Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KEPERAWATAN PERIOPERATIF
PERAWATAN POST OPERASI

Disusun Oleh :

Fajar Nurhayati Lestyaningrum

P1337420518084

Abimanyu 2

POLTEKES KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN MAGELANG

2020

1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Penulis
mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan makalah ini sebagai tugas keperawatan periopertif
dengan judul “Perawatan Post Operasi”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dengan kata sempurna
dan masih banyak kesalahan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila ada kesalahan pada makalahini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................... 1
Kata Pengantar..................................................................................................... 2
Daftar Isi.............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang.......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 4
C. Tujuan...................................................................................................... 5

BAB II ISI
A. Pengertian PACU.................................................................................... 6
B. Perawatan pasien post operasi di ruang PACU...................................... 7
C. Indikator pasien yang sudah dapat dipindahkan di ruang perawatan...... 17
D. Komplikasi yang dapat terjadi selama post operasi................................ 17
E. Manajemen post operasi.......................................................................... 24

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 33

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ruang pemulihan dari anestesi telah ada setidaknya 40 tahun pada pusat-pusat


medis.Sebelumnya banyak kematian post operasi segera setelah anestesi dan
pembedahan.Sebenarnya kematian tersebut dapat dicegah dengan perawatan khusus
segera setelah pembedahan. Pada tahun 1947 sebuah penelitian yang dirilis yang
menunjukkan bahwa selama periode tahun 11, hampir setengah dari kematian yang
terjadi selama 24 jam pertama setelah operasi yang dapat dicegah. Perawatan singkat
di Amerika Serikat pada waktu perang dunia II punya andil dalam pemusatan
perawatan ini dalam bentuk ruang pemulihan di mana satu atau lebih perawat dapat
memantau beberapa pasien pada satu saat.Sebagaimana prosedur pembedahan yang
berkembang begitu komplek, begitu juga masalah penanganan pasien, ruang
pemulihan sering digunakan sampai beberapa jam pertama setelah pembedahan dan
beberapa pasien yang sakitnya kritis diinapkan di ruang pemulihan.Keberhasilan
perawatan dari ruang pemulihan awal ini merupakan faktor utama  dalam evolusi unit
perwatan intensif bedah modern. Ironisnya, ruang pemulihan (RR) baru-baru ini
diterima sebagai perawatan intensif di kebanyakan rumahsakit, di mana kini dikenal
sebagai PACU.

       Post Anestesi Care Unit, sering disingkat PACU dan kadang-kadang disebut


sebagai  Post Anestesi Recovery (pemulihan pasca-anestesi) atau PAR,  merupakan
bagian penting dari rumahsakit , pusat rawat jalan, dan fasilitas medis lainnya. Ini
adalah sebuah ruang yang biasanya menjadi satu dengan ruangoperasi, yang
dirancang untuk menyediakan perawatan untuk pasien pulih dari anestesi, apakah
itu anestesi umum,  anestesi regional , atau anestesi lokal .

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu PACU?
2. Bagaimana perawatan pasien post operasi di ruang PACU?
3. Apa saja indikator pasien yang sudah dapat dipindahkan di ruang perawatan?
4. Apa saja masalah- masalah dan komplikasi yang dapat terjadi selama post
operasi dan bagaimana penatalaksanannya?
5. Bagaimana manajemen berbagai macam post operasi?

4
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari PACU.
2. Untuk mengetahui perawatan pasien post operasi di ruang PACU.
3. Untuk mengetahui indikator pasien yang sudah dapat dipindahkan di ruang
perawatan.
4. Untuk mengetahui masalah- masalah dan komplikasi yang dapat terjadi
selama post operasi dan bagaimana penatalaksanannya
5. Untuk mengetahui manajemen berbagai macam post operasi.

5
BAB II

ISI

A. Pengertian PACU

Ruang pemulihan (Recovery Room) atau disebut juga Post Anesthesia Care
Unit (PACU) adalah ruangan tempat pengawasan dan pengelolaan secara ketat pada
pasien yang baru saja menjalani operasi sampai dengan keadaan umum pasien
stabil.Pasien operasi yang ditempatkan di ruang pemulihan secara terus menerus
dipantau.
Letak ruangan pemulihan yang ideal adalah berdekatan dengan ruang operasi
dan mudah di jangkau oleh dokter ahli anestesi atau ahli bedah sehingga mudah
dibawa kembalikan ke ruang operasi bila diperlukan, serta mudah dijangkau bagian
radiologi atau ruangan harus cukup dan dilengkapi dengan lampu cadangan bila
sewaktu-waktu terjadi pemadaman aliran listrik.
Kamar pulih sadar merupakan perluasan kamar operasi, harus terbuka
sepanjang hari dan pengamatan secara intensif yang dilakukan didalamnya. Hal ini
dapat diartikan karena pada masa transisi tersebut kesadaran penderita belum pulih
secara sempurna sehingga kecenderungan terjadinya sumbatan jalan napas lebih besar
dan ditambah lagi reflek perlindungan seperti reflek batuk, muntah maupun menelan
belum kembali normal, kemungkinan terjadi aspirasi yang sangat di rasakan dimana
pengaruh obat anestesi dan trauma pasca operasi masih belum hilang dan masih
mengancam status respirasi dan kardiovaskuler penderita. Upaya pengamatan yang
amat cermat terhadap tanda-tanda vital penderita merupakan modal dasar yang amat
ampuh dalam mencegah penyulit yang tidak diinginkan
Dalam syarat ruang pemulihan harus memiliki pintu lebar, penerangan cahaya
cukup, dan Jumlah tempat tidur sesuai dengan jumlah ruang operasi. Ruang
pemulihan minimal mempunyai kapasitas tempat tidur 1,5 kali jumlah ruang operasi.
Area yang digunakan per tempat tidur sekurang-kurangnya 15 m2. Jarak antara
tempat tidur pemulihan sekurang-kurangnya 1,50 m.

6
Infrastruktur dalam ruang pemulihan harus dibawah pengawasan dokter
anestesi yaitu:

1. Perawat terlatih khusus dan trampil dalam pengawasan keadaan darurat


2. Rasio : Pasien yaitu 3:1 (Ideal), 2:1 (Gawat), 1:1 (Sangat gawat)
3. Peralatan :

 Satu tempat punya 1 sumber O2


 Suction, stetoskop, tensimeter, termometer
 Monitor : ECG dan SaO2
 Resusitasi set
 Obat-obat emergency / cairan

B. Perawatan Pasien Post Operasi Di Ruang PACU

1. Fase Post Operatif


Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan
intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan pasca anaestesi
dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Pada
fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama
periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau
fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus
pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta
pemulangan ke rumah.
2. Pemindahan Pasien Dari Kamar Operasi
Pemindahan pasien dilaksanakan dengan hati-hati mengingat :
a) Pasien yang belum sadar baik atau belum pulih dari pengaruh anestesia, posisi
kepala diatur sedemikian rupa agar kelapangan jalan napas tetap adekuat sehingga
ventilasi terjamin.
b) Apabila dianggap perlu, pada pasien yang belum bernapas spontan, diberikan
napas buatan.
c) Gerakan pada saat memindahkan pasien dapat menimbulkan atau menambah rasa
nyeri akibat tindakan pembedahan dan bisa terjadi dislokasi sendi.
d) Pada pasien yang sirkulasinya belum stabil bisa terjadi syok atau hipotensi.
e) Pasien yang dilakukan blok spinal, posisi penderita dibuat sedemikian rupa agar
aliran darah dari daerah tungkai ke proksimal lancar.

7
f) Yakinkan bahwa infus, pipa nasogastrik dan kateter urin tetap berfungsi dengan
baik atau tidak lepas.
g) Tidak perlu mendorong kereta tergesa-gesa karena hal tersebut dapat
mengakibatkan rasa nyeri dari daerah bekas operasi, perubahan posisi kepala,
sehingga dapat menimbulkan masalah ventilasi, muntah atau regurgitasi, dan
kegoncangan sirkulasi

3. Serah Terima Pasien Di Ruang Pulih


Menurut Brunner dan Suddarth bahwa dalam serah terima pasien pasca
operatif meliputi diagnosis medis dan jenis pembedahan, usia, kondisi umum, tanda-
tanda vital, jalan napas, obat-obat yang digunakan, masalah yang terjadi selama
pembedahan, cairan yang diberikan, jumlah perdarahan, informasi tentang dokter
bedah dan anesthesia.
Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat serah terima adalah:
a) Masalah-masalah tatalaksana anestesia, penyulit selama anetesia/pembedahan,
pengobatan dan reaksi alergi yang mungkin terjadi.
b) Tindakan pembedahan yang dikerjakan, penyulit-penyulit saat pembedahan,
termasuk jumlah perdarahan.
c) Jenis anestesia yang diberikan dan masalah-masalah yang terjadi, termasuk cairan
elektrolit yang diberikan selama operasi, diuresis serta gambaran sirkulasi dan
respirasi.
d) Posisi pasien di tempat tidur.
e) Hal-hal lain yang perlu mendapatkan pengawasan khusus sesuai dengan
permasalahan yang terjadi selama anestesi/operasi.
f) Dan apakah pasien perlu mendapatkan penanganan khusus di ruangan terapi
intensif (sesuai dengan instruksi dokter).

4. Tujuan Perawatan Pasca Anestesia/Pembedahan Di Ruang Pemulihan


Tujuan perawatan pasca anestesia yaitu untuk memulihkan kesehatan fisiologi
dan psikologi antara lain:
a) Mempertahankan jalan napas, dengan mengatur posisi, memasang sunction dan
pemasangan mayo/gudel.
b) Mempertahankan ventilasi/oksigenasi, dengan pemberiam bantuan napas melalui
ventilator mekanik atau nasal kanul.

8
c) Mempertahankan sirkulasi darah, dapat dilakukan dengan pemberian cairan
plasma ekspander.
d) Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase. Keadaan umum dari
pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti kesadaran.
Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat pengaruh anestesia sehingga
perlu dipantau kondisi vomitusnya.Selain itu drainase sangat penting untuk
dilakukan observasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
e) Balance cairan . Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output cairan.
Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi
akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang mengakibatkan menjadi beban
bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fun fungsi eleminasi pasien.
f) Mempertahankan kenyamanan dan mencegah resiko injuri. Pasien post anestesi
biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh.
Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri
biasanya sangat dirasakan pasien,diperlukan intervensi keperawatan yang tepat
juga kolaborasi dengan medis terkait dengan agen pemblok nyerinya.

5. Pasien yang tidak memerlukan perawatan pasca anestesia/bedah di ruang


pemulihan
a) Pasien dengan analgesik lokal yang kondisinya normal / stabil.
b) Pasien dengan risiko tinggi tertular infeksi sedangkan di ruang pemulihan tidak
ada ruang isolasi.
c) Pasien yang memerlukan terapi intensif.
d) Pasien yang akan dilakukan tindakan khusus di ruangan (atas kesepakatan Dokter
Spesialis Bedah dan Spesialis Anestesiologi.

6. Pemantauan dan Penanggulangan Kedaruratan Medik


a) Kesadaran
Pemanjangan pemulihan kesadaran, merupakan salah satu penyulit yang sering
dihadapi di ruang pulih. Banyak faktor penyulit yang sering dihadapi di ruang pulih.
Banyak faktor yang terlibat dalam penyulit ini. Apabila hal ini terjadi diusahakan
memantau tanda vital yang lain dan mempertahankan fungsinya agar tetap adekuat.
Disamping itu pasien belum sadar tidak merasakan adanya tekanan, jepitan atau
rangsangan pada anggota gerak, mata atau pada kulitnya sehingga mudah mengalami
9
cedera, oleh karena itu posisi pasien diatur sedemikian rupa, mata ditutup dengan
plester atau kasa yang basah sehingga terhindar dari cedera sekunder selama durasi
operasi. Masalah gelisah dan berontak, seringkali mengganggu suasana ruang pulih
bahkan bisa membahayakan dirinya sendiri.
Penyebab gaduh gelisah pasca bedah adalah :
1) Pemakaian ketamin sebagai obat anestesia
2) Nyeri yang hebat
3) Hipoksia
4) Buli-buli yang penuh
5) Stres yang berlebihan prabedah
6) Pasien anak-anak, seringkali mengalami hal ini
Komplikasi pasien post anestesia seperti tanda lambat bangun yaitu yang terjadi
bila ketidaksadaran selama 60 – 90 menit setelah anestesi umum. Hal ini bisa
diakibatkan :
1) Sisa obat anestesi
2) Sedatif
3) Obat analgetik
4) Penderita dengan kegagalan organ, misalnya: Disfusi hati, disfungsi ginjal
hipoproteinemia, umur, hipotermia.

