Tugas PIH Ryan
Tugas PIH Ryan
1. Pengertian PIH
2. Fungsi PIH
Menurut John Austin, tugas dan tujuan mempelajari ilmu hukum (Satjipto
Rahardjo, 1986:3) adalah untuk menganalisis unsur-unsur yang secara nyata ada
dari sistem hukum modern.
1
Hubungan antara PIH dengan PHI adalah sebagai berikut :
a. Faktor intern, hal-hal atau kondisi-kondidi yang terdapat dalam diri atau
lingkup hukum yang terdiri atas dua jenis yaitu hukum itu bersifat abstrak
dan hukum itu mengatur hampir sebagian besar kehidupan manusia.
b. Faktor ekstern, hal-hal atau kondisi-kondisi yang mempengaruhi kesulitan
mendefenisikan hukum yang ada diluar hukum , karena ada beberapa
faktor yaitu faktor bahasa dan belum adanya kesepakatan para ilmuan
hukum
2
BAB III Pengertian-pengertian Dasar Dalam Ilmu Hukum
1. Subyek hukum
2. Objek hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum
(benda).
a. Benda bergerak
3
b. Benda tidak bergerak
Kewajiban adalah beban yang diberikan oleh hukum kepada orang atau
badan hukum (subyek hukum). Kewajiban dalam teori ilmu hukum menurut
Curson(Satjipto Rahardjo, 1982:100-101) secara umum dibedakan atas lima
golongan, sebagai berikut:
4. Peristiwa hukum
Peristiwa hukum adalah kejadian atau fakta yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat yang mempunyai akibat hukum. Peristiwa hukum dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Peristiwa hukum karena perbutan subyek hukum
b. Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum
4
a. Sebelum tahun 1919, perbuatan melawan hukum itu terjadi, apabila
perbuatan itu bertentangan dengan hukum tertulis (UU) hanya dalam
hal:
1) Melanggar hak orang lain yang diakui UU, atau melanggar
ketentuan hukum tertulis saja.
2) Bertentangan dengan kewajiban hukum Si pelaku.
b. Sesudah tahun 1919, yaitu setelah keluarnya arrest (putusan) hoge
raad (Mahkamah Agung) Belanda pada tanggal 31 Desember 1919,
memutuskan bahwa suatu perbuatan digolongkan melawan hukum,
apabila:
1) Setiap perbuatan atau kealpaan yang menimbulkan pelanggaran
terhadap hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban
hukum Si pelaku;
2) Melanggar baik terhadap kesusilaan maupun terhadap
keseksamaan yang layak dalam pergaulan masyarakat terhadap
orang lain atau benda orang lain.
5
Kaidah hukum adalah hasil dari perundang-undangan atau tertulis yang
dibuat melalui proses yang sah serta tidak tertulis, yang harus ditaati oleh
warga masyarakat.
Kaidah kesusilaan adalah (dalam arti sempit) yaitu kaidah yang dianggap
paling asli yang berasal dari sanubari manusia itu sendiri.
6
kaidah kesusilaan dalam arti sempit bergantung pada yang
bersangkutan (dari dalam diri).
e. Berdasarkan sumber dan pelaksanaan sanksinya, kaidah hukum dan
kaidah agama berasal dan dipaksakan dari luar diri manusia
(heteronom), sedangkan kaidah kesusilaan dalam arti sempit sumber
sanksinya berasal dan bergantung dari dalam hati masing-masing
orang (otonom).
7
a. Kaidah hukum berisi perintah (gebod), kaidah hukum yang berisi
perintah harus ditaati (Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan)
b. Kaidah hukum berisi larangan (verbod), kaidah hukum yang memuat
larangan untuk melakukan sesuatu dengan ancaman sanksi apabila
melanggarnya (Pasal 362 KUHPidana tentang larangan mencuri)
c. Kaidah hukum berisi kebolehan (mogen), kaidah hukum yang memuat
hal-hal yang boleh dilakukan, tetapi boleh pula tidak dilakukan (Pasal
29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa calon suami-istri
yang akan menikah dapat mengadakan perjanjian tertulis, baik
sebelum maupun serelah pernikahan, asalkan tidak melanggar batas-
batas hukum, agama dan kesusilaan.
1. Sumber hukum
Pada hakikatnya , sumber-sumber hukum dibedakan menjadi dua jenis
yaitu:
a. Sumber hukum materiil, sumber hukum yang menentukan isi suatu
peraturan atau kaidah hukum yang mengikat setiap orang. Sumber
hukum materiil berasal dari perasaan hukum masyarakat, pendapat
8
umum (public opinion), kondisi sosial-ekonomi masyarakat, hasil
penelitian ilmiah, tradisi, agama, dan moral.
b. Sumber hukum formal, sumber hukum yang dapat secara langsung
dibentuk hukum yang akan mengikat masyarakatnya. Yang termasuk
dalam sumber hukum formal adalah:
1) Undang-Undang
Undang-Undang adalah peraturan-peraturan tertulis yang dibuat
oleh alat perlengkapan negara yang berwenang dan mengikat
setiap orang selaku warga negara.
2) Kebiasaan
Kebiasaan merupakan sumber hukum yang ada dalam kehidupan
sosial masyarakat dan dipatuhi sebagai nilai-nilai hidup positif.
Kebiasaan yang diyakini masyarakat, jelas akan diterima sebagai
hukum yang harus ditaati.
3) Traktat (perjanjian antarnegara)
Traktat adalah suatu perjanjian internasional antara dua negara
atau lebih.
4) Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah putusan hakim yang memuat peraturan
tersendiri dan telah berkekuatan hukum tetap, kemudian diikuti
oleh hakim lain dalam peristiwa yang sama.
5) Doktrin
Doktrin adalah pendapat atau ajaran para ahli hukum (juris) yang
terkemuka dan mendapat pengakuan dari masyarakat.
6) Hukum agama
Hukum agama adalah hukum yang bersumber dari Tuhan sebagai
ajaran bagi kehidupan manusia di dunia, kemudian diresepsi
kedalam materi undang-undang.
9
2. Pembidangan atau pengklasifikasian hukum
Berdasarkan bentuknya, maka hukum dibedakan atas tiga jenis yaitu:
a. Hukum tertulis, hukum tertulis dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan: hukum yang disusun secara
lengkap, sistematis, teratur, dan dibukukan.
2) Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan: hukum yang meskipun
tertulis tetapi tidak disusun secara sistematis dan masih terpisah-
pisah.
b. Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan), yaitu hukum yang hidup dan
diyakini oleh warga masyarakat serta dipatuhi yang tidak dibentuk
secara prosedur-formal, tetapi lahir dan tumbuh di dalam masyarakat
itu sendiri.
3. Tujuan hukum
Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum dikenal tiga jenis aliran yaitu:
a. Aliran etis, menganggap bahwa hukum itu bertujuan semata-mata
untuk mencapai keadilan, penganutnya adalah Aristoteles. Aristoteles
membagi keadilan menjadi dua yaitu:
1) Keadilan distributif, keadilan yang memberikan kepada setiap
orang jatah menurut jasanya.
2) Keadilan komutatif, keadilan yang memberikan kepada setipa
orang sama banyaknya, tanpa mengingat jasa-jasa perseorangan.
b. Aliran utilitis, menganggap bahwa hukum itu bertujuan semata-mata
untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan warga
masyarakat.
4. Fungsi hukum
a. Fungsi hukum sebagai sarana social control
10
Bertujuan untuk memberikan suatu batasan tingkah laku masyarakat
yang menyimpang dan akibat yang harus diterima dari penyimpangan
itu.
b. Fungsi hukum sebagai “a tool social engeering”
Bertujuan untuk menciptakan perubahan-perubahan dalam
masyarakat menuju kemajuan yang terancana.
c. Fungsi hukum sebagai “simbol”
Bertujuan untuk menyederhanakan rangkaian tindakan atau peristiwa
tertentu, sehinnga mudah diperoleh pengertian yang bersifat umum.
d. Fungsi hukum sebagai alat politik
Bertujuan untuk memperkokoh kekuasaan politik atau mengefetifkan
pelaksanaan kekuasaan negara.
