Anda di halaman 1dari 29

BAB I Pengertian dan Fungsi Pengantar Ilmu Hukum

1. Pengertian PIH

Pengantar Ilmu Hukum adalah pngetahuan ringkas dan sistematis tentang


ilmu hukum secara keseluruhan untuk mengantar menuju pemahaman cabang-
cabang hukum lainnya.

Ilmu hukum terfokus kepada tiga bidang diantaranya :

1. Ilmu tentang kaidah hukum (normwissenschaft), mempelajari dan


menganalisis peraturan hukum (UU) secara “ das sollen “.
2. Ilmu tentang kenyataan hukum (tatsachenwissenschaft), mempelajari
dan menganalisis hukum dalam kenyataan (law of fact) atau “ sein “.
3. Ilmu tentang pengertian-pengertian pokok (begriffenwissenchaft),
mempelajari dan menganalisi pengertian-pengertian dasar hukum,
asas hukum, sistem hukum, dan sebagainya.

2. Fungsi PIH

Menurut John Austin, tugas dan tujuan mempelajari ilmu hukum (Satjipto
Rahardjo, 1986:3) adalah untuk menganalisis unsur-unsur yang secara nyata ada
dari sistem hukum modern.

Perbedaan antara PIH dengan PHI adalah sebagai berikut :

1. Objek kajian PIH adalah pengertian-pengertian dasar dan teori-teori


ilmu hukum ( ius constitutum dan ius constituendum). Sedangkan PHI
adalah hukum yang berlaku sekarang atau hukum positif Indonesia
(ius constitutum)
2. Fungsi PIH dasar untuk mengetahui teori dasar hukum. Sedangkan PHI
adalah mengetahui hukum positif Indonesia.

1
Hubungan antara PIH dengan PHI adalah sebagai berikut :

1. PIH dasar untuk mempelajari PHI


2. PIH dan PHI merupakan matakuliah dasar keahlian atau menyelidiki
hukum sebagai ilmu.

BAB II Defenisi Hukum

1. Kesulitan mendefenisikan hukum

Defenisi hukum sulit didefenisikan oleh para ahli hukum menunjukkan


bahwa untuk membangun defenisi yang lengkap, sistematis, padat, dan jelas,
memang sangat sulit.

2. Faktor penyebab hukum sulit didefenisikan

a. Faktor intern, hal-hal atau kondisi-kondidi yang terdapat dalam diri atau
lingkup hukum yang terdiri atas dua jenis yaitu hukum itu bersifat abstrak
dan hukum itu mengatur hampir sebagian besar kehidupan manusia.
b. Faktor ekstern, hal-hal atau kondisi-kondisi yang mempengaruhi kesulitan
mendefenisikan hukum yang ada diluar hukum , karena ada beberapa
faktor yaitu faktor bahasa dan belum adanya kesepakatan para ilmuan
hukum

3. Kegunaan mengetahui defenisi hukum

a. Sebagai pegangan awal bagi orang yang ingin mempelajari hukum,


khususnya bagi kalangan pemula.
b. Berguna bagi kalangan yang ingin lebih jauh memperdalam teori hukum,
ilmu hukum, filsafat hukum, dan sebagainya.

2
BAB III Pengertian-pengertian Dasar Dalam Ilmu Hukum

1. Subyek hukum

Segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat


memiliki) hak dan kewajiban. Subyek hukum ada dua yaitu:

a. Manusia (natuurlijk persoon) menurut hukum adalah setiap orang


yang mempunyai kedudukan yang sama.
b. Badan hukum (recht persoon) suatu perkumpulan atau lembaga yang
dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu.

Badan hukum ada dua yaitu:

a. Badan hukum privat, seperti PT, CV, dan lain-lain.


b. Badan hukum publik, seperti negara, dan instansi pemerintah.

2. Objek hukum

Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum
(benda).

Menurut pasal 503 KUH-Perdata benda dapa dibedakan menjadi dua


yaitu:
a. Benda berwujud
b. Benda tidak berwujud

Menurut pasal 504 KUH-Perdata benda dapat dibedakan menjadi dua


yaitu:

a. Benda bergerak

3
b. Benda tidak bergerak

3. Hak dan kewajiban

Belangen Theorie (teori kepentingan) menyatakan, bahwa hak adalah


kepentingan yang terlindungi. Salah satu penganutnya adalah Rudolf Van
Jhering, yang berpendapat bahwa “hak itu sesuatu yang penting bagi seseoramg
yang dilindungi oleh hukum, atau suatu kepentingan yang terlindungi.

Kewajiban adalah beban yang diberikan oleh hukum kepada orang atau
badan hukum (subyek hukum). Kewajiban dalam teori ilmu hukum menurut
Curson(Satjipto Rahardjo, 1982:100-101) secara umum dibedakan atas lima
golongan, sebagai berikut:

a. Kewajiban mutlak dan kewajiban nisbi


b. Kewajiban publik dan kewajiban perdata
c. Kewajiban positif dan kewajiban negatif

4. Peristiwa hukum
Peristiwa hukum adalah kejadian atau fakta yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat yang mempunyai akibat hukum. Peristiwa hukum dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Peristiwa hukum karena perbutan subyek hukum
b. Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum

5. Perbuatan melawan hukum


Rumusan pengertian dan pelaksanaan “perbuatan melawan hukum”
sebelum dan sesudah tahun 1919 (arrest hoge raad Belanda) tanggal 19
Desember 1919. Adalah sebagai berikut.

