Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH MANEJEMEN APOTEK

BAB I
PENDAHULUAN

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu


mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendirisendiri atau bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan
atau masyarakat.
Selain itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker
dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasiaan. Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi, perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat. Definisi diatas ditetapkan berdasarkan peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek pasal 1 ayat (a).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesa sebagai Apoteker. Adapun
Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang membantu Apoteker. Asisten Apoteker
menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 679/MENKES/SK/V/2003 Pasal 1, tentang
Registrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker menyebutkan bahwa “Asisten Apoteker adalah
Tenaga Kesehatan yang berijasah Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi Jurusan
Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan Jurusan Analis
Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Di Apotek, Asisten Apoteker merupakan salah satu tenaga kefarmasian yang bekerja
di bawah pengawasan seorang Apoteker yang memiliki SIA (Surat Izin Apotek). Apoteker
Pengelola Apotek (APA) merupakan orang yang bertanggung jawab di Apotek dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh Apoteker dan
Asisten Apoteker di apotek haruslah sesuai dengan standar profesi yang dimilikinya. Karena
Apoteker dan Asisten Apoteker dituntut oleh masyarakat pengguna obat (pasien) untuk
bersikap secara professional.
Kewajiban Asisten Apoteker Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1332/MENKES/X?2002 adalah melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan
standar profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat serta melayani penjualan
obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter, serta memberi informasi kepada pasien. Surat Izin
Kerja Asisten Apoteker, dalam Pasal 1 KEPMENKES yaitu “bukti tertulis yang diberikan
kepada Pemegang Surat Izin Asisten Apoteker (SIAA) untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di sarana kefarmasian”. Dengan begitu, jelas bahwa hanya Asisten Apoteker
yang telah memiliki Surat Izin Asisten Apoteker sajalah yang dapat mengajukan permohonan
perolehan Surat Izin Kerja Asisten Apoteker. Dan juga, hanya Asisten Apoteker yang
memiliki Surat Izin Kerja Asisten Apoteker sajalah yang dapat melakukan pekerjaan
kefarmasian seperti pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional, baik itu dibawah
pengawasan Apoteker, tenaga kesehatan atau dilakukan secara mandiri sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sebagai contoh, pada toko obat berizin, puskesmas atau
Pedagang Besar Farmasi (PBF) dimana seorang Asisten Apoteker dapat melakukan pekerjaan
kefarmasian tanpa pengawasan. Oleh sebab itu, seorang Asisten Apoteker harus memiliki
Surat Izin Kerja Asisten Apoteker, baru dapat melakukan perkerjaan kefarmasian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Apotek


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI) No.
1332/MENKES/SK/X/2002, tentang Perubahan atas Peraturan MenKes RI No.
922/MENKES/PER/X/1993 mengenai Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang
dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.

2.2 Tugas dan Fungsi apotek


Tugas dan Fungsi Apotek berdasarkan Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980, tugas dan
fungsi apotek adalah sebagai berikut:
 Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
 Sarana farmasi yang telah melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.

 Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyalurkan obat yang diperlukan
masyarakat secara luas dan merata.

 Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada
masyarakat.

2.3 Landasan Hukum Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam:

a. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.


b. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

c. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

d. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No.


26 tahun 1965 mengenai Apotek.
e. Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin kerja
Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri kesehatan No.
184/MENKES/PER/II/1995.

f. Peraturan Menteri Kesehatan No. 695/MENKES/PER/VI/2007 tentang


perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184 tahun 1995 tentang
penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker.

g. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017


Tentang Apotek

h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang


Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik perlu disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum;

i. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.


1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek..

2.4 Prosedur Pendirian Apotek

Menurut KepMenKes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan-


persyaratan apotek adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan
pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,
perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang
merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi
yang lain di luar sediaan farmasi.

3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan
farmasi.Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian apotek adalah:

2.5 Lokasi dan Tempat

Jarak antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, namun sebaiknya tetap mempertimbangkan
segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dan kemampuan
daya beli penduduk di sekitar lokasi apotek, kesehatan lingkungan, keamanan dan mudah
dijangkau masyarakat dengan kendaraan.

2.6 Bangunan dan Kelengkapan

Bangunan apotek harus mempunyai luas dan memenuhi persyaratan yang cukup, serta
memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi.

Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari :

 Ruang tunggu, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, ruang penyimpanan obat,
ruang peracikan dan penyerahan obat, tempat pencucian obat, kamar mandi dan toilet.
 Bangunan apotek juga harus dilengkapi dengan : Sumber air yang memenuhi syarat
kesehatan, penerangan yang baik, Alat pemadam kebakaran yang befungsi baik,
Ventilasi dan sistem sanitasi yang baik dan memenuhi syarat higienis, Papan nama
yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat apotek, nomor telepon
apotek.

2.7 Perlengkapan Apotek

Apotek harus memiliki perlengkapan, antara lain:

1. Alat pembuangan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, gelas ukur dll.
Perlengkapan dan alat penyimpanan, dan perbekalan farmasi, seperti lemari obat dan
lemari pendingin.
2. Wadah pengemas dan pembungkus, etiket dan plastik pengemas.

3. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan bahan beracun.

4. Buku standar Farmakope Indonesia, ISO, MIMS, DPHO, serta kumpulan peraturan
per-UU yang berhubungan dengan apotek.

5. Alat administrasi, seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi, salinan resep dan
lain-lain.
2.7 Prosedur perizinan apotek

Untuk mendapatkan izin apotek, APA atau apoteker pengelola apotek yang bekerjasama
dengan pemilik sarana harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi
dan perbekalan lainnya. Surat izin apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri
Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk
membuka apotek di suatu tempat tertentu.

Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan
pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek
sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi.

Sesuai dengan Keputusan MenKes RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9


tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yaitu:

1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota.Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari
setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai
POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk
melakukan kegiatan.
2. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6
hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan.

3. Dalam hal pemerikasaan dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan, apoteker
pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala
Kantor Dinas Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi.

4. Dalam jangka 12 hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana ayat
(3) atau persyaratan ayat (4), Kepala Dinas Kesehatan setempat mengeluarkan surat
izin apotek.

5. Dalam hasil pemerikasaan tim Dinas Kesehatan setempat atau Kepala Balai POM
dimaksud (3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan setempat dalam
waktu 12 hari kerja mengeluarkan surat penundaan.
6. Terhadap surat penundaan sesuai dengan ayat (6), apoteker diberikan kesempatan
untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam waktu
satu bulan sejak tanggal surat penundaan.

7. Terhadap permohonan izin apotek bila tidak memenuhi persyaratan sesuai pasal (5)
dan atau pasal (6), atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala
Dinas Kesehatan Dinas setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari
kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya.

2.8 Pelayanan Apotek

 Pelayanan Resep
 Skrining Resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi :

2.9 Persyaratan Administratif :

 Nama, SIP dan alamat dokter


 Tanggal penulisan resep
 Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
 Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
 Cara pemakaian yang jelas
 Informasi lainnya

2.10 Kesesuaian farmasetik :

 bentuk sediaan
 dosis
 potensi
 stabilitas
 inkompatibilitas
 cara dan lama pemberian

2.11 Penyiapan obat

  Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan


memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu
prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang
benar.

Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

 Kemasan obat yang diserahkan hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan
yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

 Penyerahan Obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan


pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat
dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada
pasien.

 Informasi Obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan
mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat
pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi.

 Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,


pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit
tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya,
apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

 Monitoring Penggunaan Obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker


harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu
seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.

 Promosi dan Edukasi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus


memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri
(swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan
apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker
ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet /brosur,
poster, penyuluhan, dan lain lainnya.

Pelayanan Residensial (Home Care). Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat
melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini
apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

2.12 Evaluasi Mutu Pelayanan


Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:
1. Tingkat kepuasan konsumen dilakukan dengan survei berupa angket atau wawancara
langsung.
2. Dimensi waktuLama pelayanan diukur dengan waktu ( yang telah ditetapkan).

3. Prosedur Tetap ( Protap )Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah
ditetapkan.

Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk:

1. Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat;


2. Adanya pembagian tugas dan wewenang;

3. Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di
apotek;

4. Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru;

5. Membantu proses audit.

Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut:

1. Tujuan merupakan tujuan protap.


2. Ruang lingkup berisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan dengan
kompetensi yang diharapkan.
3. Hasil yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang
dapat diukur.

4. Persyaratan hal-hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan.

5. Proses berisi langkah-langkah pokok yang perlu dilkuti untuk penerapan standar. Sifat
protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.

2.13 Tugas dan Tanggung Jawab Personil Apotek


Manejer Apotek Pelayanan
Apotek dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai manager pelayanan yang
telah mengucapkan sumpah apoteker yang telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK), juga
memiliki kemampuan memimpin dan bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan di
apotek. Selain itu juga APA harus menguasai kemampuan manajemen yaitu,
perencanaan, koordinasi, kepemimpinan dan pengawasan disamping kemampuan di
bidang farmasi baik teknis maupun non teknis.
Tugas dan Tanggung Jawab pimpinan Apotek adalah :
1. Memimpin, menentukan kebijaksanaan dan melaksanakan pengawasan dan
pengendalian apotek sesuai UU yg berlaku.
2. Menyusun program kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan .
3. Memberikan pelayanan dan informasi obat dan perbekalan farmasi kepada
pasien, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya.
4. Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk perkembangan apotek.
5. Menguasai dan melaksanakan peraturan perundang-undangan farmasi yang
berlaku.
Daftar Pustaka :

Republik Indonesia, 2009 Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian, Jakarta :


Sekretariat Negara

Republik Indonesia, 2016 Peraturan Pemerintah tentang Organisasi Perangkat Daerah,


Jakarta : Sekretariat Negara

Republik Indonesia, 2016 Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan,


Jakarta : Sekretariat Negara

Republik Indonesia, 2002 Keputusan Menteri Kesehatan tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara


Pemberian Izin Apotik, Jakarta : Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2016 Peraturan Menteri Kesehatan tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 889 Tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktek dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian, Jakarta : Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2017 Peraturan Menteri Kesehatan tentang Apotek, Jakarta :


Kementerian Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai