Anda di halaman 1dari 12

1

BAHAN AJAR

MAZHAB MAZHAB ILMU HUKUM

Dosen Pengampu:
Vica Natalia, SH., MH., M.Kn

UNIVERSITAS TRIBUANA TUNGGADEWI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
2019
2

BAB II

MAZHAB MAZHAB ILMU PENGETAHUAN HUKUM

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Pada akhir pokok bahasan ini mahasiswa mampu memahami pengertian, fungsi, kedudukan, pengantar
ilmu hukum dan ilmu hukum, serta menyadari arti pentingnya Pengantar Ilmu Hukum bagi mahasiswa
studi Ilmu Komunikasi.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Pada akhir pokok bahasan ini mahasiswa mampu :
1. menjelaskan tentang ketaatan pada hukum
2. mendefinisikan tentang mazhab hukum alam dan mazhab sejarah
3. menjelaskan beberapa teori hukum dan aliran yang menyebabkan mengapa hukum harus ditaati
4. menguraikan tentang sifat daripada hukum
5. berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

PETUNJUK BAGI MAHASISWA

1. Materi yang dibicarakan dalam pokok bahasan ini adalah :


 ketaatan pada hukum
 mazhab mazhab ilmu hukum
 sifat daripada hukum
2. pelajari lebih dahulu tujuan instruksional pokok bahasan, sehingga anda tahu persis apa yang
diharapkan oleh dosen di akhir kuliah pokok bahasan ini.
3. pelajari sebelum dikuliahkan di kelas, agar anda siap mengikuti kuliah pokok bahasan ini dan dapat
berpartisipasi aktif dalam tanya jawab maupun diskusi interaktif .
4. buku panduan :
 Drs. C.S.T Kansil, SH, Pengantar Ilmu hukum dan tata hukum Indonesia, PN Balai Pustaka,
Jakarta, 1984
 R. Soeroso, SH, pengantar Ilmu hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, cetakan ke sebelas
3

A. KETAATAN PADA HUKUM


terlepas daripada adanya sangsi, secara sadar atau tidak pada umumnya orang mentaati hukum
yang ada. Persoalan ketaatan pada hukum telah menimbulkan berbagai teori dan aliran pendapat
atau mazhab mazhab dalam Ilmu Pengetahuan Hukum.
menurut Utrecht sebab sebab orang mentaati hukum :
 karena orang merasa bahwa peraturan – peraturan itu dirasakan sebagai hukum. Mereka benar
benar berkepentingan akan berlakunya peraturan tersebut.
 Ia menganggap bahwa peraturan sebagai peraturan hukum secara rasional ( rationeele
aanvarding). Penerimaan rasional ini sebagai akibat adanya sanksi hukum. Agar tidak
mendapatkan kesukaran – kesukaran maka orang memilih untuk taat pada hukum, karena
melanggar hukum mendapatkan sanksi hukum.
 Karena masyarakat menghendaki nya.
 karena adanya sanksi sosial.

dari uraian diatas maka dalam ilmu hukum timbul dua pengertian yang penting, yaitu “KEKUASAAN’
(gezaag, authority) dan “KEKUATAN” ( macht, power).

Kekuasaan adalah pengertian politik. dalam hal ini Utrecht menjelaskan sebagai berikut :

“kekuatan adalah paksaan dari suatu badan/instansi yang lebih tinggi kepada seseorang, lepas
daripada orang itu menerima paksaan sebagai sesuatu yang sah atau tidak (sebagian besar dari tata
tertib hukum positif)”

Kekuatan ini baru merupakan kekuasaan apabila kekuatan itu diterima sesuai dengan perasaan
hukum orang yang bersangkutan atau badan yang lebih tinggi dan sebagainya diakui sebagai
penguasa yang sah (otoriteit). Oleh karenanya, peraturan hukum harus mempunyai kekuasaan
hukum. Apabila tidak, maka peraturan itu berupa kekuatan, karena hanya merupakan paksaan
semata.

B. MAZHAB MAZHAB ILMU HUKUM


1. Mazhab Hukum alam atau hukum kodrat
adalah suatu aliran yang menelaah hukum dengan bertitik tolak dari keadilan yang mutlak,
artinya bahwa keadilan tidak boleh diganggu. Apabila keadilan diganggu akan berdampak reaksi
manusia yang akan berusaha untuk mengembalikan kepada situasi semula yaitu situasi yang adil
menurut pandangan orang yang berfikir sehat.

apa yang dimaksud dengan hukum alam?


hukum alam adalah hukum yang memiliki sifat sifat sebagai berikut :
 terlepas dari kehendak manusia atau tidak bergantung pada tindakan manusia.
 berlaku tidak mengenal batas waktu, artinya berlaku kapan saja.
 bersifat universal artinya bahwa hukum alam berlaku bagi semua manusia.
 berlaku di semua tempat atau berlaku dimana saja tidak mengenal batas waktu.
4

 bersifat jelas (dengan sendirinya) bagi manusia.

jadi hukum alam adalah hukum yang tidak bergantung pada pandangan manusia, berlaku kapan
saja, dimana saja, bagi siapa saja dan jelas bagi semua manusia tanpa ada yang menjelaskan nya.
Ajaran mengenai hukum kodrat dikemukakan antara lain :

 Ajaran hukum alam Aristoteles

Aristoteles berpendapat bahwa ada dua macam hukum :

a. Hukum yang berlaku karena penetapan penguasa negara


b. Hukum yang tidak tergantung dari pandangan manusia

menurut Aristoteles pendapat orang tentang “Keadilan” adalah tidak sama, sehingga seakan
akan tidak ada hukum alam yang asli. Namun harus diakui bahwa ada hukum yang bersifat
mutlak, artinya bahwa hukum tidak tergantung pada waktu dan tempat.

 Ajaran hukum alam Thomas Aquino


Thomas Aquino berpendapat bahwa hukum alam itu ada, yatitu dalam hukum abadi yang
merupakan ratio ke Tuhan nan (Lex Aeterna)yang menguasai seluruh dunia sebagai dasar
atau landasan bagi timbulnya semua undang undang atau peraturan hukum yang lain dan
memiliki kekuatan mengikat pada masing masing peraturam hukum tersebut.

Hukum abadi (Lex Aeterna) itu sendiri pada dasarnya terdiri dari hukum positif Tuhan (Lex
Dirina) dan hukum alam(Lex Naturalis) yang bersumber pada ratio ke Tuhan nan.

Hukum Abadi
(Lex Aeterna)

Hukum Positif Tuhan Hukum Alam


(Lex Divina) (Lex Naturalis)

Principia Principia
prima secundaria

 Ajaran hukum alam Hugo de Groot


Hugo de Groot berpendapat bahwa hukum alam bersumber dari akal manusia.
Hukum kodrat adalah pembawaan dari setiap manusia dan merupakan hasil pertimbang dari
akal manusia itu sendiri, karena dengan dengan menggunakan akalnya dan memahami apa
5

yang adil atau apa yang tidak adil, mana yang jujur atau yang tidak jujur. Dari akal sehatnya
itu manusia berkeinginan hidup secara damai pada tatanan masyarakat yang teratur.
manusia harus hidup sesuai dengan kodratnya, karena menurut kodratnya manusia memiliki
akal yang sempurna maka manusia harus hidup menurut kehendak akalnya. Isi Hukum alam
diperoleh dari akal sehat.

 Ajaran hukum alam Rudolf Stammler.


Rudolf Stammler berpendapat bahwa kebenaran hukum itu selalu bergantung pada
keadaan, tempat dan waktu. Pendapat Rudolf Stammler ini didasari suatu kenyataan bahwa
adanya hukum adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia didalam masyarakat. Karena
tiap kebutuhan masyarakat tidak sama maka hukum yang berlaku di dalam masyarakat
antara yang satu dengan hukum dalam masyarakat yang lain pun berbeda, karena hukum
diperlukan untuk masyarakat yang berbeda beda.
Dengan demikian hukum yang berlaku dimasyarakat

 Ajaran hukum alam Samuel von Pufendorf


Samuel von Pufendorf berpendapat bahwa hukum alam adalah aturan yang berasal dari akal
pikiran yang murni. Dalam hal ini unsur naluriah manusia lebih berperan. Akibatnya ketika
manusia mulai hidup bermasyarakat, timbul pertentangan kepentingan atau dengan yang
lainnya. Agar tidak terjadi pertentangan terus-menerus dibuatlah perjanjian secara sukarela
diantara rakyat. Baru setelah itu, diadakan perjanjian berikutnya, berupa perjanjian
penaklukan oleh raja.

