Anda di halaman 1dari 2

LBH Jakarta bersama Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) mengadakan Mobile Legal Aid

(Bantuan Hukum Keliling) di Sekretariat KPSI Pusat, Sabtu (18/05). Kegiatan ini dihadiri oleh anggota KPSI
dan mahasiswa. Pada Mobile Legal Aid kali ini, LBH Jakarta bersama KPSI fokus pada penjelasan
mengenai Hak Asasi Manusia, Hak Dasar Penyandang Disabilitas dan Hak atas Pekerjaan Penyandang
Disabilitas Mental. Topik-topik tersebut sengaja dipilih mengingat sampai saat ini masih banyak stigma
negatif dan tindakan diskriminasi yang diterima oleh Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dalam hal ini,
termasuk Orang Dengan Skizofrenia (ODS).

Pemaparan dimulai dengan penjelasan Aprillia Lisa, Pengacara Publik LBH Jakarta mengenai Hak Asasi
Manusia. Ia menjelaskan bahwasannya Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang melekat pada
setiap orang tanpa terkecuali. Negara dalam hal ini juga bertanggungjawab dalam pemenuhan,
penghormatan serta perlindungan Hak Asasi Manusia. Pemberian materi ini bertujuan agar peserta
pendidikan hukum paham hak-hak dasar yang mereka miliki.

Setelah peserta diberi pemahaman mengenai Hak Asasi Manusia, Bagus Hargo Utomo, Ketua KPSI
menjelaskan mengenai hak-hak ODGJ dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas. Dalam undang-undang tersebut ditekankan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak atas
kesamaan kesempatan, bebas dari diskriminasi, hak untuk bebas dari stigma, hak atas pekerjaan,
aksesibilitas, konsesi, dan lain-lain.

“Adanya akomodasi yang layak, penting bagi teman-teman disabilitas, bantuan-bantuan yang diberikan
kepada penyandang disabilitas haruslah yang bersifat menunjang pemberdayaan sehingga penyandang
disabilitas dapat mandiri,” jelas Bagus.

Bagus juga memberikan apresiasi kepada negara karena sudah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Disabilitas
serta telah membuat Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Undang-
Undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Namun, menurut Bagus perlu dibuat aturan
turunan dari undang-undang tersebut, sehingga undang-undang tersebut lebih aplikatif dan dapat
berjalan dengan optimal.

Lebih jauh mengenai akses lapangan pekerjaan bagi penyang disabilitas mental, Andi Komara, Pengacara
Publik LBH Jakarta menekankan pada pembahasan mengenai diskriminasi pada perekrutan kerja.
Menurut Andi masih banyak perusahaan yang menerapkan adanya syarat mampu bekerja dalam
tekanan dan bersedia lembur.
“Syarat-syarat tersebut tentu diskriminatif karena menyulitkan ODGJ yang tidak bisa bekerja dalam
tekanan ditambah kerja lembur karena faktor kesehatan mereka, padahal Undang-Undang Penyandang
Disabilitas menuliskan bahwa Pemberi Kerja dapat menyediakan jadwal kerja yang fleksibel dengan
tetap memenuhi alokasi waktu kerja,” ungkap Andi.

Kesulitan yang dialami oleh ODGJ dalam dunia kerja juga bertambah dikarenakan masih kurangnya
pengetahuan para pemberi kerja atau perusahaan tentang ODGJ, sehingga masih menerapkan aturan-
aturan yang tidak peka terhadap mereka. Sebagai contoh, izin untuk melakukan pengobatan, masih
banyak ODGJ yang bekerja ketika ingin melakukan konsultasi harus memotong cutinya, padahal dalam
Undang-Undang Penyandang Disabilitas juga sudah dijelaskan bahwa pemberi kerja dapat memberi izin
atau cuti khusus untuk pengobatan.

Dalam sesi ini Andi menekankan kewajiban pemberi kerja untuk memberikan upah kepada tenaga kerja
penyandang disabilitas yang sama dengan tenaga kerja yang bukan penyandang disabilitas dan
menyediakan akomodasi yang layak dan fasilitas yang mudah diakses oleh tenaga kerja penyandang
disabilitas yang diatur dalam Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas.

Selain Pendidikan hukum, dalam kegiatan Mobile Legal Aid ini, LBH Jakarta juga mengadakan konsultasi
hukum gratis yang bertujuan untuk mendekatkan akses bantuan hukum ke masyarakat, dimana anggota
KPSI dan peserta lainnya dapat melakukan konsultasi hukum atas masalah-masalah hukum yang mereka
hadapi. (Sornica Ester Lily)

Anda mungkin juga menyukai