Ada beberapa obat untuk menetralisir obat anestesi, yaitu


a. Nalokson (0,2 mg), terhadap efek opiat.
b. Flumazenil (0,5 mg) terhadap efek benzodiazepine.
c. Phisostigmin (1-2 mg) terhadap efek obat pelumpuh otot.
b) Respirasi
Parameter respirasi yang harus dinilai pasca anestesia adalah
Berikut table nilai parameter respirasi :
No. Parameter Normal
1. Suara Napas paru Sama dengan kedua paru
2. Frekuensi napas 10 – 35 x/menit (tergantung usia)
3. Irama napas Teratur
4. Volume tidal Minimal 4 – 5 ml/kgbb
5. Kapasitas vital 20 – 40 ml/kgbb
6. Inspirasi paksa -40 cmH2O
7. PaO2pada FiO2 30% 100 mmHg
8. PaCO2 30 – 45 mmHg

10
Penilaian tersebut diatas dijumpai tanda-tanda insufisiensi respirasi, segera
dicari penyebabnya sehingga cepat dilakukan usaha untuk memulihkan fungsinya

c) Sumbatan Jalan Napas


Pasien tidak sadar sangat mudah mengalami sumbatan jalan napas akibat dari
jatuhnya lidah ke hipofaring, timbunan air liur atau sekret, bekuan darah, gigi yang
lepas dan isi lambung akibat muntah atau regurgitasi.
Sumbatan bisa terjadi pada daerah:
o Supra laring : lidah jatuh ke hipofaring, air liur, bekuan darah dan isi lambung
akibat muntah atau regurgitasi
o Laring : benda asing, spasme, edema dan kelumpuhan pita suara
o Infra laring : trakeo-malasea, aspirasi benda asing, dan spasme bronkus
Usaha penanggulangannya disesuaikan dengan penyebabnya. Berikut table usaha
penanggulanan jalan napas :
No Tanpa alat Dengan alat
.
1. Tiga langkah jalan napas Pipa oro/nasofaring
2. Posisi miring stabil Pipa orotrakea
3. Sapuan pada rongga mulut Alat hisap

d) Depresi Napas
Depresi sentral adalah yang paling sering akibat dari efek sisa opiat,
disamping itu bisa juga disebabkan oleh keadaan hipokapnea, hipotermia dan
hipoperfusi. Depresi perifer yaitu karena efek sisa pelupuh otot, nyeri, distensi
abdomen dan rigiditas otot. Usaha penanggulangannya disesuaikan dengan
penyebabnya.

e) Sirkulasi
Parameter hemodinamik yang perlu diperhatikan adalah :
1. Tekanan darah
Tekanan darah normal berkisar 90/50 – 160/100. Aldreta menilai perubahan
tekanan darah pasca anestesia dengan kriteria sebagai berikut:
11
o Perubahan sampai 20 % dari nilai prabedah = 2
o Perubahan antara 20-50 % dari nilai prabedah = 1
o Perbubahan melebihi 50 % dari nilai prabedah = 0
Sebab-sebab hipertensi pasca bedah adalah hipertensi yang diderita prabedah,
nyeri hipoksia dan hiperkarbia, penggunaan vasopresor, dan kelebihan cairan. Dan
ada pula sebab-sebab hipotensi / syok pasca bedah adalah perdarahan, defisit cairan,
depresi otot jantung dan dilatasi pembuluh darah yang berlebihan.
Penanggulangannya, dapat disesuaikan dengan penyebabnya.
2. Dernyut Jantung
Denyut jantung normal berkisar 55 – 120 x/menit (tergantung usia) dengan
irama yang teratur. Sebab-sebab gangguan irama jantung :
1) Takikardia, disebabkan oleh hipoksia, hipovolumia, akibat obat
simpatomimetik, demam, dan nyeri.
2) Brakikardia, disebabkan oleh blok subarakhnoid, hipoksia (pada bayi) dan
reflek vagal.
3) Distrimia (diketahui dengan EKG), paling sering disebabkan karena
hipoksia. Penanggualangannya adalah memperbaiki ventilasi dan
oksigenasi. Apabila sangat mengganggu dapat diberikan obat anti disritmia
seperti lidokain.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian pasca bedah yang termasuk dalam
sirkulasi adalah:
a. Perdarahan dari luka operasi yaitu kemungkinan adanya perdarahan dari
luka operasi, selalu harus diperhatikan. Adanya perembesan dari luka
operasi atau bertambahnya jumlah darah dalam botol penampungan
drainase luka operasi, perlu dipertimbangkan untuk tindakan eksplorasi
kembali.
b. Bendungan di sebelah distal dari tempat bekas luka operasi bisa
menimbulkan udema dan nyeri di daerah tersebut.
f) Fungsi Ginjal Dan Saluran Kencing
Perhatikan produksi urin, terutama pada pasien yang dicurigai risiko tinggi
gagal ginjal akut pasca bedah/anestesia. Pada keadaan normal produksi urin mencapai

12
> 0,5 cc/KgBB/jam, bila terjadi oliguria atau anuria, segera dicari penyebabnya,
apakah pre renal, renal atau salurannya.
g) Fungsi Saluran Cerna
Kemungkinan terjadi regurgitasi atau muntah pada periode pasca
anestesia/bedah, terutama pada kasus bedah akut, senantiasa harus diantisipasi. Untuk
mengatisipasi hal ini, pencegahan regurgitasi/muntah lebih penting artinya daripada
menangani kejadian tersebut. Akan tetapi bila terjadi penyulit seperti ini maka
tindakan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk mengatasi jalan napas.
Walaupun demikian kemungkinan terjadi aspirasi asam lambung senantiasa
mengancam. Bila hal ini terjadi, pasien dirawat secara intensif di Unit Terapi Intensif
karena pasien akan mengalami ancaman gagal napas akut.

h) Aktivitas Motorik
Pemulihan aktivitas motorik pada penggunaan obat pelumpuh otot,
berhubungan erat dengan fungsi respirasi. Bila masih ada efek sisa pelumpuh otot,
pasien mengalami hipoventilasi dan aktivitas motorik yang lain juga belum kembali
normal.
Petunjuk yang sangat sederhana untuk menilai pemulihan otot adalah menilai
kemampuan pasien untuk membuka mata atau kemampuan untuk menggerakkan
anggota gerak terutama pada pasien menjelang sadar. Kalau sarana memadai, dapat
dilakukan uji kemampuan otot rangka dengan alat perangsang saraf.

i) Suhu Tubuh
Penyulit hipotermi pasca bedah, tidak bisa dihindari terutama pada pasien
bayi/anak dan usia tua. Beberapa penyebab hipotermi di kamar operasi adalah:
o Suhu kamar operasi yang dingin
o Penggunaan desinfektan
o Cairan infus dan transfusi darah
o Cairan pencuci rongga-rongga pada daerah operasi
o Kondisi pasien (bayi dan orang tua)
o Penggunaan halotan sebagai obat anestesia
Usaha-usaha untuk meghangatkan kembali diruang pulih adalah dengan cara:
o Pada bayi, segera dimasukkan dalam inkubator
o Pasang selimut penghangat

13
o Lakukan penyinaran dengan lampu

Hipertermi pun harus diwaspadai terutama menjurus pada hipertermia


malignan. Beberapa hal yang bisa menimbulkan hipertermi adalah:
o Septikhemia, terutama pada pasien yang menderita infeksi pembedahan.
o Penggunaan obat-obatan, seperti: atropin, suksinil, kholin dan halotan.