2. Mazhab Sejarah Hukum


Mazhab Sejarah lahir pada awal abad ke-19, yaitu pada tahun 1814. Lahirnya mazhab ini
ditandai dengan diterbitkannya manuskrip yang ditulis oleh Friedrich Karl von Savigny yang
berjudul “Vom Beruf unserer Zeit fur Gezetgebung und Rechtwissenschaft” (tentang seruan
masa kini akan undang-undang dan ilmu hukum) . Friedrich Karl von Savigny dipandang sebagai
perintis lahirnya mazhab Sejarah .
Mazhab sejarah ini muncul akibat reaksi terhadap para pemuja hukum alam atau hukum kodrat
yang berpendapat bahwa hukum alam itu bersifat rasionalistis dan berlaku bagi segala bangsa
serta untuk semua tempat dan waktu. Mazhab sejarah ini berpendapat bahwa tiap-tiap hukum
itu ditentukan secara historis, selalu berubah menurut waktu dan tempatnya.
Alasan-alasan kritik terhadap rekonstruksi paradigma hukum, menggugat kembali gagasan-
gagasan peristiwa teori-teori mazhab sejarah hukum masa lampau tentunya dianggap penting
dan bermakna dalam teori hukum kekinian. Hal ini, sebagaimana L.J Van Apeldoorn
menyebutkan sejarah adalah:
“Sesuatu proses, jadi bukan sesuatu yang berhenti, melainkan sesuatu yang bergerak, bukan
mati melainkan hidup. Segala yang hidup selalu berubah. Demikian masyarakat manusia, dan
demikian juga bagian dari masyarakat yang kita sebut hukum. Di tinjau dari sudut ilmu
pengetahuan, hukum adalah gejala sejarah: Ia mempunyai sejarah, hukum sebagai sejarah
6

berarti tunduk pada pertumbuhan yang terus-menerus.” (L.J van Apeldoorn, Pengantar Ilmu
Hukum, Inleiding Tot de Studio van Net Nederlandse Recht, 2001).
Argumentasi ini dipertajam lagi oleh Friederich Karl von Savigny yang melahirkan mazhab
sejarah menekankan bahwa:
“Hukum tidak berlaku universal, setiap bangsa memiliki kesadaran hukum, kebiasaan, budaya
yang berbeda dengan bangsa lain yang dapat ditemukan dalam jiwa bangsa. Hukum dapat
dikenali dalam ciri khas sebuah bangsa, seperti bahasa, tata krama dan konstitusi. Hukum
tumbuh melalui sebuah perkembangan dan menguat dengan kekuatan rakyat dan akhirnya
lenyap sebagaimana kehilangan rasa kebangsaannya.”
Pemikiran Lawrence Friedman, keberadaan hukum sebaiknya dipahami dalam konteks sistemik.
Artinya, hukum harus dilihat sebagai suatu sistem terdiri atas beragam unsur antara lain:
Substansi, merupakan nilai, norma, ketentuan atau aturan hukum yang dibuat dan
dipergunakan untuk mengatur perilaku manusia.
Struktur, berupa kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum dengan berbagai macam
fungsi dalam rangka mendukung teraktualisasinya hukum
Kultur, menyangkut nilai-nilai, sikap, pola perilaku para masyarakat dan faktor nonteknis
merupakan pengikat sistem hukum tersebut.
Selain itu alasan lahirnya mazhab sejarah ini yaitu:
Adanya rasionalisme abad 18, yang didasarkan atas hukum alam, kekuatan akal, dan prinsip-
prinsip yang semuanya berperan pd filsafat hukum, karena mengandalkan jalan pikiran deduktif
tanpa memperhatikan fakta sejarah, kekhususan dan kondisi nasional
Semangat Revolusi Perancis yang menentang wewenang tradisi dengan misi cosmopolitan
(kepercayaan kepada rasio dan kekuatan tekad manusia untuk mengatasi lingkungannya).
Adanya pendapat yang melarang hakim menafsirkan hukum karena UU dianggap dapat
memecahkan semua masalah hukum.
Kodifikasi hukum di Jerman yang diusulkan Thibaut (guru besar Heidelberg): hukum tidak
tumbuh dari sejarah.
Dikotomi pemikiran-pemikiran paradigma teori hukum yang dikemukakan Savigny maupun
Friedman, dapatlah dipahami betapa pentingnya budaya hukum dalam hukum adat dan
pluralisme hukum. Hukum yang ideal harus sesuai dengan budaya hukum di masyarakat (living
law) berupa hukum adat atau hukum kebiasaan dalam pembentukan hukum. Dengan demikian,
bila ada hukum dan ketentuan perundang-undangan yang tidak menyatu atau seirama dengan
budaya hukum masyarakat, maka hukum tersebut sulit ditegakkan. Artinya, hukum adat dan
pluralisme hukum merupakan kesatuan hukum dan fakta yang tidak dapat dipisahkan dan
mengikuti aliran pemikiran teori relisme hukum. Konsekuensinya, hukum memerlukan kesatuan
kehendak (unity of will). Sebab, kesatuan dalam penerapan (unity of enforcement)
mensyaratkan kesatuan kehendak. Hal ini, tentunya terjadi perbedaan pendapat antara
paradigma realisme hukum dengan aliran legisme hukum. Bagi pengikut aliran kaum legisme,
hukum itu eksis karena adanya perintah penguasa. Karena hukum bersifat imperatif maka pasti
akan implementatif, meskipun masyarakat menolak untuk mematuhi dengan alasan
bertentangan dengan budaya hukum.
7

