Dosen Pengampu :
ANGGOTA :
AA KHARISPIYAN
FAUZY KIAN
HANA PRATIWI
HUDA NURUL AZMI
SONY SANDRIA
WINA WIRASWATI
b) Granulasi Kering
Tujuan metode granulasi kering adalah untuk memperoleh
granul yangdapat mengalir bebas untuk pembuatan tablet.Granulasi
kering dilakukan apabila zat aktif tidak mungkin digranulasi basah,
karena tidak stabil atau peka terhadap panas dan lembab atau tidak
mungkin dikempa langsung menjadi tablet karena zat aktif tidak dapat
mengalir bebas dan dosis efektif zat aktif terlalu besar untuk kempa
langsung (Siregar, 2010).
Dalam metode ini, baik bahan aktif maupun pengisi harus
memiliki sifat kohesif supaya masa yang jumlah nya besar dapat
dibentuk.Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat
diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap
uap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur
yang tinggi (Ansel, 1989).
Keuntungan granulasi kering :
Peralatan lebih sedikit dibanding granulasi basah
Cocok digunakan pada zat aktif tidak tahan panas dan lembab
Tahap pengerjaan tidak terlalu lama
Biaya lebih efisien dibanding granulasi basah
Mempercepat waktu hancur obat dalam tubuh karna tidak
menggunakan pengikat.
e) Disolusi
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari
bentuk padat ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan
untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan
efek terapi di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada
pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan
frekuensi pemberian obat (Syamsuni, 2007).
f) Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah
kadar zat aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan
yang tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera
pada masing-masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi
syarat maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan
juga tidak layak untuk dikonsumsi (Syamsuni, 2007).
2.5 Preformulasi
a. Zat Aktif
Paracetamol (Acetaminophen) Farmakope Indonesia Edisi III, hal 37
Pemerian : hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit
Kelarutan : larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dala
13 bagian etanol P, dalam 40 bagian gliserol P, dan dalam 9 bagian
propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida
b. Zat Tambahan
Amprotab (Amylum Manihot, Pati Singkong) Farmakope Indonesia
Edisi III, hal 93
Pemerian : Serbuk halus, kadang-kadang berupa gumpalan kecil, putih,
tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol (95%) P
Stabilitas : Memiliki stabilitas dalam keadaan kering, tahan pemanasan
dan terlindung dari kelembapan yang tinggi
Titik Lebur : 5,5-6,5
Khasiat : Glidan / Penghancur (HOPE ed6 2009, hal 685-690)
Inkompatibilitas : Dengan pengoksida kuat (HOPE ed6 2009)
PVP K30 (Polivinil Pyrolidone K30) HOPE ed6 2009, hal 581-582
Pemerian : Serbuk halus berwarna putih, tidak berbau atau hampir tidak
berbau, serbuk higroskopis
Kelarutan : Sangat larut dalam asam, kloroform, etanol 95%, keton,
