SKABIES
Oleh:
Rahmadiani Putri Nst*
G1A218007
Pembimbing:
dr. Dewi Lastya Sari, M.Ked(DV), Sp.DV**
1
LEMBAR PENGESAHAN
SKABIES
Oleh:
Rahmadiani Putri Nst
G1A218007
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
sebab karena rahmatnya, laporan kasus atau Clinical Report Science (CRS) yang
berjudul “Skabies” ini dapat terselesaikan. Tugas ini dibuat agar penulis dan
teman – teman sesama koass periode ini dapat memahami tentang gejala klinis
yang sering muncul ini. Selain itu juga sebagai tugas dalam menjalankan
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin RSUD
Raden Mattaher Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Dewi Lastya Sari, Sp.DV
selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya
pembimbing dalam laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh
dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik
kedepannya. Akhir kata, semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat
menambah informasi serta pengetahuan kita.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Y
Umur : 23 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sungai Bahar
Pekerjaan : Belum bekerja
Status Pernikahan : Belum menikah
Suku Bangsa : Melayu, Indonesia
Hobi : Bermain
I. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan bercak kehitaman berisi nanah dan air yang
disertai gatal pada daerah tangan,perut,punggung,bokong,kelamin dan
kaki sejak ± 6 hari SMRS.
B. Keluhan Tambahan : Demam yang hilang timbul dalam 5 hari yang lalu
5
C. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang dengan keluhan terdapat bercak kehitaman pada
tangan,kaki,perut,punggung,bokong dan kelamin yang disertai rasa gatal
yang memberat sejak ± 6 hari yang lalu. Awalnya muncul bentol-bentol
kemerahan dibagian badan, kemudian bertambah di kedua
kaki,tangan,sela jari,bokong, kelamin yang sudah dirasakan ± 2 bulan
yang lalu, keluhan gatal dirasakan semakin memberat terutama pada
malam hari sehingga membuat pasien menjadi rewel pada malam hari,
dan menggaruk-garuk sehinga pasien sulit untuk tidur. Ibu pasien
membawa pasien berobat ke Bidan di dekat rumah,diberikan salep,tetapi
ibu tidak tau apa nama salepnya, setelah beberapa mingu menggunakan
salep tersebut ,tidak ada perubahan.
Dalam ± 5 hari ini pasien demam naik turun dan menjadi sangat rewel.
D. Penyakit Dahulu :
- Keluhan yang sama (-)
- Riwayat penyakit kulit lainnya (-)
- Riwayat alergi (-)
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Kakak pasien juga mengalami setelah pulang dari pesantren
Riwayat Sosial Ekonomi dan kebiasaaan :
- pasien berasal dari sosio ekonomi menengah
- Kebiasaan penggunaan handuk bersamaan dalam satu kelurga.
- Pasien tidur bersama ayah dan ibu pasien
- Untuk penggunaan sprei biasanya jarang digantikan biasanya 1 bulan
baru diganti.
6
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Tanda Vital :
Kesadaran : Composmentis RR : 28 x/i
TD :- Nadi : 116 x/i
Suhu : 37,8 ºC BB : 10 kg
TB : 72 cm status gizi : Baik
3. Kepala :
a. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor
b. THT : Nyeri tekan tragus (-), deviasi septum (-),Sekret (-)
c. Leher : Pembesaran KGB (-)
4. Thoraks :
a. Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
b. Paru : Vesikular (+/+), rhonki (-),whezing (-)
5. Genitalia : Lesi kulit (+)
6. Ekstremitas
a. Superior : Kekuatan 5/5, Deformitas (-), Akral hangat, Edem
(-), CRT <2 detik, lesi kulit (+)
a. Inferior : Kekuatan 5/5, Deformitas (-), Akral hangat, Edem
(-), CRT <2 detik, lesi kulit (+)
B. Status Dermatologi
7
1. Inspeksi
Papul
Erosi
Plak
8
- Erosi , bentuk irregular, berukuran miliar, regional, sirkumskrip,
warna hiperpigmentasi, permukaan kasar,daerah sekitar terdapat plak
dan papul.
Papul
Papul
Plak
Plak
9
2. Palpasi : Nyeri tekan (-)
3. Auskultasi :-
4. Lain-lain :
C. Status Venerelogi
1. Inspeksi : tidak ada kelainan
o Inspekulo : tidak ada kelainan
2. Palpasi : tidak ada kelainan
10
V. DIAGNOSIS KERJA
Skabies
VI. TERAPI
Non medikamentosa :
a. Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit dan cara
penularannya
b. Menjelaskan bahwa scabies adalah penyakit menular
c. Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan
lingkungan tempat tinggal
d. Mencuci selimut, sprei, handuk, dan pakaian dengan
menggunakan air panas
e. Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin
f. Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena
dapat menyebabkan luka dan resiko infeksi
g. Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang
menderita keluhan yang sama.
Medikamentosa :
a. Topikal
- Permetrin 5% cream (Medscab) aplikasi hanya sekali sebelum tidur
dioleskan daerah lesi dan dibersihkan dengan air setelah 2 jam. 1x 1
minggu
- Mupirocin calcium krim10 gram dan Mometason Furoat Anhidros 1
mg oleskan pada bagian yang koreng saja 1 hari 2 kali (pagi dan
malam)
b. Sistemik
- Antihistamin : Cetirizine syrup 1 x 1 cth
- Antipiretik : Paracetamol syrup 3 x 1 cth
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
11
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiel var, hominis, dan produknya. Ditandai gatal malam
hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang
tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat terlihat polimorf tersebar diseluruh
badan. Penyakit ini berhubungan erat dengan higiene yang buruk. Prevalesni
skabies tinggi pada populasi yang padat.1
3.2 Epidemiologi
Terdapat dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosial
ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual bersifat
promiskuitas, kesalahan diagnosis dan perkembangan demografik serta ekologik.
Penyakit ini juga dapat dimasukan sebagai infeksi menular seksual. 1
Angka kejadian skabies tinggi di negara dengan iklim panas dan tropis.
Skabies endemik terutama di lingkungan padat penduduk dan miskin. Daerah
endemik skabies seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan,
Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara.
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit
tungau skabies.3,5
Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies cenderung
tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras,
umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah
kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat, 5 sehingga penyakit ini lebih
sering di daerah perkotaan. Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian
berpengaruh terhadap musim di mana kasus skabies lebih banyak didiagnosis
pada musim dingin dibanding musim panas. Insiden skabies semakin meningkat
sejak dua dekade ini dan telah memberikan pengaruh besar terhadap wabah di
rumah-rumah sakit, penjara, panti asuhan, dan panti jompo.5
13
3.3 Cara Penularan (Transmisi)
Skabies dapat ditularkan melalui cara sebagai berikut:1
1. Kontak langsung
Penularan secara kontak langsung adalah dengan adanya kontak
kulit penderita skabies dengan kulit indiviu lainnya, misalnya dengan
berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Diketahui juga
bahwa kontak dekat selama 15-20 menit sudah dapat menularkan skabies.1
2. Kontak tak langsung
Penularan skabies secara kontak tidak langsung adalah dengan
melalui perantara berupa benda, terutama yang biasa dipakai dalam
kehidupan sehari-hari seperti handuk, pakaian, sprei, bantal dan
sebagainya.1
14
milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai
mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan
lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva
yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan
pendek yang digalinya (moulting pouches), tetapi dapat juga ke luar. Setelah 2-3
hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina
dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.1,7
Walaupun siklus dari telur hingga menjadi betina dewasa pada tungau
berlangsung sekitar 2 minggu, terdapat penelitian yang menyatakan hanya kurang
dari 1% telur yang diletakkan berkembang menjadi tungau dewasa dan
berdasarkan percobaan yang dilakukan, dibutuhkan waktu sekitar 3-4 minggu
untuk menghadirkan tungau betina dewasa yang baru. Pada inang yang normal,
rata-rata tungau yang berkembang berkisar anatar 10 hingga 12 tungau, dan
setelah 3 bulan, biasanya jumlah tungau akan berkurang.7
Baik dari segi terapi maupun pertahanan tubuh inang, berpengaruh
terhadap pengontrolan populasi tungau. Aktivitas S. scabiei didalam kulit
15
menyebabkan rasa gatal dan menimbulkan respon imunitas selular dan humoral
serta mampu meingkatkan IgE baik di serum maupun di kulit. Masa inkubasi
berlangsung selama 4 sampai 6 minggu. Skabies sangat menular, transmisi
melalui kontak langsung dari kulit ke kulit, dan tidak lansung melalui berbagai
benda terkontaminasi seperti seprei, sarung bantal, handuk, dan sebagainya.
Tungau skabies dapat hidup di luar tubuh manusia selama 24-36 jam. Tungau
dapat ditransmisikan melalui kontak seksual, walaupun menggunakan kondom,
karena kontak melalui kulit di luar kondom.1,6
Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi akibat sensitisasi
terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah investasi. Pada saat itu, kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain sebagainya. Dengan garukan dapat
timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.1
2. Sekelompok orang
16
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga
biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah
pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke
seluruh penduduk. Di dalam kelompok mungkin akan ditemukan individu
yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak
menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa (carier) bagi
individu lain.1,8,11
3. Adanya terowongan (kunikulus)
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva, dan nimfa di dalam stratum
korneum. Oleh karena itu, tungau ini sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis, seperti sela-
sela jari tangan, telapak tangan bagian lateral, pergelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae
(wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria). Lesi yang timbul
berupa eritema, krusta, ekskoriasi, papul, dan nodul. Erupsi eritem atous
dapat tersebar di bagian badan sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap
antigen tungau. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).1,8
17
Gambar 3.2. Lesi skabies pada sela jari-jari tangan, punggung, penis, dan
mammae
18
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh
kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa,
maupun skibala (fecal pellet) yang merupakan poin diagnosis pasti. Akan
tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir
sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat
variatif dan tidak spesifik.13 Pada kasus skabies yang klasik, jumlah tungau
sedikit sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit. Teknik
pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga
kegagalan menemukan tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan
diagnosis skabies.1,8
19
ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga beberapa bulan
walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.7
20
Masa inkubasi jenis ini lebih pendek dan sembuh sendiri bila menjauhi hewan
tersebut dan mandi bersih-bersih oleh karena varietas hewan tidak dapat
melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.8
21
beberapa kasus, krusta dapat terjadi hanya pada bagian-bagian tertentu seperti
salah satu anggota gerak, bagian belakang jari-jari tangan, punggung tangan, atau
hanya pada bokong. Sering juga ditemukan adanya fisura dan infeksi bakteri
sekunder dan limfadenopati regional. Adanya rasa gatal dapat bervariasi pada
setiap individu, namun biasanya rasa gatal sangat intensif, walaupun pada pasien
dengan lepra. Eosinofil pada pemeriksaan darah tepi sering meningkat namun
tidak selalu ditemukan, dan kadar IgE serum sering ditemukan sangat tinggi.
Angka mortalitas pada skabies berkrusta cukup tinggi disebakan oleh sepsis akibat
infeksi bakteri sekunder.1,5,8
3.7 Diagnosis
3.7.1 Anamnesis
Skabies sebaiknya dicurigai pada pasien yang mengeluhkan timbulnya
gatal dan bintik kemerahan pada kulit. Riwayat adanya kontak dengan penderita
skabies atau adanya anggota keluarga yang menderita skabies dapat memperkuat
arahan diagnosis skabies. Gatal yang semakin memburuk di malam hari juga
dapat memperkuat diagnosis.1
Dari anamnesis, pasien biasanya mengeluhkan munculnya gatal yang
hebat terutama pada malam hari atau pada saat berkeringat. Pasien juga dapat
mengeluhkan timbulnya ruam pada kulit sela jari tangan, pergelangan tangan,
pergelangan kaki, ketiak, pusat, puting susu dan pada bagian bawah payudara
22
serta pada alat kelamin. Dari anamnesa pada pasien juga perlu diteliti mengenai
faktor risiko infeksi skabies pada pasien yang meliputi:1
a. Masyarakat yang hidup dalam kelompok yang padat seperti tinggal di
asrama atau pesantren.
b. Higiene yang buruk
c. Sosial ekonomi yang rendah seperti panti asuhan dan sebagainya.
d. Hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas.
23
Pemeriksaan serologi dalam menegakkan diagnosis skabies juga telah
dikembangkan, dimana telah dilaukan uji coba pada anjing dan babi, dengan
ditemukannya adanya antibodi terhadap antigen, nmaun hal ini tidak dapat
dilakukan pada manusia. Pada pemeriksaan serologi, adanya antigen terhadap
kutu debu rumah dapat menimbulkan hasil yang positif palsu dikarenakan
manusia sering terpapar terhadap antigen tersebut dimanapun mereka berada.
Meskipun begitu, pemerikaan serologi ini mempunyai spesifitas yang tinggi
terhadap infeksi skabies yang sedang aktif. Selain itu, pada saat ini juga
dikembangkan teknik fingerprint S. scabiei genetik yang dapat secara langsung
mendeteksi DNA tungau pada kulit. Walaupun kadar eosinofil dan IgE yang
tinggi sering ditemukan pada pasien skabies, namun hal tersebut juga ditemukan
pada pasien dengan infeksi parasit lainnya.9,11
Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan: anamnesis, yaitu adanya pruritus
nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel dan pustul di tempat predileksi.
Selain itu diperoleh keterangan bahwa gejala ini juga terdapat pada sekelompok
orang. Diagnosis pasti ditetapkan dengan menemukan tungau atau telurnya pada
pemeriksaan laboratorium. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menemukan telur, tungau atau terowongan adalah:11,12
1. Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi dengan
minyak mineral atau KOH 10%, kemudian dikerok dengan skalpel steril nomor 15
untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan pada
gelas obyek dan ditutup dengan kaca tutup, lalu diperiksa di bawah mikroskop
dengan pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau, telur atau fecal pellet. 8,11
Gambar 3.9 Ditemukan telur, tungau dan skibala pada pemeriksaan kerookan
kulit.
24
2. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan
ke dalam terowongan yang utuh (pada titik yang gelap, kecuali pada orang
kulit hitam pada titik yang putih), digerakkan secara tangensial ke ujung
lainnya, kemudian dikeluarkan. Tungau akan memegang ujung jarum dan
dapat diangkat keluar. Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang
sangat kecil dan transparan. Kemudian dapat diletakkan di objek glass dan
ditutup kemudian diamati dibawah mikroskop. Pengambilan tungau juga dapat
dilakukan dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar
kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.8,12
25
4. Tes tinta (Burrow ink test)
26
Dari berbagai cara pemeriksaan di atas, kerokan kulit merupakan cara yang
paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan.
Mengambil tungau dengan jarum memerlukan keterampilan khusus dan jarang
berhasil karena biasanya terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit
diketahui. Burrow ink test dan uji tetrasiklin jarang memberikan hasil positif
karena biasanya penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi infeksi
sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat dimasuki tinta
atau salep. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan agar berhasil
melakukan pemeriksaan kerokan kulit, antara lain sebagai berikut:8,11
a. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papul, terowongan) dan
tidak dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
b. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak
mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat
menemukan tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
c. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
d. Kerokan harus dilakukan di superfisial karena tungau terdapat dalam
stratum korneum dan menghindari terjadinya perdarahan
27
2. Prurigo, berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor
ekstremitas.
28
4. Folikulitis berupa pustul miliar dikelilingi daerah yang eritem.
3.9 Penatalaksanaan
3.9.1 Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan pada penderita skabies adalah dengan mengupayakan
edukasi yang efektif sehingga rantai penularan skabies dapat diputuskan. Berikut
adalah beberapa edukasi yang dapat diberikan pada pasien skabies:8
a. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
b. Pengobatan skabisid topikal yang diberikan dioleskan di seluruh kulit,
kecuali wajah, sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur.
c. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
d. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur
dan bila perlu direndam dengan air panas. Tungau akan mati pada suhu
130˚C.
e. Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga
serumah.
f. Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan skabisid. Tidak
boleh mengulangi penggunaan skabisid yang berlebihan setelah seminggu
walaupun gatal masih dirasakan sampai 4 minggu kemudian.
g. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan
yang sama dan ikut menjaga kebersihan
29
3.9.2 Penatalaksanaan Khusus
Terapi pada skabies tidak dapat dilakukan secara individual melainkan
harus serentak dan menyeluruh pada seluruh kelompok orang yang ada disekitar
penderita, termasuk orang yanghiposensitisasi. Pengobatan skabies harus efektif
terhadap tungau dewasa, telur dan produknya. Berikut adalah syarat obat yang
ideal dalam terapi skabies:1,8
a. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
b. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksis.
c. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.
d. Mudah diperoleh dan harganya murah.
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan
tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala, lebih difokuskan di daerah sela-sela
jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga.
Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus
dioleskan skabisid topikal. Steroid topikal, anti histamin, maupun steroid sistemik
jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien
yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.1,9
a. Krim Permetrin 5%
Permetrin merupakan suatu skabisid berupa piretroid sintesis yang efektif
pada manusia dengan toksisitas rendah, bahkan dengan pemakaian yang
berlebihan sekalipun. Permetrin bekerja dengan cara mengganggu polarisasi
dinding sel melalui ikatan dengan natrium sehingga menghambat repolarisasi
dinding sel dan akhirnya terjadi paralisis pada parasit. Obat ini ditoleransi dengan
baik, diserap minimal oleh kulit, tidak diabsorbsi sistemik, dimetabolisasi dengan
cepat, serta dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum. Mekanisme kerja
obat ini permethrin aktif terhadap berbagai hama,tungau dan arthropoda lainnya.
Permethrin bekerja pada membrane sel saraf untuk mengganggu aliran saluran
natrium yang mengatur polarisasi membrane. Hal ini menyebabkan repolarisasi
tertunda dan kelumpuhan selanjutnya dan kematian parasit. Permethrin
menunjukkan aktivitas ovicidal residual setelah pembilasan. Oleh karena itu, obat
30
ini merupakan terapi pilihan lini pertama rekomendasi CDC untuk terapi tungau
tubuh. 1,9
Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke
bawah dan dibilas setelah 8-14 jam. Bila diperlukan, pengobatan dapat diulang
setelah 5-7 hari kemudian. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan
pemberian kedua setelah 1 minggu, dan pemberian ketiga 1 minggu setelah
pemberian kedua. Target utama pengobatan adalah membrane sel scabies. Obat
membuat ion Cl masuk kedalam sel secara berlebihan, membuat sel saraf sulit
depolarisasi dan parasite paralisis atau lumpuh. Obat ini efektif untuk membunuh
parasite, tapi tidak efektif untuk telur. Oleh karena itu penggunaan permethrin
hingga 3 kali pemberian sesuai siklus hidup tungau. Pemberian kedua dan ketiga
dapat membunuh tungau yang baru menetas. Belum ada laporan terjadinya
resistensi yang signifikan tetapi beberapa studi menunjukkan adanya resistensi
permetrin 1% pada tungau kepala namun dapat ditangani dengan pemberian
permetrin 5%. Permethrin 5% dapat diberikan pada wanita hamil dengan lama
pemakaian yang diperpendek sampai 2 jam dan secara luas pada anak-anak.
Untuk ibu hamil permethrin diklasifikasikan sebagai kategori B. Dikatakan bahwa
permetrin memiliki angka kesembuhan hingga 97,8% jika dibandingkan dengan
penggunaan ivermectin yang memiliki angka kesembuhan 70%. Tetapi
penggunaan 2 dosis ivermectin selama 2 minggu memiliki keefektifan sama
dengan permetrin. Efek samping yang sering ditemukan adalah rasa terbakar,
perih dan gatal, sedangkan yang jarang adalah dermatitis kontak derajat ringan
sampai sedang.1,3,6
31
Gambar 3.12 Siklus kehidupan sacoptes scabiei dengan pengobatannya.
32
dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik,
trombositopenia, dan pansitopenia. Lindane sebaiknya tidak digunakan untuk
bayi, anak dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil atau menyusui,
penderita yang pernah mengalami kejang atau penyakit neurologi lainnya. Belum
ada laporan mengenai toleransi yang signifikan terhadap pemakaian lindane.9
c. Presipitat Sulfur
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan. Preparat sulfur
yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep konsentrasi 6%
dalam petrolatum lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni
mengoleskan salep setelah mandi atau malam hari ke seluruh kulit tubuh selama
24 jam selama tiga hari berturut-turut, kemudian dibersihkan. Keuntungan
penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-
satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.1,9
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen
sulfida dan asam pentationida (CH2S5O6) yang bersifat germisida dan fungisida.
Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil
dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian
pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, meninggalkan noda yang berminyak,
mewarnai pakaian, dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.1,9
d. Benzil benzoate
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil. Benzil
benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies, efektif untuk semua stadium.
Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia
dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil
benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara
kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan
dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, sehingga penderita harus diingatkan
untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat
menyebabkan dermatitis alergi. Kontraindikasi obat ini yaitu wanita hamil dan
menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih
efektif dalam pengelolaan resistant scabies berkrusta. Di negara-negara
33
berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzil benzoate digunakan dalam
pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.1,9
e. Krim Crotamiton (Eurax)
Crotamiton atau crotonyl-n-ethyl-o-toluidine digunakan sebagai krim 10%
atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik
telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut
setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam
kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa
iritasi bila digunakan jangka panjang. Beberapa ahli beranggapan bahwa
crotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies.
Kualitas krim ini di bawah permetrin dan setara dengan benzyl benzoate dan
sulfur. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik
dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi, dan anak-anak.8
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun tidak
mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo
parasit. Digunakan untuk pengobatan penyakit filariasis terutama oncocerciasis.
Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk
skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus
tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies. Ivermectin
merupakan pilihan terapi lini ketiga rekomendari CDC. Efek samping yang sering
adalah kontak dermatitis dan nekrolisis epidermal toksik. Penggunaan ivermectin
tidak boleh pada wanita hamil dan menyusui.9
g. Monosulfiram
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-
3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.8
h. Malathion
Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat dengan dasar air
digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian. Namun
34
saat ini tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping
yang buruk.8
35
3.9.3 Penatalaksanaan dalam Kondisi Tertentu
a) Skabies Norwegia dan skabies dengan HIV/AIDS
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies
berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa
pengobatan dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali
sekitar mata, hidung, mulut, khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti
dengan penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan pada skabies
berkrusta daat diberikan ivermectin oral 200 ug/kg dimana jika krusta ringanatau
sedang maka diberikan 3 dosis pada hari ke 1,2 dan 8. Jika krusta berat maka
diberikan 5 dosis pada hari 1,2,8,9 dan 15. Jika krusta sangat berat makan
diberikan 7 dosis pada hari ke 1,2,8,9,15,22, dan 29. Terapi ini dapat ditambahkan
dengan pemberian permethrin topikal atau benzil benzoat 2-3 kali dalam minggu
pertama, kemudian selanjutnya sekali seminggu sampai gejala berkurang. Terapi
keratolitik dengan krim lactic acid, krim urea atau krim asam salisilat dapat
diberikan ketika sedang tidak menggunakan scabimid topikal, krim dapat
digunakan sehari-hari sampai krusta berkurang. Penderita sebaiknya diisolasi dari
kerabat dan keluarga agar tidak terjadi kontak langsung yaitu bisa dalam dalam
bentuk menggunakan sarung tangan, baju dan celana panjang, penutup kaki, dan
menggunakan ruangan tersendiri jika memungkinkan. Keluarga yang kontak
dengan penderita juga diberikan terapi topikal. Sebaiknya digunakan antibiotik
spektrum luas sejak awal dicurigainya sepsis akibat infeksi bakteri sekunder.8,9
b) Skabies Nodular
Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari reaksi
hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat dalam
beberapa minggu setelah pengobatan. Skabies nodular dapat diobati dengan
kortikosteroid intralesi atau menggunakan primecrolimus topikal dua kali sehari.9
36
sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif
mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon
0,1%. Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih
terdapat gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa
penyembuhan. Pasien dapat diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal,
dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung adanya infeksi sekunder oleh
Staphylococcus aureus. Crotamiton antipruritus topikal sering membantu pada
kulit yang gatal.9
3.10 Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang
yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal
skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran
skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang
masih dalam periode inkubasi asimptomatik. Selain semua anggota keluarga
diterapi, untuk mencegah terjadinya infeksi berulang, maka semua pakaian yang
digunakan, bantal, sprei, handuk dan kasur yang digunakan dalam seminggu ini
harus dicuci dengan air panas dan dikeringkan dengan udara panas. Setelah
kering, semua pakaian tersebut disetrika. Barang-barang yang tidak dapat dicuci
sebaiknya dibersihkan dan disimpan dalam kantong plastik bersih kemudian
ditutup dan diletakkan ditempat yang hangat dan kering selama 2 minggu. Lantai,
karpet, alas kaki, perabot rumah sebaiknya dilakukan pembersihan dengan vakum
dan dibuang debris nya dengan hati-hati agar tidak terkontaminasi.1,8
3.11 Komplikasi
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri
atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi
merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder
dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat
muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai
respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah
37
yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis, dan axilla. Infeksi
sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau antibiotik oral,
tergantung tingkat piodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga
terjadi terutama pada skabies Norwegian, glomerulonefritis post streptococcus
bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh
Streptococcus pyogens.8
Semua pasien harus diberikan informasi bahwa bercak-bercak dan gatal
karena skabies tersebut mungkin akan menetap lebih dari 2 minggu setelah terapi
selesai. Ketika gejala dan tanda masih menetap lebih dari 12 minggu, terdapat
beberapa kemungkinan yang dapat dijelaskan diantaranya resistensi terapi,
kegagalan terapi, reinfeksi dari anggota keluarga lain atau teman sekamar, alergi
obat, atau perburukan gejala karena reaktivitas silang dengan antigen dari
penderita skabies lainnya. Respon yang buruk dan dugaan resistensi terhadap
lindane pernah dilaporkan di tempat lain. Kegagagalan terapi yang tidak
berhubungan dengan resistensi terapi bisa disebabkan karena kegagalan
penggunaan terapi skabisid topikal. Pasien dengan skabies berkrusta mungkin
memiliki penetrasi obat skabisid yang buruk ke dalam lapisannya yang bersisik
tersebut dan mungkin karena tungau bersembunyi di lapisan yang sulit di
penetrasi. Untuk menghindari infeksi berulang, direkomendasikan agar seluruh
kontak dekat dengan pasien harus dieradikasi.8,7
3.12 Prognosis
Infestasi skabies dapat disembuhkan. Dengan memperhatikan pemilihan dan
cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor
prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan
memberikan prognosis yang baik. Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap
untuk beberapa tahun. Oleh karena manusia merupakan penjamu (hospes)
definitif, maka apabila tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan
tetap hidup tumbuh pada manusia. Pada individu yang immunokompeten, jumlah
tungau akan berkurang seiring waktu.1,8
38
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien atas nama an. Y bersama ibu datang ke poliklinik Kulit dan
kelamin RSU Abdul Manap pada tanggal 09 Desember 2018, berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosa Skabies.
Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan terpenuhinya 2 dari 4 tanda
kardinal kriteria diagnosis pada skabies, antara lain pruritus nokturna, community
infection, menemukan terowongan (kanalikuli), dan menemukan tungau
39
Sarcoptes scabiei. Pasien ini sudah dapat didiagnosis dengan skabies karena
memenuhi dua kriteria, yaitu pruritus nokturna dan community infection.
Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan fisik yaitu ditemukannya lesi pada
tempat predileksi yaitu sela jari tangan,tangan,sela jari kaki, kaki, bokong, alat
kelamin,hal ini sesuai untuk diagnosis skabies, dimana di dalam teori dikatakan
bahwa predileksi terjadinya pada daerah dengan stratum korneum yang tipis.
Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding yaitu prurigo yaitu penyakit
kulit kronis dimulai sejak usia anak-anak, sering terdapat pada anak dengan
tingkat sosial ekonomi dan kebersihan rendah. Penyebab pasti belum diketahui,
diduga sebagai penyakit herediter, akibat kepekaan kulit terhadap gigitan
serangga. Tanda khasnya adalah adanya papul-papul miliar tidak berwarna,
berbentuk kubah, sangat gatal. Tempat predileksinya di ekstremitas bagian
ekstensor dan simetris. Diagnosis ini dapat disingkirkan karena pasien tidak peka
terhadap gigitan serangga dan pasien belum pernah mengalami keluhan ini
sebelumnya. Selain itu diagnosis bandingnya adalah pedikulosis korporis, yaitu
infeksi rambut/kulit yang disebabkan oleh Pediculus (parasit obligat atau
menghisap darah manusia untuk hidup). Gejala klinis umumnya berupa bekas
garukan yang dominan untuk menghilangkan rasa gatal, kadang timbul
pembesaran KGB regional sebagai tanda infeksi sekunder, dan juga ditemukannya
kutu dan telur kutu pada pasien. Pada pasien ini tidak ditemukannya tanda
tersebut.
40
Pada pasien ini penatalaksanaan dilakukan dengan memberikan obat
secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan adalah permetrin 5%
krim dioleskan pada lesi pada malam hari selama 2 jam, satu kali dalam
seminggu. Pada teori yang telah dikemukakan bahwa obat topikal yang paling
baik diberikan berupa permetrin 5% karena efektif pada semua stadium skabies
dan toksisitasnya rendah, serta penggunaannya mudah dan dapat diperoleh dengan
mudah di apotek. Mupirocin calcium krim10 gram dan Mometason Furoat
Anhidros 1 mg juga diberikan untuk mengobati infeksi sekunder dan menghambat
sistensis mediator penyebab inflamasi , kemerahan dan gatal. Selain pemberian
obat sistemik untuk mengurangi gatal yang dialami pasien terutama pada malam
hari juga diberikan obat antihistamin yaitu Cetirizine syrup satu kali sehari.
Dimana obat antihistamin H1 generasi kedua ini lebih aman dan memiliki efek
sedatif lebih minimal dibandingkan generasi pertama dimana obat-obat tersebut
menembus sawar darah otak dan berikatan dengan reseptor H1 pada sistem saraf
pusat dan mengganggu efek neurotransmiter histamin. Pada penelitian GA2LEN
terbaru, direkomendasikan untuk tidak menggunakan antihistamin generasi
pertama dalam jangka waktu yang lama baik pada dewasa maupun anak-anak. Hal
ini juga disampaikan oleh WHO dalam pedoman penatalaksanaan rhinitis alergi
dan dampak dari asma (ARIA). Pemberian paracetamol syrup sebagai antipiretik
untuk mengangani gejala simptomatik yang terjadi pada pasien. Dimana pada
pengobatan skabies ini juga membutuhkan waktu yang sedikit lama.1,7,13
Prognosis dari skabies yang diderita pasien pada umumnya baik bila
diobati dengan benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi,
demikian juga sebaliknya. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan pada
keluarga, khususnya ayah dan anggota keluarga lainnya yang mengalami keluhan
yang sama. Bila dalam perjalanannya skabies tidak diobati dengan baik dan
adekuat, maka tungau akan tetap hidup dalam tubuh manusia karena manusia
merupakan host definitive dari tungau tersebut.1
41
BAB V
KESIMPULAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiel var, hominis, dan produknya. Ditandai gatal malam
hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat predileksi di lipatan kulit yang
tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat terlihat polimorf tersebar diseluruh
badan. Penyakit ini berhubungan erat dengan higiene yang buruk. Prevalesni
42
skabies tinggi pada populasi yang padat. Skabies dapat ditularkan melalui cara
Kontak langsung dengan adanya kontak kulit penderita skabies dengan kulit
indiviu lainnya, dan Kontak tak langsung dengan melalui perantara berupa benda,
terutama yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari seperti handuk, pakaian,
sprei, bantal dan sebagainya.
Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan terpenuhinya 2 dari 4 tanda
kardinal kriteria diagnosis pada skabies, antara lain pruritus nokturna, community
infection, menemukan terowongan (kanalikuli), dan menemukan tungau
Sarcoptes scabiei. Pengobatan skabies dapat dilakukan baik dengan non
medikamentosa dan medikamentosa. Pada medikamentosa bertujuan untuk
memutuskan rantai penularan dan pada medikamentosa obat topikal yang paling
baik diberikan berupa permetrin 5% karena efektif pada semua stadium skabies
dan toksisitasmya rendah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th
ed. Jakarta: FKUI; 2016. p. 137-40.
2. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati penyakit kulit dan kelamin. 3 rd
ed. Jakarta: EGC; 1996. p. 191-5.
3. World Health Organization. Scabies . 2015. Available from:
http://www.who.int/lymphatic_filariasis/epidemiology/scabies/en/
(diakses tanggal September 2018)
43
4. Aminah P, Sibero HT, dan Ratna MG. Hubungan tingkat pengetahuan
dengan kejadian skabies. J Majority. 2015;5(4):54-59.
5. Graham R, Brown. Lecture Notes Dermatologi. 8th Ed. Jakarta : EMS;
2005. p. 43-47
6. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals.
In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of
Dermatology. USA: Blackwell publishing. 2004: 2. 37-47.
7. Miltoin O, Maibach HL. Scabies and Pediculosis. In: Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th ed. USA: McGraw Hill. 2008:
2029-31
8. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-1. Makassar:
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2003: 5-10.
9. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006: 354; 1718-27.
10. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009: (22) 279-
92.
11. Operational Directive: Management of Scabies. Test to Assist the
Diagnosa of Scabies. 2010.
http://www.mb.ca/extranet/manuals/ltc/ManulPCH_Sec06_S_ScabiesMg
mtC.pdf. diakses tanggal September 2018
12. Baker J, Rollinson D. Advances in parasitology. Volume 57. London:
Elsevier; 2004. p. 310-60.
13. Zuberbier T, et all. The EEACI/GA2LEN/EDF/WAO Guideline for the
Definition, Clasification, Diagnosis, and Management of Urticaria.
German : European Journal. 2017.
44