Anda di halaman 1dari 16

Lembar Kerja Siswa

Pertemuan ke-2

NAMA : Megan Prasetyo Aji (18)

KELAS : VII H

1. Sejarah agama Buddha di Indonesia


Mengetahui sejarah agama Buddha mengakar di Indonesia. Buddha di Indonesia dianut
tak sampai 1% dari total penduduk atau hanya sekitar 1,8 juta orang.

Merangkum beberapa sumber religi, pada Kamis (14/9/2017), meskipun jumlah penganut
Buddha terbilang kecil, agama Buddha pernah menoreh catatan sejarah penting yang
membawa nusantara ke kancah dunia. Ketahui  berikut-berikut faktanya;
Agama Buddha adalah agama klasik Indonesia, agama tertua kedua di Indonesia setelah
Hindu. Ajaran Buddha memasuki nusantara lewat perdagangan di Jalur Sutra yang
menghubungan Indonesia dan India. Bukti peninggalan Buddha kuno dari abad kedua
dapat ditemukan di kompleks Stupa Batujaya di Karawang, Jawa Barat.
Kerajaan Sriwijaya, kerajaan maritim terkuat beraliran Buddha dari abad ke-7 yang
kekuasaannya membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya,
Kamboja, Vietnam dan Filipina. Pangeran Sriwijaya bernama Dharmakīrti dikenal
sebagai penyair dan menjadi filsuf di Universitas Nalada, India. Ia mengajarkan teori
yang terangkum dalam “pramana“, dasar kurikulum pengajaran biksu di Tibet hingga
kini.
Buddha Indonesia pernah membawa Nusantara ke kancah Internasional karena menjadi
pusat pengajaran Buddha yang mendatangkan peziarah dan sarjana dari negara-negara di
Asia. Biksu Tiongkok bernama I-tsing pada tahun 682 menulis bahwa terdapat 1000
orang pendeta yang belajar kepada seorang mahaguru Buddha terkenal di masa itu
bernama Sakyakirti.
Pengaruh ajaran Buddha mulai meredup sejak Islam memasuki nusantara pada abad ke-
13. Setelah itu, hampir 450 tahun jejak keberadaan Buddha tidak terlihat lagi di Indonesia
hingga akhirnya abad ke-17, para pendatang dari Tiongkok mulai menetap di nusantara
dan kembali memperkaya keberagaman di Indonesia.
Pengikut ajaran Buddha di Indonesia umumnya adalah etnis Tionghoa yang berada di
Jakarta, Riau, Bangka Belitung, Sumatera Utara dan Kalimantan Timur. Namun, ada juga
sebagian kecil penduduk asli Sasak yang dikenal sebagai penganut sasak Bodha, sebutan
untuk warga Sasak yang menganut ajaran Buddha sejak pra-Islam.
Salah satu pahlawan nasional yang dikenal sebagai pengagum Buddha adalah Jenderal
Gatot Subroto. Ia dikenal sebagai pelindung agama Buddha dan sering hadir dalam
upacara Waisak di Borobudur. Selain Gatot Subroto, R.A.Kartini dalam suratnya kepada
Abendanon-Mandri juga menuliskan bahwa ia adalah anak Buddha, ketika menjelaskan
alasan mengapa ia menjadi vegetarian.
Agama yang diperkenalkan Sidharta Gautama ini dalam praktiknya bertujuan
meminimalkan perbuatan menyakiti segala kehidupan. Itulah sebabnya praktik vegetarian
sangat memainkan peranan mendasar dalam ajaran Buddha: Mahaparinirvana Sutra,
memakan daging akan membunuh cinta kasih.
Candi Borobudur adalah warisan Buddha nusantara yang masuk daftar situs warisan
dunia dan menjadi objek wisata yang paling banyak dikunjungi. Candi ini paling ramai
pada bulan Mei ketika perayaan Tri Suci Waisak. Pelepasan lampion jadi atraksi yang
menarik perhatian turis lokal. Candi ini pernah dibom seorang penceramah beraliran
ekstrem, Husein Ali Al Habsyie pada pertengahn dekade 1980-an.

