Anda di halaman 1dari 17

BAB II

SOLUSI PERMASALAHAN

A. Konsep Hipertensi

1. Definisi
Hipertesi adalah kondisi pokok yang mendasari banyak bentuk
penyakit kardiovaskuler. Hipertensi merupakan factor penyebab utama
kematian akibat stroke dan faktor yang dapat memperberat Infark
Miokard(serangan jantung). Kondisi tersebut adalah merupakan gangguan
yang paling umum pada pasien dengan tekanan darah tinggi. Sejalan
dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang akan mengalami kenaikan
tekanan darah. Tekanan sistolik akan terus mengalami peningkatan
sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai pada
usia 55-60 tahun. Selanjutnya kemudian akan berkurang secara perlahan
atau bahkan menurun drastis (Sumarliyah et al., 2018).
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolic 90 mmHg. Hipertensi
merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik muda
maupun tua. Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan kondisi
ketika seseorang mengalami kenaikan tekanan darah baik secara
lambat atau mendadak (akut). Seiring berubahnya gaya hidup
mengikuti era globalisasi, kasus hipertensi terus meningkat, hipertensi
merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia (Marleni &
Haryani, 2019)
Klasifikasi tekanan darah menurut WHO                                          

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik


(mmHg)
Normotensi <140 <90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan >180 >105
berat
Hipertensi sistolik >140 <90
terisolasi
Hipertensi sistolik 140-160 <90
perbatasan

Hipertensi adalah salah satu faktor resiko untuk terjadinya stroke,


serangan jantung, gagal jantung, dan merupakan penyebab utama
terjadinya gagal jantung kronis. Sejalan dengan bertambahnya usia hampir
setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan darah sistolik
terus meningkat sampai usia 80 tahun, sedangkan tekanan darah diastolic
terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara
perlahan/bahkan menurun drastis. Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga
golongan yaitu hipertensi sistolik, hipertensi diastolic, dan hipertensi
campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) merupakan
peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolic
dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan
dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut
jantung), tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan
tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang
nilainya lebih besar. Hipertensi diastolik (diastolik hypertension)
merupakan peningkatan tekanan diastolic tanpa diikuti peningkatan
tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
Hipertensi diastolic terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit
secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah
yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah
diastolic berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan
peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik. Berdasarkan penyebabnya
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya,disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar
95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,
lingkaran, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, system renin-
angiotensin, efek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko ,seperti
obesitas, alkohol, merokok.
b) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5%
kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiper
aklosteronisme primer, dan cushing feokromositoma, koartasio
aorta,hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan,dan lain-lain
(Smeltzer & Bare, 2002).

2. Etiologi
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke
dan gagal ginjal. Disebut sebagai “pembunuh diam-diam” karena
orang dengan hipertensi sering tidak menampakan gejala. Institut
Nasional Jantung, paru dan darah memperkirakan separuh orang yang
menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini
diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur
karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup. Sekitar 20%
populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka
menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan
penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah
dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan
arteri renalis atau penyakit parenkhin ginjal, berbagai obat, disfungsi
organ, tumor dan kehamilan. Hipertensi sekunder adalah hipertensi
yang diketahui sebab-sebabnya. Hipertensi jenis ini hanya sebagian
kecil, yakni hanya sekitar 10%. Beberapa penyebab hipertensi, antara
lain:
a) Keturunan
Faktor ini tidak bisa dikendalikan. Jika sesorang memiliki
orang tua atau saudara yang memiliki tekanan darah tinggi,
maka kemungkinan ia menderita tekanan darah tinggi lebih
besar.
b) Usia
Faktor ini tidak bisa dikendalikan. Penilitian menunjukkan
bahwa seraya usia seseorang bertambah, tekanan darah pun
akan meningkat.
c) Garam
Faktor ini bisa dikendalikan. Garam dapat meningkat tekanan
darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya bagi
penderita diabetes, penderita hipertensi ringan, orang dengan
usia tua.
d) Kolesterol
Faktor ini bisa dikendalikan. Kandungan lemak yang berlebih
dalam darah, dapat menyebabkan timbunan kolesterol pada
dinding pembuluh darah.
e) Obesitas/Kegemukan
Faktor ini bisa dikendalikan. Orang yang memiliki berat badan
di atas 30% berat badan ideal, memiliki kemungkinan lebih
besar menderita tekanan darah tinggi.
f) Stres
Faktor ini bisa dikendalikan. Stres dan kondisi emosi yang
tidak stabil juga dapat memicu tekanan darah tinggi.
g) Rokok
Faktor ini bisa dikendalikan. Merokok juga dapat
meningkatkan tekanan darah menjadi tinggi. Kebiasan
merokok dapat meningkatkan risiko diabetes, serangan jantung
dan stroke.
h) Alkohol
Faktor ini bisa dikendalikan. Konsumsi alkohol secara
berlebihan juga menyebabkan tekanan darah tinggi.
i) Kurang Olahraga
Faktor ini bisa dikendalikan. Kurang olahraga dan bergerak
bisa menyebabkan tekanan darah dalam tubuh meningkat.
Olahraga teratur mampu menurunkan tekanan darah tinggi
namun jangan melakukan olahraga yang berat jika menderita
tekanan darah tinggi (Smeltzer & Bare, 2002).

3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor itu bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia
simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
masing-masing ganglia melepaskan asetilkolin yang akan merangsang
serabut saraf pusat ganglia ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu
dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang yang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin yang pada akhirnya menyebabkan vasokonstriksi
korteks adrenal serta mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi tersebut juga mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal yang kemudian menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I, yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, yaitu suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume Intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Tekanan darah
tinggi selain dipengaruhi oleh keturunan juga disebabkan oleh
beberapa faktor seperti peningkatan aktifitas tonus simpatis, gangguan
sirkulasi. Peningkatan aktifitas tonus simpatis menyebabkan curah
jantung menurun dan tekanan primer yang meningkat, gangguan
sirkulasi yang dipengaruhi oleh reflek kardiovaskuler dan angiotensin
menyebabkan vasokonstriksi. Sedangkan mekanisme pasti hipertensi
pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari penuaan
normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan
pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh
darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai
umur. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan
peningkatan resistensi vaskuler perifer, yang kemudian tahanan perifer
meningkat. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap hipertensi
yaitu kegemukan, yang akan mengakibatkan penimbunan kolesterol
sehingga menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras untuk
memompa darah. Rokok terdapat zat-zat seperti nikotin dan karbon
monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran
darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses aterosklerosis dan tekanan darah tinggi.
Konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan kadar kortisol dan
meningkatkan sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam
menaikan tekanan darah (Sartik et al., 2017).
Kelainan fungsi ginjal dimana ginjal tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Jika penyebabnya
adalah feokromositoma, maka didalam urine bisa ditemukan adanya
bahan-bahan hasil penguraian hormon epinefrin dan norepinefrin.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran
ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin
II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi (Smeltzer & Bare, 2002).

4. Manifestasi Klinik
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan
gejala sampai bertahun-tahun, gejala bila ada menunjukkan adanya
kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ
yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.Sebagian
besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi bertahun-
tahun, dan berupa:
a) Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang di sertai mual dan
muntah, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak
nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang,
dan mimisan akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.
b) Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
c) Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat.
d) Nokturia yang di sebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerulus.
e) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler (Smeltzer & Bare, 2002).

5. Komplikasi
a. Retinopati hipertensif
Reninopati merupakan kondisi rusaknya retina yang
disebabkan oleh tingginya tekanan intraocular akibat hipertensi
yang tidak terkontrol. Tekanan darah yang tinggi merusak
pembuluh darah kecil retina sehingga menyebabkan penebalan
pada dinding pembuluh darah. Penebalan tersebut
menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah yang
berdampak pada penurunan aliran darah yang melaluinya.
Akibatnya adalah suplai darah ke retina tersebut. Gejala yang
dapat dirasakan oleh penderitya adalah penglihatan ganda,
penurunan daya lihat, nyeri kepala hingga kebutaan.
b. Penyakit jantung dan pembuluh darah
Penyakit jantung yang sering timbul pada penderita
hipertensi ini adalah penyakit jantung coroner dan penyakit
jantung hipertensif. Penyakit jantung koroner terkait dengan
berbagai gejala yang muncul akibat terganggunya suplai darah
ke otot jantung sehingga menimbulkan kerusakan, mulai dari
iskemia, cedera, hingga kematian otot jantungnya.
Peregangan yang berlebihan pada dinding pembuluh darah
ini akan menyebabkan luka kecil pada endothelium yang dikenal
dengan luka mikroskopik. Meskipun demikian, luka tersebut
sudah dapat memicu respon pembekuaan sehingga pada
akhirnya terbentuk thrombus pada area tersebut. Jika thrombus
tersebut terkupas, maka akan menyisakan dinding pembuluh
darah yang tipis. Seiring perjalanan waktu penipisan dinding
pembuluh darah tersebut dapat memicu aneurisma yang
penonjolan dinding pembuluh darah seperti kantong. Aneurisma
ini sangat retan untuk pecah yang dapat berakibat fatal. Selain
itu tingginya resistensi sistemik pada hipertensi membuat
jantung harus berkerja lebih keras lagi supaya aliran darah dapat
tetap terjaga. Jika hal ini berlangsung lama,akan menyebabkan
pembesaran otot jantung ( hipertrofil miokard) yang
menyebabkan penurunan fungsi jantung.
c. Hipertensi serebrovaskular
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko paling
penting penyakit stroke baik karena pendarahan maupun
emboli. Resiko stroke akan semakin bertambah dengan
semakin tingginya tekanan darah. Tingginya renggangan pada
dinding pembuluh darah akan menyebabkan luka mikroskopik
yang dapat terjadi pemicu terbentuknya thrombus pada area
tersebut.trombus yang terbentuk menyebabkan penyempitan
pada lumen pembuluh darah sehingga bisa menurunkan aliran
darah sentral. Demikian pula ketika thrombus terlepas dan ikut
bersama aliran darah, maka akan menimbulkan sumbatan pada
pembuluh darah yang diameter yang lebih kecil. Penurunan
aliran darah ini akan menyebabkan iskemia hingga kematian
sel-sel otak. Kondisi ini dini di kenal dengan stoke hemoragik.
d. Ensefalopati hipertensi
Ensefalopati hipertensi merupakan sindrom yang ditandai
oleh perubahan neurologis secra mendadak akibat peningkatan
tekanan darah arteri. Sindrom tersebut akan hilang jika tekanan
darah dapat diturunkan kembali. Gejala yang sering muncul
biasanya berupa nyeri kepala hebat, bingung, lamban, mual
muntah, dan ganguan pengelihatan. Gejala ini umumnya
bertambah berat dalam waktu 12-48 jam, pasien dapat
mengalami kejang, penurunan kesadaran, hingga kebutaan.
Kondisi ini sering terjadi hipertensi maligna yang mengalami
peningkatan tekanan darah secara cepat.
e. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif
akibat tekanan tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan
rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit fungsional ginjal
yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi
hipoksik dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar
melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada
hipertensi kronik. 
f. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi.
Ventrikel dapat menyebabkan perubahan-perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia,
hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan
darah (Smeltzer & Bare, 2002).

B. Konsep Terapi Relaksasi Autogenik

1. Definisi
Watanabe (2016) mengatakan relaksasi autogenik merupakan suatu
metode yang bersumber dari diri sendiri dan kesadaran tubuh dengan
mengendalikan ketegangan otot dan hati untuk perbaikan tekanan
darah tinggi yang diakibatkan terutama oleh stress. Relaksasi
autogenik akan membantu tubuh untuk membawa perintah melalui
auto sugesti untuk rileks sehingga dapat mengendalikan tekanan darah,
denyut jantung dan suhu tubuh. Sensasi tenang, ringan, hangat yang
menyebar ke seluruh tubuh merupakan efek yang bisa dirasakan dari
relaksasi autogenik. Perubahan-perubahan yang terjadi selama maupun
setelah relaksasi mempengaruhi kerja saraf otonom. Respon emosi dan
efek menenangkan yang ditimbukan oleh relaksasi ini mengubah
fisiologi dominan simpatis menjadi dominan sistem parasimpatis
(Marleni & Haryani, 2019).
Terapi relaksasi autogenik dapat menurunkan tekanan darah sistole
dan diastole dengan cara meningkatkan proses pengaliran hormon-
hormon baik keseluruh tubuh dan menstimulasi sistem saraf
parasimpatis yang membuat otak memerintahkan pengaturan renin
angiotensin pada ginjal, yang mengatur tekanan darah (Marleni &
Haryani, 2019).

2. Manfaat Relaksasi Autogenik


a. Mempengaruhi fungsi tubuh sehingga dapat mengalirkan
hormon-hormonnya dengan baik ke seluruh tubuh dan diduga
latihan ini akan menurunkan kebutuhan akan terapi.
b. Relaksasi autogenik memberikan hasil setelah dilakukan
sebanyak tiga kali latihan, setiap kali latihan dilakukan selama
15 menit.
c. Membantu keseimbangan untuk memperbaiki keseimbangan
antara organ tubuh dan sirkulasi tubuh.
d. Menstimulasi pankreas dan hati untuk dapat menjaga gula
darah dalam batas normal.
e. Menstimulasi sistem syaraf parasimpatis yang membuat otak
memerintahkan pengaturan rennin angiotensin pada ginjal
sehingga membantu menjaga tekanan darah dalam batas
normal.
f. Menjaga organ-organ yang terluka, artinya dengan relaksasi
autogenik yang teratur maka akan menjaga pasien dari situasi-
situasi yang cepat berubah sehingga stressor terkurangi dan
relaksasi terjadi.

Relaksasi ini baik dilakukan oleh individu yang memiliki


ketegangan otot, individu dengan stres atau kecemasan tinggi yang
membawa dampak pada terganggunya peredaran darah (Sasono, 2016).

3. Langkah – Langkah Relaksasi Autogenik


a. Persiapan klien

Terdapat tiga posisi dasar dalam melakukan relaksasi


autogenik yaitu duduk di kursi menyandar di atas kursi, atau
berbaring. Pada posisi berbaring prinsipnya sama dengan yang
dikemukakan dalam National Safety Council (2004)
memungkinkan gravitasi untuk mendukung.

Posisi tidur merupakan posisi tubuh terbaik melakukan


relaksasi autogenik:

 Sebaiknya dengan berbaring dilantai berkarpet atau


tempat tidur.

 Kedua tangan disamping tubuh dan telapak tangan


menghadap ke atas dan tungkai lurus sehingga tumit di
permukaan lantai.

 Bantal tipis diletakkan dibawah kepala atau lutut


menyangga dan punggung lurus.

b. Konsentrasi dan kewaspadaan

 Ketika pertama kali melakukan latihan ini yang akan


dirasakan adalah bahwa pikiran menerawang ke hal-hal
yang tampaknya lebih penting.

 Konsentrasi dalam latihan ini adalah hanya disini dan untuk


saat ini, terutama dalam keadaan tubuh saat itu.

 Jika pada awalnya menemukan pikiran lain yang berusaha


mengalihkan pikiran tersebut, kemudian fokuskan kembali
pikiran pada kewaspadaan tersebut.

c. Fase relaksasi autogenik


Latihan ini diawali dengan menarik nafas dalam dengan cara:

 Memejamkan mata dan bernafas dengan pelan (menarik


nafas melalui hidung dan keluarkam melalui mulut).

 Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan


menghitung dalam hati dengan lambat setiap inhalasi
(“hirup, dua, tiga”) dan ekshalasi (“hembuskan, dua,
tiga”).

 menghitung dengan keras bersama klien pada awalnya


akan membantu klien untuk beradaptasi.

 Ulangi prosedur 3-5 kali.

Setelah nafas dalam, maka dilanjutkan untuk masuk enam


fase relaksasi autogenik.

Langkah 1: Merasakan berat

 Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan


kedua lengan terasa berat. Selanjutnya, secara
perlahan-lahan bayangkan kedua lengan terasa
kendur, ringan hingga terasa sangat ringan sekali
sambil katakan “ aku merasa damai dan tenang
sepenuhnya”.

 Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher


dan kaki.

Langkah 2: Merasakan kehangatan


Bayangkan darah mengalir ke seluruh tubuh dan rasakan
hangatnya aliran darah, seperti merasakan minuman yang
hangat, sambil mengatakan dalam diri “aku merasa tenang
dan hangat”.

Langkah 3: Merasakan denyut jantung

 Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan


kiri pada perut.

 Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan


teratur dan tenang sambil katakan “jantungku
berdenyut dengan teratur dan tenang”.

 Ulangi 6 kali.

 Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang.

Langkah 4: Latihan pernapasan

 Posisi kedua tangan tidak berubah.

 Katakan dalam diri “napasku longgar dan tenang”.

 Ulangi 6 kali.

 Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang”.

Langkah 5: Latihan Abdomen

 Posisi kedua tangan tidak berubah.

 Rasakan pembuluh darah dalam perut mengalir


dengan teratur dan terasa hangat.

 Katakan dalam diri “darah yang mengalir dalam


perut terasa hangat”.
 Ulangi 6 kali.

 Katakan dalam hati “aku merasa damai dan tenang”.

Langkah 6 : Latihan Kepala

 Kedua tangan kembali pada posisi awal.

 Katakan dalam hati “kepalaku terasa benar-benar


dingin”.

d. Latihan akhir

Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan


(mengepalkan lengan bersamaan dengan napas dalam, lalu
buang napas pelan-pelan sambil membuka mata.

relaksasi autogenik menekankan pada pentingnya sugesti


diri, sehingga diperlukan latihan yang rutin untuk tubuh
menyesuaikan dan dapat mengikuti perintah dari apa yang telah
disugestikan (Marleni & Haryani, 2019).

Daftar Pustaka

Marleni, L., & Haryani, J. (2019). Pengaruh Relaksasi Autogenik Terhadap


Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Penderita Hipertensi. Jurnal Ilmiah
Multi Science Kesehatan, 10, 184–195.

Sartik, Tjekyan, S., & M, Z. (2017). Faktor - Faktor Risiko Dan Angka Kejadian
Hipertensi Pada Penduduk Palembang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat,
8, 180–191. https://doi.org/https://doi.org/10.26553/jikm

Sasono, M. (2016). Pengaruh Relaksasi Autogenik Terhadap Penurunan Tekanan


Darah Pada Klien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas 23 Ilir Palembang
Tahun 2015. Jurnal Keperawatan Soedirman, 11, 192–200.
Smeltzer, S., & Bare, B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (M.
Ester (ed.); 8th ed.).

Sumarliyah, E., Nasrullah, D., Lailatul, F., & Afifah, Z. (2018). Penurunan
Tekanan Darah Dengan Relaksasi Autogenik Dan Guided Imagery Pada
Pasien Hipertensi Reduction Of Blood Pressure With Autogenic Relaxation
And Guided Imagery In Hypertension Patients Rumah Sakit Siti Khodijah
Sepanjang Sidoarjo Email : eniumsuraba. Jurnal Manajemen Kesehatan
Yayasan RS. Dr. Soetomo, 4, 144–152.

Anda mungkin juga menyukai