Anda di halaman 1dari 42

Makalah

Keperawatan Jiwa 1

Konsep Asuhan Keperawatan Teori Jiwa Pada Lanjut Usia

Disusun Oleh

KELOMPOK II
Stelamaris Gimbo (201901160)
Jesika Selin (201901143)
Robert Tangke (201901154)
Ferny Alfrida (201901133)
Ahmad Zaiful (201901125)
I Putu Eka Putra (201901170)

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN WIDYA NUSANTARA


PALU PROGRAM STUDI NERS

Tahun 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya maka Makalah Keperawatan Jiwa I tentang sub bahasan
“Konsep dan Asuhan Keperawatan Teori Pada Lanjut Usia” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya sebagaiamana yang sudah ditentukan.
Penulis berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik itu
secara langsung maupun tidak langsung sejak awal pembuatan Makalah ini mulai dari
pengumpulan data hingga selesainya pembuatan makalah ini. Semua kebaikan dan
kesetiaan Bapak/Ibu/Saudara(i) tersebut tidak dapat penulis balas hanya dengan
seuntai ungkapan rasa syukur sekalipun. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas
semua budi baik Bapak/Ibu/Saudara(i).
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
Bapak/Ibu/Saudara(i) yang telah membaca makalah ini, karena hal itu akan
menjadikan pertimbangan dan motivasi penulis dalam pembuatan makalah
berikutnya.

Palu, 06 April 2020

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Tujuan ..................................................................................................... 2
C. Manfaat.................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi................................................................................................... 3
B. Teori Proses Menua................................................................................. 4
C. Perubahan Yang Terjadi Pada Usia Lanjut............................................. 9
D. Penatalaksanaan Keperawatan Jiwa Usia Lanjut.................................... 17
E. Pemeriksaan Status Mental Pada Lansia................................................. 19
F. Jenis-jenis Gangguan Jiwa Pada Lansia.................................................. 19
G. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Lansia.................................................. 24
H. Terapi Aktifitas Kelompok pada Klien dengan Gangguan
Jiwa pada Lansia .................................................................................... 29

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................................. 34
B. Saran ....................................................................................................... 34

iii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses
penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada
kenyataannya proses in menjadi beban bagi orang lain dibandingkan dengan
proses lain yang terjadi. Perawat yang akan merawat lansia harus mengerti
sesuatu tentang aspek penuaan yang normal dan tidak normal.
Pelayanan/asuhan keperawatan gangguan mental pada lanjut usia
memerlukan pengetahuan khusus karena kemungkinan perbedaan dalam
manifestasi klinis, ptogenesis, dan patofisiologi gangguan mental antara dewasa
muda dan lanjut usia. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu
dipertimbangkan. Faktor – faktor tersebut adalah sering adanya penyakit dan
kecacatan medis penyerta, pemakaian banyak medikasi, dan peningkatan
kerentanan terhadap gannguan kognitif.
Program Epidemiologikal Catchment Area (ECA) dari National Institute of
Mental Healt telah menemukan bahwa gangguan mental yang paling sering pada
lanjut usia adalah gangguan depresif, gangguan kognitif, dan fobia. Lanjut usia
juga memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri dan gejala psikiatrik akibat obat.
Banyak gangguan mental pada lanjut usia dapat dicegah, dihilangkan, atau
bahkan dipulihkan. Sejumlah faktor resikopsikososial juga dapat
mempredisposisiskan lanjut usia kepada gangguan mental. Faktor resiko tersebut
adalah ilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak
saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan finansial, dan
penurunan fungsi kognitif.
Saat ini udah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di Amerika mengalami
gangguan kejiwaan seperti demensia, psikosis, atau kondisi lainnya. Hal ini
menyebabkan perawat dan tenaga kesehatan profesional yang lai memiliki
tanggung jawab yang lebih untuk merawat Lansia dengan masalah kesehatan jiwa

1
dan emosi. Kesehatan mental pada lansia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
status fisiologi dan psikologi, kepribadian, sosial support, sosial ekonomi dan
pola hidup.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk dapat memahami tentang Konsep dan Asuhan Keperawatan
gangguan jiwa pada Lansia.
2. Tujuan khusus
Setelah membaca makalah ini, pembaca akan memahami :
a. Pengertian lansia dan tugas perkembangannya.
b. Penyebab gangguan jiwa pada lanjut usia
c. Jenis gangguan jiwa pada lanjut usia.
d. Asuhan Keperawatan gangguan jiwa pada lanjut usia.
C. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Konsep dan Asuhan
Keperawatan gangguan jiwa pada Lansia.
2. Memudahkan kita dalam memberikan perawatan pada Lansia yang
mengalami gangguan jiwa.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Usia lanjut adalah seseorang yang usianya sudah tua yang merupakan tahap
lanjut dari suatu proses kehidupan. Lanjut Usia ( Lansia ) adalah proses menua
termasuk biologis, psikologis, dan social.
Ada berbagai kriteria umur bagi seseorang yang dikatakan tua. Menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998, lanjut usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. World Health Organization (WHO)
memberikan klasifikasi usia lanjut sebagai berikut.
1. Usia pertengahan (middle age) : 45–59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) : 60–74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) : 75–90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun
Menjadi tua adalah sebuah proses yang pasti terjadi, bahkan setiap orang ingin
bisa hidup sampai tua, tetapi adanya perubahan struktur dan fungsi tubuh sering
menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan, termasuk masalah kejiwaan.
Psikogeriatri adalah ilmu yang mempelajari gangguan psikologis/psikiatrik
pada lansia. Diperkirakan indonesia mulai tahun 1990 hingga 2023, lansia ( umur
60 tahun ke atas) akan meningkat hingga 41,4% ( Geriatric and Psychogeriatric
Workshop Training for Trainers ). Masalah yang paling banyak adalah demensia,
delirium, depresi, paranoid, dan ansietas. Gangguan yang lain sama dengan
gangguan jiwa pada orang dewasa muda.
Tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
1. Menyesuaikan diri terhadap ketahanan dan kesehatan yang berkurang.
2. Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan berkurangnya pendapatan.
3. Menyesuaikan diri terhadap kemungkinan ditinggalkan pasangan hidup.
4. Mempertahankan kehidupan yang memuaskan dan mencari makna hidup.
5. Menjaga hubungan baik dengan anak.

3
6. Membina hubungan dengan teman sebaya dan berperan serta dalam organisasi
sosial.
B. Teori Proses Menua
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu sebagai berikut.
1. Teori Biologi
a. Teori genetik dan mutasi
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul-molekul (DNA) dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel
kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel). Teori ini
merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa tubuh terdapat jam
biologis yang mengatur gen dan menentukan jalannya penuaan.
b. Teori nongenetik
Teori ini merupakan teori ekstrinsik dan terdiri atas berbagai teori, di
antaranya adalah sebagai berikut.
1) Teori rantai silang (cross link)
Teori ini menjelaskan bahwa molekul kolagen dan zat kimia
mengubah fungsi jaringan, mengakibatkan jaringan yang kaku pada
proses penuaan. Sel yang tua atau usang menyebabkan ikatan reaksi
kimianya menjadi lebih kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan
ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan hilangnya
fungsi.
2) Teori fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, yang terdiri
atas teori oksidasi stres dan pemakaian dan rusak (wear and tear
theory).
3) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
(terpakai).
4) Reaksi dari kekebalan sendiri (autoimmune theory)

4
Metabolisme di dalam tubuh memproduksi suatu zat khusus.
Saat dijumpai jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
khusus, maka jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
5) Teori immunology slow virus
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh. Teori ini menjelaskan bahwa perubahan pada jaringan
limfoid mengakibatkan tidak adanya keseimbangan di dalam sel T
sehingga produksi antibodi dan kekebalan menurun.
6) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai.
7) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas. Tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
Radikal bebas terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan
bermotor dan rokok, zat pengawet makanan, radiasi, dan sinar
ultraviolet, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan
kolagen pada proses penuaan.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.