Hukum saat ini sebagai akumulasi kebijaksanaan dari pemikir besar masa lampau, tetapi hukum
juga sangat diwarnai disiplin kontemporer. Hukum sebagai sistem norma dan juga sebagai
bentuk kontrol sosial berdasar pada pola tertentu dari perilaku manusia. Hukum bersumber
pada hukum yang lebih tinggi dan diarahkan oleh akal dan tidak dibuat tapi hukum harus
ditemukan, sebab hukum sudah ada hubungan antara hukum dan moral masih sangat penting.
Paradigma semacam ini melahirkan asas hukum lex superior derogate legi inferior, artinya
hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah. Asas ini didukung lagi
oleh asas lex posterir derogat lex prio dan lex specialis derogat lex generalis. Pada hakikatnya,
penempatan hukum itu ada untuk diberlakukan. Maka bila hukum yang ada tidak berlaku berarti
ketentuan tersebut telah berhenti menjadi hukum. Dengan demikian, hukum tersebut menjadi
peraturan tertidur (slapende regeling).

Ada beberapa tokoh mazhab sejarah dalam hal ini, antara lain yaitu:

1. Frederic Carl Von Savigny


Mazhab sejarah ini timbul dari tahun 1770-1861. Carl Von Savigny menganalogikan timbulnya
hukum seperti timbulnya bahasa suatu bangsa dengan segala ciri dan kekhususannya. Oleh
karena hukum merupakan salah satu faktor dalam kehidupan bersama suatu bangsa, seperti
bahasa, adat, moral, dan tatanegara. Sehingga hukum merupakan sesuatu yang bersifat supra-
individual, suatu gejala masyarakat. Menurutnya hukum timbul bukan karena perintah penguasa
atau karena kebiasaan, tapi karena perasaan keadilan yang terletak didalam jiwa bangsa itu.
Jiwa bangsa merupakan sumber hokum. Hukum tidak dibuat, tapi tumbuh dan berkembang
bersama masyarakat, ia mengingatkan untuk membangun hukum studi terhadap sejarah suatu
bangsa mutlak dilakukan. Hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan dan bukan berasal
dari pembentuk undang-undang. Oleh karena pada permulaan, waktu kebudayaan bangsa-
bangsa masih bertaraf rendah, hukum timbul secarah spontan dengan tidak sadar dalam jiwa
warga bangsa. Kemudian sesudah kebudayaan berkembang, semua fungsi masyarakat
dipercayakan pada suatu golongan tertentu. Demikianlah pengolahan hukum dipercayakan
kepada kepada kaum yuris sebagai ahli-ahli bidangnya.

2. Puchta (1798 – 1846)


Mazhab sejarah ini timbul dari tahun 1798-1846. Puchta merupakan murid dari Carl Von Savigny
yang berpendapat bahwa hukum terikat pada Jiwa bangsa yang bersangkutan dan dapat
berbentuk adat istiadat, undang-undang dan karya ilmiah para ahli hukum.

3. Henry Summer Maine (1822-1888).


Mazhab sejarah dari Henry Summer Maine ini lahir pada tahun 1822-1888. Sumbangan Henry
Summer Maien bagi studi hukum dalam masyarakat, terutama tampak dalam penerapan
metode empiris, sistematis dan sejarah untuk menarik kesimpulan umum. Maine mengatakan
masyarakat ada yang statis dan ada yang progresip. Masyarakat progresip adalah yang mampu
mengembangkan hukum misalnya melalui Perundang-undangan.
8

C. SIFAT DARIPADA HUKUM


Secara Umum Sifat Hukum terdiri dari 2 jenis yaitu :

1. Hukum yang imperative (Memaksa)


Hukum yang bersifat memaksa/ harus ditaati apabila terjadi pelanggaran akan dikenakan sanksi
yang jelas.

sebagai contoh adalah ketentuan pasal 913 burgerlijk wetboek (BW) Indonesia, dikutip dari buku
Pengantar Ilmu Hukum karangan Prof.Dr.Mahmud Marzuki SH.MS.LL.M yang berbunyi: ”Legitieme
portie atau bagian warisan menurut undang-undang adalah suatu bagian dari harta benda yang
harus di berikan kepada ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya
orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu,baik sebagai hibah antara orang-
orang yang masih hidup maupun sebagai wasiat”.
Berdasarkan ketentuan tersebut,pewaris dengan testamen sekalipun tidak di bolehkan untuk
mengurangi bagian terkecil dari ahli waris sekecil apapun nilainya. hal ini akan terjadi pada kasus
kematian seseorang, ketika dia meninggal dan meninggalkan sebuah harta.

Contoh kasus I :
almarhum punya 3 anak dan dia juga punya wanita simpanan yang ia cintai, sebelum meninggal
dia telah mewasiatkan seluruh harta bendanya kepada wanita simpanan tersebut, karena
testamen atau wasiat tersebut bertentangan dengan ketentuan pasal 913 BW, maka testamen itu
tidak dapat dieksekusi. disini yang di haruskan terjadi ialah ketiga anak tersebut harus
mendapatkan warisan sesuai dangan pasal 914 BW tentang besarnya legitieme portie (LP) yang
berhak di terima oleh ketiga anak tersebut, barulah sisanya kemudian dapat di wariskan kepada
wanita simpanan tersebut.

Contoh kasus II : apabila seorang guru ASN di Sekolah Dasar akan mengadakan pungutan, maka ia
tidak boleh melanggar peraturan undang-undang yang mengatur tentang UU ASN , UU
pendidikan, UU korupsi dan sebagainya. Bila ia terbukti melakukan pelanggaran hukum karena
pungutan tersebut, maka ia dapat dilaporkan kepada pihak yang berwenang.

2. Hukum yang Fakultatif (Mengatur/Himbauan/Pelengkap)


Hukum yang bersifat himbauan bisa dilaksanakan atau tidak dilaksanakan. Pada umumnya norma
seperti ini dipergunakan dalam lingkup perdata dan administrasi negara. Pada norma-norma
peraturan ditandai dengan kata dapat ya atau tidak tergantung hubungan norma lainnya serta
kebutuhan subjek yang menjadi norma itu.

Hukum Fakultatif adalah hukum yang mengatur,yang bisa di artikan juga sebagai hukum
pelengkap yang artinya dalam keadaan kongkret,hukum tersebut dapat di kesampingkan oleh
perjanjian yang diadakan oleh para pihak dan dengan kata lain ini merupakan hukum secara apiori
tidaklah mengikat atau wajib di ta’ati.
9

contoh kasus I :
Sebagai contoh dalam pasal 119 KUH Perdata berbunyi
”Mulai saat perkawinan dilangsungkan,demi hukum, berlakulah persatuan bulat antara harta
kekayaan suami dan harta kekayaan istri, sekadar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak
diadakannya ketentuan lain.
Persatuan itu sepanjang perkawinan tak boleh ditiadakan atau diubah dengan sesuatu
persetujuan antara suami dan istri”. (di kutip dari ”Dasar-Dasar Ilmu Hukum” Ishaq SH.M Hum).
Jadi,dalam hal ini sebenarnya kedua belah pihak dapat mengesampingkan peraturan ini, jika
kedua belah pihak membuat persetujuan-persetujuan lain yang sekiranya dapat membuat
kedunya saling menyepakati persetujuan atau perjanjian tersebut.misalnya dengan membuat
perjanjian kawin, harta mereka terpisah satu sama lain,atau sebagainya.