2. Sejarah agama Hindu di Indonesia

Sejarah Agama Hindu masuk ke Indonesia menurut para ahli dan sarjana melalui
berbagai cara dan disebarkan lebih dari satu golongan, namun secara umum masuknya Hindu ke
Indonesia oleh kaum Brahmana dan Waisya dengan cara berdagang, pertukaran barang dan
kontak kebudayaan. Perkembangan Hindu di Indonesia sangat cepat dan menyebar di berbagai
daerah, terbukti banyak peninggalan-peninggalan jaman kerajaan Hindu yang ada di banyak
daerah.

Mulai dari Kerajaan Kutai Kalimantan Timur, pada tahun 400 masehi, telah didapatkan
sebuah Yupa di tepi Sungai Mahakam Kalimantan Timur. Isi Yupa tersebut memberi bukti-bukti
keHinduan yang tertua di Indonesia. Yupa tersebut menggunakan Huruf Pallawa dengan bahasa
Sansekerta. Dari 7 buah Yupa yang ditemukan, bisa dikatakan bahwa pada jaman kerajaan ini
adalah merupakan penganut Siwaitis atau Waprakeswara yang merupakan suatu tempat suci
yang berhubungan dengan dewa Iswara (nama lain dari Dewa Siwa). Kerajaan Kutai ini
dipimpin oleh raja Mulawarman.

Pada Abab ke 5 Hindu berkembang di daerah Jawa Barat ditandai dengan kerajaan
Taruma Negara dengan rajanya yang bernama Purnawarman. 7 buah Prasasti dan batu-batu yang
bertuliskan Huruf Pallawa memakai bahasa Sansekerta. Ketujuh prasasti tersebut dijumpai di
Ciaretium, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Dari Prasasti yang
ditemukan itu menerangkan bahwa raja Purnawarma menganut agama Hindu dengan
menokohkan Dewa Wisnu sebagai pemberi sumber Kemakmuran. Hal itu jelas tertulis pada
prasasti Tugu, dalam pemerintahan raja

Purnawarman menggali sungai Gomati dan pemberian hadiah 1000 ekor lembu kepada
para Brahmana. Selain prasasti juga ditemukan Arca Perunggu menggambarkan Dewa Wisnu di
Cibuaya.

Setelah Jawa Barat, pengaruh Hindu masuk ke Jawa Tengah sekitar abab ke 6 yang
ditandai dengan ditemukannya Prasasti Tuk Mas dan Prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh raja
Sanjaya sekitar tahun 654 dengan Candra Sengkala “Sruti Indria Rasa” keseluruhan prasasti itu
terdiri dari 12 bait yang memuat tentang pemujaan Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma.

Di Zaman berikutnya Agama Hindu berkembang di daerah Jawa Timur, dibukutikan


dengan ditemukannya prasasti Dinoyo pada tahun 682 saka memakai huruf Jawa Kuno dan
bahasa Sansekerta. Isi prasasti tersebut menerangkan bahwa raja Simha dari kerajaan
Kanyuruhan mengadakan upacara besar berserta para pendeta dan penduduk negeri. Candi Badut
di Malang merupakan salah satu bukti jejak Hindu di Jawa Timur. Dengan berakhirnya kerajaan
Kanyuruhan maka muncullah dinasti Isana Wamsa dengan rajanya Empu Sendok. Pada zaman
ini buku-buku keagamaan disusun. Pada tahun 991-1016 dalam pemerintahan Dharmawangsa
disusun kitab hukum bernama Purwadigama yang mengambil dari sumber kitab Weda Smerti.
Selain itu kitab Mahabarata disalin dari india ke bahasa Jawa Kuno sebanyak 9 Parwa.
Selanjutnya pada pemerintahan Airlangga di Pasuruan jawa Timur tahun 1019-1042, disusun
kitab Arjuna Wiwaha oleh Mpu Kanwa. Airlangga mempunyai 2 putra, supaya tidak terjadi
perebutan tahta melalui pertolongan Mpu Bharadah pada tahun 1041 kerajaan dibagi menjadi 2.
Kerajaan Jenggala Singasari dan kerajaan Panjalu kediri.

