FISIKA TERAPAN
“MOMEN INERSIA”
DISUSUN OLEH:
SUMARNI
19TKM434
1B
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu benda melakukan gerak melingkar jika pada benda tersebut bekerja
sebuah momen gaya. Akibat momen gaya inilah timbul gerak rotasi yang terjadi
perapatan sudut, kecepatan sudut dan momen inersia serta momen gaya (Tipler,
2001).
Momen gaya adalah ukuran insestensi atau ketetapan suatu benda terhadap
perubahan dalam gerak diberikan oleh benda untuk mempertahankan kecepatan
awalnya.. adapun rumus dari momen inersia adalah I = Mr2. Momen inersia
diberikan lambing I dengan demikian, momen inersia dari setelah adanya
partikel bermassa (m) dengan kodrat jaraknya (I) (Tipler, 2001).
B. Tujuan
Setelah melakukan praktek ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menerapkan hokum II Newton tentang gerak pada bidang miring
2. Menjelaskan terjadinya gerak menggelinding (rotasi dan translasi)
3. Merumuskan persamaan momen kelembaman pada percobaan ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mungkin kita akan menyimpulkan bahwa agar sebuah benda terus bergerak,
kita perlu memberikan dorongan pada benda terus-menerus dan bila pengaruh
tersebut hilang,, maka benda akan kembali hilang. Tetapi apakah pengaruh luar
pada benda tadi benar-benar hilang? Bagaimana dengan pengaruh lantai terhadap
benda tadi yang jelas menghantar benda tadi? Seandainya kita memilih
permukaan yang licin dan balok kita tadi juga memiliki permukaan yang licin
maka setelah dorongan kita hilangkan, balok tadi masih akan tetap bergerak untuk
waktu yang cukup lama. Bisa kita bayangkan bila tidak ada hambatan (super licin)
dari lantai terhadap balok, maka balok tadi akan terus bergerak dengan kecepatan
konstan walaupun dorongan sudah kita hilangkan (Satriawan, 2012)
Jadi,dapat disimpulkan bahwa bila pengaruh luar pada sebuah benda benar
benar dihilangkan maka sebuah benda akan tetap diam bia pada mulanya bergerak
dengan kecepatan konstan bila pada mulanya bergerak dengan kecepatan konstan
kesimpulan ini yang pertama kali disimpulkan oleh Galileo-Galilei
dikenalsebagai prinsip atau kelembaman benda benda cenderung untuk
mempertahankan kondisi gerakya,bila dia diam akan tetap diam dan bila bergerak
akan tetap bergerak dengan kecepatan konstan selama tidak ada pengaruh luar
yang mengubah kondisi geraknya (Satriawan, 2012).
Jika gaya gaya yang distribusikan terus menerus diatas permukaan tempat
gaya gaya tersebut bekerja maka sering diperlukan untuk menghitung momen
gaya, gaya ini terhadap suatu sumbu yang teletak pada atau gerak lurus terhadap
bidang permukaan.instensitas cahaya sering sebanding dengan jarak gaya dan
sebuah moment.gaya elimenter yang bekerja pada elemen luas dngan kuadrat
jarak dikalikan dengan luas diferensial (balser,1990).
Momen inersia didapat oleh beberapa benda yang bermuatan (beraturan tanpa
menggunakan kalkulus).perhitngan hanya dengan memanfaatkan analis dimensi
untuk mencari hubungan antara momen inesrsia dengan fariabel yang
mencerminkan benda itu (seperti halnya massa panjang atau jari jari) serta dengan
memanfaatkan sumbu sejajar dan tentu saja sifat dimetri benda (Surtrisno,1986)
Sementara itu momen benda besar suatu putar, didefenisikan sebagi jumlah
momen inersia setiap partikel pada benda itu. Secara matematis momen inersia
dapat ditulis (Tipler, 2003):
∑m.r2 atau I . k . m . r2
Keterangan:
I = momen inersia
m= massa (kg)
r = jarak ke sumbu (m)
k= koefisien
Momen inersia berperan dalam dinamika rotasi momen inersia berarti besaran
pada gerak rotasi yang analog dengan massa pada gerak rotasi.
Jarak r semua konstan dan tidak tergantung pada bagaimana benda tersebut
berotasi mengelilingi sumbu satuan SI untuk momen inersia adalah kg/m 2
(Sutrisno, 1986).
Momen inersia juga dapat kita peroleh dari bebebrapa benda yang bentuknya
beraturan tanpa menggunakan kalkulus. Perhitungan hanya memanfaatkan analisa
dimensi untuk mencari hunbungan antara momen inersia dengan variable yang
mencerminkan benda itu (Sutrisno, 1986)
BAB III
METODE PERCOBAAN
2. Penggaris
Berfungsi sebagai
alat untuk mengukur
panjang dan tinggi
lintasan.
3. Stopwatch
Berfungsi untuk
menghitung waktu
tempuh kelerng dan silinder pejal
saat diluncurkan.
4. Neraca Digital
∑t
t́=
n
Keterangan:
(Tipler, 2007)
Keterangan:
g . sin x
¿
a praktek 1+ 1
mr 2
h
g.
S
¿
1
1+ 2
mr
g sin x
= 1+ 2
5
h
g.
S
= 7
1+
5
5 h
= 7 . g. S
g .sin x
¿
1 2
a praktek mr
2
1+
mr2
g . sin x
= 1+ 1
2
h
g.
S
= 3
1+
2
2 h
= 3 . g. S
Keterangan:
No S1 = 25 cm, h1 = 19 cm S1 = 35 cm, h1 = 26 cm
1 0, 21 s 0,27 s
2 0,23 s 0,27 s
3 0,21 s 0,27 s
4 0,24 s 0,29 s
5 0, 25 s 0,28 s
∑ 1,14 s 1,38 s
→ massa kelereng = 5,29 gram
No S1 = 25 cm, h1 = 19 cm S1 = 35 cm, h1 = 26 cm
1 0, 26 s 0,30 s
2 0,26 s 0,34 s
3 0,28 s 0,33 s
4 0,27 s 0,34 s
5 0, 27 s 0,36 s
∑ 1,34 s 1,67 s
→ massa silinder pejal = 18,3 gram
IV. 2 Perhitungan
5 h
a= . g . 1
7 S1
5 0,19 m
¿ . 9,8 m/s 2 .
7 0,25 m
5 2
¿ . 9,8 m/s . 0,76
7
37,24 m/s 2
¿
7
¿ 5,3200 m/s 2
Untuk S = 35 cm = 0,35 m
5 h
a= . g . 1
7 S1
5 0,26 m
¿ . 9,8 m/s 2 .
7 0,35 m
5
¿ . 9,8 m/s 2 . 0,74
7
36,26 m/ s2
¿
7
¿ 5,1800 m/s 2
2 h1
a= . g .
3 S1
2 0,19 m
¿ . 9,8 m/s 2 .
3 0,25 m
2
¿ . 9,8 m/s 2 . 0,76
3
14,89m/ s2
¿
3
¿ 4,9633 m/s 2
Untuk S = 35 cm = 0,35 m
2 h1
a= . g .
3 S1
2 0,26 m
¿ . 9,8 m/s 2 .
3 0,35 m
2
¿ . 9,8 m/s 2 . 0,74
3
14,50m/ s2
¿
3
¿ 4,8333 m/s 2
IV. 3 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum pada Panjang lintasan 25 cm dengan ketinggian
bidang miring 19 cm rata-rata waktu yang dibutuhkan kelereng adalah 0,22 cm,
panjang lintasan 35 cm dengan ketinggian 26 cm rata-rata waktu yang dibutuhkan
kelereng adalah 0,27 s. sedangkan untuk silinder pejal dengan ketinggian 19 cm
pada panjang lintasan 25 cm rata-rata waktu yang ditempuh adalah 0,26 s dan
pada panjang lintasan 35 cm dengan ketinggian 26 cm rata-rata waktu yang
dibutuhkan adalah 0,33 s.
Gerak translasi sering disebut gerak lurus yang lintasannya berupa garis lurus.
Gerak lurus dapat dikelompokkan menjadi gerak lurus beraturan dan gerak lurus
berubah beraturan.
∑t
Persamaan waktu rata-rata yang dirumuskan dengan t́= dimana t́ adalah
n
waktu rata-rata (s) ∑ t adalahjumlah waktu pengukuran (s) dan n adalah
banyaknya pengukuran waktu yang digunakan. Didapatkan waktu rata-rat
kelereng dan silinder pejal yang panjang lintasannya 25 cm masimg masing 0,22 s
dan 0,26 s, sedangkan pada lintasan 35 cm masing masing 0,27 s dan 0,33 s. pada
ketinggian masing-masing 19 cm dan 26 cm.
2. S
Persamaan percepatan berdasarkan teori dirumuskan dengan a= dimanaa
t́ 2
adalah percepatan teori (m/s2), S adalah jarak atau panjang lintasan dan t́ adalah
waktu rata-rata (s). pada lintasan 25 cm percepatan teori kelreng dan silinder pejal
masing-masing 10,3305 m/s2 dan 7,3964 m/s2, sedangkan pada lintasan 35 cm,
masing masing 9,6021 m/s2 dan 6,4279 m/s2. Pada ketinggian masing-masing 19
cm dan 26 cm.
5 h
Persamaan percepatan praktek pada kelereng dirumuskan dengan . g.
7 S
dimana g adalah precepatan gravitasi (m/s2), h adalah ketinggian bidang miring
(m) dan S adalah panjang bidang miring (m), berdasarkan rumus diperoleh
percepatan praktek kelereng pada lintasan 25 cm dan 35 cm masing-masing
5,3200 m/s2 dan 5,1800 m/s2. Pada ketinggian masing-masing 19 cm dan 26 cm.
Persamaan percepatan praktek pada silinder pejal dirumuskan dengan
2 h
. g.
3 S
dimana g adalah precepatan gravitasi (m/s2), h adalah ketinggian bidang miring
(m) dan S adalah panjang bidang miring (m), berdasarkan rumus diperoleh
percepatan praktek silinder pejal pada lintasa 25 cm dan 35 cm masing-masing
4,9633 m/s2 dan 4,8333 m/s2. Pada ketinggian masing-masing 19 cm dan 26 cm.
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
Tipler, Paul A, 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid 1. Jakarta: Erlangga