Anda di halaman 1dari 18

HIRARKI JALAN

KELOMPOK 4
`

Ahmad Mujahid AL F 231 15 050


Kevin Phasya T F 231 18 046
Moh Rifky Ahsyanul F 231 18 047
Andi Salsyabillah A F 231 18 082
Lucky Hidayat F 231 18 146
Moh Rizaldhy Saputra F 231 18 147

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
A. PENGERTIAN KOMPONEN DAN TATA RUANG
Penataan ruang secara umum memiliki pengertian sebagai suatu proses yang
meliputi proses perencanaan, pelaksanaan atau pemanfaatan tata ruang dan
pengendalian pelaksanaan atau pemanfaatan ruang yang harus terkait satu sama lain.
Jadi dalam penataan ruang terkandung berbagai pengertian mengenai tata ruang yang
komprehensif. Tata ruang mengandung arti penataan segala sesuatu yang berada di
dalam ruang sebagai wadah penyelenggara kehidupan.

Tata ruang pada hakikatnya merupakan lingkungan fisik yang mempunyai


hubungan organisatoris/fungsional antara berbagai macam objek dan manusia yang
terpisah dalam ruang-ruang tertentu (Rapoport, 1980). Konsep tata ruang ini, menurut
(Foley, 1964), tidak hanya menyangkut suatu wawasan yang disebut sebagai wawasan
spasial tetapi menyangkut pula aspek-aspek non spasial atau aspasial.

Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa struktur fisik sangat ditentukan dan
dipengaruhi pula oleh faktor-faktor non fisik seperti organisasi fungsional, pola sosial
budaya dan nilai kehidupan komunitas (Wheaton, 1974 dan Porteus, 1977).

Berdasarkan konsepsi penataan ruang tersebut, maka dalam Undang-undang No.


26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang disebutkan secara lebih spesifik bahwa
penataan ruang adalah suatu upaya untuk mewujudkan tata ruang yang terencana,
dengan memperhatikan:
• keadaan lingkungan alam,
• lingkungan buatan,
• lingkungan sosial,
• interaksi antar lingkungan,
• tahapan dan pengelolaan pembangunan.

Serta pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumber daya manusia yang ada
dan tersedia, dengan selalu mendasarkan pada kesatuan wilayah nasional dan ditujukan
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, memelihara lingkungan hidup dan diarahkan
untuk mendukung upaya pertahanan keamanan.

1
1. Komponen Penataan Ruang
Struktur ruang pada hakikatnya merupakan hasil dari suatu proses yang
mengalokasikan objek-objek fisik dan aktivitas ke suatu kawasan di suatu wilayah.
Wawasaan sistem tata ruang ini berdasarkan pada kerangka konseptual yang
diformulasikan oleh beberapa pakar seperti (Kevin Lyinch dan Llyod Rodwin, 1958),
(Donald Foley, 1964), (Stuart Chapin, 1965), (Melvin M. Webber, 1967), dan (Peter
Hall, 1970) yang semuanya menekankan adanya kaitan antara tiga proses yang saling
bergantung.
 Pertama, proses untuk mengalokasikan aktivitas pada suatu kawasan sesuai
dengan hubungan fungsional tertentu
 Kedua, proses pengadaan atau ketersediaan fisik yang menjawab kebutuhan akan
ruang bagi akivitas seperti untuk tempat bekerja, tempat tinggal, transportasi dan
komunikasi. Proses ini yakni pengadaan bangunan jalan, prasarana umum dan
sebagainya, akan merupakan faktor pendukung bagi proses pengalokasian
aktivitas yang disebut pada pertama. Dalam hal ini, proses pengalokasian aktivitas
akan ditentukan oleh ketersediaan sumber daya alam dan buatan, serta kondisi
fisik di wilayah tersebut.
 RTRWN diperlukan arahan-arahan yang strategis dalam pemanfaatan ruang
wilayah Nasional. RTRW nasional ini merupakan merupakan penjabaran secara
keruangan arah pembangunan nasional jangka panjang dan merupakan acuan
dalam penyusunan program-program pembangunan nasional jangka menengah
dan jangka pendek. RTRW nasional juga merupakan kebijaksanaan pemerintah
yang menetapkan rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang nasional beserta
kriteria dan pola penanganan kawasan yang dilindungi, kawasan budidaya dan
kawasan lainnya.

Pada wilayah Propinsi :


 Diperlukan rencana struktur tata ruang yang merupakan arahan kebijaksanaan
pemanfaatan ruang untuk daerah propinsi (RTRW Provinsi).
 RTRW propinsi adalah kebijaksanaan yang merupakan arahan tata ruang untuk
kawasan dan wilayah dalam skala propinsi yang akan diprioritaskan

2
pengembangannya dalam jangka waktu sesuai dengan rencana tata ruang.
 Kebijaksanaan itu meliputi kebijaksanaan-kebijaksanaan pengelolaan kawasan
lindung, pengelolaan dan pengembangan kawasan budidaya yang meliputi arahan
pengembangan kawasan-kawasan budidaya, sistem pusat-pusat permukiman
pedesaan dan perkotaan, sistem prasarana wilayah, dan kebijaksaan untuk
pengembangan wilayah-wilayah yang diprioritaskan. .
 RTRW propinsi ini perlu dilengkapi dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan
pendukung agar dapat dioperasionalkan, antara lain kebijaksanaan penggunaan
tanah, prosedur perizinan dan lain-lain.
 Aspek pengelolaan ini penting karena tanpa ada arahan yang jelas, rencana tata
ruang akan tetap menjadi rencana
 Di antara propinsi-propinsi sepulau juga perlu disusun rencana tata ruang pulau,
seperti untuk Pulau Jawa dan Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-
pulau lain, yang maksudnya adalah untuk mengintegrasikan rencana pemanfaatan
ruang secara fungsional terutama di kawasan yang berbatasan, misalnya antara
lain sistem jaringan jalan, kawasan lindung, dan kawasan budidaya.

Pada wilayah Kota/Kabupaten :


 Dikenal rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang merupakan penjabaran
RTRW Propinsi ke dalam strategi pelaksanaan pemanfataan ruang wilayah
kabupaten/kota yang merupakan penjabaran RTRW Propinsi ke dalam strategi
pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
 RTRW kabupaten/kota adalah kebijaksanaan yang menetapkan lokasi dari
kawasan yang harus dilindungi dan dibudidayakan serta wilayah yang
diprioritaskan pengembangnnya dalam jangka waktu perencanaan.
 Unsur-unsur RTRW kabupaten/kota sama dengan yang ada pada wilayah daerah
propinsi, dengan tingkat kedalaman yang lebih besar. Pemanfaatan ruang yang
dikehendaki sudah lebih jelas batas-batasnya. Selain itu, sistem prasarana
transportasi, telekomunikasi, energi,pengairan dan pengelolaan lingkungan,
penatagunaan air, penatagunaan tanah, penatagunaan udara, juga sudah lebih
terperinci dan merupakan satu kesatuan dalam RTRW kabupaten/kota.

3
A. HIRARKI DAN FUNGSI JARINGAN SERTA SISTEM JARINGAN
JALAN DI INDONESIA
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 disebutkan bahwa
jalan adalah suatu prasarana transportasi yang meliputi segala bagian jalan termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel. Jalan mempunyai
peranan penting terutama yang menyangkut perwujudan perkembangan antar wilayah
yang seimbang, pemerataan hasil pembangunan serta pemantapan pertahanan dan
keamanan nasional dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang jalan dijelaskan


bahwa penyelenggaraan jalan yang konsepsional dan menyeluruh perlu melihat jalan
sebagai suatu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-
pusat kegiatan. Dalam hubungan ini dikenal sistem jaringan jalan primer dan sistem
jaringan jalan sekunder. Pada setiap sistem jaringan jalan diadakan pengelompokan
jalan menurut fungsi, status, dan kelas jalan. Pengelompokan jalan berdasarkan status
memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan jalan yang
mempunyai layanan nasional dan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan jalan di
wilayahnya sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi daerah.

1. Hirarki atau Klasifikasi Jalan


a. Klasifikasi berdasarkan fungsi jalan
Di Indonesia pengelompokan jalan diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun
2009. Jalan umum menurut fungsinya di Indonesia dikelompokkan ke dalam jalan
arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Klasifikasi fungsional
seperti ini diangkat dari klasifikasi di Amerika Serikat dan Canada. Di atas arteri
masih ada Freeway dan Highway. Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku adalah:
• Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk (akses) dibatasi secara berdaya guna.

4
• Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
• Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
• Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

b. Klasifikasi berdasarkan administrasi pemerintahan


Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum
penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah dan pemerintah
daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
• Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan antaribu kota provinsi, dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol.
• Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibu kota kabupaten/kota, atau antaribu
kota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
• Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan, antaribu kota
kecamatan, ibu kota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan
lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah
kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
• Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan
antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
• Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

5
c. Klasifikasi berdasarkan beban muatan sumbu
Distribusi beban muatan sumbu ke badan jalan
1) Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan,
jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan
transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan
keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi
kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta
konstruksi jalan. Pengelompokkan jalan menurut muatan sumbu yang disebut
juga kelas jalan, terdiri dari:
a) Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.5 meter, ukuran
panjang tidak melebihi 18 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan
lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia,
namun sudah mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di
Prancis telah mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13 ton;
b) Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.5 meter, ukuran
panjang tidak melebihi 18 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan
10 ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti
kemas;
c) Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.5 meter, ukuran panjang tidak melebihi 18 meter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 8 ton;
d) Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.5 meter, ukuran
panjang tidak melebihi 12 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan
8 ton;
e) Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.1 meter, ukuran panjang tidak melebihi 9 meter, dan muatan sumbu

6
terberat yang diizinkan 8 ton.
d. Sistem Jaringan Jalan
Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah
dan dengan memperhatikan keterhubungan antarkawasan dan/atau dalam kawasan
perkotaan, dan kawasan perdesaan.
Berdasarkan sistem jaringan jalan, maka dikenal 2 istilah, yaitu:
1) Sistem Jaringan Jalan Primer
Jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud
pusat-pusat kegiatan sebagai berikut:
 menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan
wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan.
 menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.

Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan yang


menghubungkan antarkawasan perkotaan, yang diatur secara berjenjang sesuai
dengan peran perkotaan yang dihubungkannya. Untuk melayani lalu lintas
menerus maka ruas-ruas jalan dalam sistem jaringan jalan primer tidak terputus
walaupun memasuki kawasan perkotaan.
2) Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di
dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang
mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua,
fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.
Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan yang
menghubungkan antarkawasan di dalam perkotaan yang diatur secara
berjenjang sesuai dengan fungsi kawasan yang dihubungkannya.

7
e. Fungsi Jaringan Jalan
Berdasarkan fungsinya, maka jalan dibedakan menjadi beberapa fungsi, yaitu:
1) Jalan Arteri
Arteri Primer: Jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antarpusat
kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan
wilayah. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km per
jam, lebar badan jalan minimal 11 meter, lalu lintas jarak jauh tidak boleh
terganggu lalu lintas pulang balik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal, jumlah
jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi, serta tidak boleh terputus di
kawasan perkotaan.
Arteri Sekunder: Jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekuder kesatu,
atau kawasan kawasan sekuder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km per jam dengan
lebar badan jalan minimal 11 meter, dan lalu lintas cepat tidak boleh terganggu
oleh lalu lintas lambat.
2) Jalan Kolektor
Kolektor Primer: Jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antara pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah,
atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Didesain
berdasarkan berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km per jam
dengan lebar badan jalan minimal 9 meter, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
Kolektor Sekunder: Jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 20 km per jam dengan lebar badan jalan minimal 9 meter, dan lalu
lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
3) Jalan Lokal
Lokal Primer: Jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan
pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal

8
dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.
Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km per jam dengan
lebar badan jalan minimal 7,5 meter, dan tidak boleh terputus di kawasan
perdesaan.
Lokal Sekunder: Jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan
perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder
ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 10 km per jam dengan lebar badan jalan minimal 7,5
meter.
4) Jalan Lingkungan
Lingkungan Primer: Jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam
kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan.
Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15 km per jam dengan
lebar badan jalan minimal 6,5 meter untuk jalan yang diperuntukkan bagi
kendaraan bermotor roda 3 atau lebih. Sedangkan jalan yang tidak
diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda 3 atau lebih harus mempunyai
lebar badan jalan minimal 3,5 meter.
Lingkungan Sekunder: Jalan yang menghubungkan antarpersil dalam kawasan
perkotaan. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km per
jam dengan lebar badan jalan minimal 6,5 meter untuk jalan yang
diperuntukkan bagi kendaraanbermotor roda 3 atau lebih. Sedangkan jalan
yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda 3 atau lebih harus
mempunyai lebar badan jalan minimal 3,5 meter.

Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum


penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah dan pemerintah
daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan
nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

9
2. Penyelanggaran Jalan Indonesia
a. Penyelengaraan Jalan
Jalan Umum Merupakan jalan yang diperuntukukan bagi lalu lintas umum. Ada
Beberapa Jalan umum, yang pertama jalan nasional, jalan provinsi, jalan
kabupaten dana tau kota, jalan desa. Dari keselurahan jalan umum tersebut
terdapat pihak yang menyelenggarakan jalan umum.

Berdasarakan peraturan pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang jalan,


penyelenggara jalan adalah pihak yang melakukan pengatutran , pembinaan ,
pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenanganya.
Kewengangan penyelenggaraan jalan umum ada pada pemerintah dan pemerintah
daerah.

Penyelengaraan jalan umum dilakukan dengan mengutamakan pembangunan


jaringan jalan di pusat pusat produksi serta jalan-jalan yang menghubungkan
pusat-pusat produksi dengan daerah pemasaran.

1) Pihak Penyelengara
Regulasi kita dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
menyatakan, penguasaan atas jalan ada pada negara. Pemerintah dan
pemerintah daerah berwenang melaksanakan penyelenggaraan jalan.
Wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan
jalan secara umum dan penyelenggaraan jalan nasional. Wewenang itu meliputi
pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan.

Sementara itu, wewenang pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan jalan


meliputi penyelenggaraan jalan provinsi yang meliputi pengaturan, pembinaan,
pembangunan, dan pengawasan jalan provinsi. Namun, jika belum dapat
melaksanakan sebagian wewenangnya, pemerintah provinsi dapat
menyerahkan wewenang tersebut kepada pemerintah pusat.

Selanjutnya, wewenang pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan jalan


meliputi penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa. Sedangkan

10
wewenang pemerintah kota dalam penyelenggaraan jalan meliputi
penyelenggaraan jalan kota. Wewenang penyelenggaraan jalan kabupaten,
jalan kota, dan jalan desa meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan
pengawasan. Jika pemerintah kabupaten/kota belum dapat melaksanakan
wewenang dapat menyerahkan wewenang tersebut kepada pemerintah provinsi.

B. Analisis Kinerja Jalan Dan Kebutuhan Pengembangan Jaringan Jalan


Dalam Rangka Pengembangan Wilayah
1. Analisa Jalan
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel.

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

11
a. Jalan Arteri Primer
• kecepatan rencana minimum 60 km/jam
• lebar badan jalan paling sedikit 11 meter
• kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata
• lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas
lokal, dan kegiatan lokal
• jumlah jalan masuk dibatasi
• Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu
sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan
• tidak terputus walaupun memasuki kota
b. Jalan Kolektor Primer
• kecepatan rencana minimum 40 km/jam
• lebar badan jalan paling sedikit 9 meter
• kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata
• Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan tertentu
sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan
• tidak terputus walaupun memasuki kota
c. Jalan Lokal Primer
• kecepatan rencana minimum20 km/jam
• lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter
• tidak terputus walaupun memasuki desa
d. Jalan Lingkungan Primer
• kecepatan rencana minimum15 km/jam
• lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter
• Persyaratan teknis diperuntukkan bagi kendaraan roda tiga atau lebih
• Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor
beroda tiga atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.
e. Jalan Arteri Sekunder
• kecepatan rencana minimum 30 km/jam
• lebar badan jalan paling sedikit 11 meter
• kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata

12
• lalu-lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu-lintas lambat
• Persimpangan sebidang pada jalan arteri sekunder dengan pengaturan tertentu
sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan
f. Jalan Kolektor Sekunder
• kecepatan rencana minimum 20 km/jam
• lebar badan jalan paling sedikit 9 meter
• lalu-lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu-lintas lambat
• Persimpangan sebidang pada jalan arteri sekunder dengan pengaturan tertentu
sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan
g. Jalan Lokal Sekunder
• kecepatan rencana minimum 10 km/jam
• lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter 8.Jalan Lingkungan Sekunder
• kecepatan rencana minimum 10 km/jam
• lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter
• Persyaratan teknis diperuntukkan bagi kendaraan roda tiga atau lebih
• Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor
beroda tiga atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5
meter.
C. Kebutahan Pengembangan Jalan Dalam Rangka Pengembangan Wilayah
Pembangunan jalan memiliki peran penting dalam konektivitas antar wilayah.
Adanya akses antar wilayah mendatangkan keuntungan kedua belah dari segala sisi
seperti ekonomi, sosial, pendidikan, serta perdagangan. Apabila sebuah daerah tidak
berkembang maka dengan dibangunnya akses, kehidupan di daerah tersebut dapat
meningkat. Infrastruktur jalan juga berperan penting dalam memacu pertumbuhan
ekonomi suatu daerah. Pembangunan jalan juga dapat meningkatkan kualitas kehidupan
tidak hanya masyarakat daerah atau wilayah yang dihubungkan tetapi jugamasyarakat
pada daerah yang terlewati ruas jalan seperti tumbuhnya lapangan kerja baru,
meningkatkan ekonomi kerakyatan dan kehidupan sosial masyarakat.

13
Dengan segala manfaatnya bagi kehidupan masyarakat, sudah seharusnya ketika
ada proyek pembangunan jalan maka masyarakat dengan sukarela mendukung seluruh
prosesnya. Namun kenyataannya proses pembangunan tersebut terkadang terhambat
oleh masyarakat sendiri.

Hal ini dapat terjadi pada setiap tahapan mulai dari survei hingga pasca
konstruksi. Kegiatan pembebasan lahan atau sekarang disebut dengan kegiatan
pengadaan tanah seperti menjadi sesuatu yang menyulitkan bagi pelaksana kegiatan.
Pemerintah pun mengakui bahwa tahapan ini adalah tahapan krusial dan memiliki
potensi menghambat yang besar dalam percepatan pembangunan infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur masih menjadi fokus utama negara berkembang seperti
Indonesia untuk mendorong pertumbuhan negara ke arah yang lebih baik. Seperti
halnya tercantum dalam RAPBN tahun 2014 bahwa pembangunan proyek infrastruktur
mendapatkan porsi lebih yaitu dalam struktur penganggaran negara. Kementerian
Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan sebagai pihak yang berwenang dalam
hal pembangunan infrastruktur transportasi nasional mendapatkan 198 Ton .

Pembangunan jalan menjadi sektor yang membutuhkan biaya besar sesuai dengan
manfaatnya. Keberadaan jalan raya dapat memenuhi dua kebutuhan dasar manusia yaitu
kebutuhan akan pergerakan (mobilitas) dan membuka akses kesuatu daerah
(aksesibilitas). Terjadinya pergerakan dari suatu daerah ke daerah lain untuk saat ini
berati pula terjadi pergerakan barang dan jasa. Jalan tol sebagai salah satu wujudnya
berperan sebagai koridor antar daerah untuk memfasilitasi pergerakan tersebut.
Pergerakan barang dan jasa tersebut pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi suatu daerah.Oleh karena itu, proyek-proyek pembangunan jalan selalu
menjadi prioritas pemerintah. Pemerintah mendapatkan tugas untuk selalu melakukan
percepatan terhadap pelaksanaan proyekproyek pembangunan jalan raya tersebut.

Dengan segala manfaatnya, sudah seharusnya kegiatan pembangunan


mendapatkan dukungan dari berbagai pihak termasuk masyarakat. Namun dalam
kenyataannya, banyak hal yang menyebabkan pelaksanaan pembangunan jalan tidak
sesuai rencana. Salah satu yang sering menjadi hambatan adalah keterseediaan lahan.

14
Kebutuhan dan ketersediaan lahan dalam pembangunan infrastruktur menjadi masalah
tersendiri yang memerlukan perhatian khusus oleh pemerintah. Hal ini menjadi sebuah
kewajaran mengingat tanah atau lahan terkait secara langsung dengan kepentingan
masyarakat karena sebegaian besar tanah atau lahan dimiliki oleh masyarakat.
Pembangunan jalan pun banyak mengalami hambatan karena masalah pengadaan lahan.

Dalam tahapan pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum terdapat 4 tahapan


utama yaitu survei dan investigasi, pengadaan lahan (land acquisition), konstruksi,
operasional dan perawatan (operation and maintenance) atau lebih populer dengan
singkatan SIDLACOM. Apabila ditinjau berdasarkan tahapannya, pengadaan lahan
termasuk dalam tahapan pra konstruksi yang artinya apabila terjadi masalah pada tahap
ini, maka akan menghambat jalannya proyek secara keseluruhan.

15
DAFTAR PUSTAKA
http://mars-4ever.blogspot.com/2010/09/latar-belakang-definisi-tujuan-dan-komponen-
penataan-ruang.html diakses pada Kamis, 19 September 2019
http://dpu.kulonprogokab.go.id/article-47-klasifikasi-jalan-berdasarkan-fungsi.html
diakses pada Jum’at, 20 September 2019
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengelompokan_jalan diakses pada Jum’at, 20 September
2019
http://litbang.pu.go.id/pkpt/assets/files/Penyusunan_Manual_Jalan.pdf diakses pada
Jum’at, 20 September 2019
https://edorusyanto.wordpress.com/2010/06/12/siapa-sang-penyelenggara-jalan-bagian-
2/ diakses pada Jum’at, 20 September 2019
https://balai3.wordpress.com/2011/07/14/penyelenggaraan-jalan-terkait-uu-no-22-
tahun-2009-tentang-lalu-lintas-dan-angkutan-jalan-llaj/ diakses pada Jum’at, 20
September 2019

16
JOB DESK
Kevin Phasyah T. F 231 18 046  Hirarki dan fungsi jaringan, system
jaringan jalan di Indonsia
Moh Rifky Ahsyanul F 231 18 047  Pengertian Komponen dan tata ruang
Moh. Rizaldhy F 231 18 147  Analisis kinerja jalan dan kebutuhan
Saputra pengembangan jaringan jalan dalam
Andi Salsyabillah A. F 231 18 082 rangka pengembangan wilayah
Lucky Hidayat F 231 18 146  Penyelenggara Jalan di Indonesia
Ahmad Mujahid A F 231 15 050

17

Anda mungkin juga menyukai