Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGOLAHAN FISIK DAN KIMIA – TL 3101


SEDIMENTASI PARTIKEL FLOKULEN

Nama Praktikan : M. Faza Azmi Nasrullah


NIM: 15317043 : 15317067
Kelompok :5
Shift : Selasa (13.30-15.00)
Tanggal Praktikum : 19 November 2019
Tanggal Pengumpulan : 26 November 2019
PJ Modul : Alfiyah Nur Fitriani
Tsamara Luthfia Henviandini

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
I. TUJUAN
1. Menentukan total removal partikel flokulen dari suatu sumber air baku.
2. Menentukan waktu detensi bak sedimentasi.
3. Menentukan desain bak sedimentasi dari data hasil percobaan.

II. TEORI DASAR


Sedimentasi adalah pemisahan solid-liquid menggunakan pengendapan secara
gravitasi untuk menyisihkan suspended solid (Reynolds, 1996). Biasanya,
sedimentasi secara umum digunakan pada pengolahan air (baik air limbah atau air
minum). Pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan, sedimentasi ditujukan untuk
penyisihan lumpur setelah koagulasi dan sebelum proses filtrasi. Selain itu,
prinsip sedimentasi juga digunakan dalam pengendalian partikel di udara.
Menurut Droste (1997), berdasarkan konsentrasi padatan dan kecenderungan
interaksi antar partikel, sedimentasi dibagi menjadi empat tipe, diantaranya:
1. Sedimentasi tipe I (diskrit), dimana partikel akan mengendap secara
individual dan tidak ada interaksi antar partikel. Partikel akan menetap dan
mempertahankan karakteristiknya satu sama lain dengan tidak saling
menyatu, sehingga sifat fisik mereka terjaga seperti bentuk, ukuran dan
kepadatan.
2. Sedimentasi tipe II (flokulan), terjadi interaksi antar partikel sehingga partikel
bergabung dan menetap untuk sementara. Karakteristik partikel berubah
seiring dengan peningkatan ukuran (pembentukan flok) dan sebagai hasilnya,
terjadi kecepatan pengendapan.
3. Sedimentasi tipe III (hindered), proses pengendapan mengalami perlambatan
dimana gaya antar partikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap,
terjadi pada suspensi dengan konsentrasi menengah dan dapat menghalangi
pergerakan air.
4. Sedimentasi compression, dimana terjadi pemampatan partikel yang telah
mengendap yang terjadi karena berat partikel bertambah secara konstan.
Konsentrasi padatan bisa lebih tinggi dan pengendapan dapat terjadi hanya
karena adanya tekanan dari struktur partikel.
Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi
encer, di mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama
dalam operasi pengendapan, ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga
kecepatannya juga meningkat. Sebagai contoh sedimentasi tipe II antara lain
pengendapan pertama pada pengolahan air limbah atau pengendapan partikel hasil
proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum maupun air limbah.
Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's
karena ukuran dan kecepatan pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang
mengendap diuji dengan column settling test dengan multiple withdrawal ports.
Dengan menggunakan kolom pengendapan tersebut, sampling dilakukan pada
setiap port pada interval waktu tertentu, dan data removal partikel diplot pada
grafik seperti pada gambar berikut.

Gambar II.1 Grafik Isoremoval


Grafik isoremoval juga dapat digunakan untuk menentukan lamanya waktu
pengendapan dan surface loading atau overflow rate bila diinginkan efisiensi
pengendapan tertentu.

III. DATA AWAL


Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan data awal sebagai berikut.
Ketinggian air = 1.00 m
Diameter tangki = 0.17 m
Volume tawas = 150 ml
Kecepatan pengadukan koagulasi = 100 rpm
Kecepatan pengadukan flokulasi = 60 rpm
Debit rencana = 2500 m3/hari = 0,0289 m3/s
Tabel III.1 Hasil pengukuran TSS sampel air tiap waktu

Kedalama TSS (mg/l)


Waktu Pengukuran (menit)
n (m) 0 3 6 9 12 15 20 25 30
66 14 11 8 10 9 7 10
0,2 68 15 11 10 9 7 8 12
69 15 11 10 7 6 6 12
74 43 37 16 13 10 8 8
0,4 78 44 38 18 13 10 9 15
78 44 38 19 13 14 9 13
81 50 31 28 12 15 17 15
0,6 52,33 83 49 31 29 12 14 15 16
81 50 30 31 13 14 19 20
113 81 36 15 15 16 13 12
0,8 121 83 37 17 16 17 15 11
118 84 37 15 17 17 14 13
89 251 78 26 26 37 18 17
1 91 245 76 28 23 38 18 15
88 241 81 27 28 39 18 17

IV. PENGOLAHAN DATA


1. Menentukan TSS Rata-rata
Pengukuran TSS dengan menggunakan spektrofotometer dilakukan secara
triplo. Rata-rata TSS pada setiap titik dan waktu dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut.
TSS1 +TSS2 +TSS3
TSSrata −rata=
3
Perhitungan TSS rata-rata di kedalaman 0,2 m pada menit ke 3 adalah sebagai
berikut.
66+68+69
TSSrata −rata= =67,6667 mg/l
3
Dengan menggunakan perhitungan yang sama, didapatkan TSS rata-rata di
titik dan waktu lain yang disajikan pada tabel berikut.
Tabel IV.1 Hasil pengukuran TSS rata-rata

Kedalama TSS (mg/l)


Waktu Pengukuran (menit)
n (m) 0 3 6 9 12 15 20 25 30
0,2 52,3 67,67 14,67 11,0 9,33 8,67 7,33 7,00 11,33
0
0,4 76,67 43,67 37,6 17,6 13,0 11,3 8,67 12,00
7 7 0 3
0,6 81,67 49,67 60,6 29,3 12,3 14,3 17,0 17,00
3 7 3 3 3 0
0,8 117,3 82,67 36,6 15,6 16,0 16,6 14,0 12,00
3 7 7 0 7 0
1 89,33 245,6 78,3 27,0 25,6 38,0 18,0 16,33
7 3 0 7 0 0

2. Menentukan Persen Removal


Untuk membuat grafik isoremoval, diperlukan data persen removal di setiap
titik dan waktu pengukuran. Persen removal dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut.
TSS awal−TSS akhir
% removal= ( TSS awal )
× 100 %

Perhitungan % removal untuk kedalaman 0.22 m pada menit ke 3 adalah


sebagai berikut.

% removal= ( 52,33−67,67
52,33 ) ×100 %=−29.2994 %
Dengan menggunakan perhitungan yang sama, didapatkan % removal untuk
titik dan waktu lain yang disajikan pada tabel berikut.
Tabel IV.2 Hasil perhitungan % removal

Kedalaman % Removal
Waktu Pengukuran (menit)
(m) 0 3 6 9 12 15 20 25 30
0,2 -29,30 71,97 78,98 82,17 83,4 85,99 86,62 78,34
4
0,4 -46,50 16,56 28,03 66,24 75,1 78,34 83,44 77,07
6
0,6 -56,05 5,10 41,40 43,95 76,4 72,61 67,52 67,52
0,00
3
0,8 -124,20 -57,96 29,94 70,06 69,4 68,15 73,25 77,07
3
1 -70,70 -369,43 -49,68 48,41 50,9 27,39 65,61 68,79
6
3. Pembuatan Grafik Isoremval
Hasil perhitungan %removal yang diperoleh diplotkan pada grafik
Isoremoval. Hasil pengukuran yang kurang sempurna menghasilkan data yang
tidak terlalu baik. Data tersebut dapat menghasilkan garis isoremoval yang kurang
baik atau disebut dengan data outliers akan diabaikan. Sehingga diperoleh grafik
isoremoval sebagai berikut

Gambar IV.1 Grafik isoremoval


Dari grafik yang telah dibuat kemudian dibuat garis persentase removal pada
60%, 70%, 80%, dan 90% removal.

4. Menentukan Total Removal


Perhitungan total removal didasarkan kepada waktu tertentu yaitu pada saat 6
menit, 9 menit, 12 menit, 15 menit dan 20 menit. Total removal didapatkan dari
persamaan berikut.
Hi
RT =R B+ ∑ ∆R
H
Keterangan:
RT = Total removal
RB = % removal paling kecil
Hi = Ketinggian titik tengah antara dua garis isoremoval
H = Kedalaman air
Perhitungan total removal untuk waktu 6 menit adalah sebagai berikut.
RT =0,6+ 0,027+0,0 18+0,0 08=0,6 5 3=65,3 %
Dengan menggunakan perhitungan yang sama, didapatkan total removal
untuk waktu lainnya yang disajikan pada tabel berikut.
Tabel IV.3 Hasil perhitungan total removal
Waktu (menit) Total Removal (%)
6 65,3
9 67,45
12 70,2
15 74,5
20 78,85

5. Menentukan Waktu Detensi


Waktu detensi didapatkan dengan cara memplotkan data pada Tabel IV.3
dalam grafik waktu terhadap total removal sebagai berikut.

Gambar IV.2 Grafik total removal terhadap waktu


Pada grafik ditarik garis dari 65% total removal sebagai nilai tipikal menuju
waktu sehingga akan diperoleh nilai waktu detensi sebesar 6 menit.

6. Menentukan Surface Loading Rate


Dengan mengetahui data kedalaman air masing-masing waktu detensi,
surface loading rate dapat ditentukan dengan persamaan berikut.
H
SLR=
t
Perhitungan surface loading rate untuk waktu detensi 6 menit adalah sebagai
berikut.
1 m m
SLR= =0,1667 =0,002778
6 menit s
Dengan menggunakan perhitungan yang sama, didapatkan surface loading
rate untuk waktu detensi lainnya yang disajikan pada tabel berikut.
Tabel IV.4 Hasil perhitungan surface loading rate
Waktu (menit) SLR (m/menit) SLR (m/s)
6 0,166667 0,002778
9 0,111111 0,001852
12 0,083333 0,001389
15 0,066667 0,001111
20 0,05 0,000833
Sehingga didapatkan rurface loading rate untuk
7.
IV.2 ANALISIS KESALAHAN
Terdapat beberapa kesalahan yang dapat terjadi selama melakukan percobaan
sedimentasi partikel diskrit ini yang dapat menyebabkan hasil pengukuran
menjadi tidak valid. Kesalahan-kesalahan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kesalahan berupa pengadukan air sampel yang tidak merata sehingga air tidak
homogen dan partikel tersuspensi tidak tersebar merata.
2. Kesalahan berupa kondisi tangki yang tidak stabil sehingga gaya gravitasi yang
dialami partikel tersuspensi tidak tegak lurus atau gaya gravitasi tidak
optipmum.
3. Kesalahan berupa tidak dibersihkannya keran terlebih dahulu sehingga terdapat
kemungkinan bahwa partikel tersuspensi menumpuk disana.
4. Kesalahan berupa kondisi tangki yang yang sudah memiliki endapan pada
dasarnya sebelum dilakukan pengukuran.
5. Kesalahan berupa kuvet yang tidak dibersihkan pada proses pengukuran
turbiditas.
6. Kesalahan berupa tidak dikalibrasinya terlebih dahulu turbidity meter.
7. Kesalahan berupa tidak tepatnya waktu pengambilan sampel sehingga hasil
pengukuran menjadi tidak akurat.

V. KESIMPULAN
1. Kecepatan pengendapan partikel diskrit yang terjadi selama waktu percobaan
disajikan pada Tabel IV.2.
2. Waktu detensi dari proses pengendapan dengan acuan persen removal sebesar
65% adalah 22,295 menit dengan debit pengendapan sebesar 1023,477
cm3/menit
3. Persentase total removal aktual partikel diskrit dari sampel air yang diuji
adalah sebesar 87,25018%

VI. DAFTAR PUSTAKA


1. Reynold, Ton D and Richards, Paul A. 1996. Unit Operations and Processes
in Environmental Engineering 2nd Edition. Boston: PWS Publishing Company
2. Sawyer Clair N, Mc Carty Perry L. and Parkin Gene F. 2003. Chemistry for
Environmental Engineering and Sicence. New York: Mc Graw Hill

Anda mungkin juga menyukai