Bab 4 mengajari anda bagaimana menilai status mental pasien selama anamnesis. Status mental
adalah sebuah profil dari setidaknya 20 fungsi psikologis. Nilailah status mental dari observasi,
percakapan, dan eksplorasi. Pada bab 4 ini akan memberitahu anda makna dari gangguan-
gangguan tersebut, bukan apa saja yang termasuk gangguan tersebut. Jika anda ingin mengetahui
hal tersebut, bacalah Daftar Istilah (Glossarium). Bab 5 akan membahas penilaian, langkah
terakhir dalam pemeriksaan status mental.
Menurut Aesop, pada abad keenam sebelum masehi (SM), para atlet berkumpul di pulau Rhodos,
Yunani, untuk sebuah kompetisi. Ketika kalah dalam ajang lompat jauh, seorang atlet membual:
"Di rumah saya dapat melakukannya jauh lebih baik." Tanggapan pegawai saat itu adalah: "Ini
adalah Rhodes; Anda menunjukkan lompatan Anda di sini."
Dalam pemeriksaan status mental, inilah yang penting hingga saat ini.
Ketika Anda pertama kali bertemu pasien, Anda segera mulai merasakan sejumlah sinyal.
Hal ini disebut dengan kesan pertama. Sebagai pewawancara, tugas Anda adalah menganalisis
sinyal-sinyal ini sebagai gambaran dari fungsi pasien saat ini — yaitu status mentalnya. Ini
memberi Anda pandangan cross-sectional dari kekuatan, kelemahan, dan gangguannya.
Gambaran lengkap tentang tingkat fungsional pasien di sini dan sekarang (dan 24 jam
sebelumnya) memberi Anda informasi penting dalam akurasi diagnostik. Pada Bab 6, kami akan
menyediakan kunci utama lainnya: yaitu dengan mengumpulkan riwayat perkembangan
gangguan pasien. Integrasi dari keduanya memberikan dasar untuk diagnosis banding Anda.
Penilaian status mental berguna agar pewawancara tetap memperhatikan perilaku pasien
selama wawancara, karena Anda bekerja di berbagai tingkat komunikasi. Tetap waspada
terhadap perubahan perilaku pasien selama wawancara dapat menjadi sebuah tantangan. Dengan
mudah Anda akan segera belajar memantau setidaknya 20 fungsi: Penampilan, tingkat
kesadaran, perilaku psikomotor, perhatian, konsentrasi, ucapan, pemikiran, orientasi, memori,
afek, mood / suasana hati, energi, persepsi, isi pikiran, tilikan, judgement, fungsi sosial,
sugestibilitas, pemikiran abstrak, dan kecerdasan (Fish 1967; Kaplan dan Saciock 1989;
Mesulam 1985; Joynt 1992; Strub dan Black 1993; Taylor 1993).
ALAT
Dalam bab ini, kita akan mengeksplorasi tiga metode untuk menilai status mental: observasi,
percakapan, dan eksplorasi. Pengujian, yang merupakan langkah terakhir dalam penilaian status
mental akan dibahas dalam Bab 5.
Melalui observasi, Anda mencatat berbagai perilaku dan menafsirkannya. Untuk observasi,
Anda tidak perlu pasien yang kooperatif. Sebaliknya, percakapan dan eksplorasi tergantung pada
pasien yang kooperatif penuh atau sebagian. Dengan demikian, Anda harus menjalin hubungan
dengan pasien sehingga ia akan mengungkapkan informasi yang Anda butuhkan.
Dalam setiap fase dari proses wawancara, Anda harus memantau status mental. Dalam bab
ini, kami akan menunjukkan kepada Anda apa yang harus dicari, tanda-tanda apa yang dapat
mengindikasi, dan bagaimana menyatukan informasi ini ke dalam evaluasi status mental secara
lengkap. Mari kita mulai dengan deskripsi umum dari setiap metode.
Observasi semua aspek perilaku dan presentasi pasien, seperti penampilan, kesadaran,
aktivitas psikomotorik, dan afek yang akan terlihat pada menit pertama wawancara. Bagi pasien
yang menolak untuk berbicara, observasi seringkali merupakan satu-satunya metode penilaian
yang tersedia. Gangguan apa pun - yang Anda amati disebut signs atau tanda.
Percakapan mengacu pada komunikasi yang santai dan tidak langsung dengan pasien.
Selama percakapan, Anda menilai kondisinya ketika dia agak lengah, tidak menyadari
pemeriksaan psikiatri telah dimulai. Ketika Anda berbicara, Anda dapat menilai orientasi pasien;
ucapan; pemikiran; perhatian; konsentrasi; pemahaman; memori jarak jauh, baru-baru ini, dan
memori langsung. Pasien yang secara verbal kasar, bermusuhan, atau hati-hati, dapat menolak
eksplorasi tetapi tidak dapat menolak percakapan.
Eksplorasi menawarkan metode untuk memanfaatkan pengalaman internal pasien yang
tidak terlihat, seperti mood atau suasana hati, motivasi, persepsi, isi pikiran, tilikan, dan
penilaian. Untuk membedakan mereka, pasien harus termotivasi untuk berbicara. Jika dia mau
membicarakan masalahnya, Anda dapat menilai gejalanya.
Observasi, percakapan, dan eksplorasi berlangsung sepanjang wawancara. Pada beberapa
pasien, ketiga metode ini dapat digunakan secara mulus dan berurutan, seperti dalam contoh
berikut:
Veteran berusia 35 tahun ini dibawa IGD oleh polisi. Dia tampak kusut, berjalan goyah,
dan berbau alkohol. Lengannya menunjukkan tato.
Berbicara tentang tato yang diamati (yang mungkin lebih sering terjadi pada pasien dengan
kepribadian antisosial), pewawancara mengetahui bahwa pasien adalah seorang yang mudah
tersinggung, bermusuhan, dan mudah terpancing oleh eksplorasi. Dia memiliki afek labil, tetapi
dapat memahami dan menjawab pertanyaan. Ketika dia merasa menjadi subjek yang menarik
dalam pertukaran verbal, dia menunjukkan perilakunya yang bermusuhan. Sebagai pewawancara
Anda harus belajar untuk mundur dari eksplorasi dan kembali ke percakapan jika pasien
menunjukkan perilakunya yang bermusuhan.
1. OBSERVASI
Observasi yang cerdik terhadap pasien dapat menghasilkan banyak pandangan tentang dirinya.
Laporan perawat ini menunjukkan berapa banyak yang dapat dipelajari melalui observasi.
Seorang wanita kulit putih berusia 22 tahun, yang sudah menikah, baru saja dirawat di
layanan rawat inap. Rahel berbaring di tempat tidur dengan perut dan wajahnya tertelungkup
di bantal. Dia tidak menjawab pertanyaan atau menanggapi perintah apa pun. Ketika saya
menyebutkan bahwa dokter akan segera tiba, dia tidak memperhatikan. Setelah saya pergi,
saya mengintip melalui jendela pintu. Dia bangkit dari tempat tidurnya, pergi ke kamar
mandi yang berdekatan, dan kembali dengan rambut disikat dan make up di wajahnya, hanya
untuk melanjutkan posisinya di tempat tidur, wajah menunduk.