metanol dan air, praktis tidak larut dalam eter hidrokarbon dan
minyak mineral
Khasiat : Pengikat 0,5% - 5%
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah kedap udara, sejuk dan tempat
kering
Stabilitas : Penurunan kelarutan povidon stabil untuk siklus pendek
dari preparasi povidon mulai berwarna gelap sampai batas
tertentu pada pemanasan 1500 C dengan panas sekitar 1100-
1300 C
BAB III
METODE
A. Alat
1. Neraca analitik
2. Pengayak mesh 12
3. Oven
4. Loyang
5. Beaker glass
6. Batang pengaduk
7. Friabilitator tester
8. Jangka sorong
9. Hardness Tester
11. Spektrofotometer
B. Bahan
1. Paracetamol
2. Amprotab
3. PVP K 30
4. Etanol 96%
5. Laktosa
6. Mg stearat
7. Talk
92
Fasa Dalam = x 300
100
= 184 gr
= 150.000 mg
= 150 g
2. Amprotab 10%
10
= x 700 mg
100
= 70 mg x 300 mg
= 21000 mg
= 21 g
3. PVP K 30 5%
5
= x 700 mg
100
= 35 mg x 300 mg
= 10.500 mg
= 10,5 g
= 11,7 g
Fasa Luar
1
Mg Stearat 1% = x 151,23 g
92
= 1,6438 g
2
Talk 2% = x 151,23 g
92
= 3,2876 g
5
Amprotab 5% = x 151,23 g
92
= 8,2190 g
3.6 Prosedur
Menggunakan metode granulasi basah (Ansel, 1989)
Penimbangan
Pencampuran awal
Granulasi
Pengayakan basah
Prosedur Pembuatan tablet Metode Granulasi Basah (Kemenkes
RI,2018)
1. Membuat cairan pengikat
Timbang PVP yang diperlukan, larutkan dalam sejumlah pelarut,
aduk hingga homogen
2. Mencampur zat Aktif dan dan eksifien (Kompenen dalam)
Paracetamol, amprotab, laktosa dicampur sampai homogen,
tambahkan larutan PVP sedikit – sedikit sambil diaduk sampai
terbentuk masa basah yang sesuai
3. Menggranulasi basah masa granul
Masa basah kemudian diayak dengan mesh 6-12
4. Pengeringan
Granul basah dikeringan pada suhu ±50-60˚C dalam lemari
pengering
5. Penambahan Fase Luar
Granul yang kering kemudian diayak dengan pengayak lalu
tambahkan penghancr luar, glidan, lubrikan (Amprotab, talkum, mg
stearat)
6. Lakukan pengujian granul
7. Masa granul siap di cetak
Bj seati
Alat menggunakan : piknometer
a; bobot pikno kosong
b; bobot pikno + 1gram granul
c;bobot pikno+ 1 gram granul +cairan pendisfersi (parafin cair0
d; bobot pikno+ cairan pendisfersi
( b−a ) xBj Cairan pendisfersi
bj sejati =
( b+ d )−¿ ¿
Kadar pemampatan
Vo−V 500
Kp= x 100 %
Vo
Vo = volume granul sebelum pemampatan
V500 = volume granul pada 500 kali ketukan
Syrat ; Kp< 20%
Perbandingan Hausner
bj setelah pemampatan
Angka hausner =
Bj sebelum pemampatan
Syarat; ≈1
Granulometri (Distribusi ukuran Partikel)
Timbang granul 100 gram. Letakkan pada pengayak paling atas
getarkan mesin 1 – 30 menit, timbang granul yang tertahan pada
tiap pengayak, hitung presentase granul pada tiap pengayak.
Bobot Rata-rata A B
>300 mg 5% 10%
4.1 Hasil
A. Evaluasi Granul (sebelum di beri fase luar)
1. Perhitungan
a. Kecepatan Aliran
1) Waktu alir 50 gram sampel = 5 detik
2) Metode istirahat
α = arc tan H/R
= arc tan 3,5/ 6
= arc tan 0,5833
= 30,2550º (mudah mengalir)
Kesimpulan :
Granul memiliki aliran baik karena dibutuhkan waktu mengalir 5 detik.
