Anda di halaman 1dari 8

Anang Putra Sambashttp://staffnew.uny.ac.

id/upload/131862252/pendidikan/pertemuan-iv-ppt-
logika-penggolongan.pdf

LOGIKA BERFIKIR (MANTIQ) TA'RIF ATAU DEFINISI

April 29, 2018

ILMU MANTIQ
“Ta’rif (Definisi)”
Anang Bustami

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Mantiq adalah alat atau dasar yang penggunaannya akan menjaga kesalahan dalam
berpikir. Lebih jelasnya, Mantiq adalah sebuah ilmu yang membahas tentang alat dan formula
berpikir, sehingga seseorang yang menggunakannya akan selamat dari cara berpikir salah.
Manusia sebagai makhluk yang berpikir tidak akan lepas dari berpikir. Namun, saat berpikir,
manusia seringkali dipengaruhi oleh berbagai tendensi, emosi, subyektifitas dan lainnya sehingga
ia tidak dapat berpikir jernih, logis dan obyektif.
Mantiq merupakan upaya agar seseorang dapat berpikir dengan cara yang benar, tidak
keliru. Sebelum kita pelajari masalah-masalah mantiq, ada baiknya kita mengetahui apa yang
dimaksud dengan "berpikir". Berpikir adalah proses pengungkapan sesuatu yang misteri (majhul
atau belum diketahui) dengan mengolah pengetahuan-pengetahuan yang telah ada dalam benak
kita (dzihn) sehingga yang majhul itu menjadi ma'lum (diketahui). Dengan demikian ta’rif adalah
suatu cara atau alat untuk mengenal dan memahami tentang pengertian Lafadz dan untuk
mendapat gambaran yang sejelas-jelasnya terhadap Lafadz itu.
Agar tidak terlalu sulit memahami tentang Ta’rif dalam ilmu Mantiq maka makalah ini
akan mencoba untuk  menjelaskan dengan ringkas dan sistematis mengenai Ta’rif dalam ilmu
Mantiq.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Ta’rif ( Definisi )?
2.      Ada berapa macam atau bagian dari Ta’rif ?
3.      Apa Syarat-syarat Ta’rif?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN TA’RIF (DEFINISI)
Takrif (al-ta’rif) secara etimologi berarti pengertian atau batasan sesuatu. Takrif disebut
juga Al Qaul Al-Syarih (ungkapan yang menjelaskan).
‫قَوْ ٌل دَا ٌل َعلَى َما ِهيَ ِة ال َّشي ِْئ‬
“Kalimat yang menunjukkan hakikat sesuatu.”
Sedangkan menurut ahli mantiq ta’rif adalah teknik menjelaskan sesuatu yang dijelaskan
untuk diperoleh sesuatu pemahaman secara jelas dan terang dengan menggunakan tulisan
maupun lisan. Dengan demikian, takrif menyangkut adanya sesuatu yang dijelaskan,
penjelasannya itu sendiri, dan cara menjelaskannya
Adapun pengertian yang lain juga menerangkan bahwa Ta’rif secara lughawi, adalah
memperkenalkan, memberitahukan sampai jelas dan terang mengenai sesuatu. Secara mantiki,
ta’rif adalah teknik menerangkan baik dengan tulisan maupun lisan, yang dengannya diperoleh
pemahaman yang jelas tentang sesuatu yang diterangkan atau diperkenalkan.[1]
Selain itu menurut  Basiq Djalil, lafadz ta’rif berasal dari bahasa Arab yang bearti
memberi tahu, memperkenalkan. Maksudnya adalah dengan ta’rif, kita dapat sesuatu dengan
lengkap dan sempurna. Itulah sebabnya ta’rif, dapat disamakan pengertiannya dengan rumusan,
pengertian, atau definisi dalam bahasa Indonesia.[2]
Dalam ilmu mantik, ta’rif berperan amat mendasar, kerena istidlal (penarikan
kesimpulan) yang merupakan tinjauannya yang paling fondamental, tergantung amat eratkepada
jelasnya ta’rif lafazhyang dipakai untuk menyusun qadhiyah-qadhiyah (kalimat-kalimat) yang
darinya ditarik natijah (kesimpulan). Jika ta’rif lafazh tidak jelas, maka kesimpulan yang
dihasilkan mungkin sekali keliru atau salah.
Yang di Ta’rif bisa berupa dzat dan yang bukan dzat. Dzat adalah lafadz yang bermakna
dzat atau benda. Dalam ilmu mantik bearti: lafadz kulli yang menunjukkan hakikat (makiyah)
secara penuh. Sedangkan lafadz abstrak yang menyifati benda itu seperti besar, panjang, jelek,
biasa disebut lawan dari zat.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan, ta’rif adalah memperkenalkan,
memberitahukan sampai jelas dan terang mengenai sesuatu dengan lengkap dan sempurna.
B.     PEMBAGIAN TA’RIF
Menurut Baihaqi A. K, dalam bukunya yang berjudul ilmu mantik (teknik dasar berfikir
logik) ta’rif terbagi kepada empat:
1)  Ta’rif Had
Ta’rif had adalah ta’rif yang menggunakan rangkaian lafadz Kulli
Jins dan Fashl. Contoh: Manusia adalah hewan yang berfikir. Hewan adalah jins dan berfikir
adalah fashl bagi manusia.
Ta’rif had ada 2, yaitu Ta’rif Had Tam dan Ta’rif Had Naqish
a)      Ta’rif Had Tam
Ta’rif yang menggunakan rangkaian jenis qorib dan fashl
Contoh: Manusia adalah hewan yang dapat berfikir (Al-Insan Hayawan Al-Nathiq)
Hewan adalah jins qarib kepada manusia karena tidak ada lagi jins di bawahnya.
Sedangkan dapat berfikir adalah fashal qarib baginya.
b)     Ta’rif Had Naqish
Ta’rif yang menggunakan rangkaian jenis ba’id dan fashl atau fashl saja.
Contoh: Manusia adalah tubuh yang dapat berfikir (Al-Insan Jism Al-Nathiq). tubuh adalah jins
ba’id bagi manusia dan dapat berfikir adalah fashl baginya.
Contoh: Manusia adalah yang dapat berfikir (hanya fashl saja).
2)  Ta’rif Rasm
Ta’rif rasm adalah ta’rif yang menggunakan kulliy jins dan ‘irdhi khash.
Contoh: Manusia adalah hewan yang dapat tertawa.
Hewan adalah jins dan tertawa adalah ‘Irdhi Khash (sifat khusus) manusia.
Ta’rif rasm ada 2, yaitu Ta’rif Rasm Tam dan Ta’rif Rasm Naqish         
a)      Ta’rif Rasm Tam
Ta’rif yang menggunakan rangkaian jenis qorib dan khash
Contoh: Manusia adalah hewan yang mampu belajar kitab.
Hewan adalah jins qarib bagi manusia, sedangkan mampu belajar kitab adalah khash baginya.
b)     Ta’rif Rasm Naqish
Ta’rif yang menggunakan rangkaian jenis ba’id dan khash atau khash saja.
Contoh: Manusia adalah jism (tubuh) yang bisa ketawa.
Jism adalah jins ba’id bagi manusia dan bisa tertawa adalah khashah baginya.
Contoh: Manusia adalah yang tertawa.(dengan khashah saja)
3) Ta’rif Lafadzi
Ta’rif lafdzi adalah mendefinisikan sebuah lafadz menggunakan lafadz lain yang
semakna dan menurut pendengar dianggap lebih masyhur.
Contoh: Bahtera adalah lautan. Tepung adalah terigu, itik adalah bebek, lembu adalah sapi.
Kata Lautan lebih dikenal oleh pendengar daripada kata Bahtera.
4) Ta’rif mitsal adalah ta’rif dengan memberikan contoh (mitsal).
Contoh: Lafazh kulli adalah seperti insan, Lafazh juz’i adalah seperti muhammad,
Kalimat bahasa Indonesia adalah seperti guru datang, dll.[3]
  Selain itu menurut M. Taib Thahir, ta’rif juga terbagi menjadi Empat yaitu:
1.      Ta’rif lafdhi
Ta’rif lafdhi adalah ta’rif sutau lafadh dengan lafadh yang laindan lebih jelas bagi
pendengarmengenai lafadh itu.
2.      Ta’rif tanbihi
Ta‘rif tanbihi adalah ta’rif yang mengadirkan gambaran yang sudah tersimpan dalam
khayalan pendengar yang pada waktu itu terlupa padahal pernah dikenalnya.
3.      Ta’rif ismi dan
4.      ta’rif haqiqi
sebenarnya hampir sama, kerena kedua-duanya merupakan gambaran atau susunan kata.
Jika telah jelas susunan pengertian itu jelas pulalah pengertian suatu yang di ta’rifkan.[4]
C.    SYARAT-SYARAT TA’RIF
Ta’rif menjadi benar dan dapat diterima, jika syarat-syaratnya terpenuhi, antara lain:
1)      Ta’rif harus jami’ mani’ (muththarid mun’akis)
Secara lughawi, jami’ berarti mengumpulkan dan mani’ adalah melarang. Dalam ilmu
mantik, jami’ berarti mengumpulkan semua satuan yang dita’rifkan ke dalam ta’rif. Sedangkan
mani’ berarti melarang masuk segala satuan hakekat lain dari yang dita’rifkan ke dalam ta’rif
tersebut. Oleh Karena itu, ta’rif tidak boleh lebih umum atau lebih khusus dari yang dita’rifkan.
Contoh: Manusia adalah hewan yang berakal.
2)      Ta’rif Harus Lebih Jelas Tidak Boleh Lebih Samar
Artinya Ta’rif harus mudah difahami oleh pendengar (dhahir) dan bukan sesuatu yang
maksudnya lebih samar dibandingkan perkara yang di ta’rifi.
Contoh: Api adalah materi yang menyerupai ruh.
Ta’rif ini tidak memenuhi syarat, karena ruh dinilai lebih samar dibandingkan api, karena
ruh banyak di perdebatkan. Sehingga yang terjadi, ta’rif bukan memberikan penjelasan, namun
justru menambah ketidakjelasan bagi pendengar.
3)       Ta’rif Tidak Boleh Musawi (Setingkat Kesamarannya)
Artinya Ta’rif tidak boleh menggunakan sesuatu yang tingkat kesamarannya sama