e. Fungsi hukum sebagai sarana penyelesaian sengketa
Bertujuan untuk menyelesaikan setiap konflik yang terjadi di
masyarakat.
f. Fungsi hukum sebagai saran pengendalian sosial
Bertujuan untuk mengendalikan masyarakat secara terencana, agar
kehidupan sosial masyarakat dapat terkendali sesuai peraturan
hukum yang berlaku.
g. Fungsi hukum sebagai sarana pengintegrasi sosial
Bertujuan untuk mengurangi konflik yang terjadi dan memperlancar
proses interaksi pergaulan sosial.
11
1) Pencegahan perbuatan tertentu dan mendorong melakukan
perbuatan tertentu
2) Penyediaan fasilitas bagi rencana-rencana privat
3) Penyediaan servis dan pembagian kembali barang-barang; dan
4) Penyelesaian perselisihan di luar jalur reguler
b. Fungsi tidak langsung, memperkuat atau memperlemah
kecenderungan untuk menghargai nilai-nilai moral tertentu, sebagai
contoh:
1) Kesucian hidup
2) Memperkuat atau memperlemah penghargaan terhadap otoritas
umum;
3) Mempengaruhi perasaan kesatuan nasional.
12
c. Hukum sebagai sarana penegak keadilan
d. Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat
1. Asas hukum
Asas hukum adalah “aturan dasar dan prinsip=prinsip hukum yang
abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan kongkret dan
pelaksanaan hukum”.
13
Asas hukum yang sering digunakan dalam teori hukum, yaitu sebagai
berikut:
2. Sistem hukum
Sistem hukum menurut Sudikno Mertokusumo, adalah kesatuan utuh
dari tatanan-tatanan yang terdiri atas bagian-bagian atau unsur-unsur
yang satu sama lain berhubungan dan kait mengkait secara erat. Dengan
demikian, untuk mencapai tujuan hukum dalam suatu kesatuan,
diperlukan kesatuan sinergi antara unsur-unsur yang terkandung didalam
14
sistem hukum, seperti peraturan, peradilan, pelaksana hukum, dan
partisipasi warga masyarakat.
15
c. Legal culture (kultur hukum), yaitu bagian-bagian dari kultur pada
umumnya, kebiasaan-kebiasaan, opini warga masyarakat dan
pelaksana hukum, cara-cara bertindak dan berpikir, dan bersikap, baik
yang berdimensi untuk membelokkan kekuatan-kekutan sosial
menuju hukum atau menjauhi hukum
3. Sistem hukum di dunia
Sistem hukum yang dianut oleh suatu negara senantiasa diikuti oleh
sistem peradilannya, maka secara umum sistem hukum (termasuk sistem
peradilan) yang ada di dunia, terbagi atas dua jenis (Rusli Effendy, dkk,
1991:113) sebagai berikut:
a. Sistem hukum Common law atau Common law system yang dianut
oleh negara-negara Anglo Sakson, seperti Amerika Serikat, Inggris,
Australia, dan sebagainya
b. Sistem hukum Eropa Kontinental atau Civil law system yang dianut
oleh negara-negara Eropa Daratan, seperti Belanda, Prancis, termasuk
Indonesia
16
4. Subsistem peradilan
Berdasarkan pada dua jenis sistem hukum yang ada di dunia seperti di
kemukakan di atas, maka sistem peradilan pun terdiri pula atas dua jenis
yang mengikuti sistem hukumnya, yaitu sebagai berikut:
a. Sistem peradilan “Cammon Law”
Sistem peradilan Cammon Law menganut sistem peradilan juri,
dimana hakim bertindak sebagai pejabat yang memeriksa dan
memutuskan hukumnya, sementara juri memeriksa peristiwa atau
kasusnya kemudian menentukan bersalah-tidaknya terdakwa atau
pihak yang berpekara. Disini hakim diikat oleh suatu asas stare decisis
atau the binding force of precedent. Artinya, putusan hakim terdahulu
mengikat hakim-hakim lain untuk mengikutinya pada perkara yang
sejenis.
Hakim pada negara yang menganut sistem hukum Anglo Sakson atau
Cammon Law, metode berpikir mereka menggunakan “metode
induktif”, yaitu proses berpikir dari yang khusus ke umum.
17
Sistem peradilan Eropa Kontinental tidak mengenal sistem juri. Sistem
peradilan Eropa Kontinental menggunakan pula metode
“subsumptie” dan “sillogisme” . subsumptie adalah suatu upaya
memasukkan peristiwa ke dalam peraturannya yang banyak di
lakukan dalam perkara pidana.
18
Eropa Kontinental hakim tidak terikat atau tidak wajib
mengikuti putusan hakim sebelumnya dalam perkara sejenis
3) Pada sistem peradilan Cammon law menganut pula asas
“adversary system”, yaitu pandangan bahwa di dalam
pemeriksaan peradilan selalu ada dua pihak yang saling
bertentangan, baik dalam perkara perdata maupun perkara
pidana, sedangkan pada sistem peradilan Eropa Kontinental
hanya dalam perkara perdata yang melihat adanya dua pihak
yang bertentangan (penggugat dan tergugat) dan pada
perkara pidana keberadaan terdakwa bukan sebagai pihak
penentang.
19
‘’prepondelanche of evidenche’’ yang berati’’pengaruh
yang lebih besar dari alat bukti.
c. Perbedaan dari segi kebenaran yang ingin dicapai, pada
hukum acara pidana ingin dicapai ‘’kebenaran
materill’’yaitu kebenaran yang nyata atau betul betul
kebenaran dalam perbuatan pidana yang dilakukan oleh
terdakwa. Pada hukum acara perdata semata mata ingin
mencari ‘’kebenaran formil’’, yaitu kebenaran yang
dinyatakan oleh para pihak dalam pemeriksaan sidang
pengadilan dan bukti surat, kendati belum tentu secara
nyata demikian.
20
(ditunjuk oleh MA), tetapi tidak mandiri dan juga
tidak memutuskan sengketa para pihak
4) Arbitrasi (arbitration), yaitu penyelesaian sengketa
para pihak dengan menggunakan pihak ketiga yang
ditunjuk secara formal (undang-undang) dan
kedudukannya mandiri, serta memberikan putusan
yang mengikat para pihak yang bersengketa.
21
tidak boleh dipisahkan”. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles
(murid plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic)
22
keadilan “komutatif”, yaitu keadilan yang memberikan pada setiap
orang sama banyaknya, tanpa mengingat jasa-jasa perseorangan
c. Kaum Stoa, yang dipelopori oleh Zeno yang inti ajarannya, bahwa:
“Alam adalah prinsip yang meresapi alam semesta yang mereka
kenali dalam bentuk “akal” yang meresapi seluruh alam semesta
sebagai dasar dari hukum dan keadilan. Pandangan kaum Stoa
tentang hukum alam dimanifestasikan oleh para pengikutnya
menjadi “hukum alam kesusilaan” yang abadi dan mutlak, terdiri
atas segala hukum positif sebagai sumber kaidah UU yang dibuat
oleh umat manusia
23
Hart salah seorang mengikut aliran positivisme, memandang bahwa pada
dasarnya positivisme itu mengandung berbagai arti, yaitu sebagai berikut:
24
jurisprudence), yaitu studi kritis terhadap hukum untuk
meningkatkan efektivitas hukum dan pengoperasiannya
Aliran historis
Aliran historis mengatakan, bahwa “hukum itu tumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan sejarah, dan semua bangsa di dunia mempunyai
jiwa bangsa (volkgeys)”. Aliran ini dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny
(1779-1861), seorang ahli hukum Jerman. Dalam kiprahnya aliran historis
menolak kecermelangan akal seseorang. Ia menganggap, bahwa hukum itu
ditemukan dalam masyarakat dan mengagungkan kejayaan hukum pada masa
lalu, serta menganggap peranan ahli hukum lebih penting daripada pembuat
undang-undang
Aliran sosiologis
Aliran sosiologis mengatakan hukum itu adalah apa yang menjadi
kenyataan dalam masyarakat, bagaimana secara fakta hukum diterima, tumbuh
dan berlaku dalam masyarakat. Aliran ini dipelopori oleh Roscou Pound (juris dari
Amerika), Eugen Ehrlich, Emil Durkheim, dan Max Weber
Aliran Antropologi
Aliran antropologi mengatakan, bahwa hukum itu adalah kaidah tidak
tertulis yang hidup dan tumbuh secara nyata dalam masyarakat seiring dengan
perkembangan kebudayaan. Salah satu pemikiran aliran antropologi ditulis oleh
25
Satjipto Rahardjo, bahwa pemikiran antropologi modern yang cukup menarik
perhatian para ahli hukum adalah adanya aliran kultural-fungsional
Aliran realis
Aliran realis mengatakan, bahwa hukum itu apa yang dibuat oleh hakim
melalui putusannya, dan hakim lebih layak disebut membuat hukum daripada
menemukan hukum. Aliran ini lebih menekankan pada hakikat manusiawi dalam
pelaksanaan hukum. Aliran realis ini dipelopori oleh Karl Llewellyn (1893-1962),
Jerome Frank(1841-1935), dan Hakim Agung Amerika Serikat Oliver Wendell
Holmes
Hukum progresif
Konsep penegakkan hukum progresif dari Satjipto Rahardjo, bahwa
hukum adalah untuk manusia, bukan sekedar untuk kepentingan hukum belaka.
Apabila setiap kali ada masalah dalam penegakkan hukum se[erti dalam
memberantas perilaku korupsi, seharusnya hukum mampu memereankan
fungsinya agar perilaku korupsi tidak terus berkembang.
Ciri-ciri hukum progresif menurut Satjipto Rahardjo:
a. Hukum progresif menempatkan diri sebagai kekuatan pembebas,
yaitu membebaskan diri dari tipe, cara pikir, asas, dan teori hukum
yang legalistik-positivistik
b. Hukum progresif lebih mengutamakan “tujuan” daripada “prosedur”
c. Hukum progresif menjunjung tinngi moralitas
26
menafsirkan suatu kaidah peraturan perundang-undangan yang tidak atau
kurang jelas.
27
3) Interpretasi ekstensif, yaitu penafsiran yang lebih luasdaripada
penafsiran gramatikal, karena memperluas makna dari ketentuan
khusu menjadi ketentuan umum sesuai dengan kaidah tata bahasanya
4) Interpretasi sistematis, yaitu menafsirkan undang-undang sebagai
bagian dari keseluruhan sistem peraturan perundang-undangan
5) Interpretasi sosiologis atau teologis, yaitu menafsirkan makna atau
substansi undang-undang untuk diselaraskan dengan kebutuhan atau
kepentingan warga masyarakat
6) Interpretasi historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah. Terbagi
dua yaitu penafsiran menurut sejarah undang-undang dan penafsiran
menurut sejarah hukum
7) Interpretasi komparatif, yaitu membandingkan antara berbagai sistem
hukum yang ada di dunia, sehingga hakim bisa mengambil putusan
yang sesuai dengan perkara yang ditanganinya. Metode ini banyak
digunakan dalam perjanjian international (hukum international)
8) Interpretasi restriktif, yaitu penafsiran yang sifatnya membatasi suatu
ketentuan undang-undang terhadap peristiwa kongkret
9) Interpretasi futuristis, yaitu menjelaskan suatu undang-undang yang
berlaku sekarang (ius contitutum) dengan berpedoman pada undang-
undang yang akan diberlakukan (ius constituendum)
28
a’contrario ketentuan tersebut tidak boleh diberlakukan pada hal-hal
lain atau kebalikannya
3) Rechtsvervijnings (penghalusan hukum), yaitu mengkongkretkan
suatu ketentuan dalam undang-undang yang abstrak atau terlalu luas
cakupannya sehingga perlu dikongkretkan oleh hakim
4) Fiksi hukum (ficti), yaitu penemuan hukum dengan menggambarkan
suatu peristiwa kemudian menganggapnya ada, sehingga peristiwa
tersebut menjadi suatu fakta baru
29