Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN FARMASI INDUSTRI

“Tablet Paracetamol Metode Granulasi Basah”

Dosen Pengampu :

ANGGOTA :
AA KHARISPIYAN
FAUZY KIAN
HANA PRATIWI
HUDA NURUL AZMI
SONY SANDRIA
WINA WIRASWATI

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER II


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2020
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tablet


Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai
tablet cetak dan tablet kempa (Depkes RI, 1994). Tablet dibuat terutama
dengan cara kompresi. Sejumlah tertentu dari tablet dibuat dengan
mencetak. Tablet yang dibuat secara kompresi menggunakan mesin yang
mampu menekan bahan bentuk serbuk atau granul dengan menggunakan
berbagai bentuk punch dan die. Alat kompresi tablet merupakan alat berat
dari berbagai kapasitas dipilih sesuai dengan dasar dari jenis tablet yang
akan dibuat serta produksi rata-rata yang diinginkan. Tablet yang dicetak
dibuat dengan tangan atau dengan alat mesin tangan, dengan cara menekan
bahan tablet ke dalam cetakan, kemudian bahan tablet yang telah terbentuk
dikeluarkan dari cetakan dan dibiarkan sampai kering. (Wade,1994).
2.2 Bahan Eksipien Tablet
Tablet biasanya berisi beberapa atau paling banyak terdiri
atas zat aktif, pengisi, pengikat, pewarna, penghancur,
pemberi rasa dan pelicin (Anonim 1995).
a. Bahan pengisi (diluent atau filler)
Bahan pengisi ditambahkan dengan tujuan untuk
memperbesar volume dan berat tablet. Bahan pengisi
yang umum digunakan adalah laktosa, pati, dekstrosa,
dikalsium fosfat dan mikrokristal selulosa (Avicel). Bahan
pengisi dipilih yang dapat meningkatkan fluiditas dan
kompresibilitas yang baik (Sheth dkk, 1980).
b. Bahan pengikat (binder)
Bahan pengikat membantu perlekatan partikel dalam
formulasi, memungkinkan granul dibuat dan dijaga
keterpaduan hasil akhir tabletnya (Ansel, 1989). Bahan
pembantu ini bertanggung jawab terhadap kekompakan
dan daya tahan tablet. Oleh karena itu bahan pengikat
menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam
sebuah butir granulat. Demikian pula kekompakan tablet
dapat dipengaruhi, baik oleh tekanan pencetakan maupun
bahan pengikat. Bahan pengikat dalam jumlah yang
memadai ditambahkan ke dalam bahan yang akan
ditabletasi melalui bahan pelarut atau larutan bahan
perekat yang digunakan pada saat granulasi (Voigt, 1984).
Bahan pengikat yang umum digunakan adalah gom
akasia, gelatin, sukrosa, PVP (povidon), metil selulosa,
karboksimetil selulosa dan pasta pati terhidrolisa.
c. Bahan penghancur (disintegrant)
Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan
pecahnya atau hancurnya tablet ketika kontak dengan
cairan saluran pencernaan. Bahan penghancur akan
menarik air dalam tablet, mengembang dan menyebabkan
tabletnya pecah menjadi bagian-bagian kecil, sehingga
memungkinkan larutnya obat dari obat dan tercapainya
bioavabilitas yang diharapkan (Banker dan Anderson,
1986).
Bahan penghancur meliputi tepung jagung dan
kentang, turunan amilum seperti karboksimetil selulosa,
resin, resin penukar ion dan bahanbahan lain yang
membesar atau mengembang dengan adanya lembab dan
mempunyai efek memecahkan atau menghancurkan tablet
setelah masuk dalam saluran pencernaan (Ansel, 1989).
d. Bahan pelicin (lubricant)
Digunakan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi
diantara dinding die dan tepi tablet selama proses
penabletan berlangsung. Banyak bahan dapat dikempa
dan mempunyai hasil baik tanpa penambahan bahan
pelicin tetapi untuk bahan higroskopik perlu dilakukan
penambahan bahan pelicin karena kadang terjadi masalah.
Hal ini tergantung dari tingkat kekeringan bahan. Proses
granulasi yang terlalu basah akan diperoleh hasil tablet
yang terlalu ramping karena banyak bahan yang lengket
dalam mesin. Bahan pelicin biasanya digunakan dalam
jumlah kecil antara 0,51% tetapi mungkin kurang dari
0,1% dan lebih dari 5%. Contoh umum bahan pelicin
antara lain petrolatum cair, talk, magnesium stearat dan
stearan dan asam stearat, kalsium stearat, likopodium
(untuk tablet yang berwarna). Bahan pelicin ditambahkan
setelah terbentuk granul. Bahan pelicin bekerja paling
efektif jika terletak di luar granul (Ansel,1989).

2.3 Metode Pembuatan


Metode pembuatan tablet Sediaan tablet ini dapat dibuat melalui
tiga macam metode, yaitu granulasi basah, granulasi kering, dan kempa
langsung. Pemilihan metode pembuatan sediaan tablet ini biasanya
disesuaikan dengan karakteristik zat aktif yang akan dibuat tablet, apakah
zat tersebut tahan terhadap panas atau lembab, kestabilannya, besar
kecilnya dosis, dan lain sebagainya.
a) Granulasi Basah
Basah yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan
eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan
cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa
lembab yang dapat digranulasi. Metode ini biasanya digunakan apabila
zat aktif tahan terhadap lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif
yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya
tidak baik. (Ansel,1989). Prinsip dari metode granulasi basah adalah
membasahi masa tablet dengan larutan pengikat teretentu sampai
mendapat tingkat kebasahan tertentu pula, kemudian masa basah
tersebut digranulasi. (Ansel,1989).
Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk
dengan suatu perekat sebagai pengganti pengompakan, tehnik ini
membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat
yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk atau dapat juga bahan
tersebut dimasukan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan
dimasukan terpisah. Cairan yang ditambahkan memiliki peranan yang
cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di antara partikel
dan kekuatan ikatannya akan meningkat bila jumlah cairan yang
ditambahkan meningkat, gaya tegangan permukaan dan tekanan
kapiler paling penting pada awal pembentukan granul, bila cairan
sudah ditambahkan pencampuran dilanjutkan sampai tercapai dispersi
yang merata dan semua bahan pengikat sudah bekerja, jika sudah
diperoleh massa basah atau lembab maka massa dilewatkan pada
ayakan dan diberi tekanan dengan alat penggiling atau oscillating
granulator tujuannya agar terbentuk granul sehingga luas permukaan
meningkat dan proses pengeringan menjadi lebih cepat, setelah
pengeringan granul diayak kembali ukuran ayakan tergantung pada alat
penghancur yang digunakan dan ukuran tablet yang akan dibuat
(Ansel,1989).

Keuntungan metode granulasi basah :

 Terbentuknya granul memperbaiki sifat alir dan


kompresibilitas, proses kompaksasi lebih mudah karena
pecahnya granul membentuk permukaan baru yang lebih aktif.
 Obat-obat dosis tinggi yg mempunyai sifat alir dan
kompresibilitas jelek maka dengan proses granulasi basah hanya
perlu sedikit bahan pengikat.
 Untuk bahan dengan dosis rendah dengan pewarna, maka
distribusi lebih baik dan menjamin keseragaman isi zat aktif.
 Granulasi basah mencegah segregasi komponen-komponen
campuran yang sudah homogen.
 Memperbaiki dissolusi obat yang bersifat hidrofob
(Wade,1994).

Kekurangan metode granulasi basah:

 Proses lebih panjang dibanding dgn 2 metode lainnya


sehingga secara ekonomis lebih mahal.
 Peralatan yang digunakan lebih banyak sehingga secara
otomatis lebih banyak pula personnel yang diperlukan.
 Tidak bisa digunakan untuk obat-obat yang sensitif thd
kelembaban dan pemanasan.
 Pada tablet berwarna dapat terjadi peristiwa migrasi dan
ketidak homogenan sehingga tablet berbintik-bintik.
 Incompabilitas antar komponen di dalam formulasi akan
diperbesar, terutama untuk obat-obat campuran (multivitamin,
dll) (Wade,1994).

b) Granulasi Kering
Tujuan metode granulasi kering adalah untuk memperoleh
granul yangdapat mengalir bebas untuk pembuatan tablet.Granulasi
kering dilakukan apabila zat aktif tidak mungkin digranulasi basah,
karena tidak stabil atau peka terhadap panas dan lembab atau tidak
mungkin dikempa langsung menjadi tablet karena zat aktif tidak dapat
mengalir bebas dan dosis efektif zat aktif terlalu besar untuk kempa
langsung (Siregar, 2010).
Dalam metode ini, baik bahan aktif maupun pengisi harus
memiliki sifat kohesif supaya masa yang jumlah nya besar dapat
dibentuk.Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat
diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap
uap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur
yang tinggi (Ansel, 1989).
Keuntungan granulasi kering :
 Peralatan lebih sedikit dibanding granulasi basah
 Cocok digunakan pada zat aktif tidak tahan panas dan lembab
 Tahap pengerjaan tidak terlalu lama
 Biaya lebih efisien dibanding granulasi basah
 Mempercepat waktu hancur obat dalam tubuh karna tidak
menggunakan pengikat.

Kerugian/kekurangan granulasi kering :


 Pada proses granulasi kering ini memerlukan mesin tablet
khusus untuk membuat slug (mengempa campuran bahan
kering menjadi massa padat).
 Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam.
 Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan
terjadinya kontaminasi silang.
 Keseragaman kandungan lebih sulit untuk dicapai.
Kemungkinan terjadinya kontaminasi silang lebih banyak
c) Kompresi Langsung
Beberapa granul bahan kimia seperti kalium klorida, kalium
iodida,amonium klorida, dan metenamin, memiliki sifat mudah
mengalir sebagai mana juga sifat-sifat kohesifnya yang
memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam mesin tablet tanpa
memerlukan metode granulasi basah atau kering.
Pada waktu sekarang ini penggunaan pengencer yang
dikeringkan dengan penyemprotan, meluas kepada formula-formula
tablet tertentu daripada dengan serbuk pengisi biasa, kualitas yang
diinginkan untuk tablet kompresi langsung dan sejumlah produk-
produk lainnya banyak diproduksi dengan cara ini. Capping atau
keretakan dari tablet disebabkan oleh beberapa faktor dan tidak
terbatas pada tablet yang dibuat dengan pengkompresian langsung
saja. Misalnya bila punch tidak bersih sekali dan tidak halus sekali
dapat menghasilkan tablet yang terlepas bagian atasnya sebagaimana
juga dengan cetakan (die) yang sudah tua dan tidak sempurna.
Tekanan yang terlalu besar pada pengempaan dapat menyebabkan
keretakan seperti yang terjadi bila granulat terlalu lunak. Pada
umumnya ada bagian dari fines atau serbuk halus yang merupakan
hasil waktu granulasi kering dengan ukuran dan jumlahnya biasanya
10-20% dari berat granul dan perlu supaya pengisian rongga cetakan
wajar. Tetapi kelebihan dari serbukhalus ini dapat juga berperan
menjadi capping bila sejumlah besar udaraterperangkap dalam tablet,
keadaan seperti ini disebut laminating (Ansel, 1989).
2.4 Persyaratan Tablet
a) Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif
merupakan bagian terbesar dari tablet dan cukup mewakili
keseragaman kandungan. Keseragaman bobot bukan merupakan
indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif
merupakan bagian terkecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula.
Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut
dan tablet mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat
aktif lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji
keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap
tablet (Syamsuni, 2007).
b) Uji kekerasan
Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi die
dan gaya kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka
kekerasan tablet meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang.
Selain itu metode granulasi juga menentukan kekerasan tablet.
Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 - 8 kg, bobot tersebut dianggap
sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan.
Alat yang digunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini
diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan
tablet (Lachman, 1994).
c) Uji keregasan
Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan
mengukur keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan
penyebab tablet menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet
digunakan alat Roche friabilator. Sebelum tablet dimasukkan ke alat
friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu. Kemudian tablet
dimasukkan ke dalam alat, lalu alat dioperasikan selama empat menit
atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan
dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan
tablet. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8% (Ansel,
1989).
d) Waktu hancur
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral,
kecuali tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini
dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang
ditetapkan pada masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak
menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.
Pada pengujian waktu hancur, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada
bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen yang
berasal dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang
diperlukan untuk menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15
menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk
tablet bersalut (Syamsuni, 2007).

e) Disolusi
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari
bentuk padat ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan
untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan
efek terapi di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada
pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan
frekuensi pemberian obat (Syamsuni, 2007).
f) Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah
kadar zat aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan
yang tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera
pada masing-masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi
syarat maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan
juga tidak layak untuk dikonsumsi (Syamsuni, 2007).