Granul memiliki kecepatan aliran mudah mengalir, karena sudut istirahat
berada pada rentang α = 30 - 38º
b. BJ Nyata
W
P = V
36,04
= 100 = 0,3604 g/mL
c. BJ mampat
W
P = Vn
36,04
P10 = 97 = 0,3715 g/mL
36,04
P50 = 95 = 0,3793 g/mL
36,04
P100 = 94 = 0,3834 g/mL
36,04
P500 = 93 = 0,3875 g/mL
d. Kadar Mampat
Vo−V 200
Kp = Vo
x 100 %
100−93
= 100
x 100 %
=7%
Kesimpulan :
Granul memenuhi syarat karena nilai KP < 20 %
e. Perbandingan Husner
BJ setelah pemampatan
AH (10x) = BJ sebelum pemampatan
0,3715
= 0,3604
= 1,0307
BJ setelah pemampatan
AH (500x) = BJ sebelum pemampatan
0,3875
= 0,3604
= 1,0751
Kesimpulan :
Granul memenuhi syarat angka hausner yaitu ≈ 1
f. Persen Kompresibilitas
BJ mampat −BJ nyata
%K =
BJ mampat
x 100 %
0,3875−0,3604
=
0,3875
x 100 %
0,0271
=
0,3875
x 100 %
= 6,9935 %
Kesimpulan :
Granul memiliki aliran sangat baik, karena berada pada rentang 5-12%
g. Bobot Sejati
( b−a ) x BJ −BJ cairan pendispersi
BJ Sejati =
( b+ a )−(a+c )
( 16,79−15,82 ) x 0,89
=
( 16,79−25,08 ) −(15,82+25,61)
0,97 x 0,89
=
41,87−41,43
0,8633
= 0,44
= 1,9620 g/mL
b. BJ Nyata
W
P = V
43,6
= 100 = 0,436 g/mL
c. BJ mampat
W
P = Vn
43,6
P10 = 94 = 0,4638 g/mL
43,6
P50 = 93 = 0,4688 g/mL
43,6
P100 = 92 = 0,4739 g/mL
43,6
P500 = 91 = 0,4791 g/mL
d. Kadar Mampat
Vo−V 500
Kp = Vo
x 100 %
100−91
= 100
x 100 %
=9%
Kesimpulan :
Granul memenuhi syarat karena nilai KP < 20 %
e. Perbandingan Husner
BJ setelah pemampatan
AH (10x) = BJ sebelum pemampatan
0 , 4638
= 0,436
= 1,0637
BJ setelah pemampatan
AH (500x) = BJ sebelum pemampatan
0,4791
= 0,436
= 1,0988
Kesimpulan :
Granul memenuhi syarat angka hausner yaitu ≈ 1
f. Persen Kompresibilitas
BJ mampat −BJ nyata
%K = x 100 %
BJ mampat
0,4638−0,436
= x 100 %
0,4638
= 5,9939 %
Kesimpulan :
Granul memiliki aliran sangat baik, karena berada pada rentang 5-12
g. Bobot Sejati
( b−a ) x BJ −BJ cairan pendispersi
BJ Sejati =
( b+d )−(a+ c)
( 11,24−10,41 ) x 0,89
=
( 11,24+10,89 )−(10,41+11,32)
0,83 x 0,89
=
22,13−21,73
0,7387
= 0,4
= 1,8467 g/mL
C. Evaluasi Tablet
1. Organoleptik
Bau : Khas obat
Bentuk : Bulat
Warna : Putih
Rasa : Pahit
2. Keseragaman Ukuran
NO Diameter (mm) Ketebalan Perhitungan (mm)
(mm)
1 10,31 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ = 8
2 10,31 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
3 10,31 5 5 x 3 = 15
5 x 1⅓ = 8
4 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
5 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
6 10,31 5 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
7 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
8 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
9 10,31 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
10 10,31 5 5 x 3 = 15
5 x 1⅓ =6,6
11 10,25 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
12 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
13 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
14 10,31 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
15 10,31 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
16 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
17 10,32 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
18 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
19 10,32 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
20 10,31 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
Rata-rata = 10,3 Rata-rata =
SD = 5,8
0,030192 SD =
0,366348
4. Keseragaman bobot
NO Keseragaman Bobot
1 0,75 g
2 0,75 g
3 0,72 g
4 0,73 g
5 0,76 g
6 0,75 g
7 0,75 g
8 0,74 g
9 0,73 g
10 0,73 g
11 0,74 g
12 0,76 g
13 0,76 g
14 0,75 g
15 0,73 g
16 0,76 g
17 0,74 g
18 0,73 g
19 0,75 g
20 0,76 g
14,89/20 = 0,74
Keseragaman Bobot
14,89
