Anda di halaman 1dari 3

atar Belakang

Meski banyak orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan oleh rokok, kebiasaan merokok
tidak pernah surut bahkan meluas dan tampaknya merupakan perilaku yang masih ditolerir oleh
masyarakat. Bahkan menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 disebutkan bahwa
Indonesia merupakan negara dengan konsumsi rokok terbesar ketiga setelah China dan India. Dalam
proses merokok terjadi reaksi pirolisa yang terjadi akibat pemanasan dan keabsenan oksigen
sehingga mengakibatkan pecahnnya struktur kimia rokok menjadi senyawa kimia lainnya

Saat ini, lebih dari 70.000 penelitian ilmiah telah menunjukkan hubungan yang positif antara
kebiasaan merokok dan terjadinya kanker pada mulut, farings dan larings, oesophagus, paru,
pankreas, kandung kemih, penyakit jantung koroner, aneurisma aorta, penyakit pembuluh darah
perifer, arteriosklerosis, gangguan pembuluh darah otak, bronkhitis kronik, emfisema dan penyakit
paru obstruktif kronik, tuberkulosis paru, asma, radang paru, dan penyakit saluran pernapasan
lainnya . Ditemukan bahwa kebiasaan merokok pada pria juga menurunkan sekresi hormon
testosteron. Hormon testeosteron dihasilkan oleh sel Leydig melalui proses yang disebut
steroidogenesis. Steroidogenesis dalam sel Leydig dapat dihambat oleh nikotin dan kotinin sehingga
terjadi penurunan sekresi hormon testosteron .

Sel Leydig adalah sel yang berbentuk polyhedral dengan ukuran diameter 15 hingga 20µm.
Sitoplasma dari sel Leydig merupakan tempat berlangsungnya steroidogenesis. Pada testis, sel
Leydig terletak di ruang antara tubulus seminiferus satu dengan tubulus seminiferus yang lainnya.
Sel Leydig merupakan sel yang sangat peka terhadap senyawa kimia toksik dan radikal bebas .

Apabila jumlah sel Leydig menurun maka akan menurunkan juga produksi hormon
testosteron (Chen and Zirkin, 2000). Penurunan hormon testosteron menyebabkan berbagai keluhan
pada laki-laki. Keluhan dan perubahan fisik serta psikis seperti terjadinya osteoporosis, berkurangnya
massa otot, menurunnya libido, dan hilangnya mood disebabkan karena menurunnnya kadar
testosteron pada usia tua. Penuaan juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
menurunnya jumlah sel Leydig penghasil

Untuk mengatasi hal ini para ahli mengembangkan terapi sulih testosteron. Peraparat sulih
testosetron dapat diberikan secara oral dalam bentuk tablet, suntikan, aplikasi nasal, inplan, dan
transdermal (Eckardstein and Neischlag, 2002). Penelitian oleh Zhang et al., (2005) pada tikus yang
dikastrasi ditemukan terjadi perbaikan corvus cavernosum penis dengan terapi testosteron selama
30 hari. Penuaan (aging) pada sel leydig dapat dihambat oleh testosteron dengan penekanan
steroidogenesis (Chen and Zirkin, 2000).

Testosteron juga berperan menstimulasi diferensiasi sel Leydig muda menjadi sel Leydig
dewasa (Mendis-Handagama and Ariyaratne, 2001) dan berperan penting menjaga morfologi sel
Leydig muda yang berada pada tahap perkembangan (Misro, et al., 2008). Hormon lain yang sangat
berperan untuk menstimulasi fungsi fisiologis sel Leydig adalah Luteinizing Hormone (LH). Fungsi
utama LH adalah menstimulasi sel Leydig untuk memproduksi hormon testoseron. Pada pria tua
terjadi perubahan fisiologis hormonal, dimana produksi hormon testosteron menurun sebaliknya
sekresi LH meningkat. Dimana hal ini berkaitan dengan berkurangnya jumlah sel Leydig atau
gangguan feed back mechanism pada poros hipotalamus - hipofise – testis (Pangkahila, 2007).
Penelitian belakangan ini pada pria perokok ditemukan terjadi hambatan sekresi LH yang disebabkan
oleh efek nikotin pada asap rokok yang bekerja pada bagian medial basal hipotalamus (Funabashi et
al., 2005). Sehingga hal ini menimbulkan kurangnya stimulasi LH pada sel Leydig dan pada akhirnya
menyebabkan menurunnya sekresi hormon testosteron pada pria perokok (Olayaki et al., 2008).
Berangkat dari beberapa hal di atas dan belum tersedianya data tentang pengaruh paparan asap
rokok terhadap jumlah sel Leydig, maka penulis ingin membuktikan bahwa terjadi penurunan jumlah
sel leydig pada mencit yang terpapar asap rokok dan terapi hormon testosteron serta LH diharapkan
dapat memulihkan jumlah sel Leydig

atar Belakang Meski banyak orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan oleh rokok, kebiasaan
merokok tidak pernah surut bahkan meluas dan tampaknya merupakan perilaku yang masih ditolerir
oleh masyarakat. Bahkan menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 disebutkan
bahwa Indonesia merupakan negara dengan konsumsi rokok terbesar ketiga setelah China dan India.
Diperkirakan saat ini sekitar 65 juta penduduk Indonesia atau sekitar 28 % orang Indonesia menjadi
perokok (Anonim, 2008b). Dalam proses merokok terjadi reaksi pirolisa yang terjadi akibat
pemanasan dan keabsenan oksigen sehingga mengakibatkan pecahnnya struktur kimia rokok
menjadi senyawa kimia lainnya (Bindar, 2000). Reaksi pirolisa berlangsung pada temperatur yang
lebih rendah dari 8000C di bagian dalam rokok. Ciri khas reaksi ini adalah menghasilkan ribuan
senyawa kimia yang strukturnya sangat kompleks. Dari ribuan senyawa kimia rokok produk pirolisa,
sekitar 100 senyawa dilaporkan bersifat toksik dan mempunyai kemampuan berdifusi dalam darah
seperti bahan karsinogen, tar, nikotin, nitrosamine, karbonmonoksida, senyawa PAH (Polinuclear
Aromatik Hidrogen), fenol, karbonil, klorin dioksan, dan furan (Rodgman and Perfetti, 2009). Saat ini,
lebih dari 70.000 penelitian ilmiah telah menunjukkan hubungan yang positif antara kebiasaan
merokok dan terjadinya kanker pada mulut, farings dan larings, oesophagus, paru, pankreas,
kandung kemih, penyakit jantung koroner, aneurisma aorta, penyakit pembuluh darah perifer,
arteriosklerosis, gangguan pembuluh darah otak, bronkhitis kronik, emfisema dan penyakit paru
obstruktif kronik, tuberkulosis paru, asma, radang paru, dan penyakit saluran pernapasan lainnya
(Fowles and Bates, 2000). Pada wanita hamil kebiasaan merokok diduga menyebabkan kelahiran
bayi prematur dan berat badan rendah (Anonim, 2000; Winarsi, 2007). Ditemukan juga bahwa resiko
penyakit yang ditimbulkan pada perokok mild, ultramild dan light sama besarnya dengan resiko
perokok biasa (Anonim, 2000). Beberapa penelitian mengenai gangguan reproduksi pada perokok
didapatkan terjadinya penurunan produksi sperma, perubahan morfologi dan motilitas sperma
(Trummer et al., 2002). Percobaan pada anjing yang dipapar asap rokok menyebabkan adanya faktor
resiko berkembangnya arteriosklerosis pada arteri penis dan arteri pudendal internal sehingga
terjadi hambatan aliran darah ke penis yang menyebabkan disfungsi ereksi (Ledda, 2000). Penelitian
yang dilakukan oleh Rajpurkar, et al., (2000) tentang paparan asap rokok pada tikus 90 menit setiap
hari selama 70 hari didapatkan terjadinya kerusakan dan berkurangnya diameter lumen tubulus
seminiferus testis. Penelitian mengenai pengaruh paparan asap rokok terhadap spermatogenesis
dan perilaku seksual mencit jantan didapatkan terjadinya hambatan pembentukan spermatosit
pakiten serta spermatid dan menurunnya motivasi serta dorongan seksual mencit jantan
(Sukmaningsih, 2003). Dilaporkan juga bahwa paparan asap rokok menyebabkan penipisan lapisan
tunika properia, degenerasi blood testis barrier dan germ cell (Favaro and Cagnon, 2006). Penelitian
oleh Lin et al., (2007) ditemukan bahwa kebiasaan merokok pada pria juga menurunkan sekresi
hormon testosteron. Hormon testeosteron dihasilkan oleh sel Leydig melalui proses yang disebut
steroidogenesis. Steroidogenesis dalam sel Leydig dapat dihambat oleh nikotin dan kotinin sehingga
terjadi penurunan sekresi hormon testosteron (English et al., 2001; Mendelson et al., 2003).
Pengaruh nikotin dalam asap rokok terhadap indeks sel sertoli pada hewan coba tikus dilaporkan
oleh Ahmadnia et al., (2007), didapatkan bahwa terjadi penurunan indeks sel sertoli yang terpapar
asap rokok selama 10 minggu. Namun pada penelitian tersebut belum dilakukan evaluasi terhadap
jumlah sel Leydig. Sel Leydig adalah sel yang berbentuk polyhedral dengan ukuran diameter 15
hingga 20µm. Sitoplasma dari sel Leydig merupakan tempat berlangsungnya steroidogenesis. Pada
testis, sel Leydig terletak di ruang antara tubulus seminiferus satu dengan tubulus seminiferus yang
lainnya. Sel Leydig merupakan sel yang sangat peka terhadap senyawa kimia toksik dan radikal bebas
(Colon, 2007). Apabila jumlah sel Leydig menurun maka akan menurunkan juga produksi hormon
testosteron (Chen and Zirkin, 2000). Penurunan hormon testosteron menyebabkan berbagai keluhan
pada laki-laki. Keluhan dan perubahan fisik serta psikis seperti terjadinya osteoporosis, berkurangnya
massa otot, menurunnya libido, dan hilangnya mood disebabkan karena menurunnnya kadar
testosteron pada usia tua. Penuaan juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
menurunnya jumlah sel Leydig penghasil testosteron (Chen and Zirkin, 2000; Pangkahila, 2007).
Penelitian oleh Palese, et al., (2003) pada tikus ditemukan defisiensi testosteron akibat kastrasi
mengakibatkan abnormalitas pada struktur penis tikus. Lebih lanjut dinyatakan bahwa hilangnya
androgen dapat pula mengubah aliran darah penis yang menyebabkan disfungsi penutupan vena
dan penurunan fungsi ereksi (Francavilla et al., 2005). Untuk mengatasi hal ini para ahli
mengembangkan terapi sulih testosteron. Peraparat sulih testosetron dapat diberikan secara oral
dalam bentuk tablet, suntikan, aplikasi nasal, inplan, dan transdermal (Eckardstein and Neischlag,
2002). Penelitian oleh Zhang et al., (2005) pada tikus yang dikastrasi ditemukan terjadi perbaikan
corvus cavernosum penis dengan terapi testosteron selama 30 hari. Penuaan (aging) pada sel leydig
dapat dihambat oleh testosteron dengan penekanan steroidogenesis (Chen and Zirkin, 2000).
Testosteron juga berperan menstimulasi diferensiasi sel Leydig muda menjadi sel Leydig dewasa
(Mendis-Handagama and Ariyaratne, 2001) dan berperan penting menjaga morfologi sel Leydig
muda yang berada pada tahap perkembangan (Misro, et al., 2008). Hormon lain yang sangat
berperan untuk menstimulasi fungsi fisiologis sel Leydig adalah Luteinizing Hormone (LH). Fungsi
utama LH adalah menstimulasi sel Leydig untuk memproduksi hormon testoseron. Pada pria tua
terjadi perubahan fisiologis hormonal, dimana produksi hormon testosteron menurun sebaliknya
sekresi LH meningkat. Dimana hal ini berkaitan dengan berkurangnya jumlah sel Leydig atau
gangguan feed back mechanism pada poros hipotalamus - hipofise – testis (Pangkahila, 2007).
Penelitian belakangan ini pada pria perokok ditemukan terjadi hambatan sekresi LH yang disebabkan
oleh efek nikotin pada asap rokok yang bekerja pada bagian medial basal hipotalamus (Funabashi et
al., 2005). Sehingga hal ini menimbulkan kurangnya stimulasi LH pada sel Leydig dan pada akhirnya
menyebabkan menurunnya sekresi hormon testosteron pada pria perokok (Olayaki et al., 2008).
Berangkat dari beberapa hal di atas dan belum tersedianya data tentang pengaruh paparan asap
rokok terhadap jumlah sel Leydig, maka penulis ingin membuktikan bahwa terjadi penurunan jumlah
sel leydig pada mencit yang terpapar asap rokok dan terapi hormon testosteron serta LH diharapkan
dapat memulihkan jumlah sel Leydig

Anda mungkin juga menyukai