Anda di halaman 1dari 3

ALIRAN-ALIRAN TEORI DALAM ILMU HUKUM

KARANGAN : Dr. Marwan Mas, S.H., M.H.

Keberdaan teori dalam ilmu sangat penting, karena teori merupakan konsep yang akan
menjawab suatu masalah. Teori oleh kebanyakan ahli dianggap sebagai sarana yang
memberikan rangkuman untuk memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu
pengetahuan. Segala hal yang kemungkinan akan mempertentangkan eksistensi suatu bidang
ilmu, akan dijawab oleh teori. Dengan demikian, teori merupakan sarana yang memberikan
penjelasan secara sistematis dan terorganisasi terhadap substansi permasalahan dalam ilmu
pengetahuan.

Beberapa pakar ilmu pengetahuan memberikan definisi tentang “teori” sebagai berikut :
1. Fred N. Kerlinger (James A. Black dan Dean J. Champion,1992:47)
Menguraikan “teori’ adalah sekumpulan konstruksi (konsep,definisi,dan dalil) yang saling
terkait yang menghadirkan suatu pandangan secara sistematis tentang fenomena dengan
menetapkan hubungan di antara beberapa variable, dengan maksud menjelaskan dan
meramalkan fenomena.
2. Braithwaite (James A. Balck dan Dean J. Champion, 1992: 48)
Mengemukakan bahwa “teori” adalah sekumpulan hipotesis yang membentuk suatu sistem
deduktif, yaitu yang disusun sedimikianrupa, sehingga dari beberapa hipotestis yang menjadi
dasar pikiran beberapa hipotesis semua hipotesis lain secara logis mengikutinya.
3. Kartini Kartono (1990:2) menulis bahwa “teori” adalah suatu prinsip umum yang dirumuskan
Untuk menerangkan sekelompok gejala-gejala yang saling berkaitan.

Pengertian yang dikemukakan oleh ahli-ahli diatas, tampaknya masih mengandung


subjektivitas, bergantung dari sudut mana melihat substansi “teori” . Demikian pula dalam ilmu
hukum yang begitu kompleks, dimana hukum hamper mengatur seluruh aspek kehidupan
masyarakat.
Aliran - aliran teori pemikiran tersebut, oleh karangan juris banyak yang menyebutnya dengan
“teori hukum” . Salah satunya adalah Satjipto Rahardjo (1986:224) menyatakan sebagai berikut:

“Teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum positif, setidak –
tidaknya dalam urutan yang dmeikian itulah, kita merekonstruksikan kehadiran teori itu secara
jelas. Pada saat orang mempelajari hukum positif, maka ia sepanjang waktu berhadapan pada
peraturan – peraturan hukum dengan segala cabang kegiatan dan permasalahannya, seperti
pada keabsahannya, penafsirannya, dan sebagainya.”

Adapun aliran – aliran teori dalam kepustakaan ilmu hukum sesuai perkembangannya,
mencatat beberapa aliran teori hukum.

A. Aliran Hukum Alam


Aliran hukum alam menyebut “hukum itu langsung bersumber dari Tuhan, yang bersifat
Universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Aliran ini
dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato) dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Umumunya
penganut aliran ini memangdang hukum dan moral merupakan pencerminan dan
pengaturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia. Thomas Aquinas sebagai
salah satu penganut aliran ini. Thomas Aquinas juga membagi hukum alam menjadi empat
komponen yaitu:
1. Lex aeterna, yaitu rencana pemerintah sebagaimana dibuat oleh raja.
2. Lex naturalis, yaitu bagian dari lex aeterna yang dapat ditangkap manusia melalui akal
pikiran yang dianugerahkan oleh Tuhan kepadanya.
3. Lex divina, yaitu berfungsi melengkapi asas-asas yang ada pada lex aeterna yang isinya
sebagai petunjuk yang berasal dari Tuhan tentang bagaimana manusia harus menjalani
kehidupannya.
4. Lex humana, yaitu penyesuaian hukum dengan dalil-dalil akal, dimana hukum yang tidak
Adil dan tidak dapat diterima akal bukanlah hukum, tetapi hukum yang menyimpang.

Friedman (Satjipto Rahardjo 1986:231) mengemukakan, bahwa dalam sejarah


perkembangan, hukum alam ternyata telah menjalankan dan melayani bermacam-macam
fungsi yaitu:
1. Sebagai instrumen utama pada saat hukum perdata Romawi Kuno ditrans-formasikan
menjadi suatu sistem hukum internasional yang luas.
2. Menjadi senjata yang dipakai oleh kedua belah pihak, yaitu pihak gereja dan kerajaan
dalam pergulatan antara mereka.
3. Hukum alam memberikan keabsahan bagi hukum internasional untuk ditegakan.
4. Menjadi tumpuan pada saat orang melancarkan perjuangan bagi kebebasan individu
berhadapan dengan absolutism.
5. Prinsip-prinsip hukum alam dijadikan senjata oleh para hakim di Amerika Serikat pada
waktu mereka memberikan tafsiran terhadap konstitusi mereka, dengan menolak campur
tangan Negara melalui perundang-undangan yang ditujukan untuk membatasi
kemerdekaan ekonomi.

B. Aliran Hukum Postivisme dan Utilitarinisme


Aliran positivis mengatakan, bahwa kaidah hukum itu hanya bersumber dari kekuasaan
negara yang tertinggi, dan sumber itu hanyalah hukum positif yang terpisah dari kaidah
sosial, bebas dari pengaruh politik, ekonomi, sosial dan budaya. Aliran ini dipelopori oleh
John Austin yang sering disebut dengan “bapak ilmu negara” . Penganut lainya adalah
Jeremy Bentham (1748-1832). Prinsip-prinsip umum dan kemasyarakatan melalui
pendekatan utilitarian (kemanfaatan) lebih banyak diterapkan Bentham ke dalam bidang
hukum . Sumbangan pemikiran dari Bentham, lebih banyak dituangkan pada bidang
kejahatan dana pemidanaan dengan asumsi, bahwa manusia akan banyak berbuat demikian
untuk memperoleh kemanfaatan yang sebesar-besarnya.
John Austin sebagi salah satu seorang penganut positivism menilai bahwa sumber
hukum yang lain adalah sumber hukum yang lebih rendah (subordinate source). Bahkan,
sebenarnya sumber yang lain itu bukanlah sumber hukum. Hukum identik dengan kekuasaan
negara. Hukum tertulis yang diagung-agungkan John Austin sebagai hukum yang berasal dari
kekuasaan, dalam kenyatannya justru selalu tertinggal dari perkembangan masyarakat,
akibat sifatnya yang kaku.

C. Aliran Historis
Aliran historis atau aliran sejarah mengatakan, bahwa “hukum itu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan perkembangan sejarah, dan semua bangsa di dunia mempunyai
jiwa bangsa (volkgeys). Aliran ini dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny (1779-1861), ia
adalah seorang ahli hukum Jerman. Dalam kiprahnya, aliran historis menolak kecemerlangan
akal seseorang. Ia menganggap bahwa hukum itu ditemukan dalam masyarakat dan
mengagungkan kejayan hukum pada masa lalu, serta menganggap peranan ahli hukum lebih
penting daripada pembuat undang-undang.
Aliran sejarah menempatkan perhatiannya terhadap sejarah tata hukum yang pernah
terjadi di dunia, sehingga mengembangkan pengertian bahwa hukum adalah sesuatu yang
universal. Adapun hakikat dari sistem hukum menurut von Savigny adalah sebagai
pencerminan jiwa rakyat yang mengembangkan dan memajukan hukum. Di lain pihak,
Pucha, salah seorang murid von Savigny mengembangkan pandangan gurunya, bahwa
semua hukum merupakan perwujudan dari kesadaran yang umum.

D. Aliran Sosiologis
Aliran pemikiran sosiologis pada prinsip nya mengatakan, bahwa hukum itu adalah apa
yang menjadi kenyataan dalam masyarakat, bagaimana secara fakta hukum diterima, tumbuh
dan berlaku dalam masyarakat. Aliran ini dipelopori oleh Roscou Pound (juris dari Amerika
Serikat), Eugen Ehrlich, Emil Durkheim dan Max Weber.
Aliran sosiologis memandang, bahwa hukum merupakan “kenyataan sosial” dan hukum
tidak dinilai sebagai kaidah. Kelahiran aliran ini didorong oleh refleksinya tentang cara orang
memandang hukum dalam masyarakat. Emil Durkheim (1858-1917) seorang sosiolog dalam
mengemukakan kajiannya, tentu saja didasarkan dari data masyarakat. Durkheim melihat,
bawha hal yang penting dalam kehidupan masyarakat adalah dalam bentuk “solidaritas”.
Teori Max Weber adalah “teori perkembangan hukum” yang menganggap bahwa
perkembangan hukum itu senantiasa selaras dengan perkembangan masyarakatnya. Teori
Weber ini oleh berbagai pakar dinilai sangat cocok apabila digunakan bagi masyarakat yang
tidak pernah melakukan revolusi, seperti Jerman.

Anda mungkin juga menyukai