2.5 Preformulasi
a. Zat Aktif
Paracetamol (Acetaminophen) Farmakope Indonesia Edisi III, hal 37

Pemerian : hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit

Kelarutan : larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dala
13 bagian etanol P, dalam 40 bagian gliserol P, dan dalam 9 bagian
propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida

Berat Molekul : 151,16

Suhu Lebur : Antara 1690 sampai 1720 C

Khasiat : Analgetikum dan Antipiretikum

Stabilitas : Terhidrolisis pada Ph minimal 5-9, hasil pada temperatur 460


C dapat berdegradasi dan terbentuk warna pink dan coklat dan hitam.
Relatif stabil terhadap oksidasi, menyerap uap udara dalam jumlah tidak
signifikan pada suhu 250 C dan kelembapan 90%.

Inkompatibilitas: Inkompatibilitas terhadap permukaan nilon dan rayon

Sifat Alir dan Kompresibilitas : Kurang Baik, sehingga metode


granulasi basah cocok digunakan (Ansel, 1989)

b. Zat Tambahan
 Amprotab (Amylum Manihot, Pati Singkong) Farmakope Indonesia
Edisi III, hal 93
Pemerian : Serbuk halus, kadang-kadang berupa gumpalan kecil, putih,
tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol (95%) P
Stabilitas : Memiliki stabilitas dalam keadaan kering, tahan pemanasan
dan terlindung dari kelembapan yang tinggi
Titik Lebur : 5,5-6,5
Khasiat : Glidan / Penghancur (HOPE ed6 2009, hal 685-690)
Inkompatibilitas : Dengan pengoksida kuat (HOPE ed6 2009)

 PVP K30 (Polivinil Pyrolidone K30) HOPE ed6 2009, hal 581-582
Pemerian : Serbuk halus berwarna putih, tidak berbau atau hampir tidak
berbau, serbuk higroskopis
Kelarutan : Sangat larut dalam asam, kloroform, etanol 95%, keton,
metanol dan air, praktis tidak larut dalam eter hidrokarbon dan
minyak mineral
Khasiat : Pengikat 0,5% - 5%
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah kedap udara, sejuk dan tempat
kering
Stabilitas : Penurunan kelarutan povidon stabil untuk siklus pendek
dari preparasi povidon mulai berwarna gelap sampai batas
tertentu pada pemanasan 1500 C dengan panas sekitar 1100-
1300 C

 Laktosa (Laktosum, Sacharrum Lactis) Farmakope Indonesia Edisi III,


hal 338
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa agak manis
Kelarutan : Larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air
mendidih, sukar larut dalam etanol (95%) P, praktis
tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P
pH : 4,0-6,5
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : sebagai bahan pengisi (HOPE ED6 2009, hal 359)
Stabilitas : Pertumbuhan amur dapat ditemukan pada kondisi yang
lembab (80%). Laktosa dapat menimbulkan warna coklat pada
penyimpanan. Laktosa harus disimpan dalam wadah tertutup dengan baik
ditempat yang sejuk dan kering (HOPE edisi6 2009, hal 359)
Inkompatibilitas : Pengoksida kuat (HOPE edisi6 2009, hal 359)

 Mg Stearat (Magnesium Stearat) Rowe 2006, hal 430


Pemerian : serbuk ringan, berwarna agak putih, bau samar asam, rasa
khas
Bentuk Kristal : Trihidrat, dihidrat, monohidrat
Sifat Alir : Buruk, serbuk kohesif
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol (95%) P, eter P dan air, sedikit
larut dalam benzene panas dan etanol panas 95%
Stabilitas : Magnesium stearat bersifat stabil apabila disimpan ditempat
yang dingin
Inkompatibilita : Dengan senyawa yang bersifat asam kuat, alkali dan
garam ion. Magnesium stearat tidak bisa digunakan dengan produk aspirin
dan beberapa vitamin.

BAB III

METODE

3.1 Alat dan Bahan

A. Alat

1. Neraca analitik

2. Pengayak mesh 12

3. Oven

4. Loyang

5. Beaker glass

6. Batang pengaduk
7. Friabilitator tester

8. Jangka sorong

9. Hardness Tester

10. Disolution Tester

11. Spektrofotometer

B. Bahan

1. Paracetamol

2. Amprotab

3. PVP K 30

4. Etanol 96%

5. Laktosa

6. Mg stearat

7. Talk

3.2 Analisa Formulasi

(Pengikat PVP dengan cara basah)

 Fasa Dalam (92%)


1. Paracetamol 500 mg
2. Amprotab 10%
3. PVP K 30 5%
4. Etanol 96% q.s
5. Laktosa q.s

 Fasa Luar (8%)


1. Mg stearat 1%
2. Talk 2%
3. Amprotab 5%
3.3 Perhitungan
 Rencana bobot tablet : 700 mg
 Tablet dibuat sebanyak : 300 mg
 Bobot seluruh tablet : 700 x 300 = 210000 mg (210 g)

92
Fasa Dalam = x 300
100
= 184 gr

1. Paracetamol = 500 mg x 300 mg

= 150.000 mg

= 150 g

2. Amprotab 10%
10
= x 700 mg
100
= 70 mg x 300 mg
= 21000 mg
= 21 g

3. PVP K 30 5%
5
= x 700 mg
100
= 35 mg x 300 mg
= 10.500 mg
= 10,5 g

4. Etanol 96% = q.s

5. Laktosa = 193,2 – (150 + 21 + 10,5)

= 11,7 g

Fasa Luar
1
Mg Stearat 1% = x 151,23 g
92

= 1,6438 g

2
Talk 2% = x 151,23 g
92

= 3,2876 g

5
Amprotab 5% = x 151,23 g
92

= 8,2190 g

3.4 Penimbangan Bahan


A. Fasa Dalam
1. Paracetamol 150 g
2. Amprotab 21 g
3. PVP K 30 10,5 g
4. Etanol 96% q.s
5. Laktosa 11,7 g
B. Fasa Luar
1. Mg Stearat 1,64 gr
2. Talk 3,28 gr
3. Amprotab 8,21 gr
3.5 Master Formula

3.6 Prosedur
 Menggunakan metode granulasi basah (Ansel, 1989)

Penimbangan

Pencampuran awal

Granulasi

Pengayakan basah
 Prosedur Pembuatan tablet Metode Granulasi Basah (Kemenkes
RI,2018)
1. Membuat cairan pengikat
Timbang PVP yang diperlukan, larutkan dalam sejumlah pelarut,
aduk hingga homogen
2. Mencampur zat Aktif dan dan eksifien (Kompenen dalam)
Paracetamol, amprotab, laktosa dicampur sampai homogen,
tambahkan larutan PVP sedikit – sedikit sambil diaduk sampai
terbentuk masa basah yang sesuai
3. Menggranulasi basah masa granul
Masa basah kemudian diayak dengan mesh 6-12
4. Pengeringan
Granul basah dikeringan pada suhu ±50-60˚C dalam lemari
pengering
5. Penambahan Fase Luar
Granul yang kering kemudian diayak dengan pengayak lalu
tambahkan penghancr luar, glidan, lubrikan (Amprotab, talkum, mg
stearat)
6. Lakukan pengujian granul
7. Masa granul siap di cetak

 Evaluasi Granul (kemenkes RI, 2018)


1. Uji waktu Alir (Metode Corong)
Timbang 100 gram granul, masukkan ke dalam corong yang
bagian bawahnya tertutup, siapkan stopwatch, alat dijalankan
dengan membuka tutup, catat waktu yang diperlukan seluruh
granul untuk melalui corong tersebut.
Syarat ; Tidak lebih dari 10 gram/detik (untuk 100 gram kurang
dari 10 detik)
2. Uji kadar lembab
Me nggunakan alat moisture Analyzer, setting terlebih dahulu
alatnya masukkan sampel ±5gram, ratakan diatas wadah
alumunium, tutup alat, enter, catat kadar lembab.
Syarat ; kurang dari 2-4%
3. Kompresibilitas
Sejumlah berat tertentu ditambakan ke dalam silinder (gelas ukur)
volume awal dicarat (V0), kemudian diketuk sampai tidak terjadi
lagi pengurangan volume (V1)
V 0−V 1
% kompresibilitas = x 100%
V1
Syarat : 5-12 : Baik sekali
12-16 : Baik
18-21 : Cukup
23-35 : Buruk
35-38 : Sangat Buruk
>40 : Buruk Sekali
4. Metode sudut istirahat
Timbang sejumlah granul, masukkan kedalam corong, dibiarkan
mengalir bebas dari lubang corong tampung pada suatu bidang
datar, hingga granul membentuk kerucut, timbunan ini diukur
sudut istirahat
∞ = arc tan H/R
∞ = 25-30˚ : sangat mudah mengalir
∞ = 30-38˚ : mudah mengalir
∞ = > 38˚ : kurang mengalir
 Bobot Jenis / kerapatan
 Bj Nyata
Timbang 100 gram granul masukkan dalam gelas ukur catat
volume
w
ρ=
v
keterangan : w = bobot granul
v = volume granul tanpa pemampatan
 Bj mampat
Timbang 100 gram granul masukkan kedalam gelas ukur, catat
volume (V0), gelas ukur diketuk 10 dan 500 kali. Catat
volumenya (Vo dan V500)
w
ρn=
Vn

 Bj seati
Alat menggunakan : piknometer
a; bobot pikno kosong
b; bobot pikno + 1gram granul
c;bobot pikno+ 1 gram granul +cairan pendisfersi (parafin cair0
d; bobot pikno+ cairan pendisfersi
( b−a ) xBj Cairan pendisfersi
bj sejati =
( b+ d )−¿ ¿

 Kadar pemampatan
Vo−V 500
Kp= x 100 %
Vo
Vo = volume granul sebelum pemampatan
V500 = volume granul pada 500 kali ketukan
Syrat ; Kp< 20%
 Perbandingan Hausner
bj setelah pemampatan
Angka hausner =
Bj sebelum pemampatan
Syarat; ≈1
 Granulometri (Distribusi ukuran Partikel)
Timbang granul 100 gram. Letakkan pada pengayak paling atas
getarkan mesin 1 – 30 menit, timbang granul yang tertahan pada
tiap pengayak, hitung presentase granul pada tiap pengayak.

 Evaluasi Tablet (Kemenkes. 2018)


1. Uji Visual
Ukuran, bentuk, warna, bau, rasa, bentuk permukaan
2. Uji Keseragaman bobot
Timbang 20 tablet, hitung rata – rata tiap tablet, jika ditimbang satu
persatu tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya > dari harga yang ditetapkan
kolom A, dan tidak 1 tabletpun bobotnya menyimpang dari bobot rata-
rata > harga yang ditetapkan kolom B.

Penyimpangan bobot rata-rata

Bobot Rata-rata A B

25 gram/ kurang 15% 30%

26-150 mg 10% 20%

151-300 mg 7,5% 155%

>300 mg 5% 10%

3. Uji keseragaman ukuran


Ambil 20 tablet, ukur diamter dan tebal 1 persatu
1/3
Syarat ; Diameter tidak lebih dari 3x dan tidak kurang dari 1 tebal
tablet
4. Uji kekerasan
Dengan alat hardness
Syarat ; bobot tablet 300 mg (tab kecil) 4-7kg/cm2
Bobot tablet 400 mg – 1000 mg (tablet besar) 7-10kg/m2
5. Uji Kerapuhan ( Alat Friabilitas )
Bersihkan tablet, timbang bobot 20 tablet atau 40 tablet (w 0)
masukkanke dalam alat, dijalankan 4 menit kecepatan 25 rpm
keluarkan bersihkan, timbang bobot tablet (wf). Hitung % kerapuhan
W 0−wf
%= x 100 %
wf
Syarat ; tidak >1%
6. Waktu hancur
Siapkan aquades suhu 37˚C sebanyak ± 650 mL, masukan ke dalam
beaker glass 1 liter, pasang beaker pada alat, pasang keranjang,
masukan 1 tablet pada masing-masing tabung keranjang, masukan 1
cakram pada tiap tabung, alat dijalankan menggunakan air bersuhu
37˚C kurang lebih 2˚C sebagai media. Alat dihentikan apabila semua
tablet sudah hancur, catat waktu.
Syarat : tablet tidak bersalut tidak lebih dari 15 menit, tablet salut gula
atau selaput tidak lebih dari 60 menit
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
A. Evaluasi Granul (sebelum di beri fase luar)
1. Perhitungan
a. Kecepatan Aliran
1) Waktu alir 50 gram sampel = 5 detik
2) Metode istirahat
α = arc tan H/R
= arc tan 3,5/ 6
= arc tan 0,5833
= 30,2550º (mudah mengalir)
Kesimpulan :
 Granul memiliki aliran baik karena dibutuhkan waktu mengalir 5 detik.
 Granul memiliki kecepatan aliran mudah mengalir, karena sudut istirahat
berada pada rentang α = 30 - 38º

b. BJ Nyata
W
P = V
36,04
= 100 = 0,3604 g/mL

c. BJ mampat
W
P = Vn
36,04
P10 = 97 = 0,3715 g/mL
36,04
P50 = 95 = 0,3793 g/mL
36,04
P100 = 94 = 0,3834 g/mL
36,04
P500 = 93 = 0,3875 g/mL

d. Kadar Mampat
Vo−V 200
Kp = Vo
x 100 %
100−93
= 100
x 100 %

=7%
Kesimpulan :
Granul memenuhi syarat karena nilai KP < 20 %

e. Perbandingan Husner
BJ setelah pemampatan
AH (10x) = BJ sebelum pemampatan
0,3715
= 0,3604

= 1,0307
BJ setelah pemampatan
AH (500x) = BJ sebelum pemampatan
0,3875
= 0,3604

= 1,0751
Kesimpulan :
Granul memenuhi syarat angka hausner yaitu ≈ 1

f. Persen Kompresibilitas
BJ mampat −BJ nyata
%K =
BJ mampat
x 100 %
0,3875−0,3604
=
0,3875
x 100 %
0,0271
=
0,3875
x 100 %
= 6,9935 %
Kesimpulan :
Granul memiliki aliran sangat baik, karena berada pada rentang 5-12%

g. Bobot Sejati
( b−a ) x BJ −BJ cairan pendispersi
BJ Sejati =
( b+ a )−(a+c )

( 16,79−15,82 ) x 0,89
=
( 16,79−25,08 ) −(15,82+25,61)

0,97 x 0,89
=
41,87−41,43
0,8633
= 0,44
= 1,9620 g/mL

B. Evaluasi Granul (sesudah di beri fase luar)


1. Perhitungan
a. Kecepatan Aliran
1) Waktu alir 50 gram sampel = 5,80 detik
2) Metode istirahat
α = arc tan H/R
= arc tan 3,5/ 6,25
= arc tan 0,56
= 29,1488º (Sangat mudah mengalir)
Kesimpulan :
 Granul memiliki aliran baik karena dibutuhkan waktu mengalir 5,80
detik.
 Granul memiliki kecepatan aliran mudah mengalir, karena sudut istirahat
berada pada rentang α = 25 - 30º

b. BJ Nyata
W
P = V
43,6
= 100 = 0,436 g/mL

c. BJ mampat
W
P = Vn
43,6
P10 = 94 = 0,4638 g/mL
43,6
P50 = 93 = 0,4688 g/mL
43,6
P100 = 92 = 0,4739 g/mL
43,6
P500 = 91 = 0,4791 g/mL
d. Kadar Mampat
Vo−V 500
Kp = Vo
x 100 %
100−91
= 100
x 100 %

=9%
Kesimpulan :
Granul memenuhi syarat karena nilai KP < 20 %

e. Perbandingan Husner
BJ setelah pemampatan
AH (10x) = BJ sebelum pemampatan
0 , 4638
= 0,436
= 1,0637
BJ setelah pemampatan
AH (500x) = BJ sebelum pemampatan
0,4791
= 0,436

= 1,0988

Kesimpulan :
Granul memenuhi syarat angka hausner yaitu ≈ 1

f. Persen Kompresibilitas
BJ mampat −BJ nyata
%K = x 100 %
BJ mampat
0,4638−0,436
= x 100 %
0,4638
= 5,9939 %
Kesimpulan :
Granul memiliki aliran sangat baik, karena berada pada rentang 5-12

g. Bobot Sejati
( b−a ) x BJ −BJ cairan pendispersi
BJ Sejati =
( b+d )−(a+ c)

( 11,24−10,41 ) x 0,89
=
( 11,24+10,89 )−(10,41+11,32)

0,83 x 0,89
=
22,13−21,73
0,7387
= 0,4
= 1,8467 g/mL

C. Evaluasi Tablet
1. Organoleptik
Bau : Khas obat
Bentuk : Bulat
Warna : Putih
Rasa : Pahit
2. Keseragaman Ukuran
NO Diameter (mm) Ketebalan Perhitungan (mm)
(mm)
1 10,31 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ = 8
2 10,31 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
3 10,31 5 5 x 3 = 15
5 x 1⅓ = 8
4 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
5 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
6 10,31 5 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
7 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
8 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
9 10,31 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
10 10,31 5 5 x 3 = 15
5 x 1⅓ =6,6
11 10,25 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
12 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
13 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
14 10,31 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
15 10,31 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
16 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
17 10,32 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
18 10,36 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
19 10,32 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
20 10,31 6 6 x 3 = 18
6 x 1⅓ =8
Rata-rata = 10,3 Rata-rata =
SD = 5,8
0,030192 SD =
0,366348

3. Uji kekerasan Tablet


Nomo Uji Kekerasan
r (Kg/cm2)
1 8
2 7
3 8
4 7
5 7
6 7
7 8
8 7
9 7
10 7
11 8
12 7
13 7
14 7
15 8
16 7
17 7
18 7
19 7
20 7
Rata 7,25
rata
SD 0,444

Syarat : bobot tablet 400-1000 mg (tablet besar) kekerasannya 7-12 kg/cm2


Keterangan : memenuhi persyartan.

4. Keseragaman bobot
NO Keseragaman Bobot
1 0,75 g
2 0,75 g
3 0,72 g
4 0,73 g
5 0,76 g
6 0,75 g
7 0,75 g
8 0,74 g
9 0,73 g
10 0,73 g
11 0,74 g
12 0,76 g
13 0,76 g
14 0,75 g
15 0,73 g
16 0,76 g
17 0,74 g
18 0,73 g
19 0,75 g
20 0,76 g
14,89/20 = 0,74

Keseragaman Bobot
14,89
Rata rata = =0,74 g / 740 mg
20
A = 5%
5
A = x 740 mg = 37%
100
= 740 – 37 = 703
= 740 + 37 = 777
(range = 703 s/d 777 mg)

B = 10%
10
B = x 740 = 74
100
= 740 – 74 = 666
= 740 + 74 = 814
( range = 666 s/d 814 mg)

5. Friabilitas
a−b
F= x 100 %
a
13,68−12,61
= x 100 %
13,68
= 0,078 %

6. Uji Disolusi

Tablet 1

5 MENIT

Abs = 0,371
FP = 100X
Y = bx + a
0,371 = 0,05 x + 0,034
0,371−0,034
X =
0,05
X = 6,74 ppm X 100
X = 674 ppm
674
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 606,6 mg
606,6
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 68,15 %
10 MENIT
Abs = 0,493
FP = 100 X
Y = bx + a
0,493 = 0,05 x + 0,034
0,493−0,034
X =
0,050
X = 9,18 ppm X 100
X = 918 ppm
918
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 826,2 mg
10 mL
FK = X 826,2mg
900 mL
= 9,18
Setelah FK = 9,18 + 826,2 mg
= 835
835
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 93%
15 MENIT

Abs = 0,456
FP = 5X
Y = bx + a
0,456 = 0,05 x + 0,034
0,456−0,034
X =
0,05
X = 8,44 ppm X 100
= 844 ppm
844
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 759,6 mg
10 mL
FK = X (606,6+826,2)
900 mL
= 0,011 X 1,432
= 15,760

Setelah FK = 15,760 + 759,6


= 775,36 mg
775,36
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 87 %

30 MENIT
Abs = 0,479
FP = 100 X
Y = bx + a
0,479 = 0,05 x + 0,034
0,479−0,034
X =
0,05
X = 8,9 ppm X 100
X = 890 ppm
890
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 801 mg
10
FK = X (606,6+826,2+759,6)
900
= 0,011 X 2,192
= 24,116
Setelah FK = 24,116 + 801
= 825,116
825,116
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 92 %
7. Tablet ke 2
5 MENIT
Abs = 0,299
FP = 100X
Y = bx + a
0,299 = 0,05 x + 0,034
0,299−0,034
X =
0,05
X = 5,3 ppm X 100
X = 530 ppm
530
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 477 mg
477
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 53 %
10 MENIT
Abs = 0,493
FP = 100 X
Y = bx + a
0,492 = 0,05 x + 0,034
0,492−0,034
X =
0,05
X = 9,16 ppm X 100
X = 916 ppm
916
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 824,4 mg
10 mL
FK = X 824,4 mg
900 mL
= 9,16
Setelah FK = 9,16 + 824,4 mg
= 833,56
833,56
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 93%
15 MENIT
Abs = 0,479
FP = 100 X
Y = bx + a
0,479 = 0,05 x + 0,034
0,479−0,034
X =
0,05
X = 8,9 ppm X 100
X = 890 ppm
890
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 801 mg
10 mL
FK = X (475+ 826,2)
900 mL
= 0,011 X 1,301
= 14,313
Setelah FK = 14,313 + 801
= 815,313
815,313
% Terdisolusi = X 100 %
890

= 91 %

30 MENIT
Abs = 0,455
FP = 100X
Y = bx + a
0,455 = 0,05 x + 0,034
0,455−0,034
X =
0,05
X = 8,42 ppm X 100
= 842 ppm
842
Mg Terlarut= X 900 mL
1000
= 757,8 mg
10
FK = X (477+ 824,4+801)
900
= 0,011 X 2,102
= 23,126
Setelah FK= 23,126 + 757,8
= 30,69 mg
30,69
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 87 %

8. Tablet ke 3
5 MENIT
Abs = 0,300
FP = 100X
Y = bx + a
0,300 = 0,05 x + 0,034
0,300−0,034
X =
0,05
X = 5,32 ppm X 100
X = 532 ppm
532
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 478,8 mg
478,8
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 53,79 %
10 MENIT
Abs = 0,492
FP = 100 X
Y = bx + a
0,492 = 0,05 x + 0,034
0,492−0,034
X =
0,05
X = 9,16 ppm X 100
X = 916 ppm
916
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 824,4 mg
10 mL
FK = X 824,4 mg
900 mL
= 9,16
Setelah FK = 9,16 + 824,4 mg
= 833,56
833,56
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 93%
15 MENIT
Abs = 0,479
FP = 100 X
Y = bx + a
0,479 = 0,05 x + 0,034
0,479−0,034
X =
0,05
X = 8,9 ppm X 100
X = 890 ppm
890
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 801 mg
10 mL
FK = X (475+ 826,2)
900 mL
= 0,011 X 1,301
= 14,313
Setelah FK = 14,313 + 801
= 815,313
815,313
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 91 %

30 MENIT
Abs = 0,456
FP = 5X
Y = bx + a
0,456 = 0,05 x + 0,034
0,456−0,034
X =
0,05
X = 8,44 ppm X 100
= 844 ppm
844
Mg Terlarut = X 900 mL
1000
= 759,6 mg
10
FK = X (475+ 826,2+ 801)
900
= 0,011 X 2,102
= 23,124
Setelah FK = 23,124 + 759,6
= 782,6 mg
782,6
% Terdisolusi = X 100 %
890
= 87 %
4.2 Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilakukan yaitu pembuatan sediaan tablet
paracetamol 700 mg menggunakan metode granulasi basah. Tablet sendiri
merupakan sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi, berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak
dan tablet kempa ( FI IV) Tablet paracetamol utamanya digunakan sebagai obat
antipiretik dan analgetik yang dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai
sedang, sedangkan efek antiinflamasinya sangat lemah sehingga tidak digunakan
sebagai antiinflamasi.
Metode yang digunakan dalam pembuatan tablet paracetamol yaitu granulasi
basah, hal ini dikarenakan dosis bahan obat yang besar, sifat alir dan
kompresibilitas yang kurang baik. Metode granulasi basah adalah metode yang
dilakukan dengan cara membasahi massa tablet menggunakan larutan pengikat
sampai terdapat tingkat kebasahan tertentu lalu digranulasi. Pada praktikum yang
digunakan zat pengikat yang digunakan yaitu PVP K30. Dengan adanya zat
pengikat tersebut dapat meningkatkan kompresibilitas serbuk.
Massa tablet paracetamol terdiri dari campuran fase dalam dan fase luar yang
telah diproses untuk siap dikempa menjadi tablet. Fase dalam adalah massa utama
tablet yang terdiri dari campuran zat aktif dan eksipien yang diproses menjadi
granul secara basah. Fase luar adalah campuran beberapa eksipien seperti
penghancur, glidan, dan lubrikan yang ditambahkan ke fase dalam, hal ini
dilakukan untuk memudahkan pengempaan tablet dan untuk menunjang tablet
yang dapat memenuhi syarat.
Dalam pembuatan sediaan tablet, diperlukan zat tambahan seperti amprotab
sebagai zat penghancur yang membantu hancurnya tablet didalam tubuh, Mg
stearat digunakan sebagai lubrikan atau pelicin sedangkan talkum digunakan
sebagai glidan atau pelincir, hal ini berguna untuk meningkatkan sifat alir granul
sehingga akan dihasilkan tablet dengan bobot yang seragam, selain itu untuk
membantu keluarnya tablet dari mesin cetak tablet setelah dicetak. Selanjutnya
penambahan laktosa digunakan sebagai zat pengisi untuk memperbesar volume
serta untuk memudahkan tablet pada saat proses pencetakan.
Sebelum granul dikempa, terlebih dahulu dilakukan evaluasi granul untuk
memastikan granul yang dihasilkan memenuhi syarat. Evaluasi granul yang
pertama dilakukan diantaranya BJ nyata, BJ mampat, dan bobot sejati. BJ nyata
digunakan untuk mengetahui porositas dari granul yang terbentuk. Porositas
merupakan ruang kosong antara partikel dan granul. Selanjutnya menghitung laju
alir dan sudut istirahat. Untuk menentukan sifata aliran baik atau tidak digunakan
kemiringan aliran yang dihasilkan jika suatu zat berupa serbuk dibiarkan mengalir
bebas dari corong ke atas dasar. Serbuk tersebut akan membentuk suatu kerucut,
yang kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang
dihasilkan, artinya sudut kemiringannya semakin kecil dan semakin baik sifat
aliran serbuk tersebut. Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, granul memiliki
kecepatan aliran mudah mengalir karena memiliki nilai sudut istirahat pada
rentang α = 25-30o dan waktu yang diperlukan granul sebanyak 50 gram untuk
mengalir yaitu 5 detik. Untuk nilai kadar pemampatan diperoleh nilai KP < 20%
dan persen kompresibilitas berada pada rentang 5 – 12 % nilai tersebut
menunjukan granul memiliki aliran yang baik.
Setelah granul memenuhi persyaratan yang ditentukan, selanjutnya granul
dikempa sehingga menghasilkan sediaan tablet paracetamol. Sama halnya dengan
granul, tablet yang dihasilkan juga dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah
tablet memenuhi syarat atau tidak. Adapun evaluasi tablet yang dilakukan
diantaranya uji keseragaman bobot, keseragaman ukuran, uji kekerasan, uji
kerapuhan (friabilitas), uji disolusi, dan uji waktu hancur.
Untuk penetapan keseragaman sediaan dengan cara keseragaman bobot, tablet
ditimbang satu persatu untuk mengetahui bobot dari masing masing tablet
kemudian hitung bobot rata-rata tablet. Dari hasil penimbangan diperoleh bobot
tablet yang bervariasi, adapun faktor –faktor yang menyebabkan terjadinya variasi
dalam penimbangan bobot antara lain : volume dan berat bahan yang diisikan ke
dalam cetakan serta garis tengah cetakan dan tekanan yang diberikan pada bahan
saat dilakukan kompresi, selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi
keseragaman bobot yaitu kondisi peralatan yang digunakan selama proses
penabletan seperti berubahnya pengaruh tekana.
Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang
ditetapkan sebagai berikut : Timbang 20 tablet, hitung bobot rata – rata tiap tablet.
Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing – masing
bobotnya menyimpang dari bobot rata – ratanya lebih besar dari harga yang
ditetapkan kolom A, dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari
bobot rata – ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B. Jika tidak
mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet; tidak satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata – rata yang ditetapkan kolom A
dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata –
rata yang ditetapkan kolom B.
Berdasarkan hasil praktikum bobot rata – rata tablet diperoleh 740 mg,
sehingga bobot tablet harus berada dalam rentang 703 mg s/d 777 mg. Hasil
praktikum menunjukan hasil tablet dalam rentang 5% dari rata-rata dan tidak
melebihi 10%nya. Persentase penyimpangan bobot tablet terhadap bobot rata-rata
tablet memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Depkes RI (1979) yaitu tidak
boleh lebih dari dua tablet yang menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar
dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak boleh satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga dalam kolom B.

Penyimpanan bobot rata – rata dalam %


Bobot rata – rata
A B
25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg sampai dengan 150 mg 10% 20%

151 mg sampai dengan 300 mg 75% 15%

Lebih dari 300 mg 5% 10%

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keseragaman bobot tablet pada


percobaan memenuhi persyaratan. Keseragaman bobot dipengaruhi oleh laju
alir. Apabila laju alir bagus, maka keseragaman bobot juga bagus. Hal ini
sesuai, karena pada hasil evaluasi laju alir pun menunjukan laju alir yang
baik.
Kemudian dilakukan evaluasi keseragaman ukuran yang merupakan
perbandingan diameter dan tebal. Hasil yang diperoleh ???
Tahap evaluasi selanjutnya adalah uji kekerasan tablet. Kekerasan
tablet yang cukup serta tahan penyerbukan dan kerenyahan merupakan
persyaratan penting bagi penerimaan konsumen. Tujuan dilakukannnya uji
kekerasan yaitu untuk mengetahui kekuatan tablet  agar dapat bertahan
terhadap guncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan, dan
pengepalan. Selain itu tablet juga harus dapat bertahan terhadap perlakuan
berlebihan oleh konsumen. Kekerasan tablet sangat penting diperhatikan
terutama untuk produk yang mempunyai masalah bioavailabilitas nyata atau
potensial serta pada produk yang sensitif atas gangguan pada profil
penglepasan pelarutan sebagai fungsi dari tenaga kerja yang digunakan.
 Pada praktikum ini diambil 20 tablet kemudian diukur kekerasannya
dengan alat pengukur kekerasan tablet dan diperoleh nilai kekerasan tablet
bervariasi dan di dapat rata-rata uji kekerasan tablet yang diperoleh yaitu 7
kg/cm2. Adapun faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah
kompresibilitas alat cetak dan sifat fisiko kimia bahan yang dikempa, jika
gaya pengepresan yang digunakan saat mencetak tablet kecil maka tekanan
yang diterima oleh bahan juga akan rendah sehingga kekerasan tablet juga
akan menjadi rendah atau tablet bersifat rapuh. Pada umumnya tablet harus
cukup keras agar tahan pecah waktu dikemas tetapi juga cukup lunak untuk
melarut dan hancur dengan sempurna begitu digunakan dan dapat dipatahkan
diantara jari-jari bila tabletnya perlu dibagi.
Uji kerapuhan bertujuan untuk mengukur ketahanan permukaan tablet
terhadap gesekan sewaktu pengemasan dan pengiriman. Selain itu kerapuhan
yang tinggi akan mempengaruhi konsentrasi atau kadar zat aktif yang masih
terdapat pada tablet. Tablet dengan konsentrasi zat aktif yang kecil (tablet
dengan bobot kecil) menyebabkan adanya kehilangan massa akibat rapuh dan
akan mempengaruhi kadar zat aktif yang masih terdapat dalam tablet. Dari
hasil perhitungan diperoleh angka kerapuhan tablet sebesar 0,078 % Hasil ini
memenuhi standar yaitu untuk nilai friabilitas kurang dari 1%. Hal ini
disebabkan pengikat yang digunakan terdistrubusi dengan homogen di dalam
tablet atau tablet yang terbentuk kompak sehingga tablet menjadi tidak
mudah rapuh.
Kemudian uji waktu hancur dilakukan untuk melihat seberapa lama
obat bisa hancur di dalam tubuh / saluran cerna yang ditandai dengan sediaan
menjadi larut atau terdispersi. Waktu hancur berkaitan dengan penggunaan
disintegran dan daya ikat dalam formulasi tablet. Berdasarkan hasil evaluasi,
waktu hancur tablet yaitu 3,36 menit/detik. Berdasarkan farmakope indonesia
tablet tanpa salut harus hancur < 15 menit. Dengan demikian dapat diketahui
bahwa tablet memiliki waktu hancur yang cepat dan memenuhi
persyaratan.waktu hancur yang baik menggambarkan tablet yang baik pula
karena jika dikonsumsi tablet tersebut akan mudah larut menjadi molekul
obat dalam tubuh.
Selanjutnya yaitu uji disolusi, Disolusi merupakan salah satu metode
kontrol kualitas yang digunakan untuk memprediksi bioavailabilitas suatu
obat dan sebagai penilaian uji bioekivalen. Disolusi sendiri adalah proses
pelepasan zat aktif obat dari sediaan dan masuk dalam media pelarut uji. Uji
disolusi dilakukan untuk menjamin tablet seragam dengan batch, menjamin
obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, uji disolusi dibutuhkan
dalam merancang atau mengembangkan formulasi obat baru. Obat yang telah
memenuhi persyaratan sediaan padat belum tentu dapat menjamin obat
tersebut dapat memenuhi syarat efek terapi obat, karena itu perlu dilakukan
uji disolusi pada setiap produk tablet. Sediaan tablet dalam monografi
Farmakope Indonesia, disebut bahwa persyaratan uji disolusi dengan
persentase tertentu pada suatu zat aktif yang terkandung dalam sediaan padat
harus larut dalam waktu tertentu untuk dapat memberikan efek terapi
(DepKes RI 1979).

Pada praktikum yang dilakukan media yang digunakan pada uji


disolusi yaitu 900 mL larutan dapar fosfat pH 5,8. Kemudian dilakukan
penetapan jumlah parasetamol yang terlarut dengan mengukur serapan filtrat
larutan uji dan larutan baku pembanding parasetamol dalam media yang
sama pada panjang gelombang maksimum. Sampel diambil pada menit ke 5,
10,15, 30 menit. Hasil perhitungan persen terdisolusi pada menit ke 30
diperoleh sebesar 87%, hasil tersebut memenuhi syarat, dimana dalam waktu
30 menit harus larut tidak kurang dari 80 % parasetamol dari jumlah yang
tertera pada etiket.
Daftar Pustaka

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta. Hal: 37, 93, 338.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Ansel, H.C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi IV, UI Press, Jakarta.
Banker, G.S., & Anderson, N.R., 1986. Tablet, Teori dan Praktek Farmasi Industri II,
diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Edisi Ketiga. UI Press, Jakarta, pp. 643-645, 648,
658-659, 682, 684-691.
Diposkan oleh Endra Sendana di 1/28/2014 06:26:00 AM
Lachman L, Herbert A.L. And Joseph I.K. (1994).Teori dan Praktek FarmasiIndustri II.
Jakarta : Universitas Indonesia.
Rowe, R.C. et Al. (2006). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 5th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Sheth, B.B., Bandelin F.J., Shangraw R.F., 1980, Compressed Tablet, In Lachman L.,
Lieberman H.A., Kanig J.L., (editor), Pharmaceutical Dosage Forms, Tablets, Vol. I,
Marcel Dekker Inc, New York.
Siregar, CJP. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis. ECG.
Jakarta.163.
Syamsuni, H.A. (2007).Ilmu Resep, Kedokteran EGC, Jakarta.
Voigt, R., 1994, Buku Ajar Teknologi Farmasi, Ed V, diterjemahkan oleh Soendani Noerno
Soewandi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wade, A., Weller, Paul, J. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipient 3th. The
Pharmaceutical Press: London.

Anda mungkin juga menyukai