2. Teori Sosial
a. Teori interaksi sosial

5
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Pokok-pokok interaksi sosial adalah sebagai berikut (Hardywinoto dan
Setiabudi, 1999: 43).
1) Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai
tujuan masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut, maka terjadi interaksi sosial yang
memerlukan biaya dan waktu.
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seseorang memerlukan
biaya.
4) Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah
terjadinya kerugian.
5) Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.
b. Teori penarikan diri
Kemiskinan yang diderita lanjut usia dan menurunnya derajat
kesehatan mengakibatkan seseorang lanjut usia secara perlahan menarik
diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi
sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada
lanjut usia sekaligus terjadi kehilangan ganda (triple loss), yaitu sebagai
berikut (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 45).
1) Kehilangan peran (loss of role).
2) Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship).
3) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and
values).
c. Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon, dkk. (1972)
yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung pada
bagaimana seseorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
Adapun kualitas aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan dengan

6
kuantitas aktivitas yang dilakukan (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999:
46).
d. Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan di dalam siklus
kehidupan lanjut usia, sehingga pengalaman hidup seseorang pada suatu
saat merupakan gambarannya kelak pada saat menjadi lanjut usia. Hal
ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang
ternyata tak berubah walaupun ia menjadi lanjut usia (Hardywinoto dan
Setiabudi, 1999: 47).
e. Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami
oleh lanjut usia pada saat muda hingga dewasa. Menurut Havighurst dan
Duval, terdapat tujuh tugas perkembangan selama hidup yang harus
dilaksanakan oleh lanjut usia yaitu sebagai berikut.
1) Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis.
2) Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan.
3) Menemukan makna kehidupan.
4) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
5) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.
6) Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
7) Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia.
3. Teori Psikologis
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang berespons pada tugas
perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus
berjalan meskipun orang tersebut telah menua.
a. Teori hierarki kebutuhan dasar manusia Maslow (Maslow’s hierarchy of
human needs)
Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar manusia dibagi dalam lima
tingkatan mulai dari yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih
sayang, harga diri sampai pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri.

7
Seseorang akan memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut. Menurut
Maslow, semakin tua usia individu maka individu akan mulai berusaha
mencapai aktualisasi dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi
diri, maka individu tersebut telah mencapai kedewasaan dan
kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya, otonomi, kreatif,
independen, dan hubungan interpersonal yang positif.
b. Teori individualisme Jung (Jung’s theory of individualism)
Menurut Carl Jung, sifat dasar manusia terbagi menjadi dua yaitu
ekstrovert dan introvert. Individu yang telah mencapai lanjut usia
cenderung introvert. Dia lebih suka menyendiri seperti bernostalgia
tentang masa lalunya. Menua yang sukses adalah jika dia bisa
menyeimbangkan antara sisi introvert dan ekstrovertnya, tetapi lebih
condong ke arah introvert. Dia senang dengan dirinya sendiri, serta
melihat orang dan bergantung pada mereka.
c. Teori delapan tingkat perkembangan Erikson (Erikson’s eigth stages of
life)
Menurut Erikson, tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai
individu adalah integritas ego vs menghilang (ego integrity vs
disappear). Jika individu tersebut sukses mencapai tugas perkembangan
ini, maka dia akan berkembang menjadi individu yang arif dan
bijaksana. Namun jika individu tersebut gagal mencapai tahap ini, maka
dia akan hidup penuh dengan keputusasaan.
d. Optimalisasi selektif dengan kompensasi (selective optimisation with
compensation)
Menurut teori ini, kompensasi penurunan tubuh ada tiga elemen yaitu
sebagai berikut.
1) Seleksi
Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan
maka mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan terhadap
aktivitas sehari-hari.

8
2) Optimalisasi
Lanjut usia tetap mengoptimalkan kemampuan yang masih
dimilikinya untuk meningkatkan kehidupannya.
3) Kompensasi
Berbagai aktivitas yang sudah tidak dapat dijalankan karena
proses penuaan diganti dengan aktivitas lain yang mungkin bisa
dilakukan dan bermanfaat bagi lanjut usia.
C. Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia
Perubahan yang terjadi pada lanjut usia meliputi perubahan fisik, psikologis,
dan sosial. Diawali dengan perubahan fisik, kemudian mengakibatkan perubahan
psikologis dan social dan berkembang dalam bentuk gangguan perilaku.
Gangguan perilaku merupakan area keperawatan kesehatan jiwa pada usia lanjut.
Hampir tidak ada skizofrenia terjadi di usia lanjut, kecuali sudah mengalami
skizofrenia sejak muda dan tidak sembuh sampai tua.

Fisik Psikologis
 Panca indera Paraniod
 Otak Gangguan tingkah laku

 Gastrointestinal Keluyuran (wandering)

 Saluran kemih Sun Downing


Depresi
 Otot dan tulang
Demensia
 Kardiovaskular
Sindrom Pascakekuasaan (PostPower
 Endokrin, dan lain-lain.
Syndrome), dan lain-lain.

1. Perubahan Fisik
a. Pancaindera
1) Mata
Respons terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap
menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan terjadi
katarak atau gangguan pengelihatan lainnya. Lansia yang mulai tidak

9
jelas pengelihatannya, sehingga sering menjadi curiga dengan sosok
bayangan yang datang atau berada di rumahnya. Cucunya dianggap
pencuri dan sebagainya, sehingga semakin tidak jelas pengelihatannya,
maka semakin menjadi pencuriga.
2) Telinga
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran,
yaitu menjadi sangat peka atau berkurang pendengarannya. Respons
perilaku lansia menjadi lebih pencuriga, apalagi jika pengelihatan
tidak jelas dan pendengaran berkurang. Anggota keluarga yang tinggal
serumah sering menjadi sasaran kecurigaan lansia, berbicara keras
dianggap marah, serta berbicara pelan dianggap ngerasani atau
menggunjingkan lansia.
3) Perabaan
Kemampuan jari untuk meraba atau menggenggam menjadi
menurun (clumsy), akibatnya tidak mampu memegang sesuatu yang
berat, misalnya makan dengan piring, mudah jatuh dan pecah atau
minum dengan gelas, mudah jatuh dan pecah. Jika diberi piring
melamin akan merasa marah, karena dianggap tidak menghargai orang
tua. Selain menjadi pencuriga, lansia menjadi mudah marah karena
perubahan mata, telinga, dan perabaan.
4) Penciuman
Kemampuan hidung untuk membau harum, gurih, dan lezat sudah
menurun, yang akibatnya nafsu makan menjadi menurun.
Permasalahan perilaku muncul dengan membenci siapa yang masak di
rumah, apalagi jika yang masak adalah menantu. Di sinilah awal mula
terjadinya suasana tidak kondusif antara menantu wanita dengan
mertua.
5) Pengecapan
Pada usia lanjut terjadi penurunan kemampuan lidah untuk
merasakan rasa asam, asin, manis, gurih, pedas, dan semua rasa lezat,

10
yang akibatnya nafsu makan menurun. Terkadang lansia masih
menambahkan gula pada makanan yang sudah manis atau
menambahkan garam pada makanan yang sudah asin. Hal akan
menjadi berbahaya apabila lansia memiliki penyakit diabetes atau
tekanan darah tinggi. Dengan keadaan ini, lansia dapat semakin
membenci menantu wanitanya, karena sudah tidak bisa masak atau
jika masak, tidak ada aroma dan rasanya.
Perubahan pancaindera mengakibatkan berbagai perubahan
perilaku pada lansia, menjadi pencuriga, mudah marah, dan membenci
seseorang.
b. Otak
Terjadi penurunan kemampuan berpikir, daya ingat, dan konsentrasi.
Penurunan kemampuan berpikir terutama untuk memikirkan hal baru
(new learning), kalaupun bisa terjadi secara lambat (slow learning).
Sering lansia tidak bisa menerima pemikiran anak muda, karena
menganggap bahwa apa yang lansia pikirkan itulah kebenaran. Lansia
menjadi skeptis dengan pola pikirnya, sehingga sulit menerima sesuatu
yang baru.
Meskipun demikian, masih banyak lansia yang tetap pandai pada masa
tuanya, kemampuan kognitifnya sama sekali tidak berkurang, bahkan
cenderung lebih hafal daripada yang muda. Kemampuan asah otak
ternyata sama dengan asah pedang, yaitu semakin sering diasah, maka
semakin tajam pedang itu. Hal ini bergantung pada apa yang dipelajari
saat muda. Ibarat belajar di masa kecil, bagai mengukir di atas batu. Hal
yang dipelajari di masa kecil yang terus digunakan sampai tua akan
terukir pada pola pikir. Sementara belajar sesudah dewasa, bagai
mengukir di atas air, yaitu hal yang dipelajari seolah sudah paham semua,
tetapi saat sang guru pergi akan hilang semua yang telah dipelajari.
Kemampuan konsentrasi yang menurun mengakibatkan lansia
mengalami kesulitan fokus perhatian (sustain attention). Jika bercerita

11
atau mengajar harus satu-satu, tidak bisa dua topik sekaligus. Selain itu,
kewaspadaan juga menurun, sehingga perlu bantuan dan pengawasan
apabila lansia melakukan aktivitas di luar rumah.
c. Paru
Kekuatan otot pernapasan menurun dan kaku, elastisitas paru
menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat,
alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun,
serta terjadi penyempitan pada bronkus. Akibatnya, lansia selalu
mengeluh dada sesak, serta bernapas cepat dan terengah-tengah (breath
holding spell dan hyperventilation). Tindakan yang paling tepat untuk
mengatasi hal ini adalah jalan mars setiap hari selama 20 menit di udara
terbuka. Solusi dengan metode farmakologi tidak terlalu disarankan
karena gangguan terjadi karena menurunnya kemampuan anatomi dan
fisiologi paru.
d. Gastrointestinal
Pada sistem ini esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar
menurun, dan peristaltik menurun sehingga terjadilah penumpukan
makanan. Apabila daya absorbsi masih baik, maka racun akan ikut
terabsorbsi, sehingga terjadi konstipasi. Ukuran lambung mengecil serta
fungsi organ asesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya
produksi hormon dan enzim pencernaan. Lansia menjadi sangat banyak
keluhan terkait gastrointestinal.
e. Saluran kemih
Kondisi ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan
di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga
kemampuan mengonsentrasikan urine ikut menurun. Plastisitas buli-buli
menurun, sehingga menjadi sering kencing. Kemampuan sfinkter uri
menurun, sehingga lansia menjadi ngompol. Respons perilaku berupa
lansia sering mengeluh tidak bisa tidur, sering terbangun untuk kencil,
ngompol, beser, dan sebagainya.

12
f. Otot dan tulang
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),
bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot),
kram, tremor, tendon mengerut, serta mengalami sklerosis. Respons
perilaku berupa lansia menjadi banyak mengeluh dengan sistem
muskuloskeletalnya. Hal ini sangat bergantung pada aktivitas olahraga
semasa muda. Tindakan yang sesuai adalah senam taichi atau jalan mars.
g. Kardiovaskular
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah
menurun, serta meningkatnya resistansi pembuluh darah perifer sehingga
tekanan darah meningkat. Risiko terjadi infark, stroke, dan sebagainya.
h. Endokrin
Kemampuan tubuh untuk meregulasi endokrin menurun, sehingga
mudah terjadi asam urat, kolesterol, diabetes, dan sebagainya.
2. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis lansia sering terjadi karena perubahan fisik, dan
mengakibatkan berbagai masalah kesehatan jiwa di usia lanjut. Beberapa
masalah psikologis lansia antara lain sebagai berikut.
a. Paranoid
Respons perilaku yang ditunjukkan dapat berupa curiga, agresif, atau
menarik diri. Lansia selalu curiga pada orang lain, bahkan curiga pada
televisi. Oleh karena lansia tidak mendengar suara TV, tetapi melihat
gambarnya tersenyum atau tertawa, maka TV dianggap mengejek lansia.
Pembantu dianggap mencuri, karena mengambil gula atau beras untuk
dimasak, padahal instruksi pembantu berasal dari majikan yang tidak
diketahui lansia.
Tindakan untuk mengatasi hal ini adalah jangan mendebat, karena kita
dianggap menantang, serta jangan mengiyakan, karena dianggap kita

13
berteman. Berikan aktivitas sesuai kemampuan lansia, sehingga lansia
tidak sempat memperhatikan apa yang dapat menimbulkan paranoid.
b. Gangguan tingkah laku
Sifat buruk pada lansia bertambah seiring perubahan fungsi fisik.
Lansia merasa kehilangan harga diri, kehilangan peran, merasa tidak
berguna, tidak berdaya, sepi, pelupa, kurang percaya diri, dan sebagainya.
Akibatnya bertambah sangat banyak sifat buruk setiap adanya penurunan
fungsi fisik.
Tindakan untuk mengatasi hal ini adalah berikan kepercayaan kepada
lansia untuk melaksanakan hobi lama sesuai kemampuannya, sehingga
harga diri lansia meningkat dan merasa tetap berguna dalam masyarakat.
c. Gangguan tidur
Lansia mengalami tidur superfisial, tidak pernah mencapai total bed
sleep, merasa tengen, setiap detik dan jam selalu terdengar, desakan
mimpi buruk, serta bangun lebih cepat dan tidak dapat tidur lagi. Lansia
selalu mengeluh tidak bisa tidur. Padahal jika diamati, kebutuhan tidur
lansia tidak terganggu, hanya pola tidur yang berubah. Hal ini terjadi
karena lansia mengalami tidur superfisial, sehingga tidak pernah merasa
tidur nyenyak. Misalnya, jam 04.00 sudah bangun, lalu aktivitas
beribadah, jalan-jalan, minum kopi atau susu dengan makanan ringan,
selanjutnya mengantuk dan tertidur. Waktunya sarapan bangun,
beraktivitas sebentar, mengantuk lagi, lalu tertidur. Pada siang hari,
setelah makan siang tertidur lagi dan jam 8 malam sudah tertidur. Oleh
karena kebutuhan tidur sudah terpenuhi di pagi dan siang hari, maka jam
3 pagi atau jam 4 pagi sudah bangun dan tidak dapat tidur lagi.
Tindakan untuk mengatasi hal ini adalah membuat lansia tidak tidur
siang (schedulling), sehingga malam dapat tidur lebih lama. Batasi
konsumsi makanan yang membuat mengantuk, serta cegah nonton TV
yang menakutkan atau menegangkan. Obat farmokologi tidak disarankan
kecuali ada indikasi.