4
a. Sebelum tahun 1919, perbuatan melawan hukum itu terjadi, apabila
perbuatan itu bertentangan dengan hukum tertulis (UU) hanya dalam
hal:
1) Melanggar hak orang lain yang diakui UU, atau melanggar
ketentuan hukum tertulis saja.
2) Bertentangan dengan kewajiban hukum Si pelaku.
b. Sesudah tahun 1919, yaitu setelah keluarnya arrest (putusan) hoge
raad (Mahkamah Agung) Belanda pada tanggal 31 Desember 1919,
memutuskan bahwa suatu perbuatan digolongkan melawan hukum,
apabila:
1) Setiap perbuatan atau kealpaan yang menimbulkan pelanggaran
terhadap hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban
hukum Si pelaku;
2) Melanggar baik terhadap kesusilaan maupun terhadap
keseksamaan yang layak dalam pergaulan masyarakat terhadap
orang lain atau benda orang lain.

6. Perbuatan dan akibat hukum


Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan atau tindakan sunyek hukum
yang mempunyai akibat hukum, san akibat hukum itu memang
dikehendaki oleh subyek hukum. Misalnya jual-beli, sewa menyewa, dan
lain-lain.

BAB IV Kaidah hukum dan kaidah sosial

1. Kaidah hukum dan pembagian kaidah sosial lainnya

5
Kaidah hukum adalah hasil dari perundang-undangan atau tertulis yang
dibuat melalui proses yang sah serta tidak tertulis, yang harus ditaati oleh
warga masyarakat.

Kaidah agama adalah aturan-aturan yang berisi kewajiban-kewajiban,


larangan-larangan, perintah-perintah, dan anjuran-anjuran yang oleh pemeluk
atau penganutnya diyakini sebagai kaidah yang berasal dari tuhan.

Kaidah kesusilaan adalah (dalam arti sempit) yaitu kaidah yang dianggap
paling asli yang berasal dari sanubari manusia itu sendiri.

Kaidah Kesopanan adalah kaidah yang berasal dari dalam masyarakat


untuk mengatur pergaulan warganya agar masing-masing saling hormat
menghormati.

2. Perbedaan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya


a. Berdasarkan tujuannya, kaidah hukum bertujuan untuk melindungi
manusia beserta kepentingannya dan mewujudkan tata tertib
masyarakat, sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan
bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia
yang berakhlak.
b. Berdasarkan sasarannya, kaidah hukum mengatur sikap dan perilaku
manusia yang diancam sanksi bagi setiap pelanggarnya, sedangkan
kaidah agama dan kesusilaan dalam arti sempit mengatur sikap bathin
manusia sebagai pribadi.
c. Berdasarkan isinya, kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban,
sedangakan kaidah agama dan kaidah agama dan kaidah kesusilaan
dalam arti sempit hanya memberikan kewajiban.
d. Berdasarkan kekuatan mengikatnya, kaidah hukum dipaksakan secara
kongkret oleh kekuasaan dari luar, sedangkan kaidah agama dan

6
kaidah kesusilaan dalam arti sempit bergantung pada yang
bersangkutan (dari dalam diri).
e. Berdasarkan sumber dan pelaksanaan sanksinya, kaidah hukum dan
kaidah agama berasal dan dipaksakan dari luar diri manusia
(heteronom), sedangkan kaidah kesusilaan dalam arti sempit sumber
sanksinya berasal dan bergantung dari dalam hati masing-masing
orang (otonom).

3. Asal-usul kaidah hukum


Asal-usul kaidah hukum pada pokoknya dapat dibedakan atas dua
macam, yaitu sebagai berikut:
a. Kaidah hukum yang berasal dari kaidah-kaidah sosial lain di dalam
masyarakat, yang dalam istilah Paul Bohannam sebagai kaidah hukum
yang berasal dari proses double legitymacy atau pemberian ulang
legitimasi dari suatu kaidah sosial non hukum menjadi suatu kaidah
hukum.
b. Kaidah hukum yang diturunkan oleh otoritas tertinggi.

4. Sifat dan isi kaidah hukum

Sifat kaidah hukum ada dua yaitu:


a. Bersifat imperatif, karena sifatnya mengikat, memaksa dan harus
ditaati.
b. Bersifat Fakultatif, karena sifatnya tidak sertamerta harus ditaati
karena sifatnya hanya merupakan pelengkap.

Isi kaidah hukum ada tiga yaitu:

7
a. Kaidah hukum berisi perintah (gebod), kaidah hukum yang berisi
perintah harus ditaati (Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan)
b. Kaidah hukum berisi larangan (verbod), kaidah hukum yang memuat
larangan untuk melakukan sesuatu dengan ancaman sanksi apabila
melanggarnya (Pasal 362 KUHPidana tentang larangan mencuri)
c. Kaidah hukum berisi kebolehan (mogen), kaidah hukum yang memuat
hal-hal yang boleh dilakukan, tetapi boleh pula tidak dilakukan (Pasal
29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa calon suami-istri
yang akan menikah dapat mengadakan perjanjian tertulis, baik
sebelum maupun serelah pernikahan, asalkan tidak melanggar batas-
batas hukum, agama dan kesusilaan.

5. Sanksi kaidah hukum


Menurut Sudikno Mertokusumo (1986:9), sanksi adalah tidak lain
merupakan reaksi, akibat, atau konsekuensi pelanggaran kaidah sosial.