Usaha penanggulangannya adalah:


o Pasien didinginkan secara konduksi menggunakan es
o Infus dengan cairan infus dingin
o Oksigenasi adekuat
o Antibiotika, bila diduga sepsis
o Bila dianggap perlu, rawat di Unit Terapi Intensif

j) Masalah nyeri
Trauma akibat luka operasi sudah pasti akan menimbulkan nyeri. Hal ini harus
disadari sejak awal dan bila pasien mengeluh rasa nyeri atau ada tanda-tanda pasien
menderita nyeri, segera berikan analgetika.
Diagnosis nyeri ditegakkan melalui pemeriksaan klinis berdasarkan
pengamatan perubahan perangai, psikologis, perubahan fisik antara lain pola napas,
denyut nadi dan tekanan darah, serta pemeriksaan laboraturium yaitu kadar gula
darah. Intensitas nyeri dinilai dengan “visual analog scale” (VAS) dengan rentang
nilai dari 1-10 yang dibagi menjadi :
o Nyeri ringan ada pada skala 1-3
o Nyeri sedang ada pada skala 4-7
o Nyeri berat ada pada skala 8-10
Pedoman penanggulangan nyeri pasca bedah mempergunakan konsep
analgesia preemptif, melalui pendekatan trimodal dengan analgesia balans yaitu:
a. Menekan pada proses transduksi di daerah cedera, mempergunakan preparat
atau obat yaitu analgesia lokal atau analgetik non steroid atau anti
prostaglandin, misalnya : asam mefenamik, ketoprofen dan ketorolak.
b. Menekan pada proses transmisi, mempergunakan obat analgesia lokal dengan
teknik analgesia regional, seperti misalnya blok interkostal dan blok epidural.

14
c. Menekan pada proses modulasi mempergunakan preparat narkotika secara
sistemik yang diberikan secara intermiten atau tetes kontinyu atau diberikan
secara regional melalui kateter epidural.
k) Posisi
Posisi pasien perlu diatur di tempat tidur ruang pulih. Hal ini perlu
diperhatikan untuk mencegah kemungkinan :
o Sumbatan jalan napas, pada pasien belum sadar
o Tertindihnya/terjepitnya satu bagian anggota tubuh
o Terjadinya dislokasi sendi-sedi anggota gerak
o Hipotensi, pada pasien dengan analgesia regional
o Gangguan kelancaran aliran infus
Posisi pasien diatur sedemikian rupa tergantung kebutuhan sehingga nyaman
dan aman bagi pasien, antara lain:
o Posisi miring stabil pada pasien operasi tonsil
o Ekstensi kepal, pada pasien yang belum sadar
o Posisi terlentang dengan elevansi kedua tungkai dan bahu (kepala) pada
pasien blok spinal dan bedah otak

7. Pemantauan Pasca Anestesi dan Kriteria Pengeluaran


Mempergunakan Skor Aldrete Pasca Anestesia di Ruang Pulih
Berikut tabel skor Aldrete
No. Kriteria Motorik Nilai
1. Aktivitas motorik:
o Mampu menggerakkan empat ekstremitas 2
o Mampu menggerakkan dua ekstremitas 1
o Tidak mampu menggerakkan ekstremitas 0

2. Respirasi:
o Mampu napas dalam, batuk dan tangis kuat 2
o Sesak atau pernapasan terbatas 1
o Henti napas 0

3. Tekana darah:
o Berubah sampai 20% dari prabedah 2

15
o Berubah 20%-50% dari prabedah 1
o Berbubah > 50% dari prabedah 0

4. Kesadaran:
o Sadar baik dan orientasi baik 2
o Sadar setelah dipanggil 1
o Tak ada tanggapan terhadap rangsangan 0

5. Warna kulit:
2
o Kemerahan
1
o Pucat agak suram
0
o Sianosis

Penilaian dilakukan :
a. Saat masuk
b. Selanjutnya dilakukan penilaian setiap saat dan dicatat setiap 5 menit sampai
tercapai nilai total 10. Nilai untuk pengiriman pasien adalah 10.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan sebelum mengirim ke ruangan adalah:
a. Observasi minimal 30 menit setelah pemberian narkotik atau obat penawarnya
(nalokson) secara intervena.
b. Observasi minimal 60 menit setelah pemberian antibiotik, antiemetik atau
narkotik secara intramuskular.
c. Observasi minimal setelah oksigen dihentikan.
d. Observasi 60 menit setelah ekstubasi
e. Tindakan lain akan ditentukan kemudian oleh Dokter Spesialis Anestesiologi
dan Dokter Spesialis Bedah.
Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang pemulihan jika nilai
pengkajian post anestesi adalah >7-8. Lama tinggal di ruang pulih tergantung dari
teknik anestesi yang digunakan. Pasien dikirim ke ICU (Intensive Care Unit) apabila
hemodinaik tak stabil perlu support inotropik dan membutuhkan ventilator
(mechanical respiratory support).

C. Indikator Pasien yang Sudah Dapat Dipindahkan di Ruang Perawatan.

1. Hemodinamik stabil

16
2. Ventilasi spontan adekuat
3. Nyeri terkontrol / Nyeri minimal
4. Mual / muntah minimal dan pasien dapat menjaga dirinya sendiri
5. Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
6. Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
7. Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
8. Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
9. Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
10. Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang PACU/RR jika nilai
pengkajian post anastesi > 7-8.

D. Komplikasi Yang Dapat Terjadi Setelah Post Operasi

Menurut Baradero (2008) komplikasi post operasi yang akan muncul


antara lain yaitu hipotensi dan hipertensi. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan
darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya.
Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan dan
overdosis obat anestetika. Hipertensi disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang
tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak
adekuat. Sedangkan menurut Majid, (2011) komplikasi post operasi adalah
perdarahan dengan manifestasi klinis yaitu gelisah, gundah, terus bergerak, merasa
haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan
dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah

1. Komplikasi Respirasi
a. Obstruksi jalan nafas

Prinsip dalam mengatasi sumbatan mekanik dalam sistem anestesi adalah


dengan menghilangkan penyebabnya. Diagnosis banding antara sumbatan mekanik
dan bronkospasme harus dibuat sedini mungkin. Sumbatan mekanik lebih sering
terjadi, dan mungkin dapat menjadi total, dimana wheezing akibat dapat terdengar
tanpa atau dengan stetoskop.
Penyebab sumbatan bisa nyata sebagai contoh, keadaan ini dapat diatasi
dengan meluruskan pipa yang terpuntir dibalik rongga mulut. Jika pipa ditempatkan
terlalu jauh ke dalam trakea, maka pipa tersebut biasanya memasuki bronkus utama

17
jika kadar tinggi oksigen yang dipakai,sampai terjadi tanda-tanda hipoksia, hiperkardi
atau sumbatan pernafasan menjadi nyata.
Komplikasi dapat dihindarkan jika ahli anestesi memeriksa kedudukan
pipa setelah dipasang dengan mendengarkan melalui stetoskop di atas setiap sisi dada,
sementara secara manual paru-paru dikembangkan, jika suara pernafasan tidak
terdengar atau pengembangan pada satu sisi dada telah didiagnosis, maka harus secara
lambat laun ditarik sampai udara terdengar memasuki kedua sisi toraks secara
seimbang. Penggunaan pipa yang telah dipotong sampai sepanjang bronkus kanan
dapat mengurangi bahaya. .
Sumbatan mekanik pada penderita yang tidak diintubasi, apakah dapat
bernafas dengan spontan atau dikembangkan, paling sering disebabkan oleh lidah
yang jatuh ke belakang. Biasanya keadaan ini dapat ditolong dengan mengekstensikan
kepala, mendorong dagu ke muka dan memasang pipa udara anestetik peroral atau
nasal.
Sumbatan mekanik pada penderita yang di intubasi mungkin bersifat
samar-samar. Paling penting disadari bahwa adanya pipa trakea tidak menjamin
saluran pernafasan yang lancar. Pipa dapat menjadi terpuntir, bagian yang
melengkung dapat terhalang pada dinding trakea, atau dapat terlalu menjorok jauh dan
memasuki bronkus utama kanan atau manset dapat menyebul keluar menutupi bagian
ujung.

b. Bronkospasme

Bronkospame dapat diatasi secara terapi medik, tetapi yang paling penting
adalah memastikan bahwa tidak terjadi sumbatan mekanik, baik secara
anatomis,akibat lidah yang terjatuh ke belakang pada penderita yang tidak diintubasi,
atau akibat defek peralatan seperti yang telah dijelaskan di atas.
Efedrin intravena setiap kali dapat ditambah 5 mg, atau 30 mg
intramuscular, sehingga dapat menolong, tetapi dapat menyebabkan takikardi dan
meningkatkan tekanan darah. Secara bergantian, suntikan lambat 5 mg/kg aminofilin
intravena.

c. Hipoventilasi

Pada hipoventilasi, rangsang hipoksia dan hiperkarbia mempertahankan


penderita tetap bernafas. Pada hipoventilasi berat, pC02 naik > 90 mmHg, sehingga

18
menimbulkan koma, dengan pemberian O2 hipoksia berkurang (p02 naik) tetapi
pCO2 tetap atau naik pada hipoventilasi ringan. Sedangkan pada hipoventilasi berat
jusrtu mengakibatkan paradoksikal apnea, yaitu penderita justru jadi apnea setelah
diberi oksigen. Terapi yang benar pada hipoventilasi adalah :

 Membebaskan jalan nafas


 Memberikan oksigen
 Menyiapkan nafas buatan
 Terapi sesuai penyebabnya

d. Hiperventilasi

Hiperventilasi dengan hipokapnia akan merangsang kalium ekstraselular


mengalir ke intraselular, hingga terjadi hipokalemia. Aritmia berupa bradikardia
relatif dapat terjadi pada hipokalemia.

e. Komplikasi Kardiovaskular

Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa


trakea, cairan infus berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf simpatis karena
hipoksia, hiperkapnea dan asidosis. Hipertensi akut dan berat yang berlangsung lama
akan menyebabkan gagal ventrikel kiri, infark miokard, disritmia, edema paru atau
pendarahan otak. Terapi hipertensi ditujukan pada faktor penyebab dan kalau perlu
dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitroprusid (niprus) 0,5 ± 1,0 µg/kg/ menit.
Hipotensi yang terjadi karena isian balik vena (venous return) menurun
disebabkan pendarahan, terapi cairan kurang adekuat, diuresis, kontraksi miokardium
kurang kuat atau tahanan veskuler perifer menurun. Hipotensi harus segera diatasi
untuk mencegah terjadi hipoperfusi organ vital yang dapat berlanjut dengan
hipoksemia dan kerusahan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan faktor
penyebabnya. Berikan O2 100%dan infus kristaloid RL atau Asering 300-500 ml.
Distritmia yang terjadi dapat disebabkan oleh hipokalemia, asidosis-
alkalosis,hipoksia, hiperkapnia atau penyakit jantung.
Hipertensi karena anestesi tidak adekuat dapat dihilangkan dengan
menambah dosis anestetika. Bila persisten dapat diberi obat penghambat beta
adrenergik seperti propanolol atau obat vasodilator seperti nitrogliserin yang juga

19
bermanfaat untuk memperbaiki perfusi miokard. Reaksi hipertensi pada waktu
laringoskopi dapat dicegah antara lain dengan terlabih dahulu memberi semprotan
lidokain topical kedalam faring dan laring, obat seperti opiat dan lain-lain.
Hipertensi karena kesakitan yang terjadi pada akhir anestesi dapat diobati
dengaan analgetika narkotik seperti pethidin 10 mg I.V atau morfin 2-3 mg I.V
dengan memperhatikan pernafasan (depresi).Aritmia jantung pada anestesia, terjadi
kira-kira 15-30 %. Etiologi aritmia selama anestesia :

 Tindakan bedah : Bedah mata, hidung, gigi, traksimesenterium, dilatasi


anus.
 Pengaruh metabolisme : hipertiroid, hiperkalemi
 Penyakit tertentu : penyakit jantung bawaan, penyakit hiperkapnia,
hipokelmia, jantung koroner
 Pengaruh obat tertentu : atropine, halotan, adrenalin dll.

2. Komplikasi Lain-lain
a. Mengigil

Pada akhir anestesi dengan tiopental, halotan atau enfluran kadang-kadang


timbul mengigil di seluruh tubuh disertai bahu dan tangan bergetar. Hal ini mungkin
terjadi karena hipotermia atau efek obat anestesi, Hipotermi terjadi akibat suhu ruang
operasi, ruang UPPA yang dingin, cairan infus dingin, cairan irigasi dingin, bedah
abdomen luas dan lama. Faktor lain yang menjadi pertimbangan ialah kemungkinan
waktu anestesi aliran gas diberikan terlalu tinggi hingga pengeluaran panas tubuh
melalui ventilasi meningkat.
Terapi petidin 10-20 mg i.v. pada pasien dewasa, selimut hangat, infus
hangat dengan infusion warmer, lampu penghangat untuk menghangatkan suhu
tubuh.

b. Gelisah

Gelisah dapat disebabkan karena hipoksia, asidosis,hipotensi, kesakitan.


Penyulit ini sering terjadi pada pemberian premedikasi dengan sedatif tanpa
anelgetika, hingga pada akhir operasi penderita masih belum sadar tetapi nyeri sudah
mulai terasa. Komplikasi ini sering didapatkan pada anak dan penderita usia lanjut.

20
Setelah disingkirkan sebab-sebab tersebut di atas, pasien dapat diberikan midazolam
0,05-0,1mg/kgBB atau terapi dengan analgetika narkotika (petidin 15-25 mg I.V ).

c. Kenaikan Suhu

Kenaikan suhu tubuh harus kita bedakan apakah demam (fever) atau
hipertermia (hiperpireksia). Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas 38 derajat
Celcius dan masih dapat diturunkan dengan pemberian salisilat. Sedangkan
hipertermia ialah kenaikan suhu tubuh diatas 40 derajat Celcius dan tidak dapat
diturunkan dengan hanya memberikan salisilat.
Beberapa hal yang dapat mencetuskan kenaikan suhu tubuh ialah:

 Puasa terlalu lama


 Suhu kamar operasi terlalu panas (suhu ideal 23-24 derajat Celcius)
 Penutup kain operasi yang terlalu tebal
 Dosis premedikasi sulfas atropin terlalu besar
 Infeksi
 Kelainan herediter (kelainan ini biasanya menjurus pada komplikasi
hipertermia maligna)

Hipertermia maligna merupakan krisis hipermetabolik dimana suhu


tubuh naik lebih dari 2 derajat Celcius dalam waktu satu jam. Walaupun angka
kajadian komplikasi ini jarang, yaitu 1: 50.000, pada penderita dewasa dan 1: 25.000
pada anak-anak, tetapi jika terjadi, angka kematiannya cukup tinggi yaitu 60%.
Etiologi komplikasi ini masih diperdebatkan, tetapi telah banyak dikemukakan bahwa
kelainan herediter ini karena adanya cacat pada ikatan kalsium dalam reticulum
sarkoplasma otot atau jantung.
Adanya pacuan tertentu akan meyebabkan keluarnya kalsium tersebut dan
masuk kedalam sitoplasma hingga menghasilkan kontraksi miofibril
hebat,penumpukan asam laktat dan karbondioksida, meningkatkan kebutuhan
oksigen,asidosis metabolik, dan pembentukan panas. Kebanyakan obat anestetika
akan menjadi triger pada penderita yang berbakat hipertermia maligna herediter ini.
Halotan dan suksinilkolin adalah obat-obat yang sering dilaporkan sebagai pencetus
penyulit ini. Akan tetapi tidak berarti obat-obat lain aman terhadap komplikasi ini.
Gejala klinis selain kenaikan suhu mendadak, tonus otot bertambah, takikardi, tetani,

21
mioglobinuria, gagal ginjal dan gagal jantung.
Penanggulangan komplikasi dilakukan dengan langkah-langkah:

 Hentikan pemberian anestetika dan berikan O2 100%


 Seluruh tubuh dikompres es atau alkohol, kalau perlu lambung dibilas
dengan larutan NaCl fisiologis dingin
 Pemeriksaan gas darah segera dilakukan
 Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat
 Koreksi hiperkalemia dengan glukosa dan insulin
 Oradekson dosis tinggi diberikan i.v.
 Dantrolene i.v. 1-2 mg/ kgBB dapat diulang tiap 5-10 menit dan
maksimum 10 mg/kgBB. Obat ini merupakan satu-satunya obat spesifik
untuk hipertermia maligna.

f. Reaksi Hipersensitif

Reaksi hipersensitif adalah reaksi abnormal terhadap obat


karenaterbentuknya mediator kimia endogen seperti histamin dan serotonin dan
lainnya.Reaksi dapat saja terjadi pada tiap pemberian obat termasuk obat yang
digunakandalam anestesia. Komplikasi sering terjadi pada pemberian induksi
intravena danobat pelumpuh otot.

Gejala klinis hipersensitif :

 Kulit kemerahan dan timbul urtikaria


 Muka menjadi sembab
 Vasodilatasi, tetapi nadi kecil sering tak teraba, sampai henti jantung.
 Bronkospasme
 Sakit perut, mual dan muntah, kadang diare

Pengobatan:

 Hentikan pemberian obat anestetika

22
 Dilakukan napas buatan dan kompresi jantung luar kalau terjadi
hentijantung
 Adrenalin 0,3-0,5 cc (1:1000) i.v. atau intratrakeal
 Steroid, aminofilin atau vasopresor dipertimbangkan pada keadaan tertentu
 Percepat cairan infus kristaloid
 Operasi dihentikan dulu sampai gejala-gejala hilang.

g. Nyeri

Nyeri pasca bedah dikategorikan sebagai nyeri berat, sedang dan


ringan.Untuk meredam nyeri pasca bedah pada anestesi regional untuk pasien
dewasa,sering ditambahkan morfin 0.05-0.10 mg saat memasukkan anestesi lokal ke
ruang subaraknoid atau morfin 2-5 mg ke ruang epidural. Tindakan ini sangat
baiknyamanfaat karena dapat membebaskan nyeri pasca bedah sekitar 10-16 jam.
Setelahitu nyeri yang timbul bersifat sedang atau ringan dan jarang diperlukan
tambahan opioid dan kalaupun perlu cukup diberikan analgetik golongan NSAID (anti
inflamasi non steroid) misalnya ketorolac 10-30 mg IV atau IM.
Opioid lain seperti petidin atau fentanil jarang digunakan intradural atau
epidural, karena efeknya lebih pendek sekitar 3-6 jam. Efek samping opioid intratekal
atau epidural ialah gatal di daerah muka. Pada manula dapat terjadi depresi napas
setelah 10-24 jam. Gatal di muka dan depresi napas dapat dihilangkan dengan
nalokson. Opioid intratekal atau epidural tidak dianjurkan pada manula kecuali
dengan pengawasan ketat.Kalau terjadi nyeri pasca bedah di UPPA diberikan obat
golongan opioid secara bolus dan selanjutnya dengan titrasi perinfus.

h. Mual-Muntah

Mual-muntah pasca anestesi sering terjadi setelah anestesi umumterutama


pada penggunaan opioid, bedah intra-abdomen, hipotensi dan pada analgesia regional.
Obat mual-muntah yang sering digunakan pada peri anesthesia ialah :

 Dehydrobenzoperidol (droperidol) 0,05-0,1 mg/kgBB (amp 5 mg/ml) i.m


atau i.v.
 Metoklopramid (primperan) 0,1 mg/kgBB i.v.,supp 20 mg
 Ondansetron (zofran, narfoz) 0,05-0,1 mg/kgBB i.v

23
 Cyclizine 25-50 mg.

E. Manajemen Post Operasi


1. Manajemen Nyeri Pasca Operasi

Manajemen nyeri pasca operasi adalah Pengelolaan menyeluruh untuk


mengatasi nyeri pasca operasi. Penatalaksanaan nyeri pasca operasi terdapat 2 bagian
yaitu:

a. Farmakologi

Prinsip penatalaksanaan pada nyeri kanker adalah penilaian nyeri secara


menyeluruh. Pemeriksaan harus percaya laporan nyeri penderita karena nyeri bersifat

subjektif. Derajat nyeri penderita bisa ditentukan dengan skala nyeri 0 -10 dimana 0
tanpa nyeri dan 10 nyeri terberat.
Berikut ini merupakan 3 langkah dalam penatalaksanaan nyeri kanker
dengan farmakologi sebagai berikut:

 Step 1 untuk nyeri ringan dengan skala nyeri (1-4):

Obat-obat nyeri non opioid, yaitu analgetik atau anti nyeri (asetaminofen),
NSAID atau Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (aspirin), adjuvant atau tambahan
(antidepressant, antikonvulsan atau anti kejang, antimuntah).

 Step 2 untuk nyeri sedang skala nyeri (5-7):

Opioid lemah ditambah dengan obat nyeri lainnya. Apabila dengan step 1
nyeri tidak berkurang, maka bisa diberikan narkotik dan kombinasi dengan step 1.
Narkotik lemah seperti codein, darvon.

 Step 3 untuk nyeri hebat (8-10):

Opioid kuat ditambah obat nyeri lainnya. Opioid kuat antara lain morfin,
methadone, diloudid, numorphan.

b. Nonfarmakologi

24
1) Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi:
 Stimulasi kulit : Messase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan
ketegangan otot. Rangsangan massase otot ini dipercaya akan merangsang
serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau menurunkan
impuls nyeri
 Stimulasi elektrik (TENS) : Cara kerja dari system ini masih belum jelas,
sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukandengan messase, mandi
air hangat , kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan
(TENS/ Transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan
stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan
melalui elektroda luar.
 Akupuntur : Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama
digunakan untuk mengobati nyeri. Jarum-jarum kecil yang dimasukkan pada
kulit, bertujuan menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri,
yang dapat memblok transmisi nyeri ke otak.
 Plasebo : Plasebo dalam bahasa latin berarti saya ingin menyenangkan
merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh
klien sebagai “obat” seperti kaplet, kapsul, cairan injeksi dan sebagainya.
2) Intervensi prilaku kognitif meliputi:
 Relaksasi : Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merelaksasikan keteganggan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik
relaksasi mungkin perlu diajarkan bebrapa kali agar mencapai hasil optimal.
Dengan relaksasi pasien dapat mengubah persepsi terhadap nyeri.
 Umpan balik biologis : Terapi perilaku yang dilakukan dengan
memberikanindividu informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk
melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk
mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada
pelipis.
 Hipnotis : Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti
positif.
 Distraksi : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan
sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi

25
audio (mendengar musik), distraksi sentuhan (massase, memegang mainan),
distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur).
 Guided Imagery (imajinasi terbimbing) : Meminta klien berimajinasi
membayangkan hal-hal yang menyenangkan, tindakan ini memerlukan
suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien
mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini dilakukan
pada saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
 Aroma terapi : Aromaterapi ialah istilah generik bagi salah satu jenis
pengobatan alternatif yang menggunakan bahan cairan tanaman yang mudah
menguap, dikenal sebagai minyak esensial, dan senyawa aromatik lainnya dari
tumbuhan yang bertujuan untuk mempengaruhi suasana hati atau kesehatan
seseorang, yang sering digabungkan dengan praktek pengobatan alternatif dan
kepercayaan kebatinan.

2. Manajemen post operasi gastrointestinal

Pengkajian

Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas
yang berikut;

Respirasi:

a. Kepatenan jalan nafas


b. Kedalaman
c. Frekuensi
d. Karakter pernafasan
e. Sifat dan bunyi nafas
Sirkulasi
a. Tanda-tanda vital termasuk tekanan darah
b. Kondisi kulit
Neurologi
a. Tingkat respon

26
Drainase

a. Adanya drainase
b. Keharusan untuk menghubungkan selang system drainase yang spesifik
c. Adanya kondisi balutan
Kenyamanan
a. Tipe nyeri dan lokasi
b. Mual atau muntah
c. Perubahan posis yang dibutuhkan

Psikologi

a. Sifat dari peryataan pasien


b. Kebutuhan akan istirahat dan tidur
c. Gangguan oleh kebisingan
d. Pengunjung
e. Ketersediaan bel pemanggil atau lampu pemanggil

Keselamatan

a. Kebutuhan akan pagar tempat tidur


b. Drainase selang tidak tersumbat
c. Cairan IV terinfus dengan tepat
d. Letak IV terbebat dengan baik

Peralatan

a. Diperiksa untuk fungsi yang baik.

Intervensi

a. Memastikan fungsi pernafasan yang optimal


b. Meningkatkan ekspansi paru
c. Menghilangkan ketidaknyamanan pasca operatif : nyeri
d. Menghilangkan kegelisahan
e. menghilangkan mual dan muntah
f. Menghilangakn distensi abdomen
g. Menghilangkan cegukan

27
h. Mempertahankan suhu tubuh normal
i. Menghindari cedera
j. Mempertahankan status nutrisi yang normal
k. Meningkantkan fungsi urinarious yang normal
l. Meningkatkan eliminasi usus
m. Pengaturan posisi
n. Ambulasi
o. Latihan di tempat tidur
p. Perdarahan : Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien
diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20
derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus

Keperawatan mandiri meliputi :


a. Dukungan psikologis,
b. Pembatasan penggunaan energi,
c. Pemantauan reaksi pasien terhadap pengobatan
d. Peningkatan periode istirahat.
e. Pencegahan hipotermi dengan menjaga tubuh pasien agar tetap hangat karena
hipotermi mngurangi oksigenasi jaringan
f. Melakukan perubahan posisi pasien tiap 2 jam dan mendorong pasien untuk
melakukan nafas dalam untuk meningkatkan fungsi optimal paru
g. Pencegahan komplikasi dengan memonitor pasien secara ketat selama 24 jam.
Seperti edema perifer dan edema pulmonal.

28
3. Manajemen post operasi musculoskeletal
Pengkajian
a. Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk
mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi
khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan
tindakan yang mengancam jiwa. yang perlu diperhatikan selain
tanda-tanda vital klien adalah, daerah luka, adanya nyeri, dan
kondisi yang menimbulkan depresi. Perawat melakukan
pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara
rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas,
mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan
cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
b. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang
basah, terlepas atau terlalu ketat, selang drainase benar-benar
tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot
darah. Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan
tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi
klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
c. Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar
klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau
mengancam kehidupan klien. Berikutnya fokus perawatan lebih
ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk
membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat
penyembuhan luka.
d. Mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti
nyeri panthom limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri
terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi.

Intervensi

Diagnosa : Gangguan rasa nyaman nyeri


berhubungan dengan insisi bedah sekunder amputasi
Tujuan : nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria Hasil : Menyatakan nyeri hilang, ekspresi wajah

29
rileks.
Intervensi Rasional
Kaji nyeri sesuai PQRST membantu dalam evaluasi
kebutuhan dan keefektifan
intervensi.
Ajarkan dan anjurkan teknik Untuk mengurangi nyeri
relaksasi distraksi secara mandiri.
Observasi keadaan luka Untuk mengetahui tingkat
luka yang menyebabkan
nyeri.
Kolaborasi dalam pemberian Analgetik dapat mengurangi
analgetik nyeri
Observasi keluhan nyeri dapat mengindikasikan
local/kemajuan yang tak adanya sindrom
hilang dengan analgetik. kompartemen khususnya
cedera traumatik.

Diagnosa : Resiko tinggi terhadap komplikasi: infeksi,


hemoragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan
dengan amputasi.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria Hasil : Tidak terjadi infeksi, tidak terjadi hemoragi,
tidak ditemukan adanya emboli.
Intervensi Rasional
Pertahankan teknik meminimalkan kesempatan
antiseptik bila mengganti introduksi bakteri.
balutan/merawat luka.
Inpseksi balutan dan luka, deteksi dini terjadinya infeksi
perhatikan karakteristik memberikan kesempatan
drainase. untuk intervensi tepat waktu
dan mencegah komplikasi
lebih serius.
Buka puntung terhadap mempertahankan
udara, pencucian dengan kebersihan, meminimalkan
sabun ringan dan air setelah kontaminasi kulit dan

30
pembalutan meningkatkan penyembuhan
dikontraindikasikan. kulit yang lunak/rapuh.
Awasi tanda-tanda vital. peningkatan suhu,
takikardia, dapat
menunjukkan terjadinya
sepsis.

Diagnosa :  Kerusakan mobilitas fisik berhubungan


dengan kehilangan ekstremitas.
Tujuan : peningkatan mobilitas fisik pada tingkat yang
paling mungkin.
Kriteria Hasil : mempertahankan posisi fungsi, dibuktikan
oleh tidak adanya kontraktur. Menunjukkan peningkatan
kekuatan dan fungsi sendi serta tungkai yang sakit.
Intervensi Rasional
Pertahankan tirah baring memberikan waktu
awal dengan sendi yang sakit stabilisasi prostese dan
pada posisi yang dianjurkan pemulihan efek anestasi,
dan tubuh dalam menurunkan risiko cedera.
kesejajaran.
Batasi penggunaan posisi fleksi panggul lama dapat
semifowler/tinggi, bila meregangkan/dislokasi
diindikasikan. prostese baru.
Berikan penguatan posisitif meningkatkan perilaku
terhadap upaya-upaya. posistif, dan mendorong  
keterlibatan terapi.
Lakukan/bantu rentang gerak klien dengan penyakit
pada sendi yang tak sakit. degenarasi sendi dapat
secara tepat kehilangan
fungsi sendi selama periode
pembatasan aktivitas.

31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam tindakan pembedahan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan (pre
operasi) umunya pada tahap ini klien mengalami kecemasan dan ketakutan yang
diakibatkan kurang pengetahuan dan anggapan-anggapan klien terhadap penilain
kenapa dia harus dioperasai, pada tahap ini perawat harus mempersiapkan psikologis
dari klien dengan menjelaskan dengan cara yang baik, selain itu perawat harus juga
mencegah terjadi resiko seperti resiko infeksi dan resiko cedera denagan cara
menanggalkan instrumen yang aseptik, setelah fase persiapan ini maka klien akan
masuk ke fase anastesi dan pembedahan disini peran perawat ada namun tidak
signifikan, perawat yang berperan adalah perawat anastesi, dan proses pembedahan
bukalah pekerjaan dari perawat ada ahli profesi tertentu.
Setelah dilakukan tindakan operasi maka klien akan dibawa keruangan
pemulihan disini perawat sangat berperan karena pengaruh anstesi umum
,memberikan pengaruh pada sistem tubuh . Peran perawat juga dalam perawwtan luka
bekas operasi karena banayk komplikasi jika perawat tidak ahli dalam perawatan
pasca atau post operasi
Pelayanan pasca anestesi yang dilakukan tentunya perlu senantiasa
disesuaikan dengan perkembangan jaman. Dalam menyongsong era globalisasi dan
menghadapi persaingan bebas di bidang kesehatan, maka pelayanan pasca anestesi
juga harus disiapan secara benar dan berkualitas.

32
DAFTAR PUSTAKA
Bararah, T dan Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi
Perawat Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakaraya

Baradero, Mary. 2008. Keperawatan perioperatif . Jakarta : EGC

Huda, Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarakan Diagonosa


Medis & Nanda Nic-Noc, Edisi : 3.  Jogjakarta : MediAction.

Isma. 2009. Konsep Dasar Keperawatan Perioperatif


https://oknurse.wordpress.com/2009/08/01/konsep-dasar-keperawatan-perioperatif/,
Diakses pada tanggal 6 April 2020

Uliyah,Musrifatul. 2009. Keterampilan Dasar Praktik Klinik, Jakarta : Salemba


Medika

33

Anda mungkin juga menyukai