14
d. Keluyuran (wandering)
Hal ini biasanya terjadi akibat bingung dan demensia. Lansia keluar
rumah dan tidak dapat pulang, hilang, berkelana, atau menggelandang.
Sebenarnya ini tidak dikehendaki oleh lansia. Hal tersebut terjadi karena
lansia tidak betah di rumah, tetapi saat keluar tidak tahu jalan untuk
pulang.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah beri tanda pengenal, cantumkan
nama, nama keluarga, dan nomor telepon, sehingga jika ditemukan
masyarakat dapat menghubungi anggota keluarga. Tingkatkan aktivitas
harian, sehingga lansia tidak ingin keluar rumah. Untuk penyegaran,
dampingi saat keluar rumah (tapi yang sejalur) dan setelah hafal, boleh
jalan sendiri. Pagar di kunci apabila ditinggal oleh pendamping.
e. Sun downing
Lansia mengalami kecemasan meningkat saat menjelang malam (di
rumah), terus mengeluh, agitasi, gelisah, atau teriak ketakutan. Jika di
panti, hal tersebut dapat memengaruhi lansia yang lain. Keadaan ini
terjadi karena lansia gelisah pada saat malam. Pada zaman dahulu, belum
ada listrik, sehingga saat menjelang malam, kecemasan lansia meningkat.
Oleh karenanya, semua anak dan cucunya dicari dan disuruh pulang,
semua hewan peliharaan harus sudah ada di kandang, serta semua anggota
keluarga harus sudah di dalam rumah. Semua itu terjadi karena
kekhawatiran dengan gelapnya malam.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah berikan orientasi realitas,
aktivitas menjelang maghrib, dan penerangan yang cukup.
f. Depresi
Ada banyak jenis depresi yang terjadi pada lansia, di antaranya depresi
terselubung, keluhan fisik menonjol, berkonsultasi dengan banyak dokter
(umum/spesialis), merasa lebih pusing, nyeri, dan sebagainya. Depresi
sering dialami oleh lansia muda wanita karena terjadinya menopause.
Apabila lansia muda wanita tidak siap menghadapi menopause, maka

15
depresi sangat menonjol akan dialami. Namun, bagi yang siap
menghadapi menopause akan merasa lebih bahagia karena dapat
beribadah sepanjang waktu tanpa harus cuti haid. Pada lansia pria,
penyebab depresi terutama karena sindrom pascakekuasaan (postpower
syndrom). Lansia mulai berkurang penghasilan, teman, dan harga diri.
Tanda yang sering muncul adalah tidur (sleep) meningkat, ketertarikan
(interest) menurun, rasa bersalah (guilty) meningkat, energi (energy)
menurun, konsentrasi (concentration) menurun, nafsu makan (appetite)
menurun, psikomotor (psycomotor) menurun, bunuh diri (suicide)
meningkat—SIGECAPS.
Tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan penyebab yang
ditemukan. Selain itu, tingkatkan harga diri lansia, serta yakinkan bahwa
lansia masih tetap dihargai dalam keluarga dan tetap bermanfaat bagi
masyarakat.
g. Demensia
Demensia adalah suatu sindrom gejala gangguan fungsi luhur kortikal
yang multipel, seperti daya ingat, daya pikir, daya tangkap, orientasi,
berhitung, berbahasa, dan fungsi nilai sebagai akibat dari gangguan fungsi
otak. Demensia banyak jenisnya yang bergantung pada penyebab dan
gejala yang timbul, di antaranya demensia, multiinfark demensia,
alzheimer, atau bahkan retardasi mental.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah berikan aktivitas sesuai
kemampuan dan kolaborasi pengobatan dengan farmakologis.
h. Sindrom pascakekuasaan (postpower syndrom)
Sindrom pascakekuasaan adalah sekumpulan gejala yang timbul
setelah lansia tidak punya; kekuasaan, kedudukan, penghasilan,
pekerjaan, pasangan, teman, dan sebagainya. Beberapa faktor penyebab
lansia tidak siap menghadapi pensiun adalah kepribadian yang kurang
matang, kedudukan sebelumnya terlalu tinggi dan tidak menduduki

16
jabatan lain setelah pensiun, proses kehilangan terlalu cepat, serta
lingkungan tidak mendukung.
Alternatif tindakan yang dapat dilakukan adalah optimalkan masa
persiapan pensiun (MPP) selama 1 tahun, serta gaji penuh tetapi masih
boleh mencari pekerjaan lain untuk menyiapkan alih kerja. Jika lansia
bukan seorang PNS, maka siapkan jaminan sosial hari tua yang memadai
ketika masih muda.
Upayakan lingkungan tetap kondusif, seperti keluarga dan anak tetap
menghargai. Usahakan kebiasaan di rumah masih tetap dilakukan,
misalnya makan bersama, mengobrol bersama, dan sebagainya. Usahakan
tetap ada kedudukan di masyarakat, seperti menjadi ketua yayasan sosial,
koperasi, atau takmir masjid. Dengan demikian, lansia masih akan tetap
merasa dihormati dan berguna bagi masyarakat.
D. Penatalaksanaan Keperawatan Jiwa Usia Lanjut
Hidup sampai tua adalah harapan setiap orang, tetapi ketika sudah tua akan
banyak perubahan yang terjadi dan tidak mungkin dihindari, seperti menurunnya
fungsi organ tubuh dan menjadi sarang penyakit. Oleh karena itu, penanganan
terhadap berbagai masalah yang terjadi pada lansia harus dilakukan secara
holistik, sepanjang hidup (long live), dan jangka panjang (long term).
Penatalaksanaan secara holistik meliputi penatalaksanaan fisik, psikologis,
serta sosial yang termasuk keluarga dan lingkungan. Secara fisik, perhatikan
asupan nutrisi baik secara kuantitas maupun kualitas, serta hindari makanan
pantangan yang dapat memperparah penyakit yang diderita. Apabila harus
menggunakan obat-obatan harus dimulai dari dosis rendah dan ditinggalkan
secara perlahan (start low go slow).
Secara psikologis, perhatikan kegemaran intelektual (intellectual interest),
seperti keterkaitan hobi lama dengan kesibukan baru, pekerjaan sejenis yang
berguna, hindari waktu luang, serta kesendirian dan pikiran kosong. Perhatikan
peningkatan kualitas hidup, cita-cita, tujuan hidup, makna kehidupan, dan
pengembangan spiritualitas agar lansia bisa menjadi lebih terhormat.