BAB V Sumber, tujuan, dan fungsi hukum

1. Sumber hukum
Pada hakikatnya , sumber-sumber hukum dibedakan menjadi dua jenis
yaitu:
a. Sumber hukum materiil, sumber hukum yang menentukan isi suatu
peraturan atau kaidah hukum yang mengikat setiap orang. Sumber
hukum materiil berasal dari perasaan hukum masyarakat, pendapat

8
umum (public opinion), kondisi sosial-ekonomi masyarakat, hasil
penelitian ilmiah, tradisi, agama, dan moral.
b. Sumber hukum formal, sumber hukum yang dapat secara langsung
dibentuk hukum yang akan mengikat masyarakatnya. Yang termasuk
dalam sumber hukum formal adalah:
1) Undang-Undang
Undang-Undang adalah peraturan-peraturan tertulis yang dibuat
oleh alat perlengkapan negara yang berwenang dan mengikat
setiap orang selaku warga negara.
2) Kebiasaan
Kebiasaan merupakan sumber hukum yang ada dalam kehidupan
sosial masyarakat dan dipatuhi sebagai nilai-nilai hidup positif.
Kebiasaan yang diyakini masyarakat, jelas akan diterima sebagai
hukum yang harus ditaati.
3) Traktat (perjanjian antarnegara)
Traktat adalah suatu perjanjian internasional antara dua negara
atau lebih.
4) Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah putusan hakim yang memuat peraturan
tersendiri dan telah berkekuatan hukum tetap, kemudian diikuti
oleh hakim lain dalam peristiwa yang sama.
5) Doktrin
Doktrin adalah pendapat atau ajaran para ahli hukum (juris) yang
terkemuka dan mendapat pengakuan dari masyarakat.
6) Hukum agama
Hukum agama adalah hukum yang bersumber dari Tuhan sebagai
ajaran bagi kehidupan manusia di dunia, kemudian diresepsi
kedalam materi undang-undang.

9
2. Pembidangan atau pengklasifikasian hukum
Berdasarkan bentuknya, maka hukum dibedakan atas tiga jenis yaitu:
a. Hukum tertulis, hukum tertulis dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan: hukum yang disusun secara
lengkap, sistematis, teratur, dan dibukukan.
2) Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan: hukum yang meskipun
tertulis tetapi tidak disusun secara sistematis dan masih terpisah-
pisah.
b. Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan), yaitu hukum yang hidup dan
diyakini oleh warga masyarakat serta dipatuhi yang tidak dibentuk
secara prosedur-formal, tetapi lahir dan tumbuh di dalam masyarakat
itu sendiri.

3. Tujuan hukum
Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum dikenal tiga jenis aliran yaitu:
a. Aliran etis, menganggap bahwa hukum itu bertujuan semata-mata
untuk mencapai keadilan, penganutnya adalah Aristoteles. Aristoteles
membagi keadilan menjadi dua yaitu:
1) Keadilan distributif, keadilan yang memberikan kepada setiap
orang jatah menurut jasanya.
2) Keadilan komutatif, keadilan yang memberikan kepada setipa
orang sama banyaknya, tanpa mengingat jasa-jasa perseorangan.
b. Aliran utilitis, menganggap bahwa hukum itu bertujuan semata-mata
untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan warga
masyarakat.

4. Fungsi hukum
a. Fungsi hukum sebagai sarana social control

10
Bertujuan untuk memberikan suatu batasan tingkah laku masyarakat
yang menyimpang dan akibat yang harus diterima dari penyimpangan
itu.
b. Fungsi hukum sebagai “a tool social engeering”
Bertujuan untuk menciptakan perubahan-perubahan dalam
masyarakat menuju kemajuan yang terancana.
c. Fungsi hukum sebagai “simbol”
Bertujuan untuk menyederhanakan rangkaian tindakan atau peristiwa
tertentu, sehinnga mudah diperoleh pengertian yang bersifat umum.
d. Fungsi hukum sebagai alat politik
Bertujuan untuk memperkokoh kekuasaan politik atau mengefetifkan
pelaksanaan kekuasaan negara.
e. Fungsi hukum sebagai sarana penyelesaian sengketa
Bertujuan untuk menyelesaikan setiap konflik yang terjadi di
masyarakat.
f. Fungsi hukum sebagai saran pengendalian sosial
Bertujuan untuk mengendalikan masyarakat secara terencana, agar
kehidupan sosial masyarakat dapat terkendali sesuai peraturan
hukum yang berlaku.
g. Fungsi hukum sebagai sarana pengintegrasi sosial
Bertujuan untuk mengurangi konflik yang terjadi dan memperlancar
proses interaksi pergaulan sosial.

5. Konsepsi Joseph Raz terhadap fungsi hukum


Dalam bukunya “The Authority of Law” memperkenalkan suatu konsep
tentang fungsi hukum sebagai “fungsi sosial” yang dibedakannya dalam
fungsi langsung dan fungsi tidak langsung, yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi langsung (bersifat primer)

11
1) Pencegahan perbuatan tertentu dan mendorong melakukan
perbuatan tertentu
2) Penyediaan fasilitas bagi rencana-rencana privat
3) Penyediaan servis dan pembagian kembali barang-barang; dan
4) Penyelesaian perselisihan di luar jalur reguler
b. Fungsi tidak langsung, memperkuat atau memperlemah
kecenderungan untuk menghargai nilai-nilai moral tertentu, sebagai
contoh:
1) Kesucian hidup
2) Memperkuat atau memperlemah penghargaan terhadap otoritas
umum;
3) Mempengaruhi perasaan kesatuan nasional.

Menurut Michael Hager, hukum dalam fungsinya sebagai sarana


pembangunan dapat mengabdi kedalam tiga sektor, yaitu sebagai berikut:

a. Hukum sebagai alat penertib (ordering), yaitu hukum dapat


menciptakan suatu kerangka bagi pengambilan keputusan politik dan
pemecahan sengketa yang mungkin timbul melalui hukum acara.
b. Hukum sebagai alat penjaga keseimbangan (balancing), yaitu hukum
dapat menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara kepentingan
umum dan perorangan.
c. Hukum sebagai katalisator, yaitu hukum dapat membantu untuk
memudahkan proses perubahan melalui pembangunan hukum (law
of reform) dengan bantuan tenaga kratif bidang profesi hukum.