Rata rata = =0,74 g / 740 mg
20
A = 5%
5
A = x 740 mg = 37%
100
= 740 – 37 = 703
= 740 + 37 = 777
(range = 703 s/d 777 mg)
B = 10%
10
B = x 740 = 74
100
= 740 – 74 = 666
= 740 + 74 = 814
( range = 666 s/d 814 mg)
5. Friabilitas
a−b
F= x 100 %
a
13,68−12,61
= x 100 %
13,68
= 0,078 %
6. Uji Disolusi
Tablet 1
5 MENIT
Abs = 0,371
FP = 100X
Y = bx + a
0,371 = 0,05 x + 0,034
0,371−0,034
X =
0,05
X = 6,74 ppm X 100
X = 674 ppm
674
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 606,6 mg
606,6
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 68,15 %
10 MENIT
Abs = 0,493
FP = 100 X
Y = bx + a
0,493 = 0,05 x + 0,034
0,493−0,034
X =
0,050
X = 9,18 ppm X 100
X = 918 ppm
918
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 826,2 mg
10 mL
FK = X 826,2mg
900 mL
= 9,18
Setelah FK = 9,18 + 826,2 mg
= 835
835
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 93%
15 MENIT
Abs = 0,456
FP = 5X
Y = bx + a
0,456 = 0,05 x + 0,034
0,456−0,034
X =
0,05
X = 8,44 ppm X 100
= 844 ppm
844
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 759,6 mg
10 mL
FK = X (606,6+826,2)
900 mL
= 0,011 X 1,432
= 15,760
30 MENIT
Abs = 0,479
FP = 100 X
Y = bx + a
0,479 = 0,05 x + 0,034
0,479−0,034
X =
0,05
X = 8,9 ppm X 100
X = 890 ppm
890
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 801 mg
10
FK = X (606,6+826,2+759,6)
900
= 0,011 X 2,192
= 24,116
Setelah FK = 24,116 + 801
= 825,116
825,116
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 92 %
7. Tablet ke 2
5 MENIT
Abs = 0,299
FP = 100X
Y = bx + a
0,299 = 0,05 x + 0,034
0,299−0,034
X =
0,05
X = 5,3 ppm X 100
X = 530 ppm
530
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 477 mg
477
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 53 %
10 MENIT
Abs = 0,493
FP = 100 X
Y = bx + a
0,492 = 0,05 x + 0,034
0,492−0,034
X =
0,05
X = 9,16 ppm X 100
X = 916 ppm
916
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 824,4 mg
10 mL
FK = X 824,4 mg
900 mL
= 9,16
Setelah FK = 9,16 + 824,4 mg
= 833,56
833,56
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 93%
15 MENIT
Abs = 0,479
FP = 100 X
Y = bx + a
0,479 = 0,05 x + 0,034
0,479−0,034
X =
0,05
X = 8,9 ppm X 100
X = 890 ppm
890
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 801 mg
10 mL
FK = X (475+ 826,2)
900 mL
= 0,011 X 1,301
= 14,313
Setelah FK = 14,313 + 801
= 815,313
815,313
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 91 %
30 MENIT
Abs = 0,455
FP = 100X
Y = bx + a
0,455 = 0,05 x + 0,034
0,455−0,034
X =
0,05
X = 8,42 ppm X 100
= 842 ppm
842
Mg Terlarut= X 900 mL
1000
= 757,8 mg
10
FK = X (477+ 824,4+801)
900
= 0,011 X 2,102
= 23,126
Setelah FK= 23,126 + 757,8
= 30,69 mg
30,69
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 87 %
8. Tablet ke 3
5 MENIT
Abs = 0,300
FP = 100X
Y = bx + a
0,300 = 0,05 x + 0,034
0,300−0,034
X =
0,05
X = 5,32 ppm X 100
X = 532 ppm
532
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 478,8 mg
478,8
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 53,79 %
10 MENIT
Abs = 0,492
FP = 100 X
Y = bx + a
0,492 = 0,05 x + 0,034
0,492−0,034
X =
0,05
X = 9,16 ppm X 100
X = 916 ppm
916
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 824,4 mg
10 mL
FK = X 824,4 mg
900 mL
= 9,16
Setelah FK = 9,16 + 824,4 mg
= 833,56
833,56
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 93%
15 MENIT
Abs = 0,479
FP = 100 X
Y = bx + a
0,479 = 0,05 x + 0,034
0,479−0,034
X =
0,05
X = 8,9 ppm X 100
X = 890 ppm
890
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 801 mg
10 mL
FK = X (475+ 826,2)
900 mL
= 0,011 X 1,301
= 14,313
Setelah FK = 14,313 + 801
= 815,313
815,313
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 91 %
30 MENIT
Abs = 0,456
FP = 5X
