Anda di halaman 1dari 11

Nama : Nurfajar Rahayu

Nim : 50200118016

Kelas : BPI A

Ringkasan makalah fiqh muamalah

Kelompok 1

Fiqh muamalat terdiri atas dua kata, yaitu fiqh dan muamalat. Pengertian
muamalat menurut bahasa berasal dari kata faqih, yafqahu, fiqhan yang berarti
mengerti, atau memahami. Pengertian fiqh menurut istilah sebagaimana dinyatakan
oleh Abdul Wahab Khallaf adalah sebagai berikut:

“ fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliah yang
diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Atau fiqh adalah himpunan hukum-hukum
syara’ amaliah yang diambil dari dalil-dalil terperinci.

Menurut terminology,fiqh pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan


yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun amaliah
(ibadah), yakni sama dengan arti Syari’ahislamiayah. Namun, pada perkembangan
selanjutnya fiqih diartikan sebagai bagian dari syari’ah islamiyah, pengetahuan
tentang hukum syari’ah islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang
telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.

Adapun pendapat Imam Haramain yang mengatakan, bahwa fiqh merupakan


pengetahuan hukum syara’ dengan jalan ijtihad. Demikian pula pendapat Al-Amidi
bahwa yang dimaksud dengan pengetahuan hukum dalam fiqh adalah melalui kajian
dari penalaran (nadzar dan istidhoh). Pengetahuan hukum yang melalui ijtihad,
tetapi bersifat dharuri, seperti shalat lima waktu wajib, zina haram, dan masalah-
masalah qatth’I lainnya tidak termasuk fiqh. Dari pengertian menurut bahasa
tersebut dapat dirumuskan pengertian menurut istilah bahwa fiqh muamalat adalah
ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang mengatur hubungan atau interaksi antar
manusia dengan manusia yang lain dalam bidang kegiatan ekonomi.

Pengertian fiqh muamalat menurut terminology dapat dibagi menjadi dua


yaitu;

a. Pengertian fiqih muamalah dalam arti luas


Diantara definisi yang dikemukakan oleh para ulamah tentang
definisi muamalah adalah:
1. Menurut Ad-Dimyati: aktifitas untuk menghasilkan
duniawi menyebabkan keberhasilan masalah ukhrawi.
2. Menurut Muhammad Yusuf Musa: peraturan-peraturan
Allah yang diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat
untuk menjaga kepentingan manusia.

Dari dua pengertian diatas, dapat diketahui bahwa fiqih muamalah


adalah aturan-aturan (hukum) Allah swt, yang ditunjukkan untuk mengatur
kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan yang berkaitan
dengan duniawi dan sosial kemasyarakatan.

b. Pengertian fiqih muamalah dalam aerti sempit

Beberapa definisi fiqih muamalah menurut ulama adalah;

1. Menurut Hudhari Beik: muamalah adalah semua akad yang


membolehkan manusia saling menukar manfaat.
2. Menurut Idris Ahmad: muamalah adalah aturan yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam
usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan
jasmaninya dengan cara yang paling baik.
3. Menurut Rasyid Ridha: muamalah adalah tukar menukar
barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang
telah ditentukan.
Dari definisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam arti
sempit fiqih muamalah menekankan keharusan untuk menaati aturan-aturan
Allah yang telah ditetapkan untuk mengatur hubungan antara manusia
dengan cara memperoleh, mengatur, mengelola, dan mengembangkan mal
(harta benda).

Objek pembahasan, dari definisi yang dikemukakan diatas dapat diketahui


bahwa objek pembahasan fiqh muamalah adalah hubungan antara manusia dengan
manusia lainnya yang berkaitan dengan benda atau mal. Contohnya seperti
hubungan antara penjual dan pembeli. Muamalah dibagi atas dua jenis, yaitu;

a. Muamalah Adabiyah
Muamalah adabiyah adalah muamalah yang berkaitan dengan bagaimana
cara tukar menukar benda ditinjau dari segi subjeknya, yaitu manusia.
Muamalah adabiyah mengatur tentang batasan-batasan yang boleh dilakukan
atau tidak boleh dilakukan oleh manusia terhadap benda yang berkaitan
dengan adab dan akhlak, seperti kejujuran, kesopanan, menghargai sesame,
dan lainnya.
b. Muamalah Madiyah
Sedangkan muamalah madiyah adalah muamalah yang berkaitan dengan
objek muamalah atau bendanya. Muamalah madiyah menetapkan aturan
secara syara’ terkait dengan objek bendanya. Apakah suatu benda halal,
haram, dan syubhat untuk dimiliki, diupayakan dan diperjual belikan,
apakah suatu benda bisa menyebabkan kemaslahatan atau kemudratan bagi
manusia, dan beberapa segi lainya.
Prinsip-prinsip muamalah, diantara prinsip dasar fiqh muamalah
adalah sebagai berikut;
1. Muamalah adalah urusan duniawi
Muamalah merupakan urusan duniawi, dan pengaturannya diserahkan
kepada manusia itu sendiri. Pada dasarnya muamalah adalah semuanya
boleh sebelum ada dalil yang membatalkan atau mengharamkannya.
2. Didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak
Kerelaan kedua belah pihak merupakan asas yang paling penting untuk
keabsahan setiap akad. Hal ini didasarkan atas firman Allah dalam surah
An-Nisa (4):
“hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah maha penyayang
kepadamu”.
3. Adat kebiasaan dijadikan dasar hukum
Dalam muamalah adat kebiasaan dijadikan dasar hukum, dengan syarat adat
tersebut diakui dan tidak bertentangan dengan hukum syara’.
4. Konsep fiqh muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan
Fiqh muamalah akan senantiasa berusaha mewujudkan kemaslahatan,
mereduksi permusuhan dan perselisihan diantara manusia. Allah tidak
menurunkan syariah, kecuali dengan tujuan untuk merealisasikan
kemaslahatan hidup hamba- Nya, tidak bermaksud member beban dan
menyempitkan ruang gerak kehidupan manusia.
5. Tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain
Setiap transaksi dan hubungan perdata (muamalat) dalam islam tidak boleh
menimbulkan kerugian kepada diri sendiri dan orang lain.

Fiqh muamalah dan hukum perdata barat, apabila diteliti dan


diperhatikan dengan seksama, terdapat kemiripan antara fiqh muamalah dan
hukum perdata islam dan hukum perdata barat. Kemiripan dalam hukum dan
perundang undangan atau lainnya merupakan hal yang wajar terdapat dalam
bangsa-bangsa di dunia, baik antara bangsa muslim dan bangsa romawi
ataupun bangsa-bangsa lainnya. Akan tetapi kemiripan semata-mata tidak
diklaim bahwa hukum islam dipengaruhi oleh hukum romawi dan tidak pula
sebaliknya tetapi kemungkinan penyebabnya ialah karena akal manusia yang
sehat banyak memiliki kesamaan persepsi dan pandangan dalam beberapa
hal.

Kelompok 2
Pengertian hak, dalam bahasa Arab lafal ‘hak’ berasal dari kata: haqqa-
yahiqqu-haqqah yang sinonimnya: shahha wa tsabata wa shadaqa (sah, tetap
atau pasti dan benar), seperti firman Allah dalam surah Yasin (36) ayat 70:
“ supaya Dia (Muhummad) member peringatan kepada orang-orang yang hidup
(hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir”.
Lafal haqqa juga bermakna yajibu (wajib), adapun pengertian hak menurut
istilah para fuqaha dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili sebagai berikut.
a. Menurut sebagian ulama mutaakhkhirin:
Hak adalah hukum yang tetap (pasti) menurut syara’. Wahbah Zuhaili
mengomentari definisi ini dengan mengatakan bahwa definisi tersebut tidak
lengkap, karena pengertian hak itu bukan hanya hukum, melainkan
mencakup berbagai pengertian, seperti harta yang dimiliki, hak milik, sifat-
sifat syar’I, seperti hak perwakilan.
b. Menurut Syaikh Ali Al-Khafif:
Hak adalah suatu kemaslahatan yang dimiliki menurut syara’. Definisi ini
juga kurang tepat, karena mengemukakan tentang tujuan dari hak, bukan
tentang zat dan hakikatnya. Hakikat hak itu adalah hubungan khusus antara
pemilik hak dan kemaslahatan yang diperoleh dari hak tersebut.
c. Menurut Mushthafa Az-Zarqa’:
Hak adalah suatu ikhtishash (fasilitas) yang ditetapkan oleh syara’ sebagai
kekuasaan atau beban (perintah). Definisi ini merupakan definisi yang baik
dan lengkap, karena mencakup berbagai jenis hak keagamaan (diniyah),
seperti hak Allah untuk hambanya, berupa shalat, puasa dan lainnya, hak-
hak keperdataan (madaniyah), seperti hak kepemilikan, hak ketaatan kepada
orang tua dari anaknya, suami dari istrinya, hak-hak public, seperti hak
pemerintahan dalam mengurus rakyatnya, dan hak kebendaan seperti hak
biaya kegiatan, serta hak-hak bukan kebendaan,seperti hak perwalian atas
diri seseorang.
Pembagian hak, hak dapat dibagi kepada beberapa bagian
tergantung dari sisi mana kita meninjaunya, apakah dar sisi pemiliknya, atau
objeknya.
1. Ditinjau dari segi pemiliknya (Subjeknya)
Ditinjau dari segi pemiliknya, hak terbagi kepada tiga bagian sebagai
berikut.
a. Hak Allah
Pengertian hak Allah atau hak masyarakat menurut Wahbah Zuhaili
adalah sebagai berikut;
Hak Allah adalah suatu hak yang dimaksudkan untuk mendekatkan
diri kepada Allah, mengagungkannya, dan menegakkan syi’ar agamanya;
atau mewujudkan kemanfaatan yang umum bagi semua umat manusia tanpa
mengkhususkannya untuk seseorang tertentu.
b. Hak manusia
Wahbah Zuhaili mengemukakan definisi hak manusia sebagai
berikutr;
Hak manusia adalah suatu yang dimaksudkan untuk melindungi
kemaslahatan seseorang, baik hak itu bersifat umum seperti menjaga
kesehatan, anak-anak dan harta, serta mewujudkan keamanan…. Maupun
bersifat khusus, seperti melindungi hak pemilik atas hak miliknya, dan hak
penjual dalam menerima harga pembayaran dan pembeli dalam menerima
barang.
c. Hak campuran (Hak Musytarak)
Wahbah Zuhaili mendefinisikan hak campuran atau hak musytarak
sebagai berikut;
Hak campuran adalah suatu yang di dalamnya berkumpul dua hak:
hak Allah (masyarakat) dan hak perorangan (individu), akan tetapi
adakalanya hak Allah (masyarakat) yang lebih dominan, dan adakalanya hak
individu.
2. Ditinjau dari segi objeknya
Ditinjau dari segi objeknya, hak dapat dibagi kepada tiga bagian,
yaitu;
a. Hak Maliyah dan hak Ghair maliyah

Hak maliyah adalah setiap hak yang berkaitan dengan mal (harta)
dan manfaatnya, yakni yang objeknya mal (harta) atau manfaat. Contohnya
seperti hak penjual terhadap uang pembayaran benda yang dijualnya, dan
hak pembeli terhadap barang yang dibelinya, hak irtifaq, hak syu’fah, hak
nafkah dari suami terhadap istrinya atau dari ayah terhadap anaknya.

Hak Ghair maliyah adalah setiap hak yang berkaitan bukan dengan
mal atau harta. Contohnya seperti hak qishash, hak memerdekakan atau
kebebasan, hak thalaq, hak hadhanah, dan hak perwalian atas diri seseorang.

b. Hak syakhshi (perorangan) dan hak ‘Aini (kebendaan)

Hak syakhshi (perorangan) adalah suatu hak yang ditetapkan oleh


syara’ bagi seseorang terhadap orang lain. Hak ‘aini didefinisikan oleh
Wahbah Zuhaili sebagai berikut; hak ‘aini adalah suatu hak yang ditetapkan
oleh syara’ kepada seseorang atas sesuatu yang ditentukan zatnya.

c. Hak mujarrad dan hak ghair mujarrad


Didefinisikan oleh Wahbah Zuhaili sebagai berikut; Hak mujarrad
atau hak murni adalah suatu hak yang tidak terpengaruhi oleh tanazul
(pelepasan), baik dengan jalan perdamaian atau pembebasan, melainkan
objek hak tersebut pada mukallaf (atau mudin/pemberi utang) setelah
tanazul, sebagaimana yang terjadi sebelum tanazul. Sedangkan hak ghair
mujarrad adalah suatu hak yang dapat terpengaruh dengan adanya pelepasan
dari pemiliknya.

Hukum-hukum berkaitan dengan hak, yang dimaksud dengan


hukum yang berkaitan dengan hak adalah akibat-akibat hukum yang timbul
karena ditetapkannya suatu hak kepada pemiliknya. Akibat-akibat hukum ini
meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Pelaksanaan hak
Setiap pemilik hak berhak untuk memenuhi dan melaksanakan
haknya dengan berbagai cara yang dibenarkan oleh syara’. Untuk memenuhi
hak Allah berkaitan dengan ibadah adalah dengan melaksanakannya sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya, baik
dalam keadaan normal (azimah) maupun dalam keadaan rukhshah, seperti
qashar dalam shalat, berbuka puasa ketika dalam perjalanan, tayammum
ketika tidak ada air, dan sebagaiannya.
Untuk melaksanakan hak Allah yang berkaitan dengan larangan
jarimah dan kemungkaran, caranya adalah dengan mencegah seluruh lapisan
masyarakat agar tidak melakukannya. Apabila mereka melanggar maka
ditindak lanjuti dengan melaksanakan hukuman oleh ulil amri (pejabat
berwenang) setelah dilakukan proses persidangan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Untuk melaksanakan hak manusia yang kebetulan berada di pihak
lain, caranya adalah dengan mengambilnya dari orang yang bersangkutan
dengan baik-baik dan sukarela. Apabila ia menolak untuk menyerahkannya,
dan untuk mengambil sendiri dikhawatirkan timbul fitnah dan keributan
maka menurut kesepakatan fuqaha, hak tersebut tidak diambil sendiri oleh si
pemilik, melainkan dengan perantaraan pengadilan.
2. Perlindungan terhadap hak
Syara’ menetapkan perlindungan hak bagi pemiliknya dari setiap
pelanggaran dengan berbagai macam cara, antara lain adanya pertanggung
jawaban di hadapan Allah, pertanggung jawaban perdata, dan penetapan hak
penyelesaian melalui pengadilan.

Dalam urusan ibadah yang merupakan hak Allah, syara’ menjaganya


dengan landasan agama dan dorongan iman dengan adanya rasa takut
terhadap siksaan Allah, dan motivasi pahala dan kenimatan dunia. Oleh
karena itu, dalam masalah taklif (perintah dan larangan) ayat-ayat Al-Quran
selalu dimulai dengan mengemukakan sifat iman.

Adapun untuk hak manusia, maka perlindungannya juga melalui


jalur agama, yang mewajibkan kepada setiap muslim untuk menghormati
hak-hak orang lain, baik harta, kehormatan, maupun keselamatannya.
Disamping itu, cara lain yang bisa digunakan adalah melalui laporan atau
gugatan ke pengadilan, untuk menuntut hak atas benda yang ada di tangan
orang lain.

3. Penggunaan hak sesuai dengan ketentuan syara’


Setiap orang diberi kebebasan untuk menggunakan haknya sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara’. Penggunaan hak oleh
seseorang ini tentu saja tidak boleh menimbulkan kerugian kepada orang
lain,baik individu maupun kelompok, baik kerugian tersebut disengaja
maupun tidak. Selain itu ia tidak boleh merusak atau memusnahkan harta
yang dimilikinya dan menghambur-hamburkannya, karena hal itu
dibenarkan oleh syara’.
4. Pemindahan hak
Sebab-sebab pemindahan hak milik itu ada beberapa macam, antara
lain seperti akad, kematian, dan pemindahan untang (hiwalah).
5. Putusnya (berhentinya) suatu hak
Suatu hak dapat putus dikarenakan beberapa sebab yang ditetapkan
oleh syara’. Beberapa penyebab tersebut berbeda tergantung kepada
perbedaan haknya. Hak zawaj (perkawinan) berhenti karena jatuhnya talak.
Hak nafkah atas seseorang anak dari bapaknya berhenti karena ketidak
mampuan ayah dalam usaha. Hak milik atas suatu benda (rumah misalnya)
berhenti karena batalnya kontrak atau kehabisan masa kontrak.

Shahibul haq (subjek hak)

1. Mahkum ‘alaih dan kecakapannya (Ahliyah-nya)


Shabibul haq (subjek hak) atau dalam istilah hukum perdata dikenal
dengan subjek hukum, di kalangan ulama ushul fiqh disebut mahkum’alaih.
Dalam kajian ilmu ushul fiqh mahkum’alaih adalah orang mukallaf, yaitu
kepadanya bergantung khithabullah (ketentuan dan hukum Allah), yaitu
manusia yang terdiri atas ruh dan badan.
2. Macam-macam kecakapan (Ahliyah)
 Ahliyatul wujub adalah kepatutan seseorang untuk memiliki hak
dan kewajiban.(didefinisikan oleh Muhammad Yusuf Musa)
 Ahliyatul ada’ adalah kepatutan seseorang agar perkataan dan
perbuatannya dianggap sah menurut syara’. (didefinisikan oleh
Muhammad Yusuf Musa)
3. ‘Awaridh Al-Ahliyah (penghalang kecakapan)
Penghalang kecakapan ini ada yang bersifat samawi (takdir dari
Allah), dan ada penghalang akibat ulah manusia. Penghalang kecakapan ini
apabila digabungkan, baik yang samawi maupun mukhtasabah maka
jumlahnya ada Sembilan macam, yaitu;
 Gila (al-junun)
 Idiot (al-ithu)
 Mabuk (as-sukr)
 Tidur (an-naum)
 Pingsan/ayan (al-ighma)
 Boros (as-safah)
 Lupa (al-ghaflah)
 Pelit (ad-dain)
 Sakit keras (maradh al-maut)

Anda mungkin juga menyukai