Selanjutnya pada Zaman kerajaan Singosari pada tahun 1042-1222 masehi, Ken Arok
sebagai raja pertama digelari Bhatara Guru. Peninggalan yang membuktikan Ken Arok penganut
Hindu adalah berdirinya candi Kidal, Candi Jago dan Candi Singosari. Pada abab 13 berakhirlah
masa Singosari sehingga muncul kerajaan Majapahit. Puncak kejayaan kerajaan Majapahit pada
tanggal 1293-1528 kehidupan beragama hidup secara berdampingan secara rukun antara Siwa,
Wisnu dan Budha Mahayana. Berdirinya candi Penataran dan candi Simping di Blitar terdapat
arca yang merupakan perwujudan Raden Wijaya pendiri kerajaan Majapahit. Dengan Rajanya
Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada kerajaan Maja Pahit dikenal sebagai kerajaan yang kuat
dan mampu menguasai wilayah di luar Indonesia. Di zaman pemerintahan ini pula kerajaan surut
seiring dengan itu perkembangan Agama Hindu mulai mengalami kemunduran.

3. Kerajaan Hindu Buddha di Indonesia

Sejak abad ke 1 Masehi, wilayah perairan Nusantara telah menjadi jalur lalu lintas pelayaran dan
perdagangan antar bangsa. Terlibatnya Bangsa Nusantara dalam perdagangan internasional
mengakibatkan terjadinya hubungan dengan pedagang-pedagang dari luar. Hubungan tersebut
akhirnya meningkat juga di bidang kebudayaan. Dengan demikian, terjadilah pertukaran dan
percampuran kebudayaan Cina, India, Arab dan Nusantara. Namun tampaknya, kebudayaan
Hindu Budha dari India lebih berpengaruh dibandingkan kebudayaan yang lain.

Ada beberapa pendapat tentang proses masuknya budaya Hindu dan Budha di Nusantara, antara
lain yaitu:
1. Para pendeta Hindu dan Budha menyebarkan agama Hindu dan Budha ke Nusantara.

2. Budaya India dibawa oleh para bangsawan India yang datang ke Nusantara.

3. Budaya India dibawa oleh para pedagang India.

4. Orang Nusantara belajar agama Hindu dan Budha dan berziarah ke India, kemudian
menyebarkannya setelah kembali ke Nusantara.

Candi candi kerajaan Hindu Budha Indonesia

1. Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia. Bukti keberadaannya dapat dilihat dari
prasasti-prasasti yang ditemukan di Muarakaman. Prasasti-prasasti tersebut bernama yupa, yang
ditulis menggunakan tulisan Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Dari bahasa dan bentuk yang
dipergunakan dapat disimpulkan bahwa prasasti itu berasal dari zaman sekitar tahun 400 Masehi.
Prasasti Kutai ini menyebutkan bahwa raja pertama yang memerintah di Kutai adalah Raja
Kudungga. Raja Kudungga mempunyai putra bernama Aswawarman yang disebut sebagai
Wangsakarta (pembentuk keluarga). Dari keterangan itu juga dapat disimpulkan bahwa sejak
Raja Aswawarman berkuasa pengaruh budaya Hindu telah masuk ke Kerajaan Kutai. Raja
Aswawarman mempunyai tiga orang putra, yang terkenal yaitu Sang Mulawarman.

Mulawarman adalah seorang raja yang murah hati dan baik budinya. Baginda mengorbankan
20.000 ekor lembu untuk disedekahkan kepada para brahmana. Letak Kutai di tepi Selat
Makassar, yang merupakan jalur perdagangan internasional dari India sampai terus ke Filiphina
hingga Cina. Biasanya para pedagang singgah di kerajaan Kutai untuk melakukan jual beli
barang dagangan. Dengan adanya prasasti Muarakaman, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
a. Pada awal abad ke 5 M, agama dan budaya Hindu telah masuk ke Indonesia.

b. Raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli. Sejak zaman raja Aswawarman, raja Kutai telah
beragama Hindu dan memakai nama-nama dari bahasa Sansekerta.

c. Kebiasaan membangun tugu merupakan kebiasaan Indonesia sejak zaman nenek moyang tetap
dilanjutkan yaitu berupa yupa.

2. Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan tertua di Jawa Barat yang berdiri pada abad ke 5
Masehi (400-500 M) dan terletak di lembah Sungai Citarum, Bogor. Bukti keberadaan Kerajaan
ini dapat dilihat dari sumber sejarah yang berupa:

1. Sumber yang berupa prasasti sebanyak tujuh buah. Lima buah ditemukan di Bogor, yaitu di
Ciaruteun, Kebun Kopi, Jambu, Pasir Awi, dan Muara Cianteun. Sebuah prasasti ditemukan di
desa Tugu, daerah Cilincing (Jakarta), sedangkan yang sebuah lagi terdapat di Lebak, Munjul
(Banten). Prasasti-prasasti tersebut berhuruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta serta disusun
dalam bentuk syair. Dalam prasasti Jambu dikatakan bahwa Raja Tarumanegara bernama
Purnawarman. Pada prasasti Ciaruteun terdapat bekas telapak kaki Raja Purnawarman yang
memeluk agama Hindu.

2. Sumber yang berupa berita Cina yang ditulis oleh Fa-Hien. Fa Hien merupakan seorang
pendeta Budha musafir Cina. Ia mengatakan bahwa di Tolomo (Tarumanegara) belum banyak
yang beragama Budha.

Pemerintahan kerajaan Tarumanegara diperintah oleh Raja Purnawarman. Beliau adalah orang
Indonesia asli yang memakai nama Sansekerta. Keadaan masyarakat Tarumanegara hidup
dengan teratur. Mereka hidup dari pertanian. Untuk kepentingan itu, Raja Purnawarman
memerintahkan penggalian saluran-saluran atau sungai-sungai, yaitu sungai Gomati yang
berfungsi untuk mengairi sawah dan mencegah bahaya banjir. Raja dan rakyat Tarumanegara
beragama Hindu. Adanya pengaruh agama Hindu dan berita Cina merupakan bukti bahwa
Kerajaan Tarumanegara telah mempunyai hubungan dengan luar negeri.

3. Kerajaan Mataram Lama

Pada abad ke 8 M, di Jawa Tengah berdiri kerajaan yang bercorak Hindu, yaitu kerajaan
Mataram yang berpusat di Medang Kamulan. Hal ini diketahui dari prasasti Canggal yang
ditemukan di desa Canggal, lereng Gunung Wukir. Sumber utama sejarah Kerajaan Mataram
lama adalah sebagai berikut:

a. Prasasti Canggal

Prasasti Canggal terdapat di Gunung Wukir, berangka tahun 732, ditulis dengan huruf Pallawa
dan Bahasa Sansekerta. Prasasti ini menceritakan tentang pembangunan sebuah Lingga oleh Raja
Sanjaya dengan tujuan untuk memuja Dewa Syiwa. Dalam prasasti ini juga dijelaskan bahwa
sebelum Raja Sanjaya naik tahta, Pulau Jawa diperintah oleh Raja Sanna.

b. Prasasti Kedu

Prasasti Kedu disebut juga prasasti Balitung atau prasasti Mantyasih. Prasasti ini terbuat dari
perunggu, berangka tahun 907. Dalam prasasti ini disebutkan mengenai pengganti Sanjaya, yaitu
Rakai Panangkaran. Menurut prasasti ini Raja Sanjaya bergelar Rakai Mataram Sang Ratu
Sanjaya. Nama-nama Raja Mataram disebut dalam prasasti ini.

Setelah kekuasaan Panangkaran berakhir, kerajaan Mataram terpecah menjadi dua yang
mengakibatkan:

1. Kerajaan Mataram yang bercorak Hindu. Daerah kekuasaannya berada di Jawa Tengah bagian
utara. Raja-rajanya yaitu Panunggalan, Warak Garung, Pikatan. Sisa peninggalan berupa candi,
yaitu komplek Pegunungan Dieng (Candi Bima, Arjuna, Puntadewa) dan Gedong Songo. Raja-
rajanya termasuk Dinasti Sanjaya.
2. Kerajaan Mataram yang bercorak Budha. Daerah kekuasaannya di daerah Jawa Tengah bagian
selatan. Raja-rajanya yaitu Dharanendra, Samaratungga, Pramodhawardani, dan Balaputradewa.
Peninggalan berupa Candi Sewu, Candi Sari, Candi Pawon, Candi Mendhut dan Candi
Borobudur.

Meski sempat terpecah, Mataram dipersatukan kembali pada masa Rakai Pikatan yang menikah
dengan Pramodhawardani putri dari Wangsa Syailendra. Saat itu Wangsa Syailendra dipimpin
oleh Balaputradewa. Terjadi pertempuran saudara antara Rakai Pikatan yang menginginkan
tampuk kepemimpinan dengan Balaputradewa. Balaputradewa kalah dan lari ke Sumatra
menjadi Raja Sriwijaya. Pengganti Rakai Pikatan yang terkenal adalah Balitung (Rakai Watukara
Dyah Balitung) 898-910. Raja Balitung diganti berturut-turut oleh Raja Daksa, Tulodong, dan
Wawa. Setelahnya Kerajaan Mataram dipindah ke daerah Jawa Timur saat diperintah oleh Mpu
Sindok akibat meletusnya gunung Merapi.

4. Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang berdiri pada abad ke 7. Berita mengenai
Kerajaan Sriwijaya didapat dari beberapa sumber, baik yang berasal dari dalam negeri maupun
yang berasal dari luar negeri.

a. Sumber dari dalam negeri

1. Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Prasasti ini ditemukan di dekat Palembang, menceritakan
tentang Dapunta Hyang Sri Jayanaga yang melakukan perjalanan suci dengan perahu dari
Minanga Tamwan, diiringi oleh dua laksa (20.000) tentara. Ia kemudian membangun kota yang
diberi nama Sriwijaya.

2. Prasasti Talang Tuo (684 M). Prasasti ini ditemukan di barat Palembang, menceritakan tentang
pembuatan Taman Srikseta oleh Dapunta Hyang Sri Jayanagara untuk kemakmuran rakyat.
3. Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun). Prasasti ini ditemukan dekat Palembang,
menceritakan tentang kutukan-kutukan yang sangat menyeramkan terhadap siapa saja yang
melakukan kejahatan dan tidak taat terhadap perintah raja.

4. Prasasti Karang Berahi (686 M). Prasasti ini ditemukan di Karang Berahi di Jambi Hulu.
Berisi tentang permintaan kepada Dewa untuk menghukum setiap orang yang bermaksud jahat
terhadap Sriwijaya.

5. Prasasti Kota Kapur (686 M). Prasasti ini ditemukan di kota Kapur, Bangka, menceritakan
tentang usaha Sriwijaya menundukkan Pulau Jawa yaitu Tarumanegara.

6. Prasasti Palas Pasemah. Prasasti ini ditemukan di Palas Pasemah (Lampung Selatan),
menceritakan tentang didudukinya daerah Lampung Selatan oleh Sriwijaya pada akhir abad ke 7.

b. Sumber dari luar negeri

1. Prasasti Ligor (Malaysia/ 775 M). Prasasti ini terdiri atas dua bagian. Bagian depan berisi
tentang pembangunan Trisamaya Catya, sedang di bagian belakang disebutkan tentang Raja yang
bernama Wisnu dari keluarga Syailendra.

2. Prasasti Kanton (Cina). Prasasti ini menceritakan tentang bantuan raja Sriwijaya dalam
memperbaiki sebuah kuil agama Thoo di Kanton.

3. Berita Cina. Berita Cina ditulis oleh I Tsing (pendeta Budha), menceritakan bahwa dalam
perjalanannya dari Kanton ke India, ia singgah di Sriwijaya (671 M). Pada tahun tersebut I Tsing
kembali ke Kanton dan singgah lagi di Sriwijaya serta menjelaskan bahwa Melayu sudah berada
di bawah kekuasaan Sriwijaya.
Peranan Sriwijaya

1. Sebagai Negara Maritim

Sriwijaya sebagai negara perdagangan memiliki armada laut yang kuat untuk mengamankan
lautan, bahkan Sriwijaya berhasil membangun pangkalan armada di Ligor, Semenanjung
Malaka. Usaha-usaha yang dijalankan oleh armada Sriwijaya adalah sebagai berikut:

a. Menguasai jalur-jalur pelayaran dan pelabuhan-pelabuhan.

b. Merebut daerah-daerah yang dapat menjadi saingan dalam perdagangan.

c. Membasmi bajak laut untuk menjamin keamanan kapal-kapal dagang.

2. Sebagai Pusat Agama Budha

Bukti-buktinya adalah sebagai berikut:

a. Adanya prasasti Telaga Batu yang bertuliskan Siddaryata yang berarti perjalanan suci.

b. Adanya Candi Budha di Muara Takus, Riau, dan Patung Budha di Gunung Siguntang.

c. Banyak pemuda yang dikirim untuk belajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda,
Benggala (India). Banyak penganut agama Budha dari Cina yang akan belajar agama ke India,
terlebih dahulu harus belajar di Sriwijaya selama dua atau tiga tahun.

Beberapa Faktor Yang Menyebabkan Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya adalah Sebagai Berikut:
1. Pada tahun 990 M, Kerajaan Sriwijaya diserang oleh Dharmawangsa dari Jawa Timur.

2. Banyak daerah kekuasaan Sriwijaya yang melepasakan diri, antara lain Jawa Tengah, Melayu,
dan pesisir Selat Malaka.

3. Pada tahun 1025 dan 1030, kerajaan Sriwijaya diserbu oleh Raja Rajendra Coladewa dari
Colamandala.

4. Adanya ekspedisi Pamalayu dari Singasari (1275).

5. Adanya serangan dari Majapahit (1337).

Sriwijaya sebagai kerajaan terbesar di Asia Tenggara tidak ada beritanya lagi sejak 1477.

5. Kerajaan Kediri

Berdirinya kerajaan Kediri berasal dari pembagian Kerajaan Medang Kamulan (Mataram
Lama/Jawa Timur) oleh Raja Airlangga atas bantuan Empu Barada yang menjadi dua, yaitu
Kerajaan Kediri yang beribukota di Daha dan Kerajaan Jenggala yang beribukota di Kahuripan
(1042 M). Pada mulanya Kediri dan jenggala saling bersaing yang akhirnya dimenangkan oleh
Kerajaan Kediri. Raja-raja yang memerintah di Kerajaan Kediri adalah sebagai berikut:

1. Jayawarsa.

2. Bameswara.

3. Jayabhaya (1135 - 1157). Bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya dan menjadi Raja
Kediri yang paling terkemuka. Pada masa ini digubah sebuah kitab oleh Empu Sedah dengan
nama Kakawin Bharatayudha yang kemudian dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Selain itu Empu
Panuluh juga menulis kitab Gatotkaca Sraya dan Hariwangsa.

4. Sarweswara (1159 - 1161). Bergelar Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarweswara
Janardhawawata.

5. Aryeswara (1169 - 1171). Bergelar Sri Maharaja Rakai Hiro Sri Aryeswara
Madhusadanawacararisaya. Lencana kerajaan yaitu Ganesha.

6. Kameswara (1182 - 1185). Bergelar Sri Maharaja Sri Kameswara Triwikramawatara. Pada
saat itu Empu Tanakung mengarang kitab Wirta Sancaya dan Empu Dharmaja menggubah
Kakawin Smaradhahana.

7. Kertajaya (1190 - 1222). Bergelar Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatanindita


Srenggo Digjayatunggadewanama. Lencana Kerajaannya yaitu Sangka (siput terbang) dan
Garudhamuka. Pada tahun 1222 Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok dalam pertempuran di
Desa Gantir, Pujon (Malang) dan berakhirlah Kerajaan Kediri sebagai penguasa daerah Jawa
Timur.

6. Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok. Sumber sejarah mengenai tokoh ini yaitu Kitab
Pararaton dan Negarakertagama, di mana dikatakan bahwa Ken Arok adalah anak atau titisan
Dewa Brahma. Ken Arok kemudian mendirikan dinasti baru, yaitu Dinasti Rajasa. Raja-raja
yang pernah memerintah Singasari yaitu:

1. Ken Arok (1222 - 1227). Bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amuwahbumi. Setelah wafat Ken
Arok disandingkan di Kagenengan.
2. Anusapati (1227 - 1248). Anusapati menjadi raja setelah membunuh Ken Arok karena Ken
Arok telah membunuh ayah Anusapati (Tunggul Ametung). Karena dendam, maka Tohjoyo
(putra dari Ken Arok) kemudian membunuh Anusapati. Anusapati dimakamkan di Candi Kidal.

3. Tohjoyo (1248). Tohjoyo adalah anak Ken Arok dengan Ken Umang (selir). Ia hanya
memerintah beberapa bulan karena kemudian dibunuh oleh Ranggawuni (putra dari Anusapati).

4. Ranggawuni (1248 - 1268). Bergelar Sri Jaya Wisnuwardhana. Beliau adalah raja Singasari
yang namanya diabadikan dalam prasasti. Dalam kitab Negarakertagama dan Pararaton
dikatakan bahwa Ranggawuni memerintah bersama-sama dengan saudara sepupunya Mahesa
Cempaka.

5. Kertanegara (1268 - 1292). Beliau adalah Raja terakhir yang memerintah Kerajaan Singasari.
Masa pemerintahan Kertanagara dikenal sebagai masa kejayaan Singasari. Ia sendiri dipandang
sebagai penguasa Jawa pertama yang berambisi menyatukan wilayah Nusantara. Namun
sayangnya diakhir hayatnya, Kertanagara terbunuh dalam pemberontakan Jayakatwang.

7. Kerajaan Majapahit.

Pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil menjatuhkan raja Singasari (Kertanegara). Menantu
Kertanegara, Raden Wijaya mencari bantuan. Setelah berhasil mengalahkan Jayakatwang dan
tentara Mongol (yang sebelumnya dijadikan sekutu saat mengalahkan Jayakatwang), Raden
Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit yang nantinya menjadi Kerajaan Besar setelah
era Sriwijaya. Beberapa faktor yang mendukung munculnya Kerajaan Majapahit sebagai
Kerajaan Besar adalah sebagai berikut:

a. Munculnya tokoh-tokoh negarawan seperti Raden Wijaya, Hayam Wuruk, dan Gajah Mada.

b. Tidak ada saingan kerajaan besar lain di Nusantara.


c. Di luar Nusantara juga tidak ada lagi kerajaan besar.

d. Secara geografis letaknya sangat strategis di tengah-tengah Nusantara.

Sumber Sejarah

a. Kitab Sutasoma karya Empu Tantular. Di dalamnya terdapat kalimat Bhineka Tunggal Ika.

b. Kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca, merupakan sumber utama yang berisi silsilah
kerajaan Singasari dan Majapahit.

c. Kitab Pararaton.

d. Berita Cina, merupakan uraian perjalanan Ma-Huan yang dimuat dalam buku Ying Yai Shing-
Lan, menceritakan keadaan rakyat pada masa terakhir kerajaan Majapahit.

Raja-raja dalam Pemerintahan Kerajaan Majapahit

1. Raden Wijaya (1293 - 1309)

Bergelar Kertarajasa Jayawardhana karena masih keturunan raja Singasari. Raden Wijaya
memperistri putri-putri Kertanegara yaitu sebagai berikut:

a. Tribhuwana.
b. Narendraduhita.

c. Pradyanparamita.

d. Gayatri.

Selain itu ia juga memperistri Dara Petak dari Kerajaan Dharmasraya (Sumatra) dan berputra
Jayanegara.

2. Jayanegara atau Kala Gemet (1309 - 1328)

Pada masa pemerintahan Jayanegara banyak terjadi pemberontakan, yaitu sebagai berikut:

a. Pemberontakan Ranggalawe di Tuban (1309).

b. Pemberontakan Sora (1311).

c. Pemberontakan Nambi (1316).

d. Pemberontakan Semi (1318).

e. Pemberontakan Kuti (1319).

Karena jasanya di dalam memadamkan pemberontakan-pemberontakan tersebut, maka Gajah


Mada diangkat sebagai patih di Kahuripan.
3. Tribhuwanatunggadewi (1328 - 1350)

Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhana adalah Gelar Sri Gitarja (Bhre Kahuripan) sebelum


menjadi raja. Pada masa pemerintahannya timbul pemberontakan Sadeng yang dapat ditumpas
oleh Gajah Mada. Atas jasa-jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih di Majapahit. Pada
tahun 1350 Tribhuwanatunggadewi menyerahkan tahta kerajaan kepada putranya yang bernama
Hayam Wuruk yang pada saat itu baru berusia 16 tahun.

4. Hayam Wuruk (1350 - 1389)

Hayam Wuruk bergelar Rajasanegara. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Majapahit


mencapai puncak kejayaan. Pemerintahan diatur sangat baik, di tingkat pusat ada tiga lembaga
pemerintahan yaitu Sapta Prabu, Dewan Menteri Besar, dan Dewan Menteri. Di tingkat tengah
ada bupati (penguasa kecil). Di tingkat bawah ada kepala desa. Majapahit mengusahakan
terciptanya persahabatan dan kerja sama dengan negara-negara lain yang terikat dalam suatu
"Persahabatan yang Sederajat atau Mitreka Satata".

5. Wikramawardhana (1389 - 1429)

Wikramawardhana adalah suami dari putri Hayam Wuruk yaitu Kusumawardhani. Pada masa ini
terjadi perang saudara yang dikenal dengan Perang Paregreg (1401 - 1406). Setelahnya, raja
Majapahit secara berturut-turut yaitu Suhita, Bhre Tumapel (Kertawijaya), Rajasawardhana,
Purwawisesa dan Kertabumi.

Kemunduran Kerajaan Majapahit

Hal-hal yang menyebabkan kemunduran kerajaan Majapahit di antaranya yaitu sebagai berikut:

1. Perang saudara.
2. Tidak ada lagi tokoh kuat di Majapahit seperti Gajah Mada dan Hayam Wuruk.

3. Masuknya agama Islam.

Peninggalan-peninggalan Kerajaan Majapahit

1. Candi Jabung (dekat Kraksaan, Probolinggo).

2. Candi Tigawangi, Candi Surawana (dekat Pare, Kediri).

3. Candi Tikus (Trowulan, Mojokerto).

4. Candi Panataran, Candi Sawentar, Candi Sumberjati (Blitar). Dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai