Anda di halaman 1dari 2

BAHAN DISKUSI

Berikan respon Anda atas pernyataan "PEMBANGUNAN DI INDONESIA


HINGGA KINI MASIH DISKRIMINATIF, HANYA MEREKA YANG DEKAT
DENGAN KEKUASAAN SAJA YANG MENDAPAT PRIORITAS". 
Gunakan teori-teori pertumbuhan yang ada pada BMP Teori dan Isu
Pembangunan. Ikuti petunjuk berikut ini!

1. Uraikan terlebih dahulu, dengan bahasa Anda sendiri, point-point


dari artikel di atas yang Anda anggap relevan dengan pendapat
yang akan Anda kemukakan!
2. Kemukakan pendapat Anda (jangan takut untuk berbeda pendapat
dengan penulis artikel)!
3. Dukung pendapat Anda ini dengan teori-teori
ketergantungan/dependensi dari BMP Teori dan Isu Pembangunan!
4. Pendapat yang Anda kemukakan harus orisinal/murni pendapat
Anda, bukan pendapat orang lain yang diambil dari materi web.
Selamat berdiskusi.

Mohon Izin Bapak/Ibu Tutor dan teman-teman sekalian untuk menambahkan.

Menurut saya, sampai dengan titik ini pembangunan di Indonesia telah menuju ke arah yang tepat. Meskipun tonggak
kepemimpinan silih berganti dan kebijakan-kebijakan saling berbeda. Salah satu indikator yang digunakan yakni
pertumbuhan ekonomi yang menjadi faktor utama pendorong perkembangan suatu daerah. Hasil rilis BPS pada kuartal ke-
III tahun 2019 menunjukkan bahwa Provinsi Papua pertumbuhan ekonominya tumbuh minus 7.43 dibanding kuartal ke-III
tahun 2018. Ini menunjukkan pembangunan masih belum merata dengan pertumbuhan paling pesat berada di Pulau Jawa
yang merupakan pusat perekonomian.

Padahal sudah berpuluh-puluh tahun yang lalu visi misi presiden dituangkan dalam berbagai bentuk, seperti visi Trisakti,
Repelita, dan juga GBHN. Lantas mengapa masih terdapat ketimpangan pembangunan di Indonesia? Untuk mengatasi
ketimpangan ini, seperti kita ketahui Presiden Joko Widodo telah mencanangkan cita-cita pembangunan Indonesia yang
dituangkan dalam Nawacita tahun 2019-2024 dengan prioritas pertamanya adalah pembangunan infrastruktur. Visi ini
berkaitan dengan visi sebelumnya yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dan memperkuat daerah dan desa-desa
dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. 

Apabila kita tarik mundur ke belakang dan memperhatikan juga dari teori-teori pertumbuhan yang ada, aliran klasik
cenderung menyerahkan pengaturan sepenuhnya kepada pasar, ini bisa dipahami karena pada saat di cetuskan teori klasik
sedang dimulai ekspansi bangsa eropa ke timur dan barat jauh dalam bentuk kolonialisme, bersamaan dimulainya
industrialisasi terhadap sumber daya serta permulaan penemuan mesin uap yang dirasa sangat membantu dalam
menghasilkan barang/jasa yang menggerakan pertumbuhan perekonomian pada saat itu. Namun yang dikemukakan
Keynes dan Neo Keynes menyarankan pemerintah tetap mengambil peran dalam kebijakan ekonomi khususnya dalam
bidang moneter merupakan terobosan baru, dimana pemerintah mulai berperan terhadap pertumbuhan ekonomi
khususnya pada aliran klasik.

Pengadopsian pendekatan pertumbuhan klasik dalam peranan pertumbuhan ekonomi Indonesia terlihat dari adanya
campur tangan pemerintah dalam bidang moneter, sehingga mampu mengendalikan ruang fiskal dan moneter untuk tetap
menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi. Namun sepertinya campur tangan pemerintah dalam bidang moneter dan
fiskal belum banyak berdampak terhadap pemerataan pembangunan di Indonesia. Meskipun kebijakan menutup ruang
fiskal sudah mulai dilakukan semenjak adanya kebijakan membangun dari pinggiran dalam bentuk peningkatan dana
transfer pemerintah (dana desa, DAK Fisik dan DAK Afirmasi). Harapannya seperti dana desa bisa dipergunakan
membangun infrastruktur desa, mengembangkan desa unggulan melalui BUMDes, selanjutnya DAK Fisik dan Afirmasi
dapat dipergunakan dalam membangun infrastruktur, sarana kesehatan, sarana pendidikan dan sebagainya yang
bermanfaat bagi pembangunan di daerah tersebut.

Kemudian apabila dikaitkan pertumbuhan dari pendekatan neo klasik, bahwa sistem ekonomi diserahkan sepenuhnya pada
pemilikan individu atas faktor produksi, mekanisme pasar serta persaingan bebas, maka akan muncul permasalahan
berikutnya bahwa hal ini tidak dapat berlaku sepenuhnya pada negara-negara berkembang. Pihak yang lemah sejatinya
akan kalah dengan pihak yang kuat dikarenakan terbatasnya campur tangan pemerintah dalam mengatur proses
pertumbuhan. Sistem ini menurut saya tidak tepat diterapkan di Indonesia dikarenakan bertentangan dengan sistem
eknomi pancasila, yang sudah menjadi falsafah dan jatidiri bangsa Indonesia.

Revolusi industri sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan pembangunan di dunia dan sudah pasti
berdampak pada Indonesia. Lingkungan dan tuntutan pasar yang membutuhkan transformasi digital dengan
penggunaan wireless, pengelolahan big data, data cloud,  dan sebagainya, menyebabkan pergeseran nilai-nilai sosial yang
ada pada masyarakat. Hal ini juga berdampak terhadap proses pertumbuhan ekonomi dan perdagangan. Mazhab
stukturalis telah memprediksi hal ini dengan menempatkan perdagangan bebas dan hubungan multilateral yang saling
menguntungkan.  Indonesia mau tidak mau, siap tidak siap harus menghadapi tahapan ini dengan segala keterbatasan
yang ada. Oleh karena hal itu Presiden Joko Widodo pada periode kedua ini juga memprioritaskan pembangunan SDM
sebagai kunci untuk Indonesia maju.

Dari semua penjabaran di atas, fakta yang kita temukan adalah pembangunan di Indonesia belumlah merata meskipun
pemerintah telah berupaya untuk membagi dengan adil porsi pembangunan. Perlu juga kita pahami perilaku bangsa
Indonesia yang mungkin masih mengedepankan budaya yang dapat menghambat pembangunan dengan alasan kearifan
lokal. Faktor kunci menurut saya adalah membangun budaya kejujuran, integritas, dan bertanggung jawab. Kejujuran itu
sulit, karena dengan jujur maka sepeserpun uang negara yang dikelola akan dipertanggungjawabkan. Integritas sulit
diejawantahkan karena banyak daerah abu-abu yang "dikatakan" sebagai kearifan lokal. Contohnya ucapan terima kasih
yang disertai dengan pemberian barang dengan nilai tidak signifikan, hal ini bisa menjadi abu-abu karena nilai yang tidak
seberapa apabila ditolak dapat menyembabkan hubungan/silaturahmi terputus. Selanjutnya faktor tanggung jawab harus
dibiasakan dalam sendi-sendi kehidupan bermasayarakat dan bernegara. 

Budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tentunya juga sangat berpengaruh terhadap kondisi pembanguan di daerah,
terlebih lagi kondisi politik di daerah tertentu dimana dinasti politik kepala daerah sudah menjadi tradisi turun temurun.
Dinasti politik ini tidak lain hanya untuk mengamankan kepala daerah yang sebelumnya sehingga proyek/program yang
dikerjakan sebelumnya tidak dibatalkan/dipermasalahkan. Ada beberapa daerah yang mendapatkan dana otonomi khusus
dengan porsi cukup besar yang tentunya berbeda dengan daerah-daerah lain. Kenyataannya pembangunan di daerah
tersebut terhitung minus, hal ini sangat kontras sekali dengan dana yang diterima. Padahal sektor penegakan hukum juga
saat ini telah diperkuat, misalnya penegakan hukum terhadap pungli yang masih dilakukan oleh oknum-oknum tertentu.

Oleh karenal hal tersebut, pertumbuhan ekonomi sangat sulit untuk meningkat dikarenakan ada faktor-faktor penghambat
di atas. Padahal jika kita lihat dari lingkup nasional, dependensi daerah terhadap pusat relatif cukup tinggi meskipun
otonomi daerah diberikan seluas-luasnya. Menurut Theotonio Dos Santos aliran dependensi klasik, daerah satelit sangat
bergantung pada pusat dan saat ini terjadi pada banyak pemerintah daerah di Indonesia. Menurut saya, perlu ditiru tata
kelola pembangunan pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang visioner maka perkembangan daerah tersebut relatif
lebih maju, dikarenakan mampu mengembangkan daerahnya sehingga tidak terlalu banyak bergantung pada pendanaan
dari pemerintah pusat. Banyak skema-skema pembangunan yang saat ini sudah berpayung hukum tetap, misalnya
penggunaan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (Public Private Partnership), dimana badan usaha akan
mengeluarkan dana untuk berinvestasi dengan membangun fasilitas umum yang akan dikelola oleh badan usaha untuk
waktu tertentu dengan asset tetap menjadi milik daerah. Selain menciptakan lapangan pekerjaan, tentunya akan
menggerakan perekonomian lokal dan merangsang pertumbuhan ekonomi regional. Saat ini tinggal kemauan pemerintah
daerah untuk berkreasi dan berinovasi sehingga dapat membangun daerahnya sesuai dengan visi misi kepala daerah
masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai