Anda di halaman 1dari 6

Persoalan akan muncul jika harga minyak dunia naik, katakanlah, mencapai level seperti awal tahun

2014 yakni sekitar USD 105 per barel. Dengan kondisi demikian, Pemerintah perlu
mempertimbangkan untuk kembali memberikan subsidi BBM jenis bensin RON 88 dan solar dengan
besaran yang lebih tinggi dari susbidi tetap saat ini untuk mengurangi dampak negatif dari kenaikan
harga minyak dunia tersebut, terutama dampak terhadap makro ekonomi, seperti inflasi,
pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan. Dengan menerapkan pola pemberian subsidi yang sama
seperti yang dilakukan sebelum diterapkannya Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 maka
persoalan ketidak tepat sasaran dan ketidakadilan pemberian subsidi BBM akan terjadi kembali.
Apabila subsidi meningkat maka selisih harga BBM bersusbidi dan non subsidi pun meningkat. Hal ini
menyebabkan masyarakat kembali berpindah menggunakan BBM bersubsidi. Selisih harga yang
besar antara BBM bersubsidi dan BBM non subsidi juga berpotensi menimbulkan penyelundupan
dan penyelewengan BBM bersubsidi. Pada akhirnya jumlah total alokasi anggaran Pemerintah akan
kembali membengkak.

Kelompok Sasaran Subsidi BBM

Dalam menentukan kelompok sasaran subsidi BBM kajian ini menganalisa peraturan-perundangan
yang ada serta mempertimbangkan aspek keadilan sehingga kelompok tidak mampu masih dapat
mencukupi kebutuhan dasarnya serta biaya transportasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka
kajian ini mendifinisikan kelompok target subsidi BBM yang lebih tepat sasaran yaitu usaha mikro,
nelayan dengan kapal maks 30 GT, perikanan skala kecil, usaha pertanian skala kecil, ambulan dan
kendaraan pelayanan publik lainnya, kendaraan penumpang umum plat kuning (bus kota, bus antar
kota dalam provinsi, bus anta kota antar provinsi angkutan perkotaan/perdesaan, taksi), dan
kendaraan angkutan barang (pick up, box, truk). Mobil pribadi berbahan bakar solar dan sepeda
motor yang saat ini masih menerima subsidi (sebagai tertuang dalam Perpres 191/2014) akan
diusulkan untuk dikeluarkan dari kelompok penerima subsidi BBM.

Evaluasi Penerapan Alat Kendali dan Monitoring Pembelian BBM Bersubsidi

Agar subsidi BBM terarah kepada kelompok target yang ditentukan, maka Pemerintah dapat
melakukan diskriminasi harga dalam penjualan BBM. Di dalam praktek diskriminasi harga, penjual
mampu menjual produk yang sama dengan harga yang berbeda pada konsumen yang berbeda. Hal
ini dapat dilakukan, jika produsen mampu membedakan dengan tepat konsumen-konsumennya.
Praktek diskriminasi harga ini bisa berhasil, jika tiap konsumen tidak dapat melakukan arbitrase
harga. Arbitrase harga adalah praktek menjual kembali produk yang dibeli oleh konsumen yang
membeli dengan harga murah kepada konsumen lain yang dikenakan harga lebih mahal. Bila
konsumen bisa melakukan praktek arbitrase harga, maka diskriminasi pasar tidak akan ada gunanya.
Agar mekanisme diskriminasi harga berhasil diterapkan, maka distribusi bahan bakar bersubsidi
harus dilakukan dengan alat kendali subsidi dan diberikan kuota pembelian BBM bersubsidi bagi
kelompok target.

Dari studi literatur yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hampir semua negara berkembang yang
menerapkan reformasi pemberian subsidi BBM mencoba memperkenalkan mekanisme subsidi
terarah kepada kelompok sasaran. Di Filipina, pemerintah menerapkan “Program Pantawid Pasada”
yang memberikan subsidi BBM kepada transportasi publik. Di Malaysia, pemerintah berencana
menerapkan mekanisme diskon berdasarkan klasifikasi kelompok pendapatan masyarakat. Sistem
yang diberi nama “My Kads“ (kartu identitas dengan menggunakan chip) akan memberikan harga
diskoun kepada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah ketika membeli BBM.

Pemerintah telah melalukan ujicoba beberapa alat kendali dan monitoring konsumsi BBM bersubsidi
di beberapa daerah. Alat kendali dan monitoring tersebut antara lain Radio Frequency Identification
(RFID), Survey Card dan Fuel Card. Kajian ini melakukan evaluasi keberhasilan dan kendala yang
dihadapi dalam pengujicobaan alat kendali dan monitoring tersebut.

RFID adalah sistem distribusi tertutup dengan menggunakan alat kendali yang diujicobakan di
Jabodetabek oleh Pertamina. Dengan sistem ini monitoring dan pengendalian BBM bersubsidi dan
non-subsidi dilakukan dengan menggunakan database online yang disambungkan dengan SPBU serta
kendaraan dengan menggunakan RFID tag. Uji coba alat kendali ini tidak dapat dilanjutkan karena
terbentur beberapa kendala antara lain: produksi alat kendali, partisipasi masyarakat yang rendah
dalam pemasangan RFID tag, dan kurangnya pemahaman petugas SPBU terhadap program RFID.

Survey Card adalah mekanisme yang diperkenalkan oleh Pertamina bekerjasama dengan Pemerintah
Kota Batam untuk mendata dan mengendalikan penjualan solar bersubsidi. Mekanisme pembatasan
solar dilakukan dengan pendataan kendaraan lewat STNK dan pemberian kertas Survey Card untuk
setiap pembelian solar bersubsidi dengan jatah perhari tiap bulannya. Penerapan Survey Card di
Kota Batam memiliki beberapa manfaat antara lain: Pemerintah dan Pertamina dapat mengetahui
konsumsi real solar bersubsidi sehing
Apa itu BBM?

Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah bahan bakar yang berasal dan atau diolah dari minyak bumi.

Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan
temperatur berupa fasa cair atau padat.

Termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit dan bitumen yang diperoleh dari proses petambangan.

Tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh
dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan usaha minyak dan gas bumi.

Gas bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatr
atmosfer berupa fasa gas.

Gas bumi diperoleh dari proses petambangan minyak dan gas bumi.

Badan Pengatur BBM

Dalam penyelenggaraan usaha minyak dan gas bumi, Pemerintah Pusat membentuk Badan Pengatur
Hilir Minyak dan Gas Bumi yang disingkat BPH Migas.

BPH Migas adalah badan yang melakukan pengaturan pengawasan terhadap penyediaan dan
pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi serta pengankutan Gas Bumi melalui pipa pada
kegiatan usaha hilir.

Dasar hukum pembentukan BPH Migas adalah Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 2002 jo
Keputusan Presiden No. 86 Tahun 2002.

Baca juga: 7 SPBU Terimbas Banjir, Pertamina Sebut Distribusi BBM dan LPG Lancar

Kewajiban pemerintah soal BBM


Dalam pengelolaan BBM, pemerintah mempunyai kewajiban sebagai berikut:

1. Pemerintah memberikan prioritas pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri.

2. Pemerintah bertugas menyediakan cadangan strategis minyak bumi guna mendukung penyediaan
Bahan Bakar Minyak dalam negeri.

3. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak di
seluruh wilayah NKRI.

Sebab BBM merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak.

Pemerintah berkewajiban menjaga agar kebutuhan Bahan Bakar Minyak di seluruh tanah air,
termasuk daerah terpencil, dapat terpenuhi.

Pemerintah juga menjaga agar selalu tersedia suatu cadangan nasional dalam jumlah cukup untuk
jangka waktu tertentu.

Baca juga: Jokowi: Jangan-jangan Ada di Antara Kita yang Masih Suka Impor BBM...

4. Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha minyak dan gas
bumi (termasuk BBM).

5. Pemerintah menetapkan standar dan mutu Bahan Bakar Minyak serta hasil olahan tertentu yang
dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Penentuan harga BBM

Dalam UU No. 22 Tahun 2001 Pasal 28 ayat 2 dijelaskan tentang harga BBM.

Harga Bahan Bakar Minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang
sehat dan wajar.

Ayat 3 UU tersebut menyatakan, pelaksanaan kebijakan harga BBM dan gas bumi tidak mengurangi
tanggung jawab sosial Pemerintah Pusat terhadap golongan masyarakat tertentu.
Tanggung jawab sosial terhadap golongan masyarakat tertentu ini dapat berupa BBM Subsidi.

Jenis-jenis BBM

Dikutip dari situs resmi BPH Migas, terdapat 9 jenis BBM yaitu:

Aviation Gasoline (Avgas)

Aviation Turbine (Avtur)

Bensin (Premium RON 88, Pertamax RON 92, Pertamax RON 95)

Minyak tanah (kerosene)

Minyak solar (HSD)

Minyak diesel (MDF)

Minyak bakar (MFO)

Biodiesel

Pertamax Dex

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan seperti bensin ataupun solar pasti
terjadi pada tenggat waktu tertentu. Kenaikan harga ini pastinya dipengaruhi beberapa hal, salah
satunya adalah harga minyak dunia.

Untuk di Indonesia sendiri, kenaikan BBM telah terjadi beberapa kali pada tahun 2018. Besaran
kenaikan harganya diperkirakan antara 10% sampai 30%. Seperti contohnya Pertamax, harga di awal
tahun 2018 adalah Rp 8.400 dan kini mencapai Rp 10.400 (naik 23%).

Untuk harga BBM terkini yang berlaku sejak perubahan terbaru termasuk harga Pertamax, Pertalite,
Premium dan Solar pada 16 Desember 2020 adalah sebagai berikut.

iputan6.com, Jakarta - Seluruh lembaga penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM) Umum menurunkan
harga pada awal 2020. Penurunan tersebut dampak implementasi Keputusan Menteri (Kepmen)
ESDM Nomor 187 K/10/MEM/2019.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung
Pribadi menjelaskan, Kepmen tersebut mengatur mengenai Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan
Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan
Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.

Salah satu faktor utama penurunan harga bisa dipengaruhi dari beleid tersebut yang mulai
diimplementasikan 1 Januari pada semua badan usaha yang menyalurkan BBM jenis umum ini,"
kata Agung dalam keterangan tertulis, Senin (6/1/2020).

Agung mengungkapkan, dengan berlakunya Keputusan Menteri ESDM Nomor 187K/10/MEM/2019


per 1 Januari 2020, konstanta batas atas formula harga jual BBM Jenis Umum jenis RON di bawah 95
dan Minyak Solar CN 48 yang semula Rp 2.542 per liter kini menjadi hanya Rp 1.000 per liter.

Dengan konstanta baru ini, wajar bila kemudian harga jual BBM JBU di pasaran turun karena formula
harga jual BBM merupakan penjumlahan dari MOPS, konstanta, margin Badan Usaha maksimal 10
persen, PPN 10 persen dan PBBKB.

Begitupun halnya dengan formula RON 95, RON 98 dan Minyak Solar CN 51 yang mengalami
penurunan konstanta batas atas yang semula Rp 3.178 per liter menjadi Rp 1.200 per liter.

"Meskipun harga minyak di pasaran naik, konstantanya turun lebih dari 60 persen untuk BBM jenis
umum ini, jadi ini yang mengoreksi harga hingga kita bisa menikmati harga yang lebih murah saat ini.

Anda mungkin juga menyukai