Sunaryati Hartono begitu tepat menulis, bahwa hukum dalam menunjang


proses pembangunan, mempunyai empat fungsi berikut:

a. Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan


b. Hukum sebagai sarana pembangunan

12
c. Hukum sebagai sarana penegak keadilan
d. Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat

BAB VI Asas dan sistem hukum

1. Asas hukum
Asas hukum adalah “aturan dasar dan prinsip=prinsip hukum yang
abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan kongkret dan
pelaksanaan hukum”.

Beberapa pengertian asas hukum dikemukakan oleh para pakar , sebagai


berikut:
a. Paton menyatakan, bahwa asas hukum tidak akan pernah habis
kekuatannya hanya karena telah melahirkan suatu aturan atau
peraturan hukum, melainkan tetap saja ada dan akan mampu terus
melahirkan aturan dan peraturan seterusnya.
b. Satjipto Rahardjo menyatakan, bahwa asas hukum mengandung nilai-
nilai dan tuntutan-tuntutan etis.
c. Van Eikema Hommes menyatakan, bahwa asas hukum itu tidak boleh
dianggap sebagai norma-norma hukum yang kongkret, akan tetapi
perlu dipandang sebagai dasar-dasar hukum, atau petunjuk-petunjuk
bagi hukum yang berlaku.

Fungsi asas hukum dalam sistem hukum


a. Menjaga ketaatan asas atau konsistensi
b. Menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam sistem hukum
c. Sebagai rekayasa sosial, baik dalam sistem hukum peraturan maupun
dalam sistem peradilan.

13
Asas hukum yang sering digunakan dalam teori hukum, yaitu sebagai
berikut:

a. Lex superior derogat legi inferiori: hukum yang lebih tinggi


diutamakan pelaksanaanya daripada hukum yang rendah
b. Lex specyalist derogat legi general: hukum yang khusus lebih
diutamakan daripada hukum yang umum
c. Lex posteriori derogat legi priori: peraturan yang baru didahulukan
daripada peraturan yang lama
d. Nullun delictum noella poena sine praevia lege poenali (asas legalitas):
tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum, sebelum didahului
oleh suatu peraturan
e. Eidereen wordt geacht de wette kennen: setiap orang dianggap
mengetahui hukum. Artinya, apabila suatu undang-undang telah
dilembarnegarakan (diundangkan), maka undang-undang itu dianggap
telah diketahui oleh warga masyarakat, sehinnga tidak ada alasan bagi
yang melanggarnya bahwa undang-undang itu belum diketahui
berlakunya
f. Ius curia novit: hakim dianggap mengetahui hukum. Artinya hakim
tidak boleh menolak mengadili dan memutus perkara yang diajukan
kepadanya, dengan alasan tidak ada hukumnya karen ia dianggap
mengetahui hukum.

2. Sistem hukum
Sistem hukum menurut Sudikno Mertokusumo, adalah kesatuan utuh
dari tatanan-tatanan yang terdiri atas bagian-bagian atau unsur-unsur
yang satu sama lain berhubungan dan kait mengkait secara erat. Dengan
demikian, untuk mencapai tujuan hukum dalam suatu kesatuan,
diperlukan kesatuan sinergi antara unsur-unsur yang terkandung didalam

14
sistem hukum, seperti peraturan, peradilan, pelaksana hukum, dan
partisipasi warga masyarakat.

Unsur-unsur sistem hukum menurut Elias M.Awad, William A.Scrode, dan


Voich sebagai berikut:
a. Sistem senantiasa dibuat dan diatur oleh sekelompok manusia, atau
gabungan antara sekelompok manusia, mesin, dan fasilitas
b. Rangkuman dari keseluruhan bagian (sub-subsistem) dan dapat dipecah
lagi menjadi sub-subsistem, dan seterusnya
c. Saling terkait antara satu subsistem dengan subsistem lainnya

Unsur-unsur sistem hukum menurut Laurence M. Friedman sebagai


berikut:

a. Subtance (subtansi hukum), yaitu hakikat dari isi yang dikandung


dalam peraturan perundang-undangan
b. Structure (struktur hukum), yaitu tingkatan atau susuna hukum,
pelaksana hukum, peradilan, lembaga-lembaga (pranata-pranata)
huku, dan pembuat hukum. Struktur hukum ini didirikan atas tiga
elemen yang mandiri yaitu:
1) Beteknis-system, yaitu keseluruhan aturan-aturan, kaidah-kaidah,
dan asas-asas hukum yang dirumuskan ke dalam sistem
pengertian;
2) Instellingen atau organisasi-organisasi, yaitu lembaga-lembagadan
pejabat-pejabat pelaksana hukum, yang keseluruhannya
merupakan elemen operasional atau pelaksanaan hukum;
3) Beslissingen en handelingen, yaitu putusan-putusan dan tindakan-
tindakan kongkret, baik dari pada pejabat hukum maupun para
warga masyarakat

15
c. Legal culture (kultur hukum), yaitu bagian-bagian dari kultur pada
umumnya, kebiasaan-kebiasaan, opini warga masyarakat dan
pelaksana hukum, cara-cara bertindak dan berpikir, dan bersikap, baik
yang berdimensi untuk membelokkan kekuatan-kekutan sosial
menuju hukum atau menjauhi hukum
3. Sistem hukum di dunia
Sistem hukum yang dianut oleh suatu negara senantiasa diikuti oleh
sistem peradilannya, maka secara umum sistem hukum (termasuk sistem
peradilan) yang ada di dunia, terbagi atas dua jenis (Rusli Effendy, dkk,
1991:113) sebagai berikut:
a. Sistem hukum Common law atau Common law system yang dianut
oleh negara-negara Anglo Sakson, seperti Amerika Serikat, Inggris,
Australia, dan sebagainya
b. Sistem hukum Eropa Kontinental atau Civil law system yang dianut
oleh negara-negara Eropa Daratan, seperti Belanda, Prancis, termasuk
Indonesia

Perbedaan antara sistem hukum di atas adalah:

a. Pada sistem hukum Common Law, pada umumnya didominasi oleh


hukum tidak tertulis (asas stare decisis) melalui putusan hakim,
sedangkan pada sistem hukum Eropa Kontinental didominasi oleh
hukum tertulis (kodifikasi)
b. Pada sistem hukum Cammon Law, tidak ada pemisahan yang jelas dan
tegas antara hukum publik dan hukum privat, sedangkan pada sistem
hukum Eropa Kontinental, ada pemisahan yang jelas dan tegas antara
hukum publik dan hukum privat

Sedangkan persamaan dari kedua sistem diatas adalah adanya pemisahan


kekuasaan dari semua lembag-lembaga negara, sebagaimana dimaksud
dalam teori pemisahan kekuasaan

16
4. Subsistem peradilan
Berdasarkan pada dua jenis sistem hukum yang ada di dunia seperti di
kemukakan di atas, maka sistem peradilan pun terdiri pula atas dua jenis
yang mengikuti sistem hukumnya, yaitu sebagai berikut:
a. Sistem peradilan “Cammon Law”
Sistem peradilan Cammon Law menganut sistem peradilan juri,
dimana hakim bertindak sebagai pejabat yang memeriksa dan
memutuskan hukumnya, sementara juri memeriksa peristiwa atau
kasusnya kemudian menentukan bersalah-tidaknya terdakwa atau
pihak yang berpekara. Disini hakim diikat oleh suatu asas stare decisis
atau the binding force of precedent. Artinya, putusan hakim terdahulu
mengikat hakim-hakim lain untuk mengikutinya pada perkara yang
sejenis.

Hakim pada negara yang menganut sistem hukum Anglo Sakson atau
Cammon Law, metode berpikir mereka menggunakan “metode
induktif”, yaitu proses berpikir dari yang khusus ke umum.

b. Sistem peradilan “Eropa Kontinental”


Sistem peradilan Eropa Kontinental atau biasa juga disebut “Civil Law
System”, dimana hakim diikat oleh undang-undang (hukum tertulis).
Dalam sistem peradilan Eropa Kontinental, kepastian hukumnya
dijamin melalui bentuk dan sifat tertulisnya undang-undang. Hakim
tidak terikat pada putusan hakim ssebelumnya, seperti yang berlaku
pada sistem peradilan Cammon Law dengan asas preseden. Artinya,
hakim-hakim lain boleh mengikuti putusan hakim sebelumnya pada
perkara yang sejenis, tetapi bukan suatu keharusan yang mengikut.

17
Sistem peradilan Eropa Kontinental tidak mengenal sistem juri. Sistem
peradilan Eropa Kontinental menggunakan pula metode
“subsumptie” dan “sillogisme” . subsumptie adalah suatu upaya
memasukkan peristiwa ke dalam peraturannya yang banyak di
lakukan dalam perkara pidana.

Perbedaan-perbedaan antara sistem peradilan Cammon Law dengan


Eropa Kontinental adalah sebagai berikut:
a. Perbedaan pada sistem peraturannya
1) Pada sistem hukum Cammon law didominasi oleh hukum tidak
tertulis atau hukum kebiasaan melalui putusan hakim,
sedangkan pada sistem hukum Eropa Konstinental didominasi
oleh hukum tertulis (kodifikasi)
2) Pada sistem hukum Cammon law tidak ada pemisahan yang
tegas dan jelas antara hukum publik dengan hukum privat,
sedangkan pada sistem hukum Eropa Konstinental ada
pemisahan secara tegas dan jelas antara hukum publik dan
hukum privat
b. Perbedaan pada sistem peradilannya
1) Pada sistem peradilan Cammon law menggunakan juri yang
memeriksa fakta kasusnya kemudian menetapkan kesalahan
dan hakim hanya menerapkan hukum dan menjatuhkan
putusan, sedangkan pada sistem peradilan Eropa tidak
menggunakan juri sehinnga tanggung jawab hakim adalah
memeriksa fakta kasusu, menentukan kesalahan, serta
menerapkan hukumnya sekaligus menjatuhkan putusan.
2) Pada sistem peradilan Cammon law hakim terikat pada
putusan hakim sebelumnya dalam perkara sejenis melalui asas
binding force precedent, sedangkan pada sistem peradilan

18
Eropa Kontinental hakim tidak terikat atau tidak wajib
mengikuti putusan hakim sebelumnya dalam perkara sejenis
3) Pada sistem peradilan Cammon law menganut pula asas
“adversary system”, yaitu pandangan bahwa di dalam
pemeriksaan peradilan selalu ada dua pihak yang saling
bertentangan, baik dalam perkara perdata maupun perkara
pidana, sedangkan pada sistem peradilan Eropa Kontinental
hanya dalam perkara perdata yang melihat adanya dua pihak
yang bertentangan (penggugat dan tergugat) dan pada
perkara pidana keberadaan terdakwa bukan sebagai pihak
penentang.

Tiga macam perbedaan dalam hukum acara pidana dengan


hukum acara perdata yang dapat dikaji dalam sistem peradilan
Eropa Kontinental:

a. Perbedaan dari segi inisiatif penuntutan; di mana inisiatif


penuntutan dalam hukum acara pidana ada pada jaksa
selaku penuntut umum yang mewakili kepentingan publik,
sedangkan dalam hukum acara perdata inisiatif terletak
pada pihak penggugat yang mewakili kepentingan dirinya
sendiri.
b. Perbedaan dari segi keterikatan hakim pada alat bukti,
yaitu pada hukum acara pidana, hakim selain terikat pada
alat alat bukti yang sah, juga harus yakin akan kesalahan
terdakwa, atau dikenal istilah ‘’beyond reasonable doubt’’
yang berarti ‘’alasan yang tidak diragukan lagi’’. Pada
hukum acara perdata, hakim hanya terikat pada alat alat
bukti yang sah. Ini bisa disebut dengan istilah

19
‘’prepondelanche of evidenche’’ yang berati’’pengaruh
yang lebih besar dari alat bukti.
c. Perbedaan dari segi kebenaran yang ingin dicapai, pada
hukum acara pidana ingin dicapai ‘’kebenaran
materill’’yaitu kebenaran yang nyata atau betul betul
kebenaran dalam perbuatan pidana yang dilakukan oleh
terdakwa. Pada hukum acara perdata semata mata ingin
mencari ‘’kebenaran formil’’, yaitu kebenaran yang
dinyatakan oleh para pihak dalam pemeriksaan sidang
pengadilan dan bukti surat, kendati belum tentu secara
nyata demikian.

5. Bentuk penyelesaian sengketa dalam masyarakat


Terdiri atas dua jenis yaitu:
a. Penyelesaian secara litigasi: dilakukan melalui pengadilan
b. Penyelesaian secara non-litigasi: dilakukan di luar
pengadilan yang terbagi atas empat jenis, yaitu sebagai
berikut:
1) Perdamaian (setlement), yaitu penyelesaian
sengketa yang dilakukan sendiri oleh pihak-pihak
yang bersengketa
2) Mediasi (mediation), yaitu penyelesaian sengketa
para pihak dengan menggunakan jasa pihak ketiga
(tidak formal) mediator, tetapi mediator tidak
memutuskan, hanya sebagai perantara dari pihak-
pihak yang bersengketa.
3) Konsiliasi (conciliation), yaitu penyelesaian
sengketa para pihak dengan menggunakan pihak
ketiga yang ditunjuk secara formal secara formal

20
(ditunjuk oleh MA), tetapi tidak mandiri dan juga
tidak memutuskan sengketa para pihak
4) Arbitrasi (arbitration), yaitu penyelesaian sengketa
para pihak dengan menggunakan pihak ketiga yang
ditunjuk secara formal (undang-undang) dan
kedudukannya mandiri, serta memberikan putusan
yang mengikat para pihak yang bersengketa.

BAB VII Aliran-aliran teori dalam hukum

Beberapa pakar hukum mendefenisikan tentang “teori”, sebagai berikut:


a. Fred N.Kerlinger menguraikan “teori” adalah sekumpulan kontruksi
(konsep, defenisi, dalil) yang saling terkait yang menghadirkan suatu
pandangan secara sistematis tentang fenomena dengan menetapkan
hubungan di antara beberapa variabel, dengan maksud menjelaskan dan
meramalkan fenomena
b. Braithwaite mengemukakan bahwa “teori” adalah sekumpulan hipotesis
yang membentuk suatu sistem deduktif, yaitu disusun sedemikian rupa,
sehinnga dari beberapa hipotesis yang menjadi dasar pikiran beberapa
hipotesis semua hipotesis lain secara logis mengikutinya
c. Kartini Kartono menulis bahwa “teori” adalah suatu prinsip umum yang
dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala-gejala yang saling
berkaitan

Adapun aliran-aliran teori dalam kepustakaan ilmu hukum yaitu:

a. Aliran hukum alam


Aliran hukum alam menyebut “hukum itu langsung bersumber dari
Tuhan, bersifat universal, dan abadi, serta antara hukum dan moral

21
tidak boleh dipisahkan”. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles
(murid plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic)

Thomas Aquinus sebagai salah satu penganut hukum alam


memandang ketentuan akal yang bersumber dari Tuhan bertujuan
untuk kebaikan dan dibuat oleh orang yang mengurus masyarakat
untuk disebarluaskan. Aquinus membagi hukum alam menjadi empat
komponen yaitu:
1) Lex aeterna, yaitu rencana pemerintah sebagaiman dibuat oleh
para raja
2) Lex naturalis, yaitu bagian dari lex aeterna yang dapat ditangkap
manusia melalui akal pikiran yang dianugerahkan Tuhan
3) Lex divina, yaitu berfungsi melengkapi asas-asas yang ada pada lex
aeterna yang isinya sebagai petunjuk yang berasal dari Tuhan
4) Lex humana, yaitu penyesuaian hukum dengan dalil-dalil akal, di
mana hukum yang tidak adil dan tidak dapat diterima akal
bukanlah hukum, tetapi hukum yang menyimpang

Ajaran hukum alam di Yunani

a. Plato memandang, bahwa hukum alam adalah nilai-nilai ideal


yang terwujud dalam keadilan yang harmoni. Sebagaimana
diperlihatkan oleh alam yang serba harmonis dan yang
mengaturnya adalah rasio alam dan hukum yang abadi
b. Aristoteles menganggap hukum alam sebagai hukum yang
sewajarnya atau menurut kodrat, yakni sesuatu yang biasanya
dilakukan dan sesuatu yang sepatutnya dilakukan. Pemikiran lain
dari Aristoteles adalah tentang “keadilan” yang dibagi atas dua
jenis. Pertama, keadilan “distributif”, yaitu keadilan yang
memberikan pada setiap orang jatah menurut jasanya. Kedua,