Y = bx + a
0,456 = 0,05 x + 0,034
0,456−0,034
X =
0,05
X = 8,44 ppm X 100
= 844 ppm
844
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 759,6 mg
10
FK = X (475+ 826,2+ 801)
900
= 0,011 X 2,102
= 23,124
Setelah FK = 23,124 + 759,6
= 782,6 mg
782,6
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 87 %
4.2 Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilakukan yaitu pembuatan sediaan tablet
paracetamol 700 mg menggunakan metode granulasi basah. Tablet sendiri
merupakan sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi, berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak
dan tablet kempa ( FI IV) Tablet paracetamol utamanya digunakan sebagai obat
antipiretik dan analgetik yang dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai
sedang, sedangkan efek antiinflamasinya sangat lemah sehingga tidak digunakan
sebagai antiinflamasi.
Metode yang digunakan dalam pembuatan tablet paracetamol yaitu granulasi
basah, hal ini dikarenakan dosis bahan obat yang besar, sifat alir dan
kompresibilitas yang kurang baik. Metode granulasi basah adalah metode yang
dilakukan dengan cara membasahi massa tablet menggunakan larutan pengikat
sampai terdapat tingkat kebasahan tertentu lalu digranulasi. Pada praktikum yang
digunakan zat pengikat yang digunakan yaitu PVP K30. Dengan adanya zat
pengikat tersebut dapat meningkatkan kompresibilitas serbuk.
Massa tablet paracetamol terdiri dari campuran fase dalam dan fase luar yang
telah diproses untuk siap dikempa menjadi tablet. Fase dalam adalah massa utama
tablet yang terdiri dari campuran zat aktif dan eksipien yang diproses menjadi
granul secara basah. Fase luar adalah campuran beberapa eksipien seperti
penghancur, glidan, dan lubrikan yang ditambahkan ke fase dalam, hal ini
dilakukan untuk memudahkan pengempaan tablet dan untuk menunjang tablet
yang dapat memenuhi syarat.
Dalam pembuatan sediaan tablet, diperlukan zat tambahan seperti amprotab
sebagai zat penghancur yang membantu hancurnya tablet didalam tubuh, Mg
stearat digunakan sebagai lubrikan atau pelicin sedangkan talkum digunakan
sebagai glidan atau pelincir, hal ini berguna untuk meningkatkan sifat alir granul
sehingga akan dihasilkan tablet dengan bobot yang seragam, selain itu untuk
membantu keluarnya tablet dari mesin cetak tablet setelah dicetak. Selanjutnya
penambahan laktosa digunakan sebagai zat pengisi untuk memperbesar volume
serta untuk memudahkan tablet pada saat proses pencetakan.
Sebelum granul dikempa, terlebih dahulu dilakukan evaluasi granul untuk
memastikan granul yang dihasilkan memenuhi syarat. Evaluasi granul yang
pertama dilakukan diantaranya BJ nyata, BJ mampat, dan bobot sejati. BJ nyata
digunakan untuk mengetahui porositas dari granul yang terbentuk. Porositas
merupakan ruang kosong antara partikel dan granul. Selanjutnya menghitung laju
alir dan sudut istirahat. Untuk menentukan sifata aliran baik atau tidak digunakan
kemiringan aliran yang dihasilkan jika suatu zat berupa serbuk dibiarkan mengalir
bebas dari corong ke atas dasar. Serbuk tersebut akan membentuk suatu kerucut,
yang kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang
dihasilkan, artinya sudut kemiringannya semakin kecil dan semakin baik sifat
aliran serbuk tersebut. Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, granul memiliki
kecepatan aliran mudah mengalir karena memiliki nilai sudut istirahat pada
rentang α = 25-30o dan waktu yang diperlukan granul sebanyak 50 gram untuk
mengalir yaitu 5 detik. Untuk nilai kadar pemampatan diperoleh nilai KP < 20%
dan persen kompresibilitas berada pada rentang 5 – 12 % nilai tersebut
menunjukan granul memiliki aliran yang baik.
Setelah granul memenuhi persyaratan yang ditentukan, selanjutnya granul
dikempa sehingga menghasilkan sediaan tablet paracetamol. Sama halnya dengan
granul, tablet yang dihasilkan juga dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah
tablet memenuhi syarat atau tidak. Adapun evaluasi tablet yang dilakukan
diantaranya uji keseragaman bobot, keseragaman ukuran, uji kekerasan, uji
kerapuhan (friabilitas), uji disolusi, dan uji waktu hancur.
Untuk penetapan keseragaman sediaan dengan cara keseragaman bobot, tablet
ditimbang satu persatu untuk mengetahui bobot dari masing masing tablet
kemudian hitung bobot rata-rata tablet. Dari hasil penimbangan diperoleh bobot
tablet yang bervariasi, adapun faktor –faktor yang menyebabkan terjadinya variasi
dalam penimbangan bobot antara lain : volume dan berat bahan yang diisikan ke
dalam cetakan serta garis tengah cetakan dan tekanan yang diberikan pada bahan
saat dilakukan kompresi, selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi
keseragaman bobot yaitu kondisi peralatan yang digunakan selama proses
penabletan seperti berubahnya pengaruh tekana.
Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang
ditetapkan sebagai berikut : Timbang 20 tablet, hitung bobot rata – rata tiap tablet.
Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing – masing
bobotnya menyimpang dari bobot rata – ratanya lebih besar dari harga yang
ditetapkan kolom A, dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari
bobot rata – ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B. Jika tidak
mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet; tidak satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata – rata yang ditetapkan kolom A
dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata –
rata yang ditetapkan kolom B.
Berdasarkan hasil praktikum bobot rata – rata tablet diperoleh 740 mg,
sehingga bobot tablet harus berada dalam rentang 703 mg s/d 777 mg. Hasil
praktikum menunjukan hasil tablet dalam rentang 5% dari rata-rata dan tidak
melebihi 10%nya. Persentase penyimpangan bobot tablet terhadap bobot rata-rata
tablet memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Depkes RI (1979) yaitu tidak
boleh lebih dari dua tablet yang menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar
dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak boleh satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga dalam kolom B.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta. Hal: 37, 93, 338.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Ansel, H.C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi IV, UI Press, Jakarta.
Banker, G.S., & Anderson, N.R., 1986. Tablet, Teori dan Praktek Farmasi Industri II,
diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Edisi Ketiga. UI Press, Jakarta, pp. 643-645, 648,
658-659, 682, 684-691.
Diposkan oleh Endra Sendana di 1/28/2014 06:26:00 AM
Lachman L, Herbert A.L. And Joseph I.K. (1994).Teori dan Praktek FarmasiIndustri II.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Rowe, R.C. et Al. (2006). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 5th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Sheth, B.B., Bandelin F.J., Shangraw R.F., 1980, Compressed Tablet, In Lachman L.,
Lieberman H.A., Kanig J.L., (editor), Pharmaceutical Dosage Forms, Tablets, Vol. I,
Marcel Dekker Inc, New York.
Siregar, CJP. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis. ECG.
Jakarta.163.
Syamsuni, H.A. (2007).Ilmu Resep, Kedokteran EGC, Jakarta.
Voigt, R., 1994, Buku Ajar Teknologi Farmasi, Ed V, diterjemahkan oleh Soendani Noerno
Soewandi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wade, A., Weller, Paul, J. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipient 3th. The
Pharmaceutical Press: London.