dengan perkara yang di ta’rifi.
Contoh: Benda bergerak adalah benda yang tidak diam.
Ta’rif ini tidak memenuhi syarat, dan tidak bisa diterima karena tidak adanya pemahaman
tambahan melebihi dari sesuatu yang di ta’rifi.
4)      Ta’rif Tidak Boleh Berputar-Putar
Maksudnya jangan sampai terjadi ta’rif dijelaskan oleh yang dita’rifi.
Contoh: Manusia adalah orang, orang adalah manusia.
5)      Ta’rif Tidak Boleh Berbentuk Majaz
Artinya ta’rif tidak di perbolehkan menggunakan lafad yang berbentuk majaz tanpa disertai
qarinah (bukti indikator) yang memalingkan makna asal. Bisa juga dikatakan Tidak boleh
menyalahi aturan bahasa.
Contoh: para kiyai adalah bulan purnama yang menyinari kegelapan malam.
Kata  bulan purnama dalam definisi ini adalah kiasan dari seorang ulama yang mengayomi
semua masayarakat.
6)      Ta’rif Tidak Boleh Menggunakan Lafadz Musytarak (Persekutuan)
Artinya ta’rif tidak boleh menggunakan kata yang memiliki makna lebih dari satu,
kecuali disertai qarinah yang menjelaskan makna yang di kehendaki.
Contoh: Matahari adalah ‘ain.
Kata ‘ain memiliki banyak arti seperti mata, sumber air, matahari dan emas. Hal ini tidak
diperbolehkan, kecuali dibarengi dengan qarinah yang mengarahkan pada salah satu makna
diantara beberapa makna tersebut.
7)      Ta’rif Berbentuk Rasm Tidak Boleh Menyertakan Suatu Hukum
Artinya dalam rangkaian ta’rif berbentuk rasm tidak diperbolehkan mencantumkan
hukum. Karena penghukuman atas sebuah perkara merupakan pembagian dari Pentasawuran
perkara tersebut.
Contoh: Fa’il adalah isim yang dibaca rafa’.
Hal ini tidak diperbolehkan manakala hukum dijadikan salah satu juz penyusun rasm.
8)      Ta’rif tidak boleh memasukkan lafadz “aw” dalam ta’rif had dan boleh dalam ta’rif
rasm
Artinya lafadz “aw” yang memiliki makna taqsim (membagi) dan tahyir (membuat
pilihan) kedalam bagian dari ta’rif had tidak diperbolehkan. Namun hal ini diperbolehkan dalam
ta’rif rasm.
Contoh dalam ta’rif had: Manusia adalah hewan yang berakal atau berfikir.
Contoh dalam ta’rif rasm: Manusia adalah hewan yang bisa tertawa atau menangis.[5]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Takrif (al-ta’rif) secara etimologi berarti pengertian atau batasan sesuatu. Takrif disebut juga al
qaul al-syarih (ungkapan yang menjelaskan) atau al-had, yaitu
‫قَوْ ٌل دَا ٌل َعلَى َما ِهيَ ِة ال َّشي ِْئ‬
“Kalimat yang menunjukkan hakikat sesuatu.”
Sedangkan ta’rif  secara mantiki adalah teknik menerangkan baik dengan tulisan maupun lisan,
yang dengannya diperoleh yang jelas tentang sesuatu yang diterangkan / diperkenalkan.
2.      Ta’rif dibagi menjadi 3 macam, yaitu: ta’rif had (tam dan naqish), ta’rif rasm (tam dan naqish),
dan ta’rif lafadzi.
3.      Syarat-syarat ta’rif, yaitu harus jami’ mani’, harus lebih jelas tidak boleh lebih samar, tidak
boleh musawi (setingkat kesamarannya), tidak boleh berputar-putar, tidak boleh berbentuk
majaz, tidak boleh menggunakan lafadz musytarak (persekutuan), Ta’rif berbentuk rasm tidak
boleh menyertakan suatu hukum, Tidak boleh memasukkan lafadz “aw” dalam ta’rif had dan
boleh dalam ta’rif rasm.
B, Saran
Makalah ini kami buat memang sangat jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu Penulis
mengharapkan kritik dan saran pada semua pembaca agar nantinya makalah   ini bisa diambil
manfaatnya sekaligus bisa menjadi bahan kajian atau bahkan bisa dijadikan bahan untuk
dikoreksi.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasyimy, Muhammad Ma’shum Zainy. 2008. Zubdatul Mantiqiyah (teori Berfikir Logis),
Jombang: Darul Hikmah.
Azka, Darul. 2012.  sulam al-munawraq kanjian dan penjelasan ilmu manti, Lirboyo: Santri salaf
press.
Al-akhdhoriy, Syekh Abdur Rohman. . Nadzhom Sullamul Munawroq Fi Mantiq, (Jombang:
Pustaka Muhibbin. 2014)
Baihaqi.. Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik. (Jakarta : Darul Ulum Press. 2007)
Djalil, B., 2010, Logika (Ilmu Mantik), (Jakarta : Kencana Predana Media Group. 2010)
http://bambangindrayana.blogspot.co.id/2013/01/makalah-ilmu-mantiq-tentang-tarif.html

                                                                                                              

[1] Prof. Dr. H. Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik, (Jakarta : Darul
Ulum Press, 2007), h. 47
[2] Drs. H. A. Basiq Djalil, S. H. M. A, Logika (Ilmu Mantik), (Jakarta : Kencana Predana
Media Group, 2010), Cet. Ke-1, h. 18
[3]Prof. Dr. H. Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik, (Jakarta : Darul
Ulum Press, 2007),  h. 48-51
[4] Prof. KH. M. Taib Thahir, Ilmu Mantiq, (Yogyakarta : Widjaya, 1964), h. 58
[5] Al-akhdhoriy, Syekh Abdur Rohman. . Nadzhom Sullamul Munawroq Fi Mantiq,
(Jombang: Pustaka Muhibbin. 2014)

Komentar

Postingan populer dari blog ini


ULUMUL QURAN "ILMU FAWATIHUS SUWAR" (PEMBUKA SURAH-SURAH)
Mei 01, 2018
BACA SELENGKAPNYA
MAKNA HADIS "MAN TASYABBAHA BIQAUMIN FAHUWA MINHUM" Kajian no
Tekstual
April 30, 2018
BACA SELENGKAPNYA

 Diberdayakan oleh Blogger


Gambar tema oleh Michael Elkan

ANANG PUTRA SAMBAS

KUNJUNGI PROFIL

Arsip
Laporkan Penyalahgunaan
Anang Putra Sambas

Anda mungkin juga menyukai