi dan volume air seni.
Penggunaan diuretik dalam pengobatan medis dilakukan untuk menurunkan volume cairan
ekstraseluler, khususnya pada penyakit yang berhubungan dengan edema dan hipertensi.
Diuretik juga dilaporkan dapat dijadikan sebagai terapi sirosis hati, asites , sindrom nefritis,
dan toksemia gagal ginjal. Sediaan diuretik dapat berasal dari senyawa kimia sintetik (buatan)
dan alami (sumber hayati).

2.2 Peranan Nephron

- Ginjal mengontrol volume ECF dengan menyesuaikan eksresi NaCl dan H2O
- Tiap ginjal memfiltrasi lebih dari 22 mol Na. Untuk menjaga keseimbangan NaCl ,
sekitar 3 lbs NaCl harus direabsorpsi oleh tubulus ginjal per hari.
- Tekanan darah dipengaruhi volume ECF
- Jika intake NaCl > output maka akan terjadi edema. Contohnya pada gagal jantung
kongestif, gagal ginjal.
- Reabsorpsi Na+ terjadi di membran basolateral (blood side) dari epitel nephron,
dibantu terutama oleh Na+K+ATP-ase
- Pertukaran 1 mol Na+ dengan 2 mol K+ membutuhkan energi sehingga konsentrasi
Na+ harus rendah dan K+ harus tinggi di intraseluler.
- Pada luminal side epitel nephron, transpor Na+ terjadi secara pasif, mengikuti gradien
elektrokimia dari lumen ke dalam sel. Mekanisme inilah yang menjadi dasar fisiologi
dari diuretik.

2.3 Farmakologi diuretik


Fungsi utama dari Diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali
menjadi normal.
- Tujuan utama terapi diuretik adalah mengurangi edema, yaitu. dengan cara mengurangi
volume ECF. Untuk mencapai hal ini, output NaCl HARUS > inputnya.
- Diuretik terutama mencegah masuknya Na+ ke dalam sel tubulus
- Semua diuretik kecuali spironolakton bekerja pada luminal side sel nephron.
- Diuretik masuk ke dalam cairan tubulus supaya kerjanya lebih efektif
Semua diuretik, kecuali spironolakton, terikat protein, dan mengalami sedikit filtrasi.
Mereka mencapai urine melalui sekresi pada tubulus proksimal (jalur sekresi asam organik
atau basa).
Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan
kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja
sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,m garam dan glukosa. Ultrafiltrat
yang diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah,
yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian
disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen
yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na+. Zat-zat
ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya yang tak
berguna seperti ”sampah” perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar
tidak diserap kembali. Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran
pengumpul (ductus coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat
akhir disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin.
Berkurangnya aliran darah ke ginjal atau gagal ginjal akan mengurangi efektifitas
diuretik, karena akan berkompetisi dengan obat lainnya dalam menggunakan secretory
pump. Contoh : probenesid berkompetisi dengan obat yang sifatnya asam, cimetidine
berkompetisi dengan obat dasar.

2.4 Klasifikasi Golongan Diuretik


2.4.1 Diuretik Osmotik
Diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat
diekskresi oleh ginjal . Diuretik osmotik adalah natriuretik, dapat meningkatkan
ekskresi natrium dan air.
Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat :
1. Difiltasi secara bebas oleh glomerulus
2. Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal
3. Secara farmakologis merupakan zat yang inert
4. Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik.
Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isosorbid.
Diuresis osmotik merupakan zat yang secara farmakologis lembam, seperti manitol
(satu gula). Diuresis osmotik diberikan secara intravena untuk menurunkan edema serebri
atau peningkatan tekanan intraoukular pada glaukoma serta menimbulkan diuresis setelah
overdosis obat. Diuresis terjadi melalui “tarikan” osmotik akibat gula yang lembam (yang
difiltrasi oleh ginjal, tetapi tidak direabsorpsi) saat ekskresi gula tersebut terjadi.
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :

 Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi
natrium dan air melalui daya osmotiknya.
 Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi
natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
 Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat
yang tinggi, atau adanya faktor lain
Manitol
mekanisme : manitol sebagai diuretik osmotik yang

non- metabolizable akan difiltrasi ke dalam lumen tubulus

sehingga meningkatkan osmolalitas carian tubulus. Hal ini

berakibat terjadinya ketikdakseimbangan reabsorpsi cairan,

sehingga Eksresi air yang meningkat (disertai dengan ion Na+)


Farmakokinetik : diberikan melalui i.v. dan bekerja dalam sepuluh menit; apabila
diberikan secara p.o. dapat menyebabkan diare osmotik (tidak diabsorpsi dengan baik oleh
usus). Pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal t1/2 berkisar 1.2 jam.

Indikasi
Manitol digunakan misalnya untuk :
1. Profilaksis gagal ginjal akut, suatu keadaan yang dapat timbul akibat operasi jantung, luka
traumatik berat, atau tindakan operatif dengan penderita yang juga menderita ikterus berat
2. Menurunkan tekanan maupun volume cairan intraokuler atau cairan serebrospinal
3. Meningkatkan volume urine
4. Menurunkan tekanan intra-kranial

Kontraindikasi
Manitol dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria, kongesti atau udem
paru yang berat, dehidrasi hebat dan perdarahan intrakranial kecuali bila akan dilakukan
kraniotomi. Infus manitol harus segera dihentikan bila terdapat tanda-tanda gangguan fungsi
ginjal yang progresif, payah jantung atau kongesti paru.

Toksisitas
*Ekspansi cairan ekstraseluler & hiponatremia menimbulkan :
- gagal jantung kongestif
- edema paru
* sakit kepala
* mual & muntah
* Dehidrasi
* hipernatremia

Efek samping.
Manitol dapat menimbulkan reaksi hipersensitif.

Sediaan dan dosis


Untuk sediaan IV digunakan larutan 5-25% dengan volume antara 50-1.000ml. dosis
untuk menimbulkan diuresis ialah 50-200g yang diberikan dalam cairan infus selama 24 jam
dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga diperoleh diuresis sebanyak 30-50ml per jam.
Untuk penderita dengan oliguria hebat diberikan dosis percobaan yaitu 200 mg/kgBB
yang diberikan melalui infus selama 3-5 menit.bila dengan 1-2 kali dosis percobaan diuresis
masih kurang dari 30 ml per jam dalam 2-3 jam.Untuk mencegah gagal ginjal akut pada
tindakan operasi atau mengatasi oliguria, dosis total manitol untuk orang dewasa ialah 50-
100g.

2.4.2 Inhibitor karbonik anhidrase


Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi CO2 + H2O ↔ H2CO3.
Enzim ini terdapat antara lain dalam sel korteks renalis, pankreas, mukosa lambung, mata,
eritrosit dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma. Enzim ini dapat dihambat aktivitasnya
oleh : sianida, azida, dan sulfida
Inhibitor karbonik anhidrase adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan
intraokular pada glaukoma dengan membatasi produksi humor aqueus, bukan sebagai
diuretik (misalnya, asetazolamid). Obat ini bekerja pada tubulus proksimal (nefron) dengan
mencegah reabsorpsi bikarbonat (hidrogen karbonat), natrium, kalium, dan air semua zat ini
meningkatkan produksi urine. Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid,
diklorofenamid dan meatzolamid.

Aksi mekanisme : bikarbonat banyak diabsorpsi pada tubulus proksimal. Ion H+ dikeluarkan
dari lumen yang akan bergabung dengan bikarbonat (HCO3-) menjadi H2CO3 yang
kemudian diuabah menjadi CO2 dan H2O (dikatalisator oleh karbonik anhidrase). CO2
berdifusi ke tubulus proksimal dimana akan bergabung dengan H2O dan menjadi H2CO3
membentuk H+ dan HCO3-.
HCO3- keluar dari tubulus proksimal melalui pembuluh darah dimana H+ dikeluarkan
menuju lumen tubulus. Hal ini meyebabkan penyerapan dari HCO3-. Apabila aktifitas CA
dihambat, akan menyebabkan pengurangan reabsorpsi dan keluar dari tubulus proksimal
dalam jumlah besar. Karena Na+ kation terbanyak dalam cairan di tubulus proksimal, dimana
akan bergabung dengan HCO3- keluar dari tubulus proksimal. Pada nefron distal, Na+
banyak diabsorpsi (tidak seperti HCO3-) dan untuk pertukaran K+. Untuk itu asetazolamid
menyebabkan peningkatan dari HCO3-, K+ pada urine.

Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme pada tingkat molekul.
a. Karena struktur gugus sulfomil mirip dengan asam karbonat, diuretika yang mengandung
gugus sulonil seperti turunan sulfonamida dan tiazida, dapat menghambat enzim
karbonik anhidrase dan antagonis ini bukan tipe kompetitif. Hipotesis
pembentuka kompleks dan penghambatan enzim karbonik anhidrase dapat dilihat
pada gambar berikut :
Pembentukan kompleks dan penghambatan enzim karbonik anhidrase ada sisi aktif melalui
ikatan hidrogen.
b. Yonezawa dan kawan-kawan mengemukakan bahwa adanya atom nitrogen pada
gugus sulfonamida yang bersifat sangat nukleofil dapat bereaksi dengan karbonik
anhidrase dan menghambat kerja enzim.

Hubungan struktur-aktivitas
a. Yang berperan terhadap aktivitas diuretik penghambat karbonik anhidrase adalah gugus
sulfamil bebas. Mono dan disubstitusi pada gugus sulfamil akan menghilangkan
aktivitas diuretik karena pengikatan obat-reseptor menjadi lemah.
b. Pemasukan gugus metil pada asetazolamid (metazolamid) dapat meningkatkan
aktivitas obat dan memperpanjang masa kerja obat. Hal ini disebabkan karena
metazolamid mempunyai kelarutan dalam lemak lebih besar, absorpsi kembali pada
tubulus menjadi lebih baik dan afinitas terhadap enzim lebih besar. Metazolamid
mempunyai aktivitas diuretik ± 5 kali lebih besar dibanding asetazolamid.
c. Modifikasi yang lain dari strutur asetazolamid secara umum akan menurunkan
aktivitas. Deasetilasi akan menurunkan aktivitas dan memperpanjang gugus
alkil pada rantai asetil akan meningkatkan toksisitas.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.
Asetazolamid
Farmakodinamika: Efek farmakodinamika yang utama dari
asetazolamid adalah penghambatan karbonik anhidrase secara
nonkompetitif. Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan
pearubahan terbatas pada organ tempat enzim tersebut berada.
Asetazolamid memperbesar ekskresi K+, tetapi efek ini hanya nyata
pada permulaan terapi saja, sehingga pengaruhnya terhadap
keseimbangan kalium tidak sebesar pengaruh tiazid.

Farmakokinetik : Asetazolamid diberikan per oral.Asetozalamid


mudah diserap melalui saluran cerna, kadar maksimal dalam darah
dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal sudah sempurna dalam
24 jam. Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian
direabsorpsi secara pasif. Asetazolamid terikat kuat pada karbonik
anhidrase, sehingga terakumulasi dalam sel yang banyak mengandung
enzim ini, terutama sel eritrosit dan korteks ginjal. Distribusi
penghambat karbonik anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh ada
tidaknya enzim karbonik anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan
dapat tidaknya obat itu masuk ke dalam sel. Asetazolamid tidak
dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin.

Indikasi: Penggunaan utama adalah menurunkan tekanan


intraokuler pada penyakit glaukoma. Asetazolamid juga efektif untuk
mengurangi gejala acute mountain sickness. Asetazolamid jarang
digunakan sebagai diuretik, tetapi dapat bermanfaat untuk alkalinisasi
urin sehingga mempermudah ekskresi zat organik yang bersifat asam
lemah.

Efek Samping dan kontraindikasi : Pada dosis tinggi dapat timbul


parestesia dan kantuk yang terus-menerus. Asetazolamid mempermudah
pembentukan batu ginjal karena berkurangnya sekskresi sitrat, kadar
kalsium dalam urin tidak berubah atau meningkat. Asetazolamid
dikontraindikasikan pada sirosis hepatis karena menyebabkan
disorientasi mental pada penderita sirosis hepatis. Reaksi alergi yang
jarang terjadi berupa demam, reaksi kulit, depresi sumsum tulang dan
lesi renal mirip reaksi sulfonamid.
9
Asetazola lit
hiperkloremi
mid
a
sebaiknya
_
tidak
B
diberikan a
selam t
u
kehamila
g
n karena
i
pada n
j
hewan a
percobaa l

n obat ini 9
dapat
menimbul
kan efek
teratogeni
k.

T
o
k
s
i
s
i
t
a
s
_
A
s
i
d
o
s
i
s

m
e
t
a
b
o 10
_ Hilangnya kalium ginjal
_ Rasa mengantuk
_ Parastesia
_ Hipersensitivitas

Sediaan dan posologi: Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan 250 mg untuk
pemberian oral.

Metazolamid

Dianjurkan sebagai penunjang pada pengobatan glaukoma


kronik. Penurunan tekanan intraokuler terjadi 4 jam setelah
pemberian oral, dengan efek puncak dalam 6-8 jam, dan masa kerja
10-18 jam. Dosis untuk pengobatan glaukoma : 50-100 mg 2-3 dd.
Etokzolamid

Mempunyai aktivitas diuretik dua kali lebih besar dibanding asetazolamid, digunakan
untuk pengobatan glaukoma dan mengontrol serangan epilepsi. Kadar plasma tertinggi obat
dicapai dalam ± 2 jam setelah pemberian oral, dengan masa kerja 8-12 jam. Dosis sebagai
diuretik dan untuk pengobatan glaukoma : 150-250 mg 2-4 dd.

Diklorfenamid

Aktivitas diuretiknya sama dengan metazolamid, digunakan


untuk pengobatan glaukoma dan mengontrol serangan
epilepsi. Dosis sebagai diuretik dan untuk pengobatan
glaukoma : 25-100 mg 2-4 dd.

2.4.3 Tiazid dan Derivatnya


Merupakan saluretik, yang dapat menekan absorpsi kembali ion-ion
Na+, Cl- dan air. Turunan ini juga meningkatkan ekskresi ion K+,
Mg++ dan HCO3- dan menurunkan ekskresi asam urat. Diuretik
turunan tiazid terutama digunakan untuk pengobatan sembab pada
keadaan dekompensasi jantung dan sebagai penunjang pada
pengobatan hipertensi karena dapat mengurangi volume darah dan secara lengsung
menyebabkan relaksasi otot polos arteriola. Turunan ini dalam sediaan sering
dikombinasi dengan obat-obat antihipertensi, seperti resepin dan hidralazin, untuk
pengobatan hipertensi karena menimbulkan efek potensiasi. Diuretika turunan tiazid
menimbulkan efek samping hipokalemi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
menimbulkan penyakit pirai yang akut.
Senyawa tiazid menunjukkan kurva dosis yang sejajar dan daya klouretik maksimal
yang sebanding. Merupakan Obat diuretik yang paling banyak digunakan. Diuretik tiazid,
seperti bendroflumetiazid, bekerja pada bagian awal tubulus distal (nefron). Obat ini
menurunkan reabsorpsi natrium dan klorida, yang meningkatkan ekskresi air, natrium, dan
klorida. Selain itu, kalium hilang dan kalsium ditahan.
Obat ini digunakan dalam pengobatan hipertensi, gagal jantung ringan, edema, dan
pada diabetes insipidus nefrogenik.
Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid,
hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid,
klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.

Tempat Kerja Tiazid : Hulu tubuli distal dengan Penghambatan terhadap reabsorbsi
natrium klorida.

Mekanisme kerja : paling banyak diresepkan dari golongan diuretik tiazid mencegah
perpindahan Na+ dan Cl- pada lapisan korteks saluran tubulus distal. Tiazid memiliki aksi
yang lebih lemah daripada loop diuretik karena sisi nefron lebih sedikit menyerap Na+
dibandingkan lapisan tubulus yang naik. Apabila filtrasi glomerolous menurun, maka lebih
sedikit cairan yang sampai pada tubulus distal dan tiazid berefek sedikit pada Na+ dan sekresi
air. Hal ini menyebabkan tidak efektifnya obat ini pada insufisiensi ginjal. Tiazid dapat
menyebabkan kontraksi volume dimana dapat menyebabkan reabsorpsi dari cairan dan
larutan. Tiazid menyebabkan peningkatan absorpsi dari Ca2+ dan asam urat pada tubulus
proksimal, sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan dari Ca2+ dan asam urat.

Farmakodinamika
Efek farmakodinamika tiazid yang utama ialah meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan
sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan reabsorbsi
elektrolit pada hulu tubuli distal. Pada penderita hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah
bukan saja karena efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap arteriol
sehingga terjadi vasodilatasi.

Mekanisme kerja :
bekerja pada tubulus distal untuk menurunkan reabsorpsi Na+ dengan menghambat
kotransporter Na+/Cl- pada membran lumen.

Farmakokinetik :
Absorbsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat tampak setelah 1 jam.
Didistribusikan ke seluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati sawar uri. Dengan proses aktif,
tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli. Biasanya dalam 3-6 jam
sudah diekskresi dari badan.

Indikasi
1. Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem akibat payah jantung ringan
sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasi dengan diuretik hemat kalium pada
penderita yang juga mendapat pengobatan digitalis unruk mencegah timbulnya
hipokalemia yang memudahkan terjadinya intoksikasi digitalis.
2. Merupakan salah satu obat penting pada pengobatan hipertensi, baik sebagai obat tunggal
atau dalam kombinasi dengan obat hipertensi lain.
3. Pengobatan diabetes insipidus terutama yang bersifat nefrogen dan hiperkalsiuria pada
penderita dengan batu kalsium pada saluran kemih.
Efek samping
1. Reaksi alergi berupa kelainan kulit, purpura, dermatitis disertai fotosensitivitas dan
kelainan darah.
2. Pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia, terutama pada penderita diabetes yang
laten.
3. Menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserid plasma dengan mekanisme
yang tidak diketahui.
4. Gejala infusiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin karena tiazid langsung
megurangi aliran darah ginjal.
Toksisitas
* Alkalosis metabolik hipokalemia & hiperurisemia
* Toleransi gangguan karbohidrat _ hiperglikemia
* Hiperlipidemia
* Hiponatremia
* Reaksi alergi
* Lain :
- lemah
- rasa capek/lelah
- parastesia
- impotensi

Hidroklortiazid (H.C.T), Merupakan obat pilihan untuk mengontrol sembab jantung


dan sembab yang berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid atau hormon estrogen.
Hidroklortiazid juga digunakan untuk mengontrol hipertensi ringan, kadang-kadang
dikombinasi dengan obat-obat antihipertensi, seperti reserpin dan hidralazin (Ser-Ap-Es) atau
β-bloker, seperti asebutolol (Sectrazid). Awal kerja obat terjadi ± 2 jam setelah pemberian
secara oral, kadar plasma tertinggi dicapai dalam ± 4 jam, dengan masa kerja ± 10 jam.
Ketersediaanhayatinya ± 65% dan dapat meningkat menjadi ± 75% bila diberikan bersama-
sama makanan. Dosis diuretik : 25-200 mg 1-2 dd, untuk mengontrol hipertensi : 25-50 mg 1-
2 dd.

Bendroflumetiazid (naturetin), mempunyai aktivitas diuretik yang lebih tinggi dan masa
kerja yang lebuh panjang (± 18 jam) dibanding hidroklortiazid. Bendroflumetiazid digunakan
untuk mengontrol sembab dan hipertensi. Dosis untuk mengontrol sembab : 5 mg 1 dd,
mengontrol hipertensi : 5 mg 1-4 dd.
Xipamid (diurexan),
Merupakan diuretik dengan efek antihipertensi yang cukup kuat,
digunakan untuk pengobatan hipertensi yang moderat dan berat
serta untuk mengatasi sembab yang berhubungan dengan penyakit
jantung, ginjal, hati dan rematik. Masa kerja antihipertensinya ±
24 jam, dan efek diuretiknya ± 12 jam. Dosis: 10-40 mg/hari.

Indapamid (natrilix),

Merupakan diuretik dengan efek antihipertensi yang kuat, digunakan


untuk pengobatan hipertensi yang ringan dan moderat. Indapamid
dapatmenurunkan kontraksi pembuluh darah sel otot polos karena
mempengaruhi pertukaran ion antar membran, terutama Ca, dan merangsang sintesis
prostaglandin PGE, sehingga terjadi vasodilatasi dan efek hipotensi. Absorpsi
indapamiddalam saluran cerna cepat dan sempurna, kadar darah tertinggi dicapai 1-2 jam
setelah pemberian oral, dan ± 79% obat terikat oleh plasma protein. Waktu paro eliminasinya
± 15-18 jam. Dosis : 2,5 mg/hari.

Klopamid,

Merupakan diuretik dengan efek antihipertensi yang kuat,


digunakan untuk pengobatan hipertensi yang ringan dan
moderat. Absorpsi klopamid dalam saluran cerna cepat dan
sempurna, ± 40-50%, obat terikat oleh plasma protein dengan
waktu paro eliminasi ± 6 jam. Dosis : 5 mg/hari.

Klortalidon (hygroton),

Merupakan diuretik kuat dengan masa kerja panjang (±48-


72 jam). Klortalido juga dipergunakan untuk hipertensi
ringan, kadang-kadang dikombinasi dengan β-bloker, seperti
atenolol(tenoretik) dan oksprenolol (transitensin). Absorpsi
klortalidon relatif lambat dan tidak sempuna, waktu paro
absorpsi ± 2-6 jam, kadar darah maksimal dicapai setelah ± 2-
4 jam. Klortalidon terikat secara kuat dalam sel darah merah
sehingga mempuyai wktu paro plasma cukup panjang ± 35-60 jam. Dosis oral untuk
diuretik : 50-100 mg, 3 kali per minggu, sesudah makan pagi. Dosis untuk mengotrol
hipertensi : 25 mg, 1 kali sehari.

2.4.4 Loop Diuretik


Diuretik loop bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium, klorida, dan kalium pada
segmen tebal ujung asenden ansa Henle (nefron) melalui inhibisi pembawa klorida. Obat ini
termasuk asam etakrinat, furosemid da bumetanid, dan digunakan untuk pengobatan
hipertensi, edema, serta oliguria yang disebabkan oleh gagal ginjal. Pengobatan bersamaan
dengan kalium diperlukan selama menggunakan obat ini.
Bekerja menghambat reabsorbsi ion-ion Na, Cl dan peningkatan ekskresi ion K, Ca, Mg
pada Loop Henle sehingga efeknya lebih kuat. Termasuk dalam kelompok ini adalah asam
etakrinat, furosemid dan bumetanid. Asam etakrinat termasuk diuretik yang dapat diberikan
secara oral maupun parenteral dengan hasil yang memuaskan. Furosemid atau asam 4-kloro-
N-furfuril-5-sulfomail antranilat masih tergolong derivat sulfonamid.

Mekanisme kerja :
Secara umum dapat dikatakan bahwa diureti kuat mempunyai mula kerja dan lama kerja yang
lebih pendek dari tiazid. Diuretik kuat terutama bekerja pada Ansa Henle bagian asenden
pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat kotranspor Na+/K+/Cl- dari
membran lumen pada pars ascenden ansa henle, karena itu reabsorpsi Na+/K+/Cl- menurun

a. Penghambatan enzim Na+-K+ ATPase


b. Penghambatan atau pemindahan siklik-AMP
c. Penghambatan glikolisis.

Farmakokinetik
Ketiga obat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang agak berbeda-beda.
Bioavaibilitas furosemid 65 % sedangkan bumetanid hamper 100%. Diuretic kuat terikat
pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat
sekali disekresi melalui system transport asam organic di tubuli proksimal. Kira-kira 2/3 dari
asam etakrinat yang diberikan secara IV diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan
dalam konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-asetil sistein. Sebagian
lagi diekskresi melalui hati.sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama,
hanya sebagian kecil dalam bentuk glukuronid. Kira-kira 50% bumetanid diekskresi dalam
bentuk asal, selebihnya sebagai metabolit.

Efek samping
Efek samping asam etakrinat dan furosemid dapat dibedakan atas :
1. Reaksi toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi
2. Efek samping yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya jarang terjadi.

Gangguan saluran cerna lebih sering terjadi dengan asam etakrinat daripada furosemid.
Tidak dianjurkan pada wanita hamil kecuali bila mutlak diperlukan.
Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap. Ketulian sementara
dapat terjadi pada furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ketulian ini mungkin sekali
disebabkan oleh perubahan komposisi eletrolit cairan endolimfe. Ototoksisitas merupakan
suatu efek samping unik kelompok obat ini. Pada penggunaan kronis, diuretik kuat ini dapat
menurunkan bersihan litium.

15
Indikasi
Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat, karena ganguan saluran cerna
yang lebih ringan. Diuretik kuat merupakan obat efektif untuk pengobatan udem akibat
gangguan jantung, hati atau ginjal.

Sediaan
Asam etakrinat. Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-200 mg per hari. Sediaan
IV berupa Na-etakrinat, dosisnya 50 mg, atau 0,5-1 mg/kgBB.

Furosemid (lasix, farsix, salurix, impugan),

Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 20,40,80 mg dan


preparat suntikan. Umunya pasien membutuhkan kurang
dari 600 mg/hari. Dosis anak 2mg/kgBB, bila perlu dapat
ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.

Bumetanid(burinex),

Tablet 0.5mg dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0.5-


2mg sehari. Dosis maksimal per hari 10 mg. Obat ini
tersedia juga dalam bentuk bubuk injeksi dengan dosis IV
atau IM dosis awal antara 0,5-1 mg, dosis diulang 2-3 jam
maksimum 10mg/kg.

Toksisitas
* Alkalosis metabolik hipokalemia
* Ototoksisitas
* Hiperurisemia
* Hipomagnesemia
* Reaksi alergi
* Dehidrasi

2.4.5 Hemat kalium


Diuretik yang mempertahankan kalium menyebabkan diuresis tanpa kehilangan kalium
dalam urine. Yang termasuk dalam klompok ini antara lain aldosteron, traimteren dan
amilorid.
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas natriuretik rigan dan
dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+. senyawatersebut bekerja pada tubulus distal
dengan cara memblok pertukaran ion Na+ dengan ion H+ dan K+, menyebabkan retensi ion
K+ dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air. Aktivitas diuretiknya relatif lemah, biasanya
diberikan bersama-sama dengan diuretik turunan tiazid. Kombinasi ini menguntungkan
karena dapat mengurangi sekresi ion K+ sehingga menurunkan terjadinya hipokalemi dan
menimbulkan efek aditif. Obat golongan ini menimbulkan efek samping hiperkalemi, dapat
memperberat penyakit diabetes dan pirai, sertadapat menyebabkan gangguan pada saluran
cerna.

Mekanisme kerja
Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan mengubah kekuatan
pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorpsi kembali ion Na+ dan ekskresi
ion K+ sehingga meningkatkan sekresi ion Na+ dan Cl- dalam urin.

Antagonis Aldosteron

Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat.


Peranan utama aldosteron ialah memperbesar reabsorbsi natrium
dan klorida di tubuli serta memperbesar ekskresi kalium. Yang
merupakan antagonis aldosteron adalah spironolakton dan
bersaing dengan reseptor tubularnya yang terletak di nefron
sehingga mengakibatkan retensi kalium dan peningkatan ekskresi air serta natrium. Obat ini
juga meningkatkan kerja tiazid dan diuretik loop. Diuretik yang mempertahankan kalium
lainnya termasuk amilorida, yang bekerja pada duktus pengumpul untuk menurunkan
reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium dengan memblok saluran natrium, tempat aldosteron
bekerja. Diuretik ini digunakan bersamaan dengan diuretik yang menyebabkan kehilangan
kalium serta untuk pengobatan edema pada sirosis hepatis. Efek diuretiknya tidak sekuat
golongan diuretik kuat.

Farmakokinetik
70% spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi enterohepatik dan
metabolisme lintas pertama. Metabolit utamanya kankrenon. Kankrenon mengalami
interkonversi enzimatik menjadi kakreonat yang tidak aktif.

Efek samping

17
Efek toksik yang paling utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering
terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi
efek toksik ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama dengan tiazid pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat. Efek samping yang lebih ringan dan
reversibel diantranya ginekomastia, dan gejala saluran cerna

Indikasi: Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi dan udem
yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretik lain dengan maksud mengurangi
ekskresi kalium, disamping memperbesar diuresis.

Sediaan dan dosis


Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50 dan 100 mg. Dosis dewasa berkisar
antara 25-200mg, tetapi dosis efektif sehari rata-rata 100mg dalam dosis tunggal atau terbagi.
Terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara spironolakton 25 mg dan hidraoklortiazid 25mg,
serta antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.
Triamteren dan Amilorid
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan
klorida, sedangkan eksresi kalium berkurang dan ekskresi
bikarbonat tidak mengalami perubahan. Triamteren menurunkan
ekskresi K+ dengan menghambat sekresi kalium di sel tubuli
distal. Dibandingkan dengan triamteren, amilorid jauh lebih
mudah larut dalam air sehingga lebihmudah larut dalam air sehingga lebih banyak diteliti.
Absorpsi triamteren melalui saluran cerna baik sekali, obat ini hanya diberikan oral. Efek
diuresisnya biasanya mulai tampak setelah 1 jam. Amilorid dan triameteren per oral diserap
kira-kira 50% dan efek diuresisnya terlihat dalam 6 jam dan berkahir sesudah 24 jam.

Efek samping

Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini adalah hiperkalemia. Triamteren juga
dapat menimbulkan efek samping yang berupa mual, muntah, kejang kaki, dan pusing. Efek
samping amilorid yang paling sering selain hiperkalemia yaitu mual, muntah, diare dan sakit
kepala.
Indikasi
Bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien udem. Tetapi obat ini akan bermanfaat bila
diberikan bersama dengan diuretik golongan lain, misalnya dari golongan tiazid.

18
Sediaan
Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100mg. Dosisnya 100-300mg sehari. Untuk tiap
penderita harus ditetapkan dosis penunjang tersendiri. Amilorid terdapat dalam bentuk tablet
5 mg. Dosis sehari sebesar 5-10mg. Sediaan kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan
hidroklortiazid 50 mg terdapat dalam bentuk tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.

2.5 Indikasi Diuretik


1. Hipertensi
Digunakan untuk mengurangi volume darah seluruhnya hingga tekanan darah menurun.
Khususnya derivate-thiazida digunakan untuk indikasi ini. Diuretic lengkungan pada jangka
panjang ternyata lebih ringan efek anti hipertensinya, maka hanya digunakan bila ada kontra
indikasi pada thiazida, seperti pada insufiensi ginjal. Mekanisme kerjanya diperkirakan
berdasarkan penurunan daya tahan pembuluh perifer. Dosis yang diperlukan untuk efek
antihipertensi adalah jauh lebih rendah daripada dosis diuretic. Thiazida memperkuat efek-
efek obat hipertensi betablockers dan ACE-inhibitor sehingga sering dikombinasi dengan
thiazida. Penghetian pemberian obat thiazida pada lansia tidak boleh mendadak karena dapat
menyebabkan resiko timbulnya gejala kelemahan jantung dan peningkatan tensi.Diuretik
golongan Tiazid, merupakan pilihan utama step 1, pada sebagian besar penderita.
Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat, bila ada bahaya
hipokalemia.
2. Payah jantung kronik kongestif
Diuretik golongan tiazid, digunakann bila fungsi ginjal normal.
Diuretik kuat biasanya furosemid, terutama bermanfaat pada penderita dengan gangguan
fungsi ginja. Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat bila ada
bahaya hipokalemia.
3. Udem paru akut
Biasanya menggunakan diuretik kuat (furosemid)
4. Sindrom nefrotik
Biasanya digunakan tiazid atau diuretik kuat bersama dengan spironolakton.
5. Payah ginjal akut
Manitol dan/atau furosemid, bila diuresis berhasil, volume cairan tubuh yang hilang
harus diganti dengan hati-hati.
6. Penyakit hati kronik
spironolakton (sendiri atau bersama tiazid atau diuretik kuat).
7. Udem otak
Diuretik osmotik
8. Hiperklasemia
Diuretik furosemid, diberikan bersama infus NaCl hipertonis.
9. Batu ginjal
Diuretik tiazid
10. Diabetes insipidus
Diuretik golongan tiazid disertai dengan diet rendah garam
11. Open angle glaucoma
Diuretik asetazolamid digunakan untuk jangka panjang.
12. Acute angle closure glaucoma
Diuretik osmotik atau asetazolamid digunakan prabedah.
DAFTAR PUSTAKA
Agunu A, Abdurahman EM, Andrew GO, Muhhammed Z. 2005. Diuretic activity of the
stem-bark extracts of Steganotaenia araliaceahoehst. J of ethnopharmacol

Angeli P et al. 2009. Combined versus sequential diuretic treatment of ascites in non-
azotaemic patients with cirrhosis: results of an open randomised clinical trial. Int J
Gastroenterol and Hepatol [terhubung berkala].
http://gut.bmj.com/content/59/01/98.abstract

Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nefrialdi. 1995.Farmakologi dan


Terapi. Ed ke-4. Jakarta: Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia.

Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-11. Philadelphia: Elvesier
inc.

Web :
http://s1farmasiayu.blogspot.com/2013_01_01_archive.html
http://indahhusada.blogspot.com/p/obat-diuretika.html

Anda mungkin juga menyukai