17
Lingkungan dan keluarga harus disiapkan dan harus tahu bahwa lansia banyak
mengalami perubahan, sehingga berikan aktivitas sesuai kemampuan dan
hobinya. Selain itu, jangan harap lansia untuk membantu memasak, mengasuh
anak, dan sebagainya. Jangan kucilkan lansia dan bantulah sesuai kebutuhan. Bila
perlu, berikan gelang identitas. Perhatikan desain interior rumah, dapur, serta
kamar mandi diusahakan ada pegangan dinding sampai tempat tidur dan gunakan
kloset duduk. Usahakan rumah menjadi tempat yang nyaman untuk lansia. Selain
itu, perhatikan fasilitas kesehatan yang diperlukan untuk lansia.
Perhatikan penanganan masalah secara umum terkait dengan proses penuaan
yang meliputi hal berikut.
1. Penanggulangan masalah akibat perubahan fungsi tubuh.
a. Perawatan diri sehari-hari.
b. Senam atau latihan pergerakan secara teratur.
c. Pemeriksaan kesehatan secara rutin.
d. Mengikuti kegiatan yang masih mampu dilakukan.
e. Minum obat secara teratur jika sakit.
f. Memakan makanan bergizi.
g. Minum paling sedikit delapan gelas setiap hari.
2. Penanggulangan masalah akibat perubahan psikologis.
a. Mengenal masalah yang sedang dihadapi.
b. Memiliki keyakinan dalam memandang masalah.
c. Menerima proses penuaan.
d. Memberi nasihat dan pandangan.
e. Beribadah secara teratur.
f. Terlibat dalam kegiatan sosial dan keagamaan.
g. Sabar dan tawakal.
h. Mempertahankan kehidupan seksual.
3. Penanggulangan masalah akibat perubahan sosial/masyarakat.
a. Saling mengunjungi.
b. Memiliki pandangan atau wawasan.

18
c. Melakukan kegiatan rekreasi.
E. Pemeriksaan Status Mental Pada Lansia
Pemeriksaan status mental pada lansia adalah sebagai berikut :
1. Penilaian fungsi : pengkajian dari aktivitas sehari – hari ( makan, kebutuhan
toilet, berpakaian )
2. Mood, perasaan, dan afek : perasaan kesepian, tidak berdaya, tidak berguna,
putus asa dan ide bunuh diri. Afek datar, tumpul, dan dangkal sangat
mencolok dengan adanya mood depresi dan kecemasan.
3. Gangguan persepsi : halusinasi dan ilusi (terjadi gangguan orientasi realitas).
4. Proses pikir : flight of idea, asosiasi longgar dan sirkumstansial.
5. Daya ingat : jangka panjang dan menengah.
6. Kaji riwayat keluarga : masalah yang ada dalam keluarga dan komunikasi
dalam keluarga.
7. Kaji interpersonal klien : tipe orang dan permasalahan yang dihadapi.
8. Kaji riwayat tidak menyenangkan masa lalu.
F. Jenis – Jenis Gangguan Jiwa Pada Lanjut Usia
1. Skizofrenia
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan
gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi
kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena
menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya.
Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut
usia (lansia).
Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli sehubungan
dengan timbulnya skizofrenia pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber dari
kenyataan yang terjadi pada lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara
gangguan parafrenia, paranoid dan skizofrenia. Parafrenia lambat (late
paraphrenia) digunakan oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien yang
memiliki gejala paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta terdapat
gejala waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.

19
Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan
pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut
juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya
cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi
juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan
kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu,
tempat maupun orang.
Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham
kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan
nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si
penderita sehingga ia merasa menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat
perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat kesadaran pasien (penderita), melalui
pemeriksaan psikiatrik maupun pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena
banyaknya gangguan paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli
beranggapan bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi psikosis
fungsional dan sering juga digolongkan menjadi senile psikosis.
Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali
timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada
wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia
paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering
terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum
sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh,
bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual
yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga
anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan
pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah
atau lebih rendah.
Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe,
yaitu :
a. Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)

20
b. Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau
minum,dsb)
c. Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta,
dsb)
d. Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)
e. Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)

Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia adalah


skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga,
para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena
perangainya dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti
curiga berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria
maupun wanita perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk
perkataan yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).

2. Gangguan Jiwa Afektif


Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh
ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:
a. Gangguan Afektif tipe Depresif
Gangguan ini terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor
penyebabnya dapat disebabkan oleh kehilangan atau kematian pasangan
hidup atau seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik
yang berat atau lama mengalami penderitaan.
Gangguan ini paling banyak dijumpai pada usia pertengahan, pada
umur 40 - 50 tahun dan kondisinya makin buruk pada lanjut usia (lansia).
Pada usia perttangahan tersebut prosentase wanita lebih banyak dari laki-
laki, akan tetapi diatas umur 60 tahun keadaan menjadi seimbang. Pada
wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause, yang berarti
fungsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak produktif lagi,
walaupun sebenarnya tidak harus begitu, karena kebutuhan biologis

21
sebenarnya selama orang masih sehat dan masih memerlukan tidak ada
salahnya bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa menggangu
kesehatannya.
Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah sedih, sukar tidur, sulit
berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-
kadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa
terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe
neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun memiliki dorongan yang kuat
untuk sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik, kesadarannya terganggu
sehingga kemampuan uji realitas (reality testing ability) ikut terganggu
dan berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang,
tempat, maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada
rasa takut, dsb.
b. Gangguan Afektif tipe Manik
Gangguan ini sering timbul secara bergantian pada pasien yang
mengalami gangguan afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus
yang disebut gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan
Manik, pasien menunjukkan keadaan gembira yang tinggi, cenderung
berlebihan sehingga mendorong pasien berbuat sesuatu yang melampaui
batas kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat
orang lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada
tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang silih berganti, suatu
ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang gembira, pidato berapi-api,
marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi sedih, murung, menangis
tersedu-sedu yang sulit dimengerti.
3. Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia).
Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena
disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan
yang ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan

22
yang didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan
neurosis pada lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah
psikososial dalam memasuk tahap lanjut usia (lansia).
Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya
tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya
tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara
kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal
yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang
neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi berkali-kali dalam satu hari
dengan alasan tidak puas-puas untuk mandi.
Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Neurosis cemas dan panic
b. Neurosis obsesif kompulsif
c. Neurosis fobik
d. Neurosis histerik (konversi)
e. Gangguan somatoform
f. Hipokondriasis.

Pasien dengan keadaan ini sering mengeluh bahwa dirinya sakit, serta
tidak dapat diobati. Keluhannya sering menyangkut alat tubuh seperti alat
pencernaan, jantung dan pembuluh darah, alat kemih/kelamin, dan lainnya.
Pada lansia yang menderita hipokondriasis penyakit yang menjadi keluhannya
sering berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati yang mungkin segera
hilang, ia mengeluh sakit yang lain. Kondisi ini jika dituruti terus maka ia
akan terus-menerus minta diperiksa dokter; belum habis obat untuk penyakit
yang satu sudah minta diperiksa dokter untuk penyakit yang lain.

4. Delerium
Delerium merupakan Sindrom Otak Organik ( SOO ), yang ditandai
dengan fluktuasi kesadaran, apatis, somnolen, sopor, koma, sensitif, gangguan
proses berpikir. Konsentrasi pada lanjut usia akan mengalami kebingungan

23
dan persepsi halusinasi visual ( pada umumnya ). Psikomotor akan mengikuti
gangguan berpikir dan halusinasi.
5. Psikosa pada lansia
Gejala – gejala : awalnya idea of reference, waham ( keyakinan yang salah
dipertahankan ), terkadang sebagai penyerta demensia, schizofrenia.
6. Abuse pada lansia
Tindakan yang disengaja atau kelalaian terhadap lansia baik dalam bentuk
malnutrisi, fisik/tenaga atau luka fisik, psikologis oleh orang lain yang
disebabkan adanya kegagalan pemberian asuhan, nutrisi, pakaian, pelayanan
medis, rehabilitas, dan perlindungan yang dibutuhkan. Abuse merupakan
suatu tindakan kekerasan yang disegaja seperti kekerasan fisik, mental, dan
psikologi, serta jenis penyiksaan lainnya yang tidak dibenarkan.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Primer : pendekatan kepada komunitas/lingkungan pemberi dukungan


pada lansia, memperkuat koping individu dan keluarga, pola sehat
lingkungan, melihat tanda – tanda resiko tinggi.
b. Sekunder : diskusi, komunikasi yang efektif dengan keluarga.
c. Tersier : tidak menoleransi kekerasan, menghargai dan peduli pada
anggota keluarga, memprioritaskan kepada keamanan, tulus secara utuh
dan pendayagunaan.
G. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Lansia
1. Pengkajian
Pengkajian pasien lansia menyangkut beberapa aspek yaitu biologis,
psikologis, dan sosiokultural yang beruhubungan dengan proses penuaan yang
terkadang membuat kesulitan dalam mengidentifikasi masalah keperawatan.
Pengkajian perawatan total dapat mengidentifikasi gangguan primer.
Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil observasi pada perilaku pasien
dan  berhubungan dengan kebutuhan
a. Wawancara

24
Dalam wawancara ini meliputi riwayat: pernah mengalami perubahan
fungsi mental sebelumnya. Kaji adanya demensia, dengan alat-alat yang
sudah distandardisasi. Hubungan yang penuh dengan dukungan dan rasa
percaya sangat penting untuk wawancara yang positif kepada pasien
lansia. lansia mungkin merasa kesulitan, merasa terancam dan bingung di
tempat yang baru atau dengan tekanan. lingkungan yang nyaman akan
membantu pasien tenang dan focus terhadap pembicaraan.
b. Keterampilan Komunikasi Terapeutik
Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara. Berikan waktu yang cukup
kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran
kemampuan untuk merespon verbal. Gunakan kata-kata yang tidak asing
bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya. Gunakan
pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam
berfikir abstrak. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian
dengan memberikan respon non4erbal seperti kontak mata secara
langsung, duduk dan menyentuk pasien. Melihat kembali kehidupan
sebelumnya merupakan sumber data yang baik untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan pasien dan sumber dukungan. Perawat harus cermat
dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang
ada. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan atau
protocol wawancara pengkajian. Hal ini dapat meningkatkan kecemasan
dan stres pasien karena kekurangan informasi. Perawat harus
memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan
tetap mengobservasi.
c. Setting wawancara
Tempat yang baru dan asing akan membuat pasien merasa cemas dan
takut. Lingkungan harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat senyaman
mungkin. Lingkuangan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia
yang sensitif terhadap suara berfrekuensi tinggi atau perubahan

25
kemampuan penglihatan. Data yang dihasilkan dari wawancara
pengkajian harus dievaluasi dengan cermat. Perawat harus
mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang
lain yang sangat mengenal pasien. Perawat harus memperhatikan kondisi
fisik pasien pada waktu wawancara dan faktor lain yang dapat
mempengaruhi status, seperti pengobatan media, nutrisi atau tingkat
cemas.
d. Fungsi Kognitif
Status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa lansia
karena beberapa hal termasuk :
 Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.
 Adanya gejala klinik confusion dan depresi.
 Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.
 Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan
keterbatasan kognitif .
e. Status Afektif
Status afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang penting.
Kebutuhan termasuk skala depresi. Seseorang yang sedang sakit,
khususnya pada leher, kepala, punggung atau perut dengan sejarah
penyebab fisik. Gejala lain pada lansia termasuk kehilangan berat badan,
paranoia, kelelahan, distress gastrointestinal dan menolak untuk makan
atau minum dengan konsekuensi perawatan selama kehidupan. Sakit fisik
dapat menyebabkan depresi sekunder. Beberapa penyakit yang
berhubungan dengan depresi diantaranya gangguan tiroid, kanker,
khususnya kanker lambung, pancreas, dan otak, penyakit Parkinson, dan
stroke. Beberapa pengobatan dapat meningkatkan angka kejadian depresi,
termasuk steroid,Phenothiazines, benzodiazepines, dan antihypertensive.
Skala depresi lansia merupakan ukuran yang sangat reliable dan valid
untuk mengukur depresi.
f. Respon Perilaku

26
Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam
perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan
gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika mungkin,
pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah. Hal ini
menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi
kecemasan pada lansia. Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam
mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi
atau triggers. Ketika terjadi perubahan perilaku, ini sangat penting untuk
dianalisis.
g. Kemampuan fungsional
Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator dalam
kesehatan jiwa. Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam pengkajian
fungsional yang memiliki dampak kuat pada status jiwa dan emosi.
h. Mobilisasi
Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk persepsi kesehatan
pribadi lansia. Hal yang harus dikaji adalah kemampuan lansia untuk
berpindah di lingkungan, partisipasi dalam aktifitas penting, dan
mamalihara hubungan dengan orang lain. dalam mengkaji ambulasi ,
perawat harus mengidentifikasi adanya kehilangan fungsi motorik,
adaptasi yang dilakukan, serta jumlah dan tipe pertolongan yang
dibutuhkan. Kemampuan fungsi
i. Activity daily living
Pengkajian kebutuhan perawatan diri sehari-hari sangat penting dalam
menentukan kemampuan pasien untuk bebas. mandi, berpakaian, makan,
hubungan seksual, dan aktifitas toilet& merupakan tugas dasar. Hal ini
sangat penting dalam untuk membantu pasien untuk mandiri sebagaimana
penampilan pasien dalam menjalankan.
j. The Katz indeks
Angka Katz indeks dependen dibandingkan dengan independen untuk
setiap ADL seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat , dan

