Anda di halaman 1dari 1

1. Mari Ittiba’ Rasul!

Pernyataan ini benar, tapi tak jarang disalahgunakan. Suatu amalan yang
pernah dikerjakan Nabi atau belum pernah itu, bukan standar satu-satunya
sebuah amalan dikatakan boleh atau tidak boleh.

Justru kesalahan logika yang fatal, jika membuat sebuah kaidah ushul fiqih
baru bahwa, amalan yang tak pernah dijalankan Nabi pasti semuanya bid’ah
yang haram.

Tentu jika orang awam yang ditanya, “Memang Nabi pernah melakukannya?”
pasti akan melongo, tak bisa jawab. Seolah dalil satu-satunya adalah ‘pernah
dijalankan Nabi’. Padahal ada hal yang penting untuk dibahas terlebih dahulu,
yaitu mendefiniskan apa itu dalil, berikut kriteria dan macam-macam dalil itu.

Kembali kepada judul tulisan, jika ingin tahu dalil sampai dan bolehnya
bacaan al-Quran kepada orang yang telah wafat, silahkan digali dari ulama
diatas.

Jika menganggap bahwa perbuatan menghadiahkan pahala bacaan al-Qur’an


itu bid’ah, itu sama artinya menganggap Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H)
beserta ulama hanbali lainnya menganjurkan kebid’ahan.

Jika menganggap ulama salaf tak pernah menghadiahkan pahala bacaan al-
Quran, sepertinya harus sekali-kali piknik ke kitabnya Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah (w. 751 H).

Jika menanggap bahwa berkumpul untuk bersama-sama membaca al-Qur’an,


lalu pahalanya dikirimkan kepada mayyit hanya budaya Nusantara yang
diwarisi dari Agama Hindu, sepertinya harus piknik ke kitabnya Ibnu
Quddamah (w. 620 H).

Yuk kita piknik ke luasnya samudra ilmu para ulama! Dari situ kita ittiba'
Rasulullah shallaAllahu alaihi wa sallam.

Wallahua'lam bisshawab.

https://www.rumahfiqih.com/y.php?id=374

Anda mungkin juga menyukai