Contoh kasus II:


Setiap warga negara berhak untuk mengemukakan pendapat. Apabila seseorang berada di dalam
forum, maka ia dapat mengeluarkan pendapatnya atau tidak sama sekali.

Dari pengertian di atas tentang hukum imperatif(hukum yang memaksa) dan fakultatif (hukum
yang mengatur), kata hukum yang memaksa dan mengatur sebenarnya merupakan istilah yang di
gunakan oleh Belanda dalam membentuk Undang-undang, karena itulah istilah yang sangat tepat
untuk menyebut ”hukum yang mengatur dan memaksa” sebagai ketentuan-ketentuan yang
bersifat memaksa dan mengatur.hal ini sejalan dengan istilah bahasa inggris ”Mandatory
Provision”untuk ketentuan yang bersifat memaksa,dan ”Directory Provision” untuk ketentuan
yang bersifat mengatur.

Pembagian Kaedah Hukum (Undang-undang) berdasarkan sifatnya, Imperatif/dwingendrecht


(keharusan/memaksa) atau fakultatif/aanvullendrecht (dapat melengkapi/mengatur).

Bersifat Imperatif/dwingendrecht Bersifat fakultatif/aanvullendrecht (dapat


No.
(keharusan/memaksa) melengkapi/mengatur).
1. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Misalnya : Misalnya :
- Pasal 338 KUHP yang berbunyi : Barang siapa - Pasal 119 KUH PERDATA yang berbunyi:
dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, Mulai saat perkawinan dilangsungkan,
dihukum, dengan hukuman penjara selama- demi hukum berlakulah persatuan bulat
lamanya lima belas tahun. antara harta kekayaan suami isteri,
- Pasal 285 KUHP yang berbunyi : Barang siapa sekadar mengenai itu dengan perjanjian
dengan dengan kekerasan atau ancaman kawin tidak diadakan ketentuan lain.
kekerasan memaksa perempuan yang bukan Persatuan itu sepanjang perkawinan tak
istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, boleh ditiadakan atau diubah dengan
karena memperkosa dengan hukuman penjara sesuatu persetujuan antara suami dan istri.
selama-lamanya dua  belas tahun. - Pasal 1477 KUH PERDATA yang berbunyi::
:Penyerahan harus terjadi ditempat
dimana barang yang terjual berada pada
waktu penjualan, jika tentang itu tidak
10

telah diadakan persetujuan lain.


2 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Undang-Undang no. 13 tahun 2003
Misalnya : tentang Ketenagakerjaan Misalnya :
- Pasal 147 KUH PERDATA berbunyi :Atas - Pasal 35 yang berbunyi :
ancaman pembatalan, setiap perjanjian (1) Pemberi kerja yang memerlukan tenaga
perkawinan harus dibuat dengan akta notaris kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja
sebelum perkawinan berlangsung. yang dibutuhkan atau melalui pelaksana
Perjanjian mulai berlaku semenjak saat penempatan tenaga kerja.
perkawinan dilangsungkan; lain saat untuk itu - Pasal 92 yang berbunyi :
tak boleh ditetapkannya. (2)pengusaha melakukan peninjauan upah
secara berkala dengan memperhatikan
kemampuan perubahan produktivitas
Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 UU. No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
(Perlindungan Dan pengelolaan Lingkungan Misalnya :
Hidup) Misalnya : - Pasal 29 ayat 1 yang berbunyi :
- Pasal 99 yang berbunyi : Pada waktu atau sebelum perkawinan
(1) Setiap orang yang karena kelalaiannya dilangsungkan, kedua pihak atas
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara persetujuan bersama dapat mengadakan
ambient, baku mutru udara air, baku mutu air perjanjian tertulis yang disahkan oleh
laut, atau kreteria baku kerusakan lingkungan Pegawai pencatat perkawinan, setelah
hidup, dipidana dengan Pidana penjara paling mana isinya berlaku juga terhadap pihak
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
tahun dan denda paling sedikit
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp.3.000.000.000,00 ( tiga milyar
Rupiah).
(2) Apabila perbuatan yang dimaksud pada ayat
(1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya
kesehatan mmanusia, dipidana penjara paling
siingkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling sedikit
Rp.2.000.000.000,00 (dua Miliar rupiah dan
paling banyak Rp.6.000.000.000,00 ( enam
milyar Rupiah).
(3) Apabila perbuatan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
luka berat atau mati, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 9 (Sembilan) tahun dan denda pa ling
sedikit Rp.2.000.000.000,00 (dua Miliar rupiah)
dan paling banyak Rp.9.000.000.000,00
( sembilan milyar Rupiah).
4 Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2008 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Pengelolaan sampah) Misalnya :
Misalnya : - Pasal 1303 yang berbunyi :
- Pasal 29 yang berbunyi : Tiap ahli waris kreditur dapat menuntut
(1) Setiap orang dilarang  : pelaksanaan suatu perikatan yang tak
11

a. Memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara dapat dibagi-bagi secara keseluruhan.


Kesatuan Republik Indonesia; Tiada seorang pun di antara mereka
b. Mengimpor sampah; diperbolehkan sendirian memberi
c. Mencampur sampah dengan limbah berbahaya pembebasan dari seluruh utang maupun
dan beracun; menerima harganya sebagai ganti barang.
d. Mengelola sampah yang menyebabkan Jika hanya salah satu ahli waris memberi
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan; pembebasan dari utang yang
e. Membuang samapah tidak pada tempat yang bersangkutan, atau menerima harga
telah ditentukan dan disediakan; barang yang bersangkutan, maka para ahli
f. Melakukan penanganan sampah dengan waris lainnya tidak dapat menuntut barang
pembuangan terbuka di tempat genai tak dapat dibagi-bagi itu, kecuali dengan
pemprosesan ahir, dan/atau memperhitungkan bagian dari ahli waris
g. Membakar sampah yang tidak sesuai dengan yang telah memberikan pembebasan dari
persyaratan teknis pengelolaan sampah. utang atau yang telah menerima harga
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan barang itu
sebagaiman dimaksud pada ayat(1) huruf a,
huruf c, dan huruf d diatur dengan peraturan
pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
huruf g diatur dengan peraturan pemerintah.
(4) Peraturanm daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda
terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan
huruf g.
5 Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Pemerintah Daerah) Misalnya :
Misalnya : - Pasal 1303 yang berbunyi :
- Pasal 80 yang berbunyi : Tiap ahli waris kreditur dapat menuntut
Pejabat Negara, pejabat struktural dan pelaksanaan suatu perikatan yang tak
fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala dapat dibagi-bagi secara keseluruhan.
desa dilarang membuat keputusan atau tindakan Tiada seorang pun di antara mereka
yang menguntungkan atau merugikan salah satu diperbolehkan sendirian memberi
pasangan calon selama masa kampanye. pembebasan dari seluruh utang maupun
menerima harganya sebagai ganti barang.
Jika hanya salah satu ahli waris memberi
pembebasan dari utang yang
bersangkutan, atau menerima harga
barang yang bersangkutan, maka para ahli
waris lainnya tidak dapat menuntut barang
tak dapat dibagi-bagi itu, kecuali dengan
memperhitungkan bagian dari ahli waris
yang telah memberikan pembebasan dari
utang atau yang telah menerima harga
barang itu.
12

6. Bab 2 Pasal 6 ayat 1 UU. No 1 tahun 1974 6. Buku III Bab 1 bagian 9 Pasal 1303
tentang Perkawinan KUHPerdata
7. Bab 4 Pasal 15 UU. No 8 tahun 1999 tentang 7. Buku III Bab 1 bagian 10 Pasal 1306
Perlindungan Konsumen KUHPerdata
8. Bab 1 Pasal 7 UU. No 5 tahun 1960 tentang 8. Buku III Bab 3 Pasal 1370 KUHPerdata
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria 9. Buku III Bab 3 Pasal 1371
9. Buku III Bab 1 bagian ke-3 Pasal 1242 10. Buku III Bab 4 bagian 2 Pasal 1404
KUHPerdata KUHPerdata
10. Buku III Bab 3 bagian 9 Pasal 1301
KUHPerdata
11. Buku III Bab 3 Pasal 1360 KUHPerdata

Anda mungkin juga menyukai