22
keadilan “komutatif”, yaitu keadilan yang memberikan pada setiap
orang sama banyaknya, tanpa mengingat jasa-jasa perseorangan
c. Kaum Stoa, yang dipelopori oleh Zeno yang inti ajarannya, bahwa:
“Alam adalah prinsip yang meresapi alam semesta yang mereka
kenali dalam bentuk “akal” yang meresapi seluruh alam semesta
sebagai dasar dari hukum dan keadilan. Pandangan kaum Stoa
tentang hukum alam dimanifestasikan oleh para pengikutnya
menjadi “hukum alam kesusilaan” yang abadi dan mutlak, terdiri
atas segala hukum positif sebagai sumber kaidah UU yang dibuat
oleh umat manusia

Ajaran hukum alam di Yunani

a. Cicero memberikan ajarannya tentang hukum alam, bahwa yang


benar yaitu rasio kodrat, sesuatu hukum sesuai dengan alam yang
dicurahkan ke dalam jiwa manusia, sesuatu hukum yang abadi dan
tidak dapat berubah-ubah, yang memerintahkan supaya orang-
orang melakukan kewajibannya dan memperingatkan agar orang-
orang menghindari perbuatan jahat
b. Gaius menekankan ajarannya terhadap hukum alam, sebagai
hukum yang berlaku untuk semua bangsa (ius gentium)
bersamaan bagi setiap manusia, yang diilhamkan akal kodrat dan
sama tuanya dengan keturunan manusia

Aliran hukum positivisme dan utilitarinisme

Aliran positiv mengatakan, bahwa kaidah hukum itu hanya bersumber


dari kekuasaan negara yang tertinggi, dan sumber itu hanyalah hukum positif
yang terpisah dari kaidah sosial, bebas dari pengaruh politik, ekonomi, sosial, dan
budaya

23
Hart salah seorang mengikut aliran positivisme, memandang bahwa pada
dasarnya positivisme itu mengandung berbagai arti, yaitu sebagai berikut:

a. Hukum merupakan perintah yang berisi perintah


b. Analisi atas konsep-konsep hukum adalah usaha yang mempunyai
nilai untuk dilakukan
c. Keputusan-keputusan dapat didedukasikan secara logis dari
peraturan-peraturan yang sebelumnya sudah ada, tanpa harus
menunjuk pada tujuan-tujuan sosial, kebijakan, dan moral
d. Penghukuman (judgement) secara moral tidak boleh ditegakkan dan
dipertahankan oleh penalaran rasional, atau oleh suatu pembuktian
dan pengujian
e. Hukum yang diundangkan atau ditetapkan, harus senantiasa
dipisahkan dari faktor-faktor di luar hukum yang seharusnya
diciptakan atau dicita-citakan

Aliran utilitarinisme (utilitis) atau kemanfaatan dipelopori oleh Jeremy


Bentham, Rudolf von Jhering, dan John Stuart Mill. Para tokoh tersebut
ajarannya lebih mencerminkan pada adanya penekana kemanfaatan bagi
masyarakat.

a. Jeremy Bentham mengajarkan tentang tujuan hukum utilitis bahwa:


1) Tujuan hukum itu untuk mencapai kemanfaatan yang sebesar-
besarnya bagi sebanyak-banyaknya orang
2) Tujuan peraturan perundang-undangan adalah untuk
menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat
3) Ada tipe studi hukum yang disebut hukum ekspositor (expository
jurisprudence); yaitu studi hukum sebagaimana adanya yang
objeknya menemukan dasar-dasar dari asas-asas hukum melalui
analisis hukum, serta ilmu hukum sensorial (censorial

24
jurisprudence), yaitu studi kritis terhadap hukum untuk
meningkatkan efektivitas hukum dan pengoperasiannya

b. Rudolf von Jhering mengajarkan, bahwa hukum senantiasa sesuai


dengan kepentingan negara yang dikembangkan secara sistematis
dan rasional, serta adanya tekhnik hukum (pengolahan hukum)
sebagai metode yang digunakan untuk menguasai hukum positif
secara rasional

Aliran historis
Aliran historis mengatakan, bahwa “hukum itu tumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan sejarah, dan semua bangsa di dunia mempunyai
jiwa bangsa (volkgeys)”. Aliran ini dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny
(1779-1861), seorang ahli hukum Jerman. Dalam kiprahnya aliran historis
menolak kecermelangan akal seseorang. Ia menganggap, bahwa hukum itu
ditemukan dalam masyarakat dan mengagungkan kejayaan hukum pada masa
lalu, serta menganggap peranan ahli hukum lebih penting daripada pembuat
undang-undang

Aliran sosiologis
Aliran sosiologis mengatakan hukum itu adalah apa yang menjadi
kenyataan dalam masyarakat, bagaimana secara fakta hukum diterima, tumbuh
dan berlaku dalam masyarakat. Aliran ini dipelopori oleh Roscou Pound (juris dari
Amerika), Eugen Ehrlich, Emil Durkheim, dan Max Weber

Aliran Antropologi
Aliran antropologi mengatakan, bahwa hukum itu adalah kaidah tidak
tertulis yang hidup dan tumbuh secara nyata dalam masyarakat seiring dengan
perkembangan kebudayaan. Salah satu pemikiran aliran antropologi ditulis oleh

25
Satjipto Rahardjo, bahwa pemikiran antropologi modern yang cukup menarik
perhatian para ahli hukum adalah adanya aliran kultural-fungsional

Aliran realis
Aliran realis mengatakan, bahwa hukum itu apa yang dibuat oleh hakim
melalui putusannya, dan hakim lebih layak disebut membuat hukum daripada
menemukan hukum. Aliran ini lebih menekankan pada hakikat manusiawi dalam
pelaksanaan hukum. Aliran realis ini dipelopori oleh Karl Llewellyn (1893-1962),
Jerome Frank(1841-1935), dan Hakim Agung Amerika Serikat Oliver Wendell
Holmes

Hukum progresif
Konsep penegakkan hukum progresif dari Satjipto Rahardjo, bahwa
hukum adalah untuk manusia, bukan sekedar untuk kepentingan hukum belaka.
Apabila setiap kali ada masalah dalam penegakkan hukum se[erti dalam
memberantas perilaku korupsi, seharusnya hukum mampu memereankan
fungsinya agar perilaku korupsi tidak terus berkembang.
Ciri-ciri hukum progresif menurut Satjipto Rahardjo:
a. Hukum progresif menempatkan diri sebagai kekuatan pembebas,
yaitu membebaskan diri dari tipe, cara pikir, asas, dan teori hukum
yang legalistik-positivistik
b. Hukum progresif lebih mengutamakan “tujuan” daripada “prosedur”
c. Hukum progresif menjunjung tinngi moralitas

BAB VIII Penemuan hukum oleh hakim

Penemuan hukum (recht vinding) merupakan salah satu wadah yang


dapat digunakan oleh hakim untuk mengisi kekosongan hukum, atau

26
menafsirkan suatu kaidah peraturan perundang-undangan yang tidak atau
kurang jelas.

Dasar hukum penemuan hukum di Indonesia yaitu sebagai berikut:

a. Asas curia novit, yaitu “hakim dianggap mengetahui hukum”,


sehinnga hakim tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan
kepadanya dengan alasan peraturannya kurang jelas atau tidak ada
peraturannya
b. Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
c. Untuk mengisi kekosongan perundang-undangan atau hukum tertulis

Metode penemuan hukum

Metode penemuan hukum oleh hakim dapat dilakukan dalam dua


bentuk, sebagai berikut:

a. Interpresetasi hukum, yaitu penafsiran perkataan dalam undang-


undang, tetapi tetap berpegang pada kata-kata/bunyi peraturannya
b. Konstruksi hukum, yaitu penalaran logis untuk mengembangkan suatu
ketentuan dalam undang-undang yang tidak lagi berpegang pada
kata-katanya, tetapi tetap harus memperhatikan hukum sebagai
suatu sistem

Jenis-jenis metode interpretasi hukum antara lain:

1) Interpretasi subsumptif, yaitu hakim menerapkan teks atau kata-kata


suatu ketentuan undang-undang terhadapa kasus in-konkreto (fakta
kasus) tanpa menggunakan penalaran sama sekali dan hanya sekedar
menerapkan silogisme dari ketentuan tersebut
2) Interpretasi gramatikal, menafsirkan kata-kata yang ada dalam
undang-undangsesuai dengan kaidah tata bahasa

27
3) Interpretasi ekstensif, yaitu penafsiran yang lebih luasdaripada
penafsiran gramatikal, karena memperluas makna dari ketentuan
khusu menjadi ketentuan umum sesuai dengan kaidah tata bahasanya
4) Interpretasi sistematis, yaitu menafsirkan undang-undang sebagai
bagian dari keseluruhan sistem peraturan perundang-undangan
5) Interpretasi sosiologis atau teologis, yaitu menafsirkan makna atau
substansi undang-undang untuk diselaraskan dengan kebutuhan atau
kepentingan warga masyarakat
6) Interpretasi historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah. Terbagi
dua yaitu penafsiran menurut sejarah undang-undang dan penafsiran
menurut sejarah hukum
7) Interpretasi komparatif, yaitu membandingkan antara berbagai sistem
hukum yang ada di dunia, sehingga hakim bisa mengambil putusan
yang sesuai dengan perkara yang ditanganinya. Metode ini banyak
digunakan dalam perjanjian international (hukum international)
8) Interpretasi restriktif, yaitu penafsiran yang sifatnya membatasi suatu
ketentuan undang-undang terhadap peristiwa kongkret
9) Interpretasi futuristis, yaitu menjelaskan suatu undang-undang yang
berlaku sekarang (ius contitutum) dengan berpedoman pada undang-
undang yang akan diberlakukan (ius constituendum)

Jenis-jenis metode konstruksi hukum antara lain:

1) Analogi (argumentum peranalogian), yaitu penemuan hukum yang


mencari esensi dari species ke genius, atau dari suatu peristiwa
khusus ke peraturan yang bersifat umum (Pasal 1576 KUHPerdata
yang hanya mengatur bahwa jual-beli tidak memutuskan sewa
menyewa)
2) Argumentum a’contrario, yaitu penalaran terhadap suatu ketentuan
undang-undang pada peristiwa hukum tertentu, sehinnga secara

28
a’contrario ketentuan tersebut tidak boleh diberlakukan pada hal-hal
lain atau kebalikannya
3) Rechtsvervijnings (penghalusan hukum), yaitu mengkongkretkan
suatu ketentuan dalam undang-undang yang abstrak atau terlalu luas
cakupannya sehingga perlu dikongkretkan oleh hakim
4) Fiksi hukum (ficti), yaitu penemuan hukum dengan menggambarkan
suatu peristiwa kemudian menganggapnya ada, sehingga peristiwa
tersebut menjadi suatu fakta baru

29

Anda mungkin juga menyukai