27
makan. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk
mengukur perubahan fungsi ADL setiap waktu, yang diakhiri evaluasi
dan aktivitas rehabilisasi.
k. Fungsi Fisiologis
Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia karena
interaksi dari beberapa kondisi kronis, adanya deficit sensori, dan
frekuensi tingkah laku dalam masalah kesehatan jiwa. Prosedur
diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG, lumbal funksi, nilai kimia
darah, CT Scan dan MRI Selain itu, nutrisi dan pengobatan medis juga
harus dikaji.
1. Nutrisi
Beberapa pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan atau
rencana nutrisi diet. Pasien lansia yang memiliki masalah psikososial
memiliki kebutuhan pertolongan dalam makan dan monitor makan.
Perawat harus secara rutin menge4aluasi kebutuhan diet pasien.
Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih dalam secara perseorangan
termasuk pola makan rutin, waktu dalam sehari untuk makan, ukuran
porsi, makanan kesukaan dan yang tidak disukai
2. Pengobatan medis
Empat faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan harus
dikaji yaitu usia, polifarmasi, komplikasi pengobatan, komorbiditas
3. Penyalahgunaan bahan-bahan berbahaya
Seorang lansia yang memiliki sejarah penyalahgunaan alcohol dan
zat-zat berbahaya beresiko mengalami peningkatan kecemasan dan
gangguan kesehatan lainnya apabila mengalami kehilangan dan
perubahan peran yang signifikan. Penyalahgunaan alcohol dan zat-zat
berbahaya lainnya oleh seseorang akan menyebabkan jarak dari rasa
sakit seperti kehilangan dan kesepian.
4. Dukungan sosial

28
Dukungan positif sangat penting untuk memelihara perasaan
sejahtera sepanjang kehidupan, khususnya untuk pasien lansia. Latar
belakang budaya pasien merupakan faktor yang sangat penting
dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus mengkaji
dukungan sosial pasien yang ada di lingkungan rumah, rumah sakit,
atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Keluarga dan teman
dapat membantu dalam mengurangi shock dan stres di rumah sakit.
5. Interaksi Pasien- Keluarga
Peningkatan harapan hidup, penurunan angka kelahiran, dan
tingginya harapan hidup untuk semua wanita yang berakibat pada
kemampuan keluarga untuk berpartisipasi dalam pemberian
perawatan dan dukungan kepada lansia. Kebanyakan lansia memiliki
waktu yang terbatas untuk berhubungan dengn anaknya. Masalah
perilaku pada lansia kemungkinan hasil dari ketiakmampuan keluarga
untuk menerima kehilangan dan peningkatan kemandirian pada
anggota keluarga yang sudah dewasa.
1. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Putus Asa
b. Gangguan Citra Tubuh
2. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tindakan keperawatan


Resiko Putus Asa 1. Diskusikan penyebab dan hambatan
dalam mencapai tugas
perkembangan lansia seperti adanya
penyakit
2. Diskusikan cara mengatasi
hambatan dan motivasi keinginan
lansia untuk mengobati penyakit
fisik yang dialamnya
3. Bantu lansia besosialisasi secara

29
bertahap
4. Fasilitasi untuk ikut kelompok
lansia
Gangguan Citra Tubuh 1. Diskusikan persepsi klien tentang
citra tubuhnya dahulu dan saat ini,
perasaan dan harapan terhadap citra
tubunya saat ini
2. Diskusi askep positif diri
3. Bantu klien untuk meningkatkan
fungsi bagian tubuh yang tergaggu

3. Implementasi
a. Diagnosa Keperawatan Resiko Putus Asa
Sp 1 – Lansia : Membina hubungan saling percaya dengan lansia dan
keluarga, menjelaskan karakteristik perkembangan psikososial lansia yang
normal dan menyimpang , menjelaskan cara mencapai karakteristik
perkembangan psikososial lansia yang normal melakukan tindakan untuk
mencapai perkembangan psikososial lansia yang normal

Orientasi
“ Selamat pagi/siang/sore, pak/bu. Saya perawat I dari dari RS....Nama
Bapak/Ibu siapa? Panggilanya apa? Bagaimana keadaan Kakek/Nenek
yang tinggal di rumah ini? Siapa namanya? Berapa usianya?
Bagaimana kalau saya ingin berbincang-bincang dengan kakek/Nenek
tentang perkembangan lansia?” (bertemu kakek/nenek) “ Berapa lama,
Kek/Nek? Bagaimna kalau 30 menit saja? Di mana kita akan bicara,
kek/nek? Di ruangan ini? Baiklah, kita akan berbincang-bincang
selama 30 menit, kek/nek.”
Kerja:
“Kek/Nek bagaimana keadaan saat ini? Dapatkah Kek/Nek
menjelaskan pencapain dalam kehidupan selama ini? Apa saja

30
keberhasilan yang yang dirasakan selama hidup?” (anda menganalisa
hasil percakapan. Jika Kakek/Nenek menceritakan keberhasilan dan
merasa berarti, perkembangan mereka normal dan jika Kakek/Nenek
menceritakan kekecewaan dan kehilangan , perkembangan mereka
menyimpang) “ selanjutnya, apa saja kegiatan Kakek/Nenek sehari-
hari? Apakah ada pertemuan keluarga, misalnya Kakek/Nenek
mengunjungi anak/cucu? Atau anak/cucu mengunjungi Kakek/Nenek.
Bagaimana dengan teman-teman sebaya Kakek/Nenek, masih sering
bertemu? Apakah mereka di sekitar sini? Bagaiman kalau kita bentuk
teman-teman sebaya sambil bercerita pengalaman hidup.

Terminasi :
“ baiklah, kita sudah membicarakan tentang kehidupan Kakek/Nenek.
Bagaiman perasaan Kakek/Nenek? Masih ada hal yang ingin
ditanyakan? Saya akan datang lagi minggu depan untuk berbincang-
bincang dengan Kakek/Nenek dan berbicara dengan bapak/ibu untuk
membahas cara merawat Kakek/Nenek. Sampai jumpa.”

b. Diagnosa keperawatan gangguan Citra Tubuh


SP 1 – Lansia : Membina hubungan saling percaya mendiskusikan
tentang citra tubuh, penerimaan terhadap citra tubuh, aspek positif dan
cara meningkatkan citra tubuh

Orientasi :
“selamat Pagi Nama aya I saya dari Rs...saya datang untuk merawat
Kakek/Nenek. Nama Kakek/Nenek siapa? Senang dipanggil apa?
Bagiman perasaas Kakek/Nenek hari ini? Bagaimana penyembuhan
lukanya? Bagaiman kalau kita berbincang-bincang tentang perasaan
terhadap kaki Kakek/Nenek yang mengalami gangguan? (perhatikan
data-data tentang gangguan citra tubuh) “ mau berapa lama? Bagamana
kalau 30 menit? Mau dimana kita berbincang-bincang?”

31
Kerja :
“ Bagaimana prasaan Kakek/Nenek terhadap kaki yang sudah mulai
sembuh? Apa harapan Kakek/Nenek untuk penyembuhan ini? Bagus
sekali, Kakek/Nenek sudah mengungkapkan perasaan dan harapan.
Baik bagaimana kalau kita membicarakan bagian tubuh yang lain yang
masih dapat digunakan? Mari kita mulai.” (boleh mulai dari unjung
rambut sampai unjung kaki). Nah mata Kakek/Nenek awas ya. Bagus.
Bagaimana dengan kedua tangan Kakek/Nenek, dst.” (Buat daftar
potensi tubuh yang masih prima.). wah ternyata banyak sekali bagian
tubuh Kakek/Nenek yang masih berfungsi dengan baik yang perlu di
syukuri.”

Terminasi :
“ bagaiman perasaan Kakek/Nenek setelah kita berbincang-bincang?
Wah banyak sekli bagian tubuh Kakek/Nenek yang masih berfungsi
dengan baik (sebutkan beberapa bagian tubuh yang masih berfunsi)”
Baik, dua hari lagi dua hari lagi kita bertemu untuk membicarakan cara
meningkatkan citra tubuh Kakek/Nenek. Mau jam berapa? Baik,
sampai jumpa.”

H. Pelaksanaan Teraphy Aktifitas Kelompok Pada Klien Dengan Gangguan


Jiwa Pada Lansia
1. Tujuan
a. Klien mampu memperkenalkan diri
b. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
c. Klien mampu bercakap - cakap dengan anggota kelompok
d. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
e. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada
orang lain.

32
f. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAK
yang telah dilakukan.
g. Klien dapat mengekspresikan perasaan melalui gambar dan mampu
menceritakan pada kelompok.
2. Pengorganisasian
a. Leader (pemimpin)
1) Memimpin jalannya therapy aktivias kelompok
2) Merencanakan, mengontrol dan mengatur jalannya therapy
3) Menyampaikan materi sesuai TAK
4) Memimpin diskusi kelompok
b. Co Leader
1) Membuka acara
2) Mendampingi leader
3) Mengambil alih posisi jika leader blocking
4) Menyerahkan kembali posisi kepada leader
5) Menutup acara diskusi
c. Fasilitator
1) Ikut serta dalam kegiatan kelompok
2) Memberikan stimulus/motivasi pada peserta lain untuk berpartisipasi
aktif
3) Memberikan reinforcemen terhadap keberhasilan peserta lainnya
4) Membantu melakukan evaluasi hasil
5) Menjadi role model.
d. Observer
1) Mengamati jalannya kegiatan sebagai acuan untuk evaluasi
2) Mencatat serta mengamati respon klien selama TAK berlangsung
3) Mencatat peserta yang aktif dan pasif dalam kelompok serta klienyang
drop out.
e. Tugas Peserta
1) Mengikuti seluruh kegiatan

33
2) Berperan aktif dalam kegiata
3) Megikuti proses evaluasi
3. Persiapan Lingkungan Dan Waktu
a. Ruangan nyaman
b. Ventilasi baik
c. Suasana tenang
4. Persiapan Klien
Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu Lansia dengan gangguan jiwa
5. Persiapan Alat
a. Tape recorder
b. Kertas A4
c. Pensil tulis
d. Pensil warna
e. Meja
f. Kursi
g. Jadwal kegiatan klien
6. Kegiatan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan klien tentang TAK yang sesuai dengan
indikassi
2) Menyiapkan alat dan tempat bersama
b. Pembukaan (fase orientasi)
1) Perkenalan: salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada klien
b) Terapis dan klien memakai papan nama
2) Evaluasi/validasi
a) Menanyakan perasaan klien saat ini
b) Menanyakan masalah yang dirasakan
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mendengarkanmusik

34
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut:
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harusmeminta
izin kepada terapis
b) Membuat kontrak waktu
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
d) Proses kegiatan (fase kerja)
3) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan
4) Terapis membagikan name tag untuk tiap kliene
5) Evaluasi (fase terminasi)
a) Sharing persepsi (evaluasi)
(1) Leader mengeksplorasi perasaan lansia setelah mengikuti
Terapi Aktifitas Kelompok.
(2) Leader memberi umpan balik positif kepada lansia, berupa
pujian atas keberhasilan kelompok
(3) Leader meminta lansia untuk menyebutkan hal positif atau
kesukaan lansia yang lainnya secara bergantian.
(4) Leader memberi umpan balik positif berupa pujian kepada
lansia yang sudah menjawab atas pertanyaan dari leader.
(5) Kontrak yang akan datang
(a) Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang
(b) Menyepakati waktu dan tempat.
6) PenutupObserver membaca hasil observasi
7. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja,
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuanTAK.
8. Program Antisipasi Masalah
a. Memotivasi klien yang tidak aktif selama TAK.Memberi kesempatan
klien menjawab sapaan perawat/terapis.
b. Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit
1) Panggil nama klien

35
2) Menanyakan alas an klien meninggalkan permainan
3) Memberi penjelasan tentang tujuan permainan dan menjelaskan bahwa
klien dapat meninggalkan kegiatan setelah TAK selesai atau klien
mempunyai alasan yang tepat.
c. Bila klien lain yang ingin ikut:
Minta klien tersebut untuk meminta persetujuan dari peserta yang terpilih
9. Peraturan Kegiatan
a. Peserta diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga akhir
b. Peserta diharapkan menjawab setiap pertanyaan yang diberikan dalam
kertas
c. Peserta tidak boleh berbicara bila belum diberi kesempatan; perserta tidak
boleh memotong pembicaraan orang lain
d. Peserta dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai
dilaksanakan
e. Peserta yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi :
1) Peringatan lisan
2) Dihukum : Menyanyi dan Menari.
3) Diharapkan berdiri dibelakang pemimpin selama lima menit
4) Dikeluarkan dari ruangan/kelompok

36
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawat yang bekerja dengan lansia yang memiliki gangguan kejiwaan
harus menggabungkan keterampilan keperawatan jiwa dengan pengetahuan
gangguan fisiologis, proses penuaan yang normal, dan sosiokultural pada lansia
dan keluarganya. Sebagai pemberi pelayanan perawatan primer, perawat jiwa
lansia harus pandai dalam mengkaji kognitif, afektif, fungsional, fisik, dan status
perilaku. Perencanaan dan intervensi keperawatan mungkin diberikan kepada
pasien dan keluarganya atau pemberi pelayanan lain.
Perawat jiwa lansia mengkaji penyediaan perawatan lain pada lansia untuk
mengidentifikasi aspek tingkah laku dan kognitif pada perawatan pasien. Perawat
jiwa lansia harus memiliki pengetahuan tentang efek pengobatan psikiatrik pada
lansia. Mereka dapat memimpin macam-macam kelompok seperti orientasi,
remotivasi, kehilangan dan kelompok sosialisasi dimana perawat dengan tingkat
ahli dapat memberikan psikoterapi.
B. Saran
1. Diharapkan mahasiswa benar-benar mampu memahami tentang asuhan
keperawatan pada klien ganguan jiwa pada lansia
2. Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang
berkaitan dengan ganguan jiwa pada lansia

37
DAFTAR PUSTAKA

Satriadwipriangga.blogspot.com/2011/11/Asuhan – Keperawatan – gangguan – jiwa


– pada- lansia.html.
Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa : CMHN, EGC
Jakarta 2011.
Buku Ajaran Keperawatan Jiwa/Farida Kusumawati dan Yudi Hartono – Jakarta :
Salemba Medika, 2011.
Mary C. Townsend, RN, MN, CS Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri Edisi 5
. EGC Jakrta 2010

38

Anda mungkin juga menyukai