Jelas Rachel sadar, memahami, dan mengingat ucapan perawat. Gerakan motoriknya sangat
utuh tanpa posturing atau pingsan, dan dia dapat melakukan tindakan yang berorientasi pada
tujuan.
Seperti yang ditunjukkan pada contoh ini, observasi dimulai sebelum Anda berbicara
dengan pasien Anda. Lihatlah penampilan, kewaspadaan (tingkat kesadaran), perilaku
psikomotor, dan afek. (Untuk menilai afek, Anda perlu — selain ekspresi wajah — juga isi
pemikiran pasien, yang akan kita diskusikan di Bagian 2. Percakapan)
Tidak diperlukan teknik yang rumit untuk mengamati dan mengevaluasi penampilan,
kebersihan, ras, atau latar belakang etnis. Tetapi pewawancara harus menghindari evaluasi
stereotype pada pasien, dan membuat suatu asumsi, misalnya, remaja dengan tiga anting di satu
telinga menunjukkan sebuah keelokan ketika gaya ini endemik di antara anak berusia 14 tahun.
Pertahankan rasa konteks tentang pasien Anda dan hindari menarik kesimpulan sampai Anda
telah dengan cermat mempertimbangkan setiap aspek status mental. Setelah itu, Anda akan
memiliki gambaran yang lebih akurat tentang apa saja perilaku individual unik dari pasien yang
duduk di hadapan Anda.
Penampilan
Pada saat Anda bertemu pasien, tentu saja Anda akan mencatat jenis kelamin, usia, ras, status
gizi, tipe tubuh (lihat Daftar Istilah), kebersihan, pakaian, dan kontak mata. Anda dapat
mengamati aspek-aspek yang terkait dengan kehadiran atau onset timbulnya psikopatologi.
Jenis kelamin dan usia seringkali relevan untuk diagnosis, karena banyak kelainan yang sering
dikaitkan dengan faktor-faktor ini. Misalnya, pada wanita lebih sering terjadi; anoreksia dan
bulimia nervosa, somatisasi, dan gangguan mood, sedangkan pada pria, kepribadian antisosial
dan penyalahgunaan alkohol lebih sering ditemukan.
Pada pasien muda lebih sering terjadi gangguan seperti; anoreksia nervosa, gangguan
somatisasi, kepribadian antisosial, dan skizofrenia; sedangkan pada pasien yang lebih tua, sering
terjadi demensia degeneratif. Seorang pasien yang tampak lebih tua dari usianya mungkin
memiliki riwayat penyalahgunaan zat, gangguan kognitif, depresi, atau penyakit fisik.
Ras dan latar belakang etnis lebih dari sekedar deskriptor demografis. Mereka dapat menjadi
salah satu sumber stres atau reaksi penyesuaian, dan dapat mempengaruhi prevalensi dan
timbulnya gangguan mental. Beberapa budaya menganggap makna perilaku berbeda-beda; orang
dengan delusi psikotik dapat dianggap dirasuki oleh suatu kekuatan. Untuk beberapa budaya
Asia-Amerika, di mana masalah harus ditangani dalam keluarga, membawa masalah ke terapis
adalah suatu yang sangat memalukan. Individu dengan latar belakang budaya ini mungkin
membutuhkan waktu yang lama sebelum berkonsultasi dengan psikiater profesional, dan
mungkin menunjukkan tanda-tanda kemunduran fungsi psikologis yang lebih berat.
Perbedaan antara latar belakang Anda dan pasien Anda dapat memengaruhi interaksi Anda
dengan pasien. Jika Anda berbeda dari pasien dalam hal ras, budaya, atau kebangsaan, ia
mungkin akan bereaksi dengan hati-hati atau tidak percaya. Berikut ini sebuah contoh.
Setelah upaya bunuh diri yang serius (gantung diri) saat berada di bangsal rumah sakit,
seorang wanita kebangsaan Afrika-Amerika, perawat lesbian, telah diresusitasi. Sorang
dokter residen pria, imigran dari Israel, berbicara dengannya setelah kejadian itu dan
menanyakan pemikiran atau rencana bunuh diri yang ada saat ini. Pasien menyangkalnya
secara empatik dan berulang-ulang. Dokter percaya padanya. Namun, pasien mengaku pada
staf perawat wanita Afrika-Amerika bahwa lain kali dia tidak akan gagal dan itu akan segera
terjadi. Perbedaan ras, jenis kelamin, dan kebangsaan menghasilkan penilaian yang sangat
berbeda.
Apa yang dapat Anda lakukan untuk meminimalkan asumsi stereotype Anda tentang
perilaku? Kumpulkan informasi tentang makna perilaku di berbagai etnis dan budaya. Minta
pasien Anda untuk membantu Anda dalam memahami bagaimana perilakunya dilihat dari
keluarganya, atau negaranya.
Penelitian telah menunjukkan bahwa latar belakang etnis dikaitkan dengan gangguan
kejiwaan tertentu. Misalnya, tingkat alkoholisme yang tinggi di Irlandia dan beberapa suku asli-
Amerika, Prancis, dan Italia; tetapi tingkat alkoholisme di kalangan orang Asia-Amerika
tergolong rendah (Goodwin dan Guze 1989).
Status Nutrisi
Gizi yang buruk dapat disebabkan oleh penyakit kejiwaan atau kelainan medis, misalnya
anoreksia nervosa pada wanita muda; anoreksia karena alkohol dan penyalahgunaan zat;
skizofrenia; depresi; atau penyakit medis lain seperti kanker, diabetes, dan endokrinopati.
Sebaliknya, obesitas bisa mengarah pada gangguan makan; gangguan somatisasi; gangguan
mood dengan hiperfagi; atau penggunaan obat-obatan psikotropika seperti trisiklik, litium, dan
neuroleptik sedatif (thorazine, dan thioridazine, termasuk clozapine; Cohen et al. 1990). Jika ada
pertanyaan dalam pikiran Anda tentang etiologi, Anda perlu mengatasi secara langsung
kebiasaan makan pasien (bagian 3: Eksplorasi).
Pengabaian diri dapat menunjukkan adanya gangguan kejiwaan tertentu seperti demensia,
penyalahgunaan zat dan alkohol, depresi, atau skizofrenia: jenggot berusia 3 hari, noda makanan
pada pakaian, lubang di kaus kaki, sepatu kotor, bau badan, kotoran kuku, atau tidak cukuran.
Sebaliknya, kerapian yang ekstrem dan tangan merah dapat menunjukkan tindakan cuci tangan
yang berlebihan seperti yang terlihat pada gangguan obsesif-kompulsif (OCD).
Pakaian dapat mengungkapkan status sosial dan profesi, keterlibatan dalam waktu luang
atau aktivitas kerja, penyesuaian musim, sikap terhadap masyarakat, atau mood yang ekstrem
seperti manik atau depresi. Beberapa pasien dengan gangguan bipolar menunjukkan keadaan
mood mereka dengan penampilan mereka:
Ketika manik, seorang wanita 65 tahun berpakaian merah cerah, memakai banyak perhiasan,
mengecat rambutnya, dan mewarnai bibirnya dengan warna merah menyala. Ketika tertekan,
dia membiarkan ubannya tumbuh, berpakaian warna gelap, dan tidak menggunakan riasan.
Secara umum, pakaian yang mencolok, tidak serasi, dan tata rias yang menor dapat menunjukkan
gejala histeris atau manik, atau gangguan kognitif. Pakaian yang sangat eksentrik, tidak sesuai,
atau tidak pantas bisa menjadi tanda perilaku psikotik. Pewawancara harus mengevaluasi apa
yang tidak pantas. Contoh-contoh berikut memberikan beberapa ilustrasi: tukang listrik yang
mengenakan tuksedo untuk pengangkatannya; pengacara wanita paruh baya yang datang
menemui Anda dalam balutan bikini, jeans biru, dan bertelanjang kaki; seorang pasien yang
mengenakan kacamata hitam di dalam ruangan menjelaskan: "Saya tidak ingin orang lain
melihat mata saya dan membaca pikiran saya." Petunjuk seperti itu harus disadari tetapi tidak
menjebak Anda dalam diagnosis.
Kontak mata
Sebagian besar pasien mempertahankan kontak mata dan melacak gerakan pewawancara dengan
mata mereka. Pergerakan mata yang menyimpang dapat bersifat diagnostik: pandangan mata
yang berkeliaran menunjukkan distraktibilitas, halusinasi visual, manik, atau gangguan kognitif.
Menghindari kontak mata dapat mengungkapkan permusuhan, rasa malu, atau kecemasan.
Pelacakan yang terlalu konstan dapat menimbulkan kecurigaan. Jika sesuai, tanyakan pada
pasien tentang kebenaran petunjuk tersebut. Jawabannya dapat membawa Anda langsung ke
penyakitnya.
Kesadaran
Tingkat kesadaran dapat berubah karena konsumsi alkohol, obat-obatan, atau serangan
paroksismal, termasuk pingsan, serangan narkoleptik, parsial kompleks, petit mal, grand mal,
dan pseudoseizure. Yang terakhir jarang diamati selama wawancara baik pada pasien rawat inap
atau rawat jalan. Anda harus bertanya kepada pasien apakah dia pernah mengalami serangan
seperti ini (lihat bagian 3: Eksplorasi).
Letargi dapat mengindikasikan kelainan mental karena kondisi medis seperti delirium,
demensia, keadaan amnestik, dan kelainan kognitif lainnya. Jangan berasumsi letargi adalah
akibat depresi, alkohol, atau intoksikasi obat. Hanya eksplorasi dan pengujian yang akan
memberi tahu Anda tentang etiologi (lihat Bab 5 bagian 1. Pengujian, Tingkat Kesadaran).
Psikogenik stupor dapat menjadi komplikasi dari kepanikan, somatisasi, gangguan mood;
skizofrenia tipe katatonik, delirium, demensia, keadaan amnestik, dan gangguan kognitif lainnya.
Perilaku Psikomotor
Perilaku psikomotor memberi petunjuk diagnostik tentang kesadaran, afek, tingkat energi,
agitasi, dan gangguan gerakan dalam berbagai gangguan psikiatrik dan neurologis. Pewawancara
harus mencatat posisi pasien dan waspada terhadap respon otonom dan tujuh jenis aktivitas
psikomotorik: postur, gerakan ekspresif, gerakan reaktif, gerakan perawatan, gerakan simbolik,
dan gerakan yang memiliki tujuan tertentu (lihat juga Bab 5: Pengujian).
Aktivitas psikomotor adalah media dimana komunikasi nonverbal terjadi. Karena itu
penting bagi Anda untuk mencatat berbagai jenis kegiatan motorik dan belajar bagaimana
menafsirkannya. Dari sudut pandang diagnostik, gerakan dapat dikelompokkan ke dalam empat
kategori:
1. postur
2. gerakan psikomotor
3. gerakan yang mengekspresikan afek
4. gerakan kompleks abnormal
1. Postur tubuh
Postur mempertahankan tonus otot tubuh. Sebagai seorang yang mendiagnosa, Anda akan
tertarik pada kekuatan tonus otot dan pada perubahan postur. Tonus otot mencerminkan tingkat
energi dan ketegangan seseorang. Perubahan cepat dalam postur seperti mondar-mandir
mencerminkan suatu agitasi. Anda akan melihat tonus otot meningkat pada pasien yang tegang
dan gelisah, sedangkan pasien yang tenang atau mengantuk menunjukkan tonus otot rendah.
Postur tegak dapat mengekspresikan peningkatan tingkat energi pada pasien, dan postur
bungkuk menunjukkan hal sebaliknya. Mannerisme, katalepsi, posturing, dan waxy flexibility
adalah semua tanda-tanda baik pada skizofrenia tipe katatonik, gangguan mood tak terinci, atau
lesi otak tengah.
2. Gerakan Psikomotor
Gerakan dan ucapan psikomotor berfungsi sebagai ekspresi dari pikiran dan tindakan. Bedakan
antara gerakan yang memiliki tujuan tertentu, gerakan ekspresif dan ilustratif, dan gerakan
simbolik.
Gerakan yang memiliki tujuan: Pasien melakukan tindakannya dengan gerakan yang
diarahkan pada tujuan. Sebagai diagnosa, Anda menilai apakah tujuan tercapai. Sebagai contoh,
pasien manik dapat memulai gerakan tetapi tidak pernah menyelesaikan tindakan atau mencapai
tujuan. Gerakan yang memiliki tujuan ini akan berkurang pada pasien dengan depresi,
parkinsonisme, atau parkinsonisme yang disebabkan oleh neuroleptik. Pada dua kelainan terakhir
tersebut, semua gerakan menjadi kaku.
Anda dapat meminta pasien untuk melakukan tugas fisik untuk memungkinkan Anda
menilai sifat dari gerakan memiliki tujuan tertentu. Perhatikan latensi dari inisiasi gerakan,
kecepatan, efisiensi, kemampuan penyelesaian, tingkat dan derajat kontrol gerakan. Hasil akan
menunjukkan area yang menjadi perhatian. Psikosis dapat mengganggu tingkat kontrol. Seorang
pasien mungkin merasa bahwa gerakannya dipengaruhi oleh kekuatan luar.
Seorang pasien yang menderita gangguan attention-deficit / hyperactivity (ADHD) dapat
berkeliling kantor Anda dengan melihat-lihat, bangun, dan menyentuh objek-objek yang
menarik. Pasien seperti itu tetap dalam mode eksploratif. Dia memiliki kesulitan melibatkan diri
dalam satu kegiatan, seperti berfokus pada wawancara Anda dengannya.
Sikap ekspresif dan ilustratif: Sikap ekspresif dan ilustratif menyertai ucapan. Mereka
menggarisbawahi apa yang mereka coba sampaikan secara lisan. Dengan cara yang paling
sederhana, seseorang dapat menggambarkan tinggi, lebar, atau bentuk suatu objek. Anak-anak
dan orang dewasa yang naif memperkaya cerita mereka dengan gerakan tangan seperti ini.
Seseorang yang lebih pintar menggunakan gerakan ilustratif yang lebih sedikit tetapi mereka
mengekspresikan sikap dan perasaannya dengan gerakan ekspresif. Misalnya, dia dapat
mengepalkan tangan untuk menunjukkan tekadnya untuk mengikuti tindakan tertentu. Tidak
seperti gerakan ilustratif, gerakan ekspresif tidak menggandakan pesan verbal tetapi
melengkapinya.
Isyarat simbolik: Isyarat simbolik khusus untuk budaya. Mereka tidak menyusun atau
melengkapi ucapan, tetapi menggantikannya. Makna dari tanda "OK", misalnya, jelas tanpa
verbalisasi di Amerika Serikat.
Meskipun gerakan dinilai melalui observasi, mereka diprakarsai dan dimengerti dalam
konteks pembicaraan. Pembicaraan dapat terjadi secara monolog, atau mungkin terdengar saat
diarahkan ke orang selain pewawancara.
Depresi agitasi menambah gerakan mondar-mandir yang tak terkendali, tetapi mengurangi
gerakan lainnya. Mirip dengan pemikiran blocking, seorang pasien katatonik menunjukkan
pemblokiran dari semua gerakan psikomotor. Keadaan seperti itu mungkin memiliki batas waktu
dan tanpa perlambatan umum begitu blok teratasi. Seorang pasien katatonik mungkin menolak
untuk menjawab tetapi merespons dengan tergesa-gesa setelah Anda berbalik untuk
meninggalkan ruangan. Ini disebut "reaksi pada saat terakhir."
Gerakan-gerakan ini dapat diamati. Gerakan tersebut ditimbulkan terutama selama percakapan.
Karena itu mereka akan dibahas di bawah Afek (lihat di bawah).
Pola pergerakan kompleks abnormal termasuk stupor (lihat di atas), semangat, dan aksi impulsif
(Fish, 1967). Anda akan melihat tahap-tahap rangsangan pada pasien-pasien depresi dengan
agitasi, manik, dan skizofrenia tipe katatonik dan paranoid. Rangsangan katatonik dapat
mengurangi ekspresi wajah tetapi dapat membesar-besarkan, mengeraskan, dan memiringkan
gerakan lainnya. Kerusakan yang tidak masuk akal, keras, dan kacau menjadi ciri kebingungan
pasca epileptik dan keadaan mabuk yang patologis. Tindakan impulsif menunjukkan defisit
tilikan dan / atau penilaian.
Gerakan dengan dasar neuropatologis adalah tremor, akatisia, tardive dyskinesia, koreatik,
gerakan athetotic, dan tics. Suspek tremor menjadi berat jika terbatas pada satu ekstremitas, tidak
teratur, dan bervariasi dari waktu ke waktu. Ketakutan dan intensitas dapat meningkatkan tremor,
sedangkan distraksi dapat menguranginya. Tremor selain pada parkinson, yaitu pada akatisia dan
tardive dyskinesia diinduksi oleh neuroleptik.
Gerakan atetotik dan gerakan koreatik menunjukkan penyakit neurologis dan
membedakannya dari katatonik. Keduanya mengganggu gerakan volunteer, tetapi menghilang
saat tidur.
Seorang lelaki kulit putih berusia 19 tahun memasuki kantor ditemani ibunya. Sementara dia
memperkenalkan putranya, dia melemparkan kepalanya tiga kali ke sisi kiri dan berteriak:
"Sial, sial, sial."
Gerakan ini adalah suatu tic motorik dan dikaitkan dengan vocal tic, teriakan senonoh; ini adalah
fitur penting dari sindrom Gilles de la Tourette. (Untuk gerakan yang diinduksi abnormal, lihat
Bab 5, bagian 8. Refleks dan Gerakan Patologis.)
Observasi dapat menghasilkan data tentang status mental pasien saat ini dan menuntun
Anda ke hipotesis tentang disfungsi yang dapat dijabarkan lebih lanjut selama percakapan dan
eksplorasi.
2. PERCAKAPAN
Dalam percakapan santai, pasien cenderung kurang terjaga. Anda belum mencapai "hot spots"
-nya dan Anda dapat lebih mudah dan diam-diam mengevaluasi berbagai hal termasuk: perhatian
dan konsentrasi, ucapan dan pemikiran, dan afek. Gangguan atau kelemahan di salah satu area
ini dapat mengarah ke disfungsi tertentu. Beberapa area, seperti afek dapat dievaluasi melalui
pola ucapan serta ekspresi wajah atau gerakan tubuh. Yang lain, seperti perhatian dan
konsentrasi, dapat dibangun di saat-saat awal percakapan Anda. Apa pun yang Anda temukan
tentang pasien dapat mengarahkan masalah yang perlu dievaluasi lebih lanjut.
Saat mengamati pasien Anda, Anda dapat memulai bagian verbal dari wawancara
psikodiagnostik dengan percakapan atau "obrolan ringan" tentang topik apa pun selain masalah
pasien. Apa yang bisa kamu cari?
Perhatian dan Konsentrasi
Ketika Anda bertemu dengan seorang pasien baru, tanyakan padanya di mana ia memarkir atau
kapan janji temu ditetapkan. Ini akan memungkinkan Anda untuk menentukan tingkat perhatian,
konsentrasi, orientasi, dan ingatannya. Jika jawabannya singkat, cobalah untuk mencari secara
detail. Pantau apakah ia tetap dengan pertanyaan Anda atau beralih. Apakah konsentrasinya
terbatas pada subjek yang menarik? Bisakah dia berkonsentrasi hanya ketika dia berbicara, atau
juga ketika dia mendengarkan?
Gangguan kejiwaan dapat terungkap selama percakapan awal ini. Misalnya, intoksikasi
alkohol menyebabkan pasien tampak mengantuk dan kurang perhatian; depresi mengurangi
minat dan konsentrasi; pasien dengan lesi lobus frontal awalnya sadar dan penuh perhatian tetapi
selanjutnya dapat kehilangan fokus.
Ucapan adalah pikiran yang dikodekan; untuk memahami apa yang dipikirkan pasien maka harus
memecahkan kode tersebut. Ucapan dan pikiran harus dipisahkan untuk menilai pasien secara
efektif. Ucapan diatur oleh pusat-pusat bicara di bagian korteks dominan. Gangguan dalam
berbicara dapat mengindikasikan gangguan dalam berpikir tetapi tidak selalu. Pada bagian ini,
kami akan menunjukkan kepada Anda apa yang dapat Anda ketahui tentang pasien dengan
memperhatikan ucapannya.
Ucapan
Ucapan pasien menggambarkan jendela pemikirannya, kisaran afek, dan penilaian adanya
gangguan artikulasi. Untuk memahami bidang-bidang ini, ajak pasien Anda untuk berdialog
tentang topik-topik emosional. Dalam menanggapi subjek yang emosional; pasien akan
mennunjukkan kisaran afeknya. Apa yang harus Anda dengarkan secara khusus? Untuk
gangguan bicara, dengarkan artikulasi, ritme, dan aliran; untuk berpikir, pantau penggunaan kata,
tata bahasa, dan struktur kalimat; untuk afek, perhatikan latensi respon, kecepatan. nada, jumlah,
kenyaringan, dan infleksi.
Pada aproksimasi kata, kata yang benar diganti dengan kata yang salah, yang memiliki
beberapa hubungan dengan kata yang benar:
"Aku menulis surat itu dengan mainan tulisanku."
Parafasia juga terjadi pada beberapa pasien skizofrenia atau psikosis fungsional lainnya
tanpa gangguan organik.
Berikut adalah beberapa petunjuk untuk diagnosis banding afasia reseptif dan ucapan
parafasik pasien dengan skizofrenia. Afasia reseptif menunjukkan:
• kemiskinan kata kerja dan kata benda
• banyaknya konjungsi, preposisi, dan kata seru
• neologisme acak, non-berulang tanpa makna tetap
kalimat terisolasi, tidak dapat dipahami dalam struktur tata bahasanya (lihat Bab 5:
Pengujian).
Pikiran
Pikiran ditransmisikan dengan ucapan. Anda harus membedakan gangguan bicara dari gangguan
dalam berpikir. Anda juga perlu mengecualikan gangguan pemahaman sebelum Anda
mendiagnosis gangguan pikiran. Tiga kriteria membantu Anda dalam menilai isi pikiran: konsep
kata, keeratan asosiasi, dan pengarahan tujuan.
Konsep kata-kata: Pasien dengan konsep kata yang terganggu menggunakan kata-kata secara
konkret dan terlalu eksklusif. Anda sering melihat gangguan pikiran formal seperti itu selama
percakapan awal, seperti yang ditunjukkan contoh berikut.
1. Pemikiran Konkret:
Perhatikan bahwa pasien tidak dapat memahami makna abstrak pertanyaan tentang kesehatannya
tetapi menafsirkannya secara kata demi kata. Baik pasien yang keterbelakangan mental maupun
pasien skizofrenia (Goldstein 1964) kehilangan makna simbolis kata-kata dan membatasi mereka
pada situasi tertentu. Karena itu pemikiran konkret tidak spesifik untuk skizofrenia (Payne dan
Hewlett 1960). Pemikiran konkret dapat diuji dengan meminta pasien untuk menafsirkan pepatah
yang ia kenal. (Lihat Bab 5: Pengujian.)
2 Overinclusiveness: Kebalikan dari pemikiran konkret, overinclusiveness memperluas konsep
sebuah kata (Cameron 1964):
Dalam hal ini, konsep overinclusiveness sebuah "masalah" membuat pasien untuk menguraikan
keyakinannya bahwa ada lebih banyak masalah dalam dunia politik di Timur daripada di Barat,
dan kemudian memasukkan dirinya ke dalam skema ini. Karena dia memiliki masalah sendiri,
dia harus pergi ke Timur. Selain itu, pasien ini menunjukkan pemikiran konkret dengan mengacu
pada angin yang bertiup dari hangat ke dingin sebagai analogi dari masalahnya sendiri. Payne
dan Hewlett (1960) melaporkan bahwa serangkaian tes membedakan pasien skizofrenia dengan
pasien depresi dan neurotik pada faktor yang disebut inklusi, tetapi tidak pada faktor yang
disebut retardasi dan konkretitas.
Keeratan asosiasi dan pengarahan tujuan: Seberapa erat pasien Anda menghubungkan kata
dan kalimat? Bentuk yang berbeda adalah: perseveration, verbigeration atau palilalia, clang
asociation, blocking dan derailment, flight of ideas, non sequitur, fragmentasi, rambling,
driveling, dan word salad. Kesenjangan logis di antara kalimat disebut asosiasi longgar. Koneksi
yang erat menyebabkan masuknya detail yang sangat kecil yang menghasilkan pemikiran
sirkumstansial. Asosiasi yang terganggu menyebabkan hilangnya tujuan.
Dalam contoh-contoh berikut, ada dua jenis gangguan asosiasi berdasarkan tujuan pembicaraan
dapat tercapai secara total atau sebagian: yaitu sirkumstansial dan tangensialitas.
Sirkumstansial. Pemikiran sirkumstantial berarti asosiasi yang pada akhirnya mencapai tujuan
mereka, tetapi pemikiran dialihkan melalui rute panjang dengan rincian yang tidak relevan,
seperti contoh dalam wawancara berikut dengan Dorothy.
Dorothy menunjukkan pemikiran yang sirkumstansial, keadaan yang khas pada gangguan
obsesif-kompulsif dan gangguan kognitif. Pemikiran sirkumstansial juga terdapat pada manik
dengan banyaknya asosiasi yang tidak relevan, hanya terhubung secara longgar dengan tujuan
pemikiran. Oleh karena itu, detail dari contoh sebelumnya tidak sesuai dengan keadaan manik
sirkumstansial.
Tangensialitas. Pemikiran tangensial dapat menunjukkan asosiasi yang ketat atau longgar.
Jawaban pasien kehilangan tujuan, tetapi hamper mendekati tujuan.
Pengarahan tujuan dan asosiasi kalimat. Pemikiran pasien yang berorientasi pada tujuan dapat
memberi Anda riwayat yang koheren dan menjawab pertanyaan secara langsung. Pada gangguan
pikiran yang berat, tujuannya hilang dan asosiasi terganggu. Berikut adalah 10 jenis gangguan
yang berbeda.
1. Persevaration/Ketekunan: Pasien mengulangi frasa dan kata-kata yang sama bahkan jika
subjeknya diubah, atau dia tetap dengan tema yang sama:
Pasien mengulangi istilah "situasi" beberapa kali. Kata yang diulang-ulang disebut stock
phrase/frasa stok. Contoh lain dari persevaration, pasien tidak dapat beralih dari satu topik ke
topik lainnya.
Persevaration terlihat pada gangguan depresi mayor, kerusakan lobus frontal, dan skizofrenia,
tipe katatonik.
2. Verbigeration atau palilalia: Pasien katatonik dan manik kadang-kadang mereferensikan kata-
kata atau frasa secara otomatis, terutama pada akhir kalimat.
3. Clang association/Asosiasi dentang: Clang association tidak ditentukan oleh logika atau
makna, tetapi dengan kesamaan suara.
Beberapa clang association / asosiasi dentang terdengar seperti berima, yang lain tampak
dipaksakan seolah-olah pasien mengalah atau terobsesi untuk mengaitkan kata-kata dengan
dentang. Ini terdapat pada pasien demensia, dengan parafasia fonemik, skizofrenia, dan pada
beberapa episode manik.
4. Blocking and derailment: Dalam blocking, aliran pemikiran tiba-tiba terganggu; setelah jeda,
pasien mungkin mulai dengan pemikiran yang sama sekali baru, yang disebut derailment atau
penggelinciran.
Pasien tidak menyelesaikan pikiran pertamanya, tetapi berhenti di tengah jalan. Dalam blocking
sederhana, dia. dapat menyelesaikan pikiran pertamanya setelah jeda. Jika Anda bertanya apa
yang terjadi ketika pasien ter-block, ia akan memberi tahu Anda bahwa tiba-tiba ia kehilangan
akal pikirannya. Pengalaman ini disebut thought omission atau kelalaian pikiran. Blocking
menyerupai kejang petit mal pada anak-anak; namun, baik kelainan elektroensefalografi (EEG)
atau tatapan kosong khas petit mal telah ditunjukkan dalam blocking.
5. Flight of ideas: Flight of ideas adalah ucapan yang tidak diarahkan pada tujuan karena
ketidakteraturan. Sementara pasien menjawab satu pertanyaan, ia beralih ke pemikiran baru,
sering kali dipicu oleh satu kata pada kalimat sebelumnya.
Pasien awalnya memberikan jawaban yang konkret. Selanjutnya dia tidak pernah mencapai
tujuannya untuk menjelaskan mengapa dia datang, karena dia menggabungkan dengan bebas
kata-kata penting dalam kalimat sebelumnya. Ini adalah contoh lain:
Pada flight of ideas — umumnya pada pasien manik — Anda dapat mengidentifikasi kata-kata
yang memicu hubungan antara kalimat-kalimat berikutnya, tetapi mereka tidak sampai pada
tujuan. Flight of ideas biasanya dikaitkan dengan cara bicara yang cepat. Anda dapat mengikuti
serangkaian ide, yang berbeda dengan ucapan pasien skizofrenia di mana isinya samar.
Kami menangkap ide secara visual. Seorang mahasiswi berusia 19 tahun diminta menggambar
sebuah jam. Dengan sapuan cepat ia membuat sketsa Gambar 4-1 dalam empat tahap.
6. Non sequitur: Non sequitur adalah respon yang sama sekali tidak terkait dengan pertanyaan,
pada tingkat konkret atau abstrak:
Anda menemukan jenis gangguan pikiran jenis ini dalam demensia dan skizofrenia.
7. Fragmentasi: Pasien dengan pemikiran terfragmentasi bicara dalam frasa yang tidak terkait
satu sama lain. Mereka menunjukkan non sequitur terus menerus dalam frasa berikutnya.
Fragmentasi tidak spesifik untuk gangguan kejiwaan. Anda mungkin mendapatinya dari pasien
dengan gangguan bipolar episode manik; skizofrenia tipe disorganisasi dan katatonik; atau
demensia.
Gambar 4-1. Gambar sebuah jam.
8. Rambling: Pasien yang mengoceh menggunakan kelompok kalimat yang berhubungan erat
tetapi diikuti oleh kelompok lain tanpa koneksi atau tujuan.
Jenis pemikiran ini sering terlihat pada pasien dengan delirium dan intoksikasi zat. Perhatikan
tanda-tanda intoksikasi lainnya seperti bicara cadel, ataksia gait, dan nistagmus.
9. Driveling: Pasien dengan driveling berbicara sintaksis dan kalimat berikutnya berhubungan,
namun ucapannya tidak dapat dipahami.
Pada driveling Anda tidak menemukan verbigeration dan perseveration, tetapi beberapa
neologisme. Ahli saraf telah menyebut jenis ucapan ini sebagai jargon agrammatism. Kelainan
ini dapat diamati pada afasia Wemicke, tetapi juga pada skizofrenia kronis.
10. Word salad: Pada beberapa pasien skizofrenia kronis yang dirawat di rumah sakit, makna dan
hubungan pada kata-kata semuanya terganggu. Sedangkan dalam fragmentasi, pelonggaran
terjadi antara frasa dan kalimat, dalam word salad kata berturut-turut tidak dihubungkan oleh
makna; ucapan tidak bisa dipahami.
Bleuler menyebut fenomena ini dengan schizophasia. Ini menyerupai afasia global (lihat Bab 5:
Pengujian).
Gangguan pikiran bukanlah patognomonik untuk skizofrenia seperti yang sering diasumsikan —
tidak semua pasien skizofrenia menunjukkan gangguan pikiran. Di sisi lain, pasien dengan
demensia dan gangguan mood juga dapat menunjukkan gangguan pikiran. Seperti kebanyakan
gejala dan tanda lainnya, evaluasi gangguan pikiran dalam semua konteks psikopatologi, fungsi
psikososial, dan riwayat keluarga.
Setelah menyelesaikan evaluasi Anda tentang ucapan dan pemikiran pasien, Anda perlu menilai
orientasinya ke waktu dan tempat.
Orientasi
Untuk memeriksa orientasi tempat, tanyakan pada pasien bagaimana ia sampai kantor Anda.
Pasien rawat jalan yang mengalami disorientasi berat biasanya dibawa oleh anggota keluarga
atau temannya.
Waktu adalah indikator orientasi yang sensitif. Untuk memeriksa orientasi waktu, tanyakan
kapan janji temu dibuat. Tanyakan kepada pasien rawat inap kapan mereka dirawat dan berapa
lama mereka berada di rumah sakit. Dalam sebuah Board Examination, tanyakan kapan pasien
diberitahu tentang pemeriksaan ini, dan oleh siapa.
Pelajari lebih dalam apakah pasien tidak dapat melakukannya atau oposisi.
Pasien dengan keterbelakangan mental juga mungkin mengalami disorientasi waktu tetapi tanpa
alasan atau menyangkal. Pasien yang pendiam atau terganggu mungkin tampak bingung, tetapi
akan menjawab dengan benar jika Anda bersikeras.
Jika pasien mengalami disorientasi, fokuslah pada pemeriksaan status mental daripada
menanyakan riwayatnya baru-baru ini; itu tidak bisa diandalkan. Jika Anda menilai orientasi
sejak awal, Anda menghindari pertanyaan canggung di akhir wawancara:
“Sekarang sebelum kita tutup, tahukah kamu hari ini tanggal berapa?"
Selama awal percakapan, Anda dapat memeriksa memori pasien secara informal. (Pendekatan
kuantitatif formal dijelaskan dalam Bab 5: Pengujian.) Misalnya, eja nama Anda saat Anda
memperkenalkan diri. Ketika dia dapat mengulangi nama Anda, daya ingat jangka pendeknya
mungkin masih baik; jika dia memanggil Anda nanti dengan nama, ingatannya tampak berfungsi.
Hal yang sama berlaku jika dia bisa menggambarkan bagaimana dia sampai di klinik dan dimana
dia parkir. Diskusi peristiwa masa lalu akan mengungkapkan kemungkinan gangguan memori.
Pasien dengan gangguan memori fokus pada peristiwa yang mereka ingat dengan mudah. Karena
itu, mulailah dengan topik pilihan Anda seperti film, olahraga, acara, serial televisi, atau acara
politik yang dapat Anda verifikasi. Tanpa sebuah minat pada subjek, pasien akan cenderung
mengingat acara tersebut.
Percakapan, tentu saja, dapat digunakan kapan saja selama wawancara. Ketika Anda mencurigai
amnesia simulasi atau disimulasi, atau amnesia disosiatif, obrolan ringan membantu Anda
mendeteksi kontradiksi antara fakta dan maksud. Kasus Elisa menunjukkan bagaimana
percakapan dapat membantu dalam penilaian diagnostik.
Wanita kulit putih berusia 27 tahun ini dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit oleh
patroli jalan raya dengan keluhan kehilangan daya ingat total. Dia ditemukan berkeliaran di
jalan raya, tidak dapat mengingat nama atau alamat terakhirnya. Dia mengaku tidak tahu apa-
apa tentang masa lalunya. Dia menyangkal minum atau cedera kepala dan dia tidak memiliki
tanda-tanda trauma. Namun dia tidak yakin tentang penyalahgunaan narkoba karena dia tidak
ingat. Selama wawancara, dia dijaga dan disebutkan berulang-ulang bahwa dia tidak ingat.
Ketika hipnosis disarankan untuk memulihkan ingatannya, dia menolak.
Pada akhir wawancara, pemeriksa menemaninya dari ruang gawat darurat ke lantai dan,
sambil berjalan dengannya, menyebutkan bahwa hypnosis juga menakutkan bagi banyak
orang dan bahwa ia dapat memahami bahwa ia mungkin takut akan hal itu. Dia menjawab:
"Itu benar. Ayah saya pernah membawa saya ke karnaval di Columbus, Ohio, dekat dengan
tempat kami tinggal. Dan mereka mengadakan pertunjukan di sana, dan beberapa orang dari
penonton diundang untuk dihipnotis. Saya masih bisa lihat bagaimana para sukarelawan ini
berbicara dan menangis seperti bayi." Pernyataan ini dibuat saat pasien “lengah”
bertentangan dengan gangguan memori berat yang diklaim selama wawancara "resmi".
Distorsi Memori
Gangguan kejiwaan dapat merusak memori. Pasien depresi dapat mengklaim ia telah mengalami
depresi sejak kecil, atau dilahirkan sebagai pecundang, pendosa, atau penjahat. Pasien manik
mungkin melebih-lebihkan prestasinya, atau mendistorsi pengalaman masa lalu, mengingat rawat
inap sebelumnya, misalnya, cobaan penyiksaan yang membatasi tanpa mengingat perilaku
agresifnya yang mengharuskan adanya kendala fisik. Pasien skizofrenia dapat melaporkan
ketidakadilan dan penganiayaan yang tidak pernah terjadi. Pasien dengan gangguan kepribadian
antisosial dapat membuat-buat riwayat hidupnya.
False Memory
Deja vu dan deja vecu terjadi terutama pada pasien dengan lesi lobus temporal, tetapi juga pada
orang tanpa temuan neurologis (Sno dan Linszen 1990). False memory juga telah diduga terdapat
pada gangguan disosiatif di mana kasus pelecehan seksual telah diklaim tetapi tidak diverifikasi.
Afek
Afek adalah manifestasi yang terlihat dan dapat didengar dari respons emosional pasien terhadap
peristiwa eksternal dan internal, yaitu, pikiran, gagasan, ingatan yang timbul, dan refleksi. Ini
diekspresikan dalam respons otonom, postur, gerakan wajah, gerakan reaktif, gerakan perawatan,
nada suara, vokalisasi, dan pemilihan kata.
Respons otonom dimediasi oleh sistem simpatis dan parasimpatis. Wajah mereka akan terlihat
pucat, merah, berkeringat, dan gemetar saat marah.
Gerakan wajah melibatkan otot-otot di sekitar mulut, hidung, dan mata. Kesembilan afek
transkultural dasar (lihat di bawah) tercermin dalam pergerakan pada kelompok otot ini.
Gerakan reaktif melibatkan wajah dan seluruh tubuh. Mereka ialah respons terhadap stimulus
baru. Seseorang mendongak ketika Anda memasuki ruangan, melihat ke belakang saat terjadi
kebisingan. Dengan demikian gerakan reaktif mencerminkan kewaspadaan, kejutan, dan minat.
Gerakan perawatan memanipulasi tampilan luar. Orang tersebut dapat merapikan rambutnya,
memijat tangan dan dadanya, menggaruk lehernya, atau menusuk gigi atau hidungnya. Seseorang
melakukan gerakan perawatan untuk mempertahankan atau mendapatkan kembali ketenangan
dan perasaan sejahtera. Misalnya, jika seorang pasien merasa tidak nyaman dalam sebuah
wawancara, ia mungkin mulai menggaruk kakinya atau menggosok dahinya.
Afek perlu dibedakan dari mood atau suasana hati. Anda dapat melakukannya dengan
mempertimbangkan empat fitur:
Afek sementara, berlangsung selama 1-2 detik; mood berlangsung lebih lama.
Afek melekat pada rangsangan luar atau internal dan perubahan disekitarnya; mood bisa
berubah secara spontan.
Afek adalah latar depan; mood adalah latar belakang emosional.
Afek diamati oleh Anda (tanda); mood dilaporkan oleh pasien Anda (gejala).
(Karena mood perlu dijelaskan oleh pasien, mood akan dibahas di bagian 3: Eksplorasi.)
Afek memiliki tiga fungsi: 1) persepsi diri, 2) komunikasi, dan 3) motivasi. Dalam hal
persepsi diri, afek memberi kita penilaian emosional. Ia memberi tahu kita apakah kita menyukai
apa yang kita alami atau membencinya. Misalnya, jika Anda mengetahui secara tak terduga
bahwa Anda telah dipromosikan, detak jantung dan pernapasan Anda mungkin meningkat, Anda
memiliki perasaan hangat di dada Anda, otot-otot tubuh Anda bisa mengencang, Anda
mendapatkan ekspresi bahagia di wajah Anda. Ini mewakili respons afektif Anda.
Afek mengungkapkan perasaan kita dan membuat orang lain mengetahuinya. Dengan
demikian afek menunjukkan respons emosional kita terhadap peristiwa, interaksi interpersonal,
perilaku, dan situasi.
Sehubungan dengan motivasi, perasaan marah, misalnya, dapat memulai agresi dan
perilaku destruktif; kewaspadaan dan merangsang minat eksplorasi; ketakutan adalah
kecenderungan untuk melarikan diri. Afek adalah prekursor untuk bertindak.
Ketika kita menunjukkan afek, kita memulai tindakan yang diarahkan pada tujuan dalam
bentuk yang belum sempurna dan tidak lengkap. Misalnya, dengan jijik kita meringkuk bibir kita
agar tidak menyentuh makanan busuk; kita menengadah dan menghembuskan napas berat agar
tidak mencium bau busuk. Dalam ceramah yang membosankan, kita mencambuk kaki seolah
siap untuk melarikan diri. Bahkan pada pemikiran abstrak, kita merespons dengan pengaruh kita
seolah-olah itu konkret.
Apa Asal Mula Afek?
Penelitian telah mendukung teori Charles Darwin tentang sifat bawaan dan universalitas ekspresi
emosional, yaitu, afek (Izard 1977, 1979). Izard et al. (1983) menemukan sembilan gerakan dasar
ekspresif sebagai bawaan: jijik, terkejut, gembira, marah, takut, sedih, tertarik, malu, dan puas.
Ekspresi dasar itu berkembang dalam 18 bulan pertama kehidupan dalam urutan yang dapat
diprediksi. Dengan demikian afek adalah alat komunikasi interpersonal bawaan yang dapat
terganggu pada gangguan kejiwaan. Terjadinya gangguan ini memberikan petunjuk diagnostik.
Kesembilan afek tersebut terganggu pada gangguan kejiwaan: jijik, kebingungan (terkejut),
kegembiraan (kegembiraan), kemarahan, kecemasan (ketakutan), kesedihan, minat, rasa malu
(rasa bersalah), dan kecurigaan (isi). Dalam gangguan kejiwaan tertentu, satu atau dua dari afek
dasar dapat mendominasi dengan mengorbankan beberapa orang lain seperti kecemasan
(gangguan kecemasan), kesedihan, jijik dan rasa bersalah (depresi), kegembiraan dan minat
(manik), kecurigaan (paranoia), dan kebingungan (gangguan kognitif).
Bagaimana Anda Mengevaluasi Afek?
Lihatlah aliran gerakan dan ekspresi wajah. Petunjuk nonverbal ini muncul sebelum komunikasi
verbal dan akan bertahan tidak peduli apa isi kata-katanya. Pasien mengekspresikannya dalam
nada suara, nada, modulasi, dan pemilihan kosakata. Ketika Anda bisa merasakan bagaimana
perasaan pasien, Anda telah belajar membaca afek.
Pembawaan afek dasar tidak menutup kemungkinan adanya manipulasi. Kita belajar untuk
menekan, membesar-besarkan, memutarbalikkan, berpura-pura, dan memalsukan ekspresi emosi
kita, dengan demikian menggunakan afek untuk suatu tujuan. Kita dapat mengembangkan gaya
tampilan pribadi kita, dan dapat melakukannya sesuai permintaan.
Ketika Mr. Smith, seorang CPA yang sukses, menjadi depresi, dia masih tersenyum dan
mencari kontak mata saat berbicara, tetapi dia menjatuhkan senyumnya di antara kalimat atau
ketika dia merasa tidak diperhatikan. Kakinya mengetuk sepanjang wawancara seakan
melarikan diri dari situasi dan pikirannya yang tidak sehat dan ingin bunuh diri.
Dengan demikian afek dapat berisi pesan ganda. Afek spontan menggunakan sistem limbik
dan ekstrapiramidal dan mendahului afek yang ditampilkan dengan sengaja, yang mungkin
bertentangan dengan afek spontan. Anda menemukan pesan ganda ini pada pasien yang
berencana untuk menipu Anda dengan menyembunyikan, menenangkan, berpura-pura, dan
membuat-buat. Sebuah studi menyeluruh dari pesan ganda tersebut disajikan dalam The Clinical
Interview Using DSM-IV, Volume 2: The Difficult Patient (Othmer dan Othmer 1994).
Afek tidak hanya ditunjukkan melalui ekspresi wajah. Seperti yang Morris (1987) tunjukan,
kebanyakan orang dewasa telah belajar untuk mengendalikan ekspresi wajah mereka tetapi tidak
dengan kaki mereka untuk menyampaikan afek yang diinginkan. Saat mewawancarai pasien
yang menekan afek, Anda dapat membangkitkannya. Untuk melakukannya, mintalah pasien
untuk berbicara tentang subyek sensitif (situasi keluarga, kepribadian yang hilang, keberhasilan
atau kegagalan di tempat kerja, frustrasi dan kekecewaan, atau hobi).
Dimensi utama dari afek adalah kualitas, intensitas, durasi, dan keserasian terhadap
rangsangan; dimensi sekunder adalah kisaran dan kontrol. Ekspresi dari kualitas afek tertentu,
misalnya, mata terbuka lebar dan dahi berkerut, yang menandakan adanya kecemasan, atau
kegelisahan, yang akan menandakan pada kebingungan. Gertakan gigi, kepalan tangan dan otot-
otot wajah yang kaku menggambarkan kemarahan. Kepala menoleh ke samping dan seorang
pasien yang mengamati Anda dari sudut matanya yang menyipit menunjukkan kecurigaan.
Senyum, perubahan ekspresi yang cepat, kilau euforia mata yang terputus oleh amarah
menunjukkan manik. Ekspresi wajah yang kaku dengan mata bergerak, seolah-olah melihat
melalui topeng, dan gerakan dengan mulut disebut snout spasm, mengindikasikan katatonia.
Tanda omega di dahi, sudut mulut tertarik ke bawah, mata berkaca-kaca, dan bahu terkulai
menunjukkan depresi (Darwin 1965; Greden et al. 1985). Beberapa pasien depresi tersenyum
dengan bibir mereka, tetapi memiliki "mata yang mati." Seorang pasien dengan depresi, duduk
dengan gelisah di kursinya, meremas-remas tangannya, bergoyang-goyang, mengulangi kalimat
yang sama:
"Tolong bantu saya, tolong bantu saya!"
Intensitas menunjukkan keterlibatan pasien dalam suatu topik. Pasien skizofrenia seringkali
tidak merasa terlibat. Mewawancarai mereka seperti berbicara dengan komputer. Tampaknya
tidak ada yang menyentuh mereka; afeknya datar atau dangkal. Namun, orang dengan
skizofrenia tipe paranoid dapat menjadi lebih hidup jika Anda mampu menantang ide atau
delusinya yang terlalu tinggi (Leonhard 1979 menyebut ini memengaruhi laphar paraphre-nia).
Durasi: Respons afektif dapat meningkat selama sepersekian detik atau membeku,
mungkin naik dan lambat, atau dinyalakan dan dimatikan. Hubungan afek dengan isi pemikiran
menentukan kesesuaiannya. Afek mungkin tidak tepat, misalnya, pasien skizofrenia yang
terkikik tentang kematian ibunya. Abnormalitas lain adalah pada pasien dengan reaksi konversi
yang dikhawatiran kurang dapat menunjukkan afek dan isi pikirannya. Pasien semacam itu dapat
mengklaim dirinya buta, lumpuh. atau tidak memiliki sensasi di tubuhnya, namun ia tidak
menunjukkan kepedulian terhadap nasib atau dampak gejala pada hidupnya di masa depan.
Psikiater Perancis Janet menggunakan istilah la belle indifference untuk tanda ini (Campbell
1981).
Kisaran afek dan kualitas yang bervariasi dari sempit (seperti pada pasien skizofrenia yang
pendiam, pasien depresi retardasi, atau pasien obsesif-kompulsif) hingga lebar (seperti pada
pasien mabuk atau mengalami kerusakan otak). Beberapa jenis afek mungkin mendominasi yang
lain, seperti kecurigaan pada gangguan delusi, keputusasaan dan rasa bersalah pada gangguan
depresi mayor, atau irritable dan euforia dalam episode manik.
Nilailah apakah pasien memiliki kendali atas afeknya. Apakah emosinya stabil dan hanya
sedikit dimodulasi oleh topik pembicaraan? Atau apakah afeknya berubah dengan cepat dalam
menanggapi topik (afek labil)? Perubahan tersebut terjadi pada pasien yang mabuk atau manik.
Sistem limbik otak mewarnai ucapan dan tindakan secara emosional (Isaacson 1982; Joynt
1992); lobus parietal kanan (nondominan) mengatur fungsi emosinal dan lobus frontal kanan
mengekspresikannya (Ross 1982). Dengan mengevaluasi afek, pewawancara membuat
pernyataan tentang fungsi struktur otak subkortikal dan kortikal pasien.