KEPERAWATAN PERIOPERATIF
PERAWATAN POST OPERASI
Disusun Oleh :
P1337420518084
Abimanyu 2
2020
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Penulis
mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan makalah ini sebagai tugas keperawatan periopertif
dengan judul “Perawatan Post Operasi”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dengan kata sempurna
dan masih banyak kesalahan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila ada kesalahan pada makalahini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................... 1
Kata Pengantar..................................................................................................... 2
Daftar Isi.............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang.......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 4
C. Tujuan...................................................................................................... 5
BAB II ISI
A. Pengertian PACU.................................................................................... 6
B. Perawatan pasien post operasi di ruang PACU...................................... 7
C. Indikator pasien yang sudah dapat dipindahkan di ruang perawatan...... 17
D. Komplikasi yang dapat terjadi selama post operasi................................ 17
E. Manajemen post operasi.......................................................................... 24
A. Kesimpulan ............................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 33
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu PACU?
2. Bagaimana perawatan pasien post operasi di ruang PACU?
3. Apa saja indikator pasien yang sudah dapat dipindahkan di ruang perawatan?
4. Apa saja masalah- masalah dan komplikasi yang dapat terjadi selama post
operasi dan bagaimana penatalaksanannya?
5. Bagaimana manajemen berbagai macam post operasi?
4
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari PACU.
2. Untuk mengetahui perawatan pasien post operasi di ruang PACU.
3. Untuk mengetahui indikator pasien yang sudah dapat dipindahkan di ruang
perawatan.
4. Untuk mengetahui masalah- masalah dan komplikasi yang dapat terjadi
selama post operasi dan bagaimana penatalaksanannya
5. Untuk mengetahui manajemen berbagai macam post operasi.
5
BAB II
ISI
A. Pengertian PACU
Ruang pemulihan (Recovery Room) atau disebut juga Post Anesthesia Care
Unit (PACU) adalah ruangan tempat pengawasan dan pengelolaan secara ketat pada
pasien yang baru saja menjalani operasi sampai dengan keadaan umum pasien
stabil.Pasien operasi yang ditempatkan di ruang pemulihan secara terus menerus
dipantau.
Letak ruangan pemulihan yang ideal adalah berdekatan dengan ruang operasi
dan mudah di jangkau oleh dokter ahli anestesi atau ahli bedah sehingga mudah
dibawa kembalikan ke ruang operasi bila diperlukan, serta mudah dijangkau bagian
radiologi atau ruangan harus cukup dan dilengkapi dengan lampu cadangan bila
sewaktu-waktu terjadi pemadaman aliran listrik.
Kamar pulih sadar merupakan perluasan kamar operasi, harus terbuka
sepanjang hari dan pengamatan secara intensif yang dilakukan didalamnya. Hal ini
dapat diartikan karena pada masa transisi tersebut kesadaran penderita belum pulih
secara sempurna sehingga kecenderungan terjadinya sumbatan jalan napas lebih besar
dan ditambah lagi reflek perlindungan seperti reflek batuk, muntah maupun menelan
belum kembali normal, kemungkinan terjadi aspirasi yang sangat di rasakan dimana
pengaruh obat anestesi dan trauma pasca operasi masih belum hilang dan masih
mengancam status respirasi dan kardiovaskuler penderita. Upaya pengamatan yang
amat cermat terhadap tanda-tanda vital penderita merupakan modal dasar yang amat
ampuh dalam mencegah penyulit yang tidak diinginkan
Dalam syarat ruang pemulihan harus memiliki pintu lebar, penerangan cahaya
cukup, dan Jumlah tempat tidur sesuai dengan jumlah ruang operasi. Ruang
pemulihan minimal mempunyai kapasitas tempat tidur 1,5 kali jumlah ruang operasi.
Area yang digunakan per tempat tidur sekurang-kurangnya 15 m2. Jarak antara
tempat tidur pemulihan sekurang-kurangnya 1,50 m.
6
Infrastruktur dalam ruang pemulihan harus dibawah pengawasan dokter
anestesi yaitu:
7
f) Yakinkan bahwa infus, pipa nasogastrik dan kateter urin tetap berfungsi dengan
baik atau tidak lepas.
g) Tidak perlu mendorong kereta tergesa-gesa karena hal tersebut dapat
mengakibatkan rasa nyeri dari daerah bekas operasi, perubahan posisi kepala,
sehingga dapat menimbulkan masalah ventilasi, muntah atau regurgitasi, dan
kegoncangan sirkulasi
8
c) Mempertahankan sirkulasi darah, dapat dilakukan dengan pemberian cairan
plasma ekspander.
d) Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase. Keadaan umum dari
pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti kesadaran.
Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat pengaruh anestesia sehingga
perlu dipantau kondisi vomitusnya.Selain itu drainase sangat penting untuk
dilakukan observasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
e) Balance cairan . Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output cairan.
Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi
akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang mengakibatkan menjadi beban
bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fun fungsi eleminasi pasien.
f) Mempertahankan kenyamanan dan mencegah resiko injuri. Pasien post anestesi
biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh.
Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri
biasanya sangat dirasakan pasien,diperlukan intervensi keperawatan yang tepat
juga kolaborasi dengan medis terkait dengan agen pemblok nyerinya.
10
Penilaian tersebut diatas dijumpai tanda-tanda insufisiensi respirasi, segera
dicari penyebabnya sehingga cepat dilakukan usaha untuk memulihkan fungsinya
d) Depresi Napas
Depresi sentral adalah yang paling sering akibat dari efek sisa opiat,
disamping itu bisa juga disebabkan oleh keadaan hipokapnea, hipotermia dan
hipoperfusi. Depresi perifer yaitu karena efek sisa pelupuh otot, nyeri, distensi
abdomen dan rigiditas otot. Usaha penanggulangannya disesuaikan dengan
penyebabnya.
e) Sirkulasi
Parameter hemodinamik yang perlu diperhatikan adalah :
1. Tekanan darah
Tekanan darah normal berkisar 90/50 – 160/100. Aldreta menilai perubahan
tekanan darah pasca anestesia dengan kriteria sebagai berikut:
11
o Perubahan sampai 20 % dari nilai prabedah = 2
o Perubahan antara 20-50 % dari nilai prabedah = 1
o Perbubahan melebihi 50 % dari nilai prabedah = 0
Sebab-sebab hipertensi pasca bedah adalah hipertensi yang diderita prabedah,
nyeri hipoksia dan hiperkarbia, penggunaan vasopresor, dan kelebihan cairan. Dan
ada pula sebab-sebab hipotensi / syok pasca bedah adalah perdarahan, defisit cairan,
depresi otot jantung dan dilatasi pembuluh darah yang berlebihan.
Penanggulangannya, dapat disesuaikan dengan penyebabnya.
2. Dernyut Jantung
Denyut jantung normal berkisar 55 – 120 x/menit (tergantung usia) dengan
irama yang teratur. Sebab-sebab gangguan irama jantung :
1) Takikardia, disebabkan oleh hipoksia, hipovolumia, akibat obat
simpatomimetik, demam, dan nyeri.
2) Brakikardia, disebabkan oleh blok subarakhnoid, hipoksia (pada bayi) dan
reflek vagal.
3) Distrimia (diketahui dengan EKG), paling sering disebabkan karena
hipoksia. Penanggualangannya adalah memperbaiki ventilasi dan
oksigenasi. Apabila sangat mengganggu dapat diberikan obat anti disritmia
seperti lidokain.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian pasca bedah yang termasuk dalam
sirkulasi adalah:
a. Perdarahan dari luka operasi yaitu kemungkinan adanya perdarahan dari
luka operasi, selalu harus diperhatikan. Adanya perembesan dari luka
operasi atau bertambahnya jumlah darah dalam botol penampungan
drainase luka operasi, perlu dipertimbangkan untuk tindakan eksplorasi
kembali.
b. Bendungan di sebelah distal dari tempat bekas luka operasi bisa
menimbulkan udema dan nyeri di daerah tersebut.
f) Fungsi Ginjal Dan Saluran Kencing
Perhatikan produksi urin, terutama pada pasien yang dicurigai risiko tinggi
gagal ginjal akut pasca bedah/anestesia. Pada keadaan normal produksi urin mencapai
12
> 0,5 cc/KgBB/jam, bila terjadi oliguria atau anuria, segera dicari penyebabnya,
apakah pre renal, renal atau salurannya.
g) Fungsi Saluran Cerna
Kemungkinan terjadi regurgitasi atau muntah pada periode pasca
anestesia/bedah, terutama pada kasus bedah akut, senantiasa harus diantisipasi. Untuk
mengatisipasi hal ini, pencegahan regurgitasi/muntah lebih penting artinya daripada
menangani kejadian tersebut. Akan tetapi bila terjadi penyulit seperti ini maka
tindakan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk mengatasi jalan napas.
Walaupun demikian kemungkinan terjadi aspirasi asam lambung senantiasa
mengancam. Bila hal ini terjadi, pasien dirawat secara intensif di Unit Terapi Intensif
karena pasien akan mengalami ancaman gagal napas akut.
h) Aktivitas Motorik
Pemulihan aktivitas motorik pada penggunaan obat pelumpuh otot,
berhubungan erat dengan fungsi respirasi. Bila masih ada efek sisa pelumpuh otot,
pasien mengalami hipoventilasi dan aktivitas motorik yang lain juga belum kembali
normal.
Petunjuk yang sangat sederhana untuk menilai pemulihan otot adalah menilai
kemampuan pasien untuk membuka mata atau kemampuan untuk menggerakkan
anggota gerak terutama pada pasien menjelang sadar. Kalau sarana memadai, dapat
dilakukan uji kemampuan otot rangka dengan alat perangsang saraf.
i) Suhu Tubuh
Penyulit hipotermi pasca bedah, tidak bisa dihindari terutama pada pasien
bayi/anak dan usia tua. Beberapa penyebab hipotermi di kamar operasi adalah:
o Suhu kamar operasi yang dingin
o Penggunaan desinfektan
o Cairan infus dan transfusi darah
o Cairan pencuci rongga-rongga pada daerah operasi
o Kondisi pasien (bayi dan orang tua)
o Penggunaan halotan sebagai obat anestesia
Usaha-usaha untuk meghangatkan kembali diruang pulih adalah dengan cara:
o Pada bayi, segera dimasukkan dalam inkubator
o Pasang selimut penghangat
13
o Lakukan penyinaran dengan lampu
j) Masalah nyeri
Trauma akibat luka operasi sudah pasti akan menimbulkan nyeri. Hal ini harus
disadari sejak awal dan bila pasien mengeluh rasa nyeri atau ada tanda-tanda pasien
menderita nyeri, segera berikan analgetika.
Diagnosis nyeri ditegakkan melalui pemeriksaan klinis berdasarkan
pengamatan perubahan perangai, psikologis, perubahan fisik antara lain pola napas,
denyut nadi dan tekanan darah, serta pemeriksaan laboraturium yaitu kadar gula
darah. Intensitas nyeri dinilai dengan “visual analog scale” (VAS) dengan rentang
nilai dari 1-10 yang dibagi menjadi :
o Nyeri ringan ada pada skala 1-3
o Nyeri sedang ada pada skala 4-7
o Nyeri berat ada pada skala 8-10
Pedoman penanggulangan nyeri pasca bedah mempergunakan konsep
analgesia preemptif, melalui pendekatan trimodal dengan analgesia balans yaitu:
a. Menekan pada proses transduksi di daerah cedera, mempergunakan preparat
atau obat yaitu analgesia lokal atau analgetik non steroid atau anti
prostaglandin, misalnya : asam mefenamik, ketoprofen dan ketorolak.
b. Menekan pada proses transmisi, mempergunakan obat analgesia lokal dengan
teknik analgesia regional, seperti misalnya blok interkostal dan blok epidural.
14
c. Menekan pada proses modulasi mempergunakan preparat narkotika secara
sistemik yang diberikan secara intermiten atau tetes kontinyu atau diberikan
secara regional melalui kateter epidural.
k) Posisi
Posisi pasien perlu diatur di tempat tidur ruang pulih. Hal ini perlu
diperhatikan untuk mencegah kemungkinan :
o Sumbatan jalan napas, pada pasien belum sadar
o Tertindihnya/terjepitnya satu bagian anggota tubuh
o Terjadinya dislokasi sendi-sedi anggota gerak
o Hipotensi, pada pasien dengan analgesia regional
o Gangguan kelancaran aliran infus
Posisi pasien diatur sedemikian rupa tergantung kebutuhan sehingga nyaman
dan aman bagi pasien, antara lain:
o Posisi miring stabil pada pasien operasi tonsil
o Ekstensi kepal, pada pasien yang belum sadar
o Posisi terlentang dengan elevansi kedua tungkai dan bahu (kepala) pada
pasien blok spinal dan bedah otak
2. Respirasi:
o Mampu napas dalam, batuk dan tangis kuat 2
o Sesak atau pernapasan terbatas 1
o Henti napas 0
3. Tekana darah:
o Berubah sampai 20% dari prabedah 2
15
o Berubah 20%-50% dari prabedah 1
o Berbubah > 50% dari prabedah 0
4. Kesadaran:
o Sadar baik dan orientasi baik 2
o Sadar setelah dipanggil 1
o Tak ada tanggapan terhadap rangsangan 0
5. Warna kulit:
2
o Kemerahan
1
o Pucat agak suram
0
o Sianosis
Penilaian dilakukan :
a. Saat masuk
b. Selanjutnya dilakukan penilaian setiap saat dan dicatat setiap 5 menit sampai
tercapai nilai total 10. Nilai untuk pengiriman pasien adalah 10.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan sebelum mengirim ke ruangan adalah:
a. Observasi minimal 30 menit setelah pemberian narkotik atau obat penawarnya
(nalokson) secara intervena.
b. Observasi minimal 60 menit setelah pemberian antibiotik, antiemetik atau
narkotik secara intramuskular.
c. Observasi minimal setelah oksigen dihentikan.
d. Observasi 60 menit setelah ekstubasi
e. Tindakan lain akan ditentukan kemudian oleh Dokter Spesialis Anestesiologi
dan Dokter Spesialis Bedah.
Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang pemulihan jika nilai
pengkajian post anestesi adalah >7-8. Lama tinggal di ruang pulih tergantung dari
teknik anestesi yang digunakan. Pasien dikirim ke ICU (Intensive Care Unit) apabila
hemodinaik tak stabil perlu support inotropik dan membutuhkan ventilator
(mechanical respiratory support).
1. Hemodinamik stabil
16
2. Ventilasi spontan adekuat
3. Nyeri terkontrol / Nyeri minimal
4. Mual / muntah minimal dan pasien dapat menjaga dirinya sendiri
5. Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
6. Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
7. Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
8. Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
9. Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
10. Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang PACU/RR jika nilai
pengkajian post anastesi > 7-8.
1. Komplikasi Respirasi
a. Obstruksi jalan nafas
17
jika kadar tinggi oksigen yang dipakai,sampai terjadi tanda-tanda hipoksia, hiperkardi
atau sumbatan pernafasan menjadi nyata.
Komplikasi dapat dihindarkan jika ahli anestesi memeriksa kedudukan
pipa setelah dipasang dengan mendengarkan melalui stetoskop di atas setiap sisi dada,
sementara secara manual paru-paru dikembangkan, jika suara pernafasan tidak
terdengar atau pengembangan pada satu sisi dada telah didiagnosis, maka harus secara
lambat laun ditarik sampai udara terdengar memasuki kedua sisi toraks secara
seimbang. Penggunaan pipa yang telah dipotong sampai sepanjang bronkus kanan
dapat mengurangi bahaya. .
Sumbatan mekanik pada penderita yang tidak diintubasi, apakah dapat
bernafas dengan spontan atau dikembangkan, paling sering disebabkan oleh lidah
yang jatuh ke belakang. Biasanya keadaan ini dapat ditolong dengan mengekstensikan
kepala, mendorong dagu ke muka dan memasang pipa udara anestetik peroral atau
nasal.
Sumbatan mekanik pada penderita yang di intubasi mungkin bersifat
samar-samar. Paling penting disadari bahwa adanya pipa trakea tidak menjamin
saluran pernafasan yang lancar. Pipa dapat menjadi terpuntir, bagian yang
melengkung dapat terhalang pada dinding trakea, atau dapat terlalu menjorok jauh dan
memasuki bronkus utama kanan atau manset dapat menyebul keluar menutupi bagian
ujung.
b. Bronkospasme
Bronkospame dapat diatasi secara terapi medik, tetapi yang paling penting
adalah memastikan bahwa tidak terjadi sumbatan mekanik, baik secara
anatomis,akibat lidah yang terjatuh ke belakang pada penderita yang tidak diintubasi,
atau akibat defek peralatan seperti yang telah dijelaskan di atas.
Efedrin intravena setiap kali dapat ditambah 5 mg, atau 30 mg
intramuscular, sehingga dapat menolong, tetapi dapat menyebabkan takikardi dan
meningkatkan tekanan darah. Secara bergantian, suntikan lambat 5 mg/kg aminofilin
intravena.
c. Hipoventilasi
18
menimbulkan koma, dengan pemberian O2 hipoksia berkurang (p02 naik) tetapi
pCO2 tetap atau naik pada hipoventilasi ringan. Sedangkan pada hipoventilasi berat
jusrtu mengakibatkan paradoksikal apnea, yaitu penderita justru jadi apnea setelah
diberi oksigen. Terapi yang benar pada hipoventilasi adalah :
d. Hiperventilasi
e. Komplikasi Kardiovaskular
19
bermanfaat untuk memperbaiki perfusi miokard. Reaksi hipertensi pada waktu
laringoskopi dapat dicegah antara lain dengan terlabih dahulu memberi semprotan
lidokain topical kedalam faring dan laring, obat seperti opiat dan lain-lain.
Hipertensi karena kesakitan yang terjadi pada akhir anestesi dapat diobati
dengaan analgetika narkotik seperti pethidin 10 mg I.V atau morfin 2-3 mg I.V
dengan memperhatikan pernafasan (depresi).Aritmia jantung pada anestesia, terjadi
kira-kira 15-30 %. Etiologi aritmia selama anestesia :
2. Komplikasi Lain-lain
a. Mengigil
b. Gelisah
20
Setelah disingkirkan sebab-sebab tersebut di atas, pasien dapat diberikan midazolam
0,05-0,1mg/kgBB atau terapi dengan analgetika narkotika (petidin 15-25 mg I.V ).
c. Kenaikan Suhu
Kenaikan suhu tubuh harus kita bedakan apakah demam (fever) atau
hipertermia (hiperpireksia). Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas 38 derajat
Celcius dan masih dapat diturunkan dengan pemberian salisilat. Sedangkan
hipertermia ialah kenaikan suhu tubuh diatas 40 derajat Celcius dan tidak dapat
diturunkan dengan hanya memberikan salisilat.
Beberapa hal yang dapat mencetuskan kenaikan suhu tubuh ialah:
21
mioglobinuria, gagal ginjal dan gagal jantung.
Penanggulangan komplikasi dilakukan dengan langkah-langkah:
f. Reaksi Hipersensitif
Pengobatan:
22
Dilakukan napas buatan dan kompresi jantung luar kalau terjadi
hentijantung
Adrenalin 0,3-0,5 cc (1:1000) i.v. atau intratrakeal
Steroid, aminofilin atau vasopresor dipertimbangkan pada keadaan tertentu
Percepat cairan infus kristaloid
Operasi dihentikan dulu sampai gejala-gejala hilang.
g. Nyeri
h. Mual-Muntah
23
Cyclizine 25-50 mg.
a. Farmakologi
subjektif. Derajat nyeri penderita bisa ditentukan dengan skala nyeri 0 -10 dimana 0
tanpa nyeri dan 10 nyeri terberat.
Berikut ini merupakan 3 langkah dalam penatalaksanaan nyeri kanker
dengan farmakologi sebagai berikut:
Obat-obat nyeri non opioid, yaitu analgetik atau anti nyeri (asetaminofen),
NSAID atau Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (aspirin), adjuvant atau tambahan
(antidepressant, antikonvulsan atau anti kejang, antimuntah).
Opioid lemah ditambah dengan obat nyeri lainnya. Apabila dengan step 1
nyeri tidak berkurang, maka bisa diberikan narkotik dan kombinasi dengan step 1.
Narkotik lemah seperti codein, darvon.
Opioid kuat ditambah obat nyeri lainnya. Opioid kuat antara lain morfin,
methadone, diloudid, numorphan.
b. Nonfarmakologi
24
1) Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi:
Stimulasi kulit : Messase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan
ketegangan otot. Rangsangan massase otot ini dipercaya akan merangsang
serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau menurunkan
impuls nyeri
Stimulasi elektrik (TENS) : Cara kerja dari system ini masih belum jelas,
sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukandengan messase, mandi
air hangat , kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan
(TENS/ Transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan
stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan
melalui elektroda luar.
Akupuntur : Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama
digunakan untuk mengobati nyeri. Jarum-jarum kecil yang dimasukkan pada
kulit, bertujuan menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri,
yang dapat memblok transmisi nyeri ke otak.
Plasebo : Plasebo dalam bahasa latin berarti saya ingin menyenangkan
merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh
klien sebagai “obat” seperti kaplet, kapsul, cairan injeksi dan sebagainya.
2) Intervensi prilaku kognitif meliputi:
Relaksasi : Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merelaksasikan keteganggan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik
relaksasi mungkin perlu diajarkan bebrapa kali agar mencapai hasil optimal.
Dengan relaksasi pasien dapat mengubah persepsi terhadap nyeri.
Umpan balik biologis : Terapi perilaku yang dilakukan dengan
memberikanindividu informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk
melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk
mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada
pelipis.
Hipnotis : Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti
positif.
Distraksi : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan
sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi
25
audio (mendengar musik), distraksi sentuhan (massase, memegang mainan),
distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur).
Guided Imagery (imajinasi terbimbing) : Meminta klien berimajinasi
membayangkan hal-hal yang menyenangkan, tindakan ini memerlukan
suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien
mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini dilakukan
pada saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
Aroma terapi : Aromaterapi ialah istilah generik bagi salah satu jenis
pengobatan alternatif yang menggunakan bahan cairan tanaman yang mudah
menguap, dikenal sebagai minyak esensial, dan senyawa aromatik lainnya dari
tumbuhan yang bertujuan untuk mempengaruhi suasana hati atau kesehatan
seseorang, yang sering digabungkan dengan praktek pengobatan alternatif dan
kepercayaan kebatinan.
Pengkajian
Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas
yang berikut;
Respirasi:
26
Drainase
a. Adanya drainase
b. Keharusan untuk menghubungkan selang system drainase yang spesifik
c. Adanya kondisi balutan
Kenyamanan
a. Tipe nyeri dan lokasi
b. Mual atau muntah
c. Perubahan posis yang dibutuhkan
Psikologi
Keselamatan
Peralatan
Intervensi
27
h. Mempertahankan suhu tubuh normal
i. Menghindari cedera
j. Mempertahankan status nutrisi yang normal
k. Meningkantkan fungsi urinarious yang normal
l. Meningkatkan eliminasi usus
m. Pengaturan posisi
n. Ambulasi
o. Latihan di tempat tidur
p. Perdarahan : Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien
diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20
derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus
28
3. Manajemen post operasi musculoskeletal
Pengkajian
a. Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk
mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi
khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan
tindakan yang mengancam jiwa. yang perlu diperhatikan selain
tanda-tanda vital klien adalah, daerah luka, adanya nyeri, dan
kondisi yang menimbulkan depresi. Perawat melakukan
pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara
rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas,
mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan
cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
b. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang
basah, terlepas atau terlalu ketat, selang drainase benar-benar
tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot
darah. Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan
tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi
klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
c. Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar
klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau
mengancam kehidupan klien. Berikutnya fokus perawatan lebih
ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk
membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat
penyembuhan luka.
d. Mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti
nyeri panthom limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri
terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi.
Intervensi
29
rileks.
Intervensi Rasional
Kaji nyeri sesuai PQRST membantu dalam evaluasi
kebutuhan dan keefektifan
intervensi.
Ajarkan dan anjurkan teknik Untuk mengurangi nyeri
relaksasi distraksi secara mandiri.
Observasi keadaan luka Untuk mengetahui tingkat
luka yang menyebabkan
nyeri.
Kolaborasi dalam pemberian Analgetik dapat mengurangi
analgetik nyeri
Observasi keluhan nyeri dapat mengindikasikan
local/kemajuan yang tak adanya sindrom
hilang dengan analgetik. kompartemen khususnya
cedera traumatik.
30
pembalutan meningkatkan penyembuhan
dikontraindikasikan. kulit yang lunak/rapuh.
Awasi tanda-tanda vital. peningkatan suhu,
takikardia, dapat
menunjukkan terjadinya
sepsis.
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam tindakan pembedahan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan (pre
operasi) umunya pada tahap ini klien mengalami kecemasan dan ketakutan yang
diakibatkan kurang pengetahuan dan anggapan-anggapan klien terhadap penilain
kenapa dia harus dioperasai, pada tahap ini perawat harus mempersiapkan psikologis
dari klien dengan menjelaskan dengan cara yang baik, selain itu perawat harus juga
mencegah terjadi resiko seperti resiko infeksi dan resiko cedera denagan cara
menanggalkan instrumen yang aseptik, setelah fase persiapan ini maka klien akan
masuk ke fase anastesi dan pembedahan disini peran perawat ada namun tidak
signifikan, perawat yang berperan adalah perawat anastesi, dan proses pembedahan
bukalah pekerjaan dari perawat ada ahli profesi tertentu.
Setelah dilakukan tindakan operasi maka klien akan dibawa keruangan
pemulihan disini perawat sangat berperan karena pengaruh anstesi umum
,memberikan pengaruh pada sistem tubuh . Peran perawat juga dalam perawwtan luka
bekas operasi karena banayk komplikasi jika perawat tidak ahli dalam perawatan
pasca atau post operasi
Pelayanan pasca anestesi yang dilakukan tentunya perlu senantiasa
disesuaikan dengan perkembangan jaman. Dalam menyongsong era globalisasi dan
menghadapi persaingan bebas di bidang kesehatan, maka pelayanan pasca anestesi
juga harus disiapan secara benar dan berkualitas.
32
DAFTAR PUSTAKA
Bararah, T dan Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi
Perawat Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakaraya
33