Anda di halaman 1dari 37

KONSEP LANSIA

A. DEFINISI LANSIA

Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55


tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari
dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000).
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang
berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar, 2006).

B. PROSES MENUA
Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh usia
yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas” menua
normal ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi
tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama,1995).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua
merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak
lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi,
2000).
Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada tubuh
dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut.
Perubahan secara biologis ini dapat mempengaruhi status gizi pada masa tua.
Antara lain :

 Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah, mengakibatkan
juga jumlah cairan tubuh yang berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut
dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis menetap. Oleh karena itu,
pada lansia seringkali terlihat kurus.
 Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada lansia sehingga
dihubungkan dengan kekurangan vitamin A, vitamin C dan asam folat.
Sedangkan gangguan pada indera pengecap dihubungkan dengan kekurangan
kadar Zn yang juga menyebabkan menurunnya nafsu makan. Penurunan
indera pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel syaraf
pendengaran.
 Dengan banyaknya gigi yang sudah tanggal, mengakibatkan gangguan fungsi
mengunyah yang dapat berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia
lanjut.
 Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan
seperti perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu makan, serta susah
BAB yang dapat menyebabkan wasir.
 Kemampuan motorik menurun, selain menyebabkan menjadi lamban, kurang
aktif dan kesulitan menyuap makanan, juga dapat mengganggu aktivitas
kegiatan sehari-hari.

Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan
penurunan daya ingat jangka pendek, melambatnya proses informasi, kesulitan
berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan melakukan aktivitas yang
mempunyai tujuan (apraksia) dan gangguan dalam menyususn rencana, mengatur
sesuatu, mengurutkan, daya abstraksi, yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam
emlakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun. Gejala pertama
adalah pelupa, perubahan kepribadian, penurunan kemampuan untuk pekerjaan
sehari-hari dan perilaku yang berulang-ulang, dapat juga disertai delusi paranoid atau
perilaku anti sosial lainnya.

Akibat proses menua, kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah
besar juga bekurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran natrium sampai dapat
terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah. Incontinentia urine (IU) adalah
pengeluaran urin diluar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan yang
besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut, sehingga usia lanjut yang
mengalami IU seringkali mengurangi minum yang dapat menyebabkan dehidrasi.
Secara psikologis pada usia lanjut juga terjadi ketidakmampuan untuk
mengadakan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya, antara lain sindrom
lepas jabatan yang mengakibatkan sedih yang berkepanjangan

C. BATASAN LANSIA

Menurut WHO, batasan lansia meliputi:

1. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun


2. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
3. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
4. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas

Menurut Dra.Jos Masdani (psikolog UI)

 Mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan


dapat dibagi menjadi 4 bagian:

1. Fase iuventus antara 25dan 40 tahun


2. Verilitia antara 40 dan 50 tahun
3. Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun
4. Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia

D. TIPE - TIPE LANSIA

 Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri


daripada tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W ( 2000) adalah:

1. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.
2. Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai
kegiatan.
3. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan
yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan
kekuasaan, jabatan, teman.
4. Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.
5. Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
minder, pasif, dan kaget.

E. TEORI PENUAAN
1. Teori Biologis
Proses penuaan merupakan proses secara berangsur yang mengakibatkan
perubahan secara komulatif dan serta berakhir dengan kematian. Proses menua
merupakan suatu yang fisiologis yang akan dialami oleh setiap orang. Batasan orang
dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13 tahun 1998 adalah 60 tahun.
Teori biologis tentang penuaan dibagi menjadi :
a) Teori Instrinsik
Teori ini berati perubahan yang berkaitan dengan usia timbul akibat
penyebab dalam diri sendiri.
b) Teori Ekstrinsik
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan
pengaruh lingkungan.
Teori lain menyatakan bahwa teori biologis dapat dibagi menjadi :
a) Teori Genetik Clock
Teori tersebut menyatakan bahwa menua telah terprogram secara
genetik untuk species – species tertentu. Tiap species mempunyai didalam
nuklei ( inti selnya )suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu
replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan akan
menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila
jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai
kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal. Konsep ini
didukung kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa
pada beberapa species terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang
nyata.
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
b) Teori Mutasi Somatik ( teori error catastrophe )
Menurut teori ini faktor lingkungan yang menyebabkan mutasi
somatik . sebagai contoh diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur sebaliknya menghindarinya dapqaat
mempperpanjang umur.menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif
pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan fungsi sel tersebut. Sebaai salah satu hipotesis yang
berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah hipotesis error catastrope.
c) Teori Auto imun
Dalam proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi oleh zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut,
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
Pada proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Sad jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.
d) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat dibentuk di alam bebas. Tidak stabilnya radikal
bebas mengakibatkan oksigenasi bahan - bahan organik seperti KH dan
protein.radikal ini menyebabkansel – sel tidak dapat beregenerasi.
Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan
bahan organik seperti karbohidrat dan protein . radikal ini menyebabkan
sel-sel tidak dapat regenerasi.
e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
2. Teori Sosial
a) Teori aktifitas
Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan social
b) Teori Pembebasan
Salah satu teori sosial yang berkenaan dengan proses penuaan adalah
teori pembebasan ( disengagement teori ). Teori tersebut menerangkan
bahwa dengan berubahnya usi seseorang secara berangsur – angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lansia menurun, baik secara kualitatif maupun kuantitasnya
sehingga sering terjadi kehilangan ganda yaitu:
 Kehilangan peran
 Hambatan kontrol social
 Berkurangnya komitmen
c) Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lansia. Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada usatu
saat merupakan gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia.
Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :
 lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif
dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada
pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang harus
dipertahankan atau dihilangkan
 Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
 Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi
3. Teori Psikologi
a) Teori Kebutuhan manusia mneurut Hirarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri,
kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow
11111954). Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas yang berbeda.
Ketika kebutuhan dasar manusia sidah terpenuhi, mereka berusaha
menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling
tinggi dari kebutuhan tersebut tercapai.
b) Teori individual
Carl Jung (1960) Menyusun sebuah terori perkembangan kepribadian
dari seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak , masa
muda dan masa dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia.
Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran sesorang dan
ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan
terhadap dunia luar atau ke arah subyektif. Pengalaman-pengalaman dari
dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat
pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling penting bagi
kesehatan mental.

F. PERUBAHAN - PERUBAHAN MULTISISTEM YANG TERJADI PADA


LANSIA
Pada lansia terjadi perubahan-perubahan akibat proses menua diantaranya adalah
perubahan pada sistem pencernaan seperti :

 Kehilangan gigi penyebab utama periodontal disiase yang biasa terjadii


setelah umur 30 tahun
 Indra pengecap menurun,adanya iritasi selaput lendir yang kronis, atrofi
indra pengecap, hilangnya sensivitas saraf pengecap lidah terutama rasa
manis,asin,pahit
 Rasa lapar menurun
 Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi atau gangguan pada sistem
gastrointestinal seperti penyakit gastritis
 Fungsi absorbsi melemah
 Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah
berkurang

Lansia yang menderita gastritis akan mengalami perubahan pada sistem


pencernaannya. Patofisiologi Gastritis Akut Membran mukosa lambung menjadi
edema dan hiperemik (kongesti dengan jaringan, cairan dan darah) dan mengalami
erosi super fisial, bagian ini mengekskresi sejumlah gerak lambung yang
mengandung sangat sedikit asam tetapi banyak mukus. Ulserasi superfisial dapat
terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi. Pasian dapat mengalami ketidak
nyamanan, sakit kepala, mulas, mual dan anoreksia. Sering disertai dengan muntah
dan cegukan.
Gastritis Kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A atau tipe B. Tipe A
(sering disebut gastritis Auto imun) diakibatkan dari sel pariatel yang menimbulkan
atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti
anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B (kadang
disebut sebagai gastritis H. Pylory) mempengaruhi antrum dan pilorus (ujung bawah
lambung dekat duodenum).
Ini dihubungkan dengan bakteri H. Pylory; faktor diet seperti minum panas
atau pedas; penggunaan obat-obatan atau alkohol; merokok atau refluk isi usus ke
dalam lambung.Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dan faktor desensif
yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa lambung.

G. DAMPAK KEMUNDURAN DAN MASALAH-MASALAH KESEHATAN


PADA LANSIA
Proses penuaan merupakan proses alamiah setelah tiga tahap kehidupan, yaitu
masa anak, dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu
dimana akan menimbulkan perubahan-perubahan struktur dan fisiologis dari
beberapa sel/jaringan/organ dan system yang ada pada tubuh manusia
(Mubarak,2009:140)
Kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik,
diantaranya yaitu :
 Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang
menetap
 Rambut kepala mulai memutih atau beruban
 Gigi mulai lepas (ompong)
 Penglihatan dan pendengaran berkurang
 Mudah lelah dan mudah jatuh
 Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah akibat penurunan kelemahan
 otot ekstremitas bawah dan kekuatan sendi
 Gangguan gaya berjalan
 Sinkope-dizziness;
Disamping itu, juga terjadi kemunduran kognitif antara lain :
 Suka lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik
 Ingatan terhadap hal-hal di masa muda lebih baik dari pada hal-hal yang
baru saja terjadi
 Sering adanya disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
 Sulit menerima ide-ide baru
Dampak kemunduran
Kemunduran yang terjadi pada lansia dipandang dari sudut biologis
mempunyai dampak terhadap tingkah laku dan perasaan orang yang memasuki lanjut
usia. Jika berbicara tentang menjadi tua, kemunduran yang paling banyak
dikemukakan. Selain berbagai macam kemunduran ada sesuatu yang dapat
meningkat dalam proses menua, yaitu sensitivitas emosional seseorang. Hal ini yang
akhirnya menjadi sumber banyak masalah pada masa tua. Coba dilihat sepintas
mengenai beberapa dampak kemunduran tersebut yaitu semakin perasanya orang
yang memasuki lanjut usia. Misalnya kemunduran fisik, yang berpengaruh terhadap
penampilan seseorang. Pada umumnya saat usia dewasa, seseorang dianggap tampil
paling cakap, tampan atau paling cantik. Kemunduran fisik yang terjadi pada dirinya
membuat membuat yang bersangkutan berkesimpulan bahwa kecantikan atau
ketampanan yang mereka miliki mulai hilang. Baginya, hal ini berarti kehilangan
daya tarik dirinya.

Masalah Yang di alami oleh Lansia

1. Mudah jatuh
Jatuh pada lanjut usia merupakan masalah yang sering terjadi. Penyebabnya
multi-faktor. Dari faktor instrinsik misalnya : gangguan gaya berjalan, kelemahan
otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, dan sinkope atau pusing. Untuk faktor
ekstrinsik, misalnya lantai licin dan tidak rata, tersandung benda, penglihatan
yang kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya sehingga dapat
menyebabkan keterbatasan dalam melakukan aktivitas.
2. Mudah lelah
Hal ini disebabkan oleh Faktor psikologis seperti perasaan bosan, keletihan, atau
depresi dan penyebab lainnya adalah :
o Gangguan organis : anemia, kekurangan vitamin, perubahan pada
tulang (osteomalasia), gangguan pencernaan,kelainan
metabolisme (diabetes melitus, hipertiroid), gangguan ginjal
dengan uremia, gangguan faal hati, gangguan sistem peredaran
darah dan jantung.
o Pengaruh obat, misalnya obat penenang, obat jantung, dan obat
yang melelahkan daya kerja otot.
o Berat badan menurun
Berat badan menurun disebabkan oleh :
- Pada umumnya nafsu makan menurun karena kurang
adanya gairah hidup atau kelesuan serta kemampuan
indera perasa menurun
- Adanya penyakit kronis
- Gangguan pada saluran pencernaan sehingga
penyerapan makanan terganggu
- Faktor sosio-ekonomis (pensiunan)
3. Gangguan Kardiovaskuler
 Nyeri dada
 Sesak nafas pada kerja fisik
 Palpitasi
 Edema kaki

4. Nyeri atau ketidaknyamanan


 Nyeri pinggang atau punggung
 Nyeri sendi pinggul
5. Keluhan pusing
6. Kesemutan pada anggota badan
7. Berat badan menurun
8. Gangguan eliminasi
 Inkontinensia urin atau ngompol
 Inkontinensia alvi
9. Gangguan ketajaman penglihatan
10. Gangguan pendengaran
11. Gangguan tidur
12. Mudah gatal

H. KARAKTERISTIK PENYAKIT LANSIA DI INDONESIA

 Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis,


osteoartritis

 Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia, angina,


cardiac attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia, PJK

 Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum

 Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal Ginjal


Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia

 Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus, obesitas

 Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru

 Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker

 Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer, parkinson,


dsb

I. Peran Perawat pada klien lansia sesuai Proses Penuaan.


Proses Perawatan Kesehatan bagi para Lansia merupakan tugas yang
membutuhkan suatu kondisi yang bersifat komprehnsif sehingga diperlukan suatu
upaya penciptaan suatu keterpaduan antara berbagai proses yang dapat terjadi
pada lansia. Untuk mencapai tujuan yang lebih maksimal, konsep dan strategi
pelayanan kesehatan bagi para lansia memegang peranan yang sangat penting
dalam hal ini tidak lepas dari peran perawat sebagai unsur pelaksana.
Dalam proses tersebut, peran perawat yang dapat dikembangkan untuk merawat
lansia, berdasarkan proses penuaan yang terjadi, yaitu :
1)     Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Biologik (Fisik).
Perawatan dengan perubahan fisik adalah perawatan yang memperhatikan
kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yagn dialami oleh lansia semasa
hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa
dicapai dan dikembangkan, serta penyakit yang dapat dicegah atau ditekan
progresivitasnya.
Perawatan fisik ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a.       Perawatan bagi usila yang masih aktif, yang keadaan fisiknya
Masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga kebutuhannya sehari-
hari bisa dipenuhi sendiri.
b.      Perawatan bagi usila yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau kesakitan sehingga memerlukan bantuan orang lain
untuk melakukan kebutuhannya sendiri. Disinilah peran perawat teroptimalkan,
terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya, dan untuk itu perawat harus mengetahui dasar
perawatan bagi pasien lansia.
Peran perawat dalam membantu kebersihan perorangan sangat penting dalam
usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul
bila kebersihan kurang mendapat  perhatian. Selain itu kemunduran kondisi fisik
akibat proses ketuaan dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan
infeksi dari luar. Untuk para lansia yang masih aktif, peran perawat sebagai
pembimbing mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan,
kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidir, hal
makanan, cara mengkonsumsi obat, dan cara pindah dari kursi ke tempat tidur
atau sebaliknya. Kegiatan yang dilakukan secara rutin akan sangat penting
dipertahankan pada lansia dengan melihat. Kemampuan yang ada, karena adanya
potensi kelemahan atropi otot dan penurunan fungsi.

2)        Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Sosial.


Dalam perannya ini, perawat perlu melakukan pendekatan sosial sebagai
salah satu upayanya adalah memberikan kesempatan berkumpul dengan
sesama usila. Mereka dapat bertukar cerita atau bertukar pikiran dan
memberikan kebahagiaan karena masih ada orang lain yang mau bertukar
pikiran serta menghidupkan semangat sosialisasi. Hasil kunjungan ini dapat
dijadikan pegangan bahwa para lansia tersebut adalah makluk sosial juga,
yang membutuhkan kehadiran orang lain.
3)        Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Psikologi.
Pada lansia, terutama yang melakukan kegiatan pribadi, memerlukan bantuan
orang lain, memerlukan sebagai suporter, interprester terhadap segala sesuatu
yang asing, penampung rahsia pribadi, dan sahabat yang akrab. Peran perawat
disini melakukan suatu pendekatan psikis, dimana membutuhkan seorang
perawat yang memiliki kesabaran, ketelitian dan waktu yang cukup banyak
untuk menerima berbagai keluhan agar para usila merasa puas.
Pada dasarnya pasien lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih
lingkungannya, termasuk perawat sehingga perawat harus menciptakan
suasana aman, tenang dan membiarkan klien lansia melakukan atau kegiatan
lain yang disenangi sebatas kemampuannya. Peran perawat disini juga
sebagai motivator atau membangkitkan kreasi pasien yang dirawatnya untuk
mengurangi rasa putus asa, rendah diri, rasa terbatas akibat ketidak
mampuannya. Hal ini perlu dilakukan karena bersamaan dengan makin
lanjutnya usia, terjadi perubahan psikis yang antara lain menurunnya daya
ingat akan peristiwa yang baru saja terjadi, perubahan pola tidur dengan
kecenderungan untuk tiduran di siang hari dan pengeseran libido.
Mengubah tingkah laku dan pandangan terhadap kesehatan lansia tidak dapat
dilakukan seketika. Seorang perawat harus melakukannya secara perlahan-
lahan dan bertahap serta mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi
sehingga seluruh pengalaman yang dilalui tidak menambah beban tetapi
justru tetap memberikan rasa puas dan bahagia.
KONSEP DASAR GASTRITIS

Salah satu penyakit yang sering terjadi pada lansia terkait dengan degeneratif secara
biologis adalah kemunduran pada sistem pencernaan yaitu terjadinya gastritis, untuk
itu dalam laporan pendahuluan ini kelompok akan membahas tentang konsep dan
asuhan keperawatan pada lansia yang menderita gastritis kronis.

A. DEFENISI

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronik, difus atau lokal (Sylvia A. Price, 1995), sedangkan menurut Dr. Robert B.
Cooper (1996) mengemukakan bahwa gratitis adalah suatu iritasi atau infeksi yang
menjadikan dinding merah, bengkak, berdarah dan berparut. Gratitis adalah inflamasi
dari mukosa lambung (Arif Mansjoer, 1999). Sedangkan menurut Sujono Hadi
(1999) gastritis adalah inflamasi dari lambung terutama pada mukosa gaster.
Klasifikasi gastritis Gastritis Akut Gratitis (inflamasi mukosa lambung) sering akibat
diet sembrono. Individu ini makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan
makanan yang terlalu berbumbu atau mengandung mikro organisme penyebab
penyakit.
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Brunner dan Sudarth,
2001)Gastritis adalah inflamasi (pembengkakan) dari mukosa lambung termasuk
gastritis erosiva yang disebabkan oleh iritasi, refluks cairan kandung empedu dan
pankreas haemorraphic gastritis, infectionus gastrititis dan atrafi mukosa lambung.
(www.google.2007).Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa grastitis
adalah suatu peradangan dan mukosa lambung baik akut atau kronik yang
menimbulkan gejala rasa sakit atau tidak enak didaerah epigastrium.

B. KLASIFIKASI
Gastritis bersal dari dua kata yaitu gaster yang berarti lambung, dan itis
berarti peradangan atau pembengkakan. Gastritis adalah suatu inflamasi yang terjadi
didaerah mukosa lambung yang disebabkan oleh kuman-kuman, diman bisa terjadi
secara akut dan kronis.
Secara klinis gastritis terbagi atas :
1. Gastritis akut

Inflamasi akut dari dinding lambung yang biasannya terbatas pada bagian
mukosa saja. Terjaddi atas gastritis atas, gastritis ekssogen da n endogen
akut.
2. Gastritis kronis

Inflamasi kronis pada dinding lambung yang bisa bagian mukosa saja atas
sesudah penetrasi kelapisan sub mukosa lambung yang kaya akan
pembuluh darah. Gastritis kronis terjadi kare na gastritis akut yang tidak
tertangani.

C. ETILOGI

Makanan minuman yang dapat mersak mukosa lambung, banyak


mengkumsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan seperti yudium, kafein. Infeksi
bakjteri terutama sreptococcus, stapylococcus, serta bahan kimia dan minuman yanag
bersifat korosif seperti asam pekat dan soda kausatif. Makanan dan minuman yang
terlalu asam, pedas, panas, berle mak juga dapat menyebabkan gastritis. Terlalu
banyak berpikir atau stres dapat meningkatkan asam lambung.

1. Gastritis akut

Merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan
gejala yang khas, biasanya ditemukan sel inflamasi akut atau neotrofil.

Gastritis akut disebabkan oleh:

 Obat-obatan, aspirin, obat anti inflamasi non steroid (AINS)


 Alkohol
 Gangguan Mikosirkulasi  mukosa lambung: trauma, luka bakar, sepsis.
Secara mikroskopik terdapat lesi mukosa dengan lokasi yang berbeda. Jika
ditemukan pada korpus dan fundus, biasanya disebabkan stress. Jika
disebabkan oleh obat-obatan AINS terutama ditemukan didaerah antrum,
namun dapat juga menyeluruh sedangkan secara mikroskopik terdapat erosi
dengan regenerasi epitel dan ditemukan reaksi sel inflamasi neutrofil yang
minimal.

2. Gastritis kronik

Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multifaktur dengan perjalanan klinik


yang bervariasi. Kelainan ini berkaitan erat dengan H. Pylori. Gastritis kronis
disebabkan oleh: Ulkus benigna atau maligna  atau oleh bakteri
helycobacterpylory (H. Pylory).

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejalanya bermacam-macam, tergantung kepada jenis gastritisnya. Biasanya


penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan (indigesti) dan rasa tidak
nyaman di perut sebelah atas. Pada gastritis karena stres akut, penyebabnya
(misalnya penyakit berat, luka bakar atau cedera) biasanya menutupi gejala-gejala
lambung; tetapi perut sebelah atas terasa tidak enak.
Segera setelah cedera, timbul memar kecil di dalam lapisan lambung. Dalam
beberapa jam, memar ini bisa berubah menjadi ulkus. Ulkus dan gastritis bisa
menghilang bila penderita sembuh dengan cepat dari cederanya. Bila penderita tetap
sakit, ulkus bisa membesar dan mulai mengalami perdarahan, biasanya dalam waktu
2-5 hari setelah terjadinya cedera. Perdarahan menyebabkan tinja berwarna
kehitaman seperti aspal, cairan lambung menjadi kemerahan dan jika sangat berat,
tekanan darah bisa turun. Perdarahan bisa meluas dan berakibat fatal. Pada sebagian
besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimptomatis. Keluhan itu misalnya nyeri
pada ulu hati yang biasanya ringan.

1. Gastritis Akut, Memiliki tanda dan gejala:


Merasa tidak nyaman, syndrome dispepsia berupa nyeri epigastrium,
mual, mentah, kembung, merupakan salah satu keluhan yang sering
muncul. Ditemuka pula pendarahan saluran cerna hematemesis dan
melena. Kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca pendarahan.

2. Gastritis kronis, Memiliki tanda dan gejala:

Nyeri ulu hati, anoreksia, nausea dan pada pemeriksaan fisik tidak
dijumpai kelainan.

E. ANATOMI FISIOLOGI LAMBUNG (GASTER)

Anatomi Lambung

Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah


arcus costalis sinistra sampai regio epigastrica an umbilicalis. Sebagian besar gaster
terletak di bawah costae bagian bawah. Secara kasar gaster berbentuk huruf J dan
mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium pyloricum; dua curvatura,
curvatura major dan curvatura minor; dan dua dinding, paries anterior dan paries
posterior.

Secara umum lambung di bagi menjadi 3 bagian:

1. Kardia / kelenjar jantung ditemukan di regia mulut jantung. Ini hanya mensekresi
mukus

2. Fundus / Gastric terletak hampir di seluruh corpus, yang mana kelenjar ini
memiliki tiga tipe utama sel, yaitu :

 Sel zigmogenik/chief cell, mesekresi pepsinogen. Pepsinogen ini diubah


menjadi pepsin dalam suasana asam. Kelenjar ini mensekresi lipase dan renin
lambung yang kurang penting.
 Sel parietal, mensekresi asam hidroklorida dan factor intrinsic. Faktor
intrinsic diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dalam usus halus.
 Sel leher mukosa ditemukan pada bagian leher semua kelenjar lambung. Sel
ini  mensekresi barier mukus setebal 1 mm dan melindungi lapisan lambung
terhadap kerusakan oleh HCL atau autodigesti.

3. Pilorus terletak pada regia antrum pilorus. Kelenajr ini mensekresi gastrin dan
mukus, suatu hormon peptida yang berpengaruh besar dalam proses sekresi
lambung.

Lapisan - Lapisan Lambung

Lambung terdiri atas empat lapisan :

1. Lapisan peritoneal luar atau lapisan serosa yang merupakan bagian dari
peritoneum viseralis.

Dua lapisan peritoneum visceral menyatu pada kurvatura minor lambung dan
duodenum, memanjang kearah hati membentuk omentum minus. Lipatan
peritoneum yang kelaur dari organ  satu menuju organ lain disebut ligamentum.
Pada kurvatura mayor peritoneum terus kebawah membentuk omentum mayus.

2. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis:

 serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esofagus,
 serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot
sfingter; dan berada di bawah lapisan pertama, dan
 serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari
orifisium kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura minor
(lengkung kecil).

3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan
saluran limfe. Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri
atas banyak kerutan atau rugue, yang hilang bila organ itu mengembang karena
berisi makanan.

4. Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran limfe.
Semua sel-sel itu mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini dilintasi
saluran-saluran kecil dari kelenjar-kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari
kelenjar lambung tubuler yang bercabang-cabang dan lubang-lubang salurannya
dilapisi oleh epithelium silinder. Epithelium ini bersambung dengan permukaan
mukosa dari lambung. Epithelium dari bagian kelejar yang mengeluarkan sekret
berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah lambung.

Persarafan dan Aliran Darah Pada Lambung

Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf


parasimpatis untuk lambung di hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus.
Trunkus vagus mencabangkan ramus gastric, pilorik, hepatic dan seliaka.

Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum.


Serabut-serabut afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung.
Pleksus auerbach dan submukosa ( meissner ) membentuk persarafan intrinsic
dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa
lambung.

Suplai darah dilambung berasal dari arteri seliaka. Dua cabang arteri yang
penting dalam klinis adalah arteri duodenalis dan pankreas tikoduodenalis
(retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak
dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri itu menyebabkan perdarahan.
Darah vena dari lambung dan duodenum serta berasal dari pankreas, limpa dan
bagian lain saluran cerna berjalan ke hati melalui vena porta.

Fisiologi Lambung

Secara umum gaster memiliki fungsi motorik dan fungsi pencernaan &
sekresi, berikut fungsi Lambung:

1. Fungsi motorik

 Fungsi Reservoir

Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit


dicernakan dan bergerak ke saluran pencernaan. Menyesuaikan peningkatan
volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos yang
diperantarai oleh saraf vagus dan dirangsang oelh gastrin.

 Fungsi Mencampur

Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya


dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung.

 Fungsi pengosongan lambung


Diatur oleh pembukaan sfingter pylorus yang dipengaruhi oleh viskositas,
volume, keasaman, aktivitas osmotis, keadaan fisisk, emosi, obat-obatan dan
kerja. Pengosongan lambung di atur oleh saraf dan hormonal

2. Fungsi pencernaan dan sekresi

 Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL


 Sintesis dan pelepasan gastrin. Dipengaruhi oleh protein yang di makan,
peregangan antrum, rangsangan vagus
 Sekresi factor intrinsik. Memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus
bagian distal.
 Sekresi mucus. Membentuk selubung yang melindungi lambung serta
berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah untuk diangkut.

Proses Pencernaan Makanan Di Lambung

1. Mekanik

Beberapa menit setelah makanan memasuki perut, gerakan peristaltik yang


lembut dan berriak yang disebut gelombang pencampuran (mixing wave) terjadi di
perut setiap 15-25 detik. Gelombang ini merendam makanan dan mencampurnya
dengan hasil sekresi kelenjar lambung dan menguranginya menjadi cairan yang encer
yang disebut chyme. Beberapa mixing wave terjadi di fundus, yang merupakan
tempat penyimpanan utama. Makanan berada di fundus selama satu jam atau lebih
tanpa tercampur dengan getah lambung. Selama ini berlangsung, pencernaan dengan
air liur tetap berlanjut.

Selama pencernaan berlangsung di perut, lebih banyak mixing wave yang


hebat dimulai dari tubuh dan makin intensif saat mencapai pilorus. Pyloric spinchter
hampir selalu ada tetapi tidak seluruhnya tertutup. Saat makanan mencapai pilorus,
setiap mixing wave menekan sejumlah kecil kandungan lambung ke duodenum
melalui pyloric spinchter. Hampir semua makanan ditekan kembali ke perut.
Gelombang berikutnya mendorong terus dan menekan sedikit lagi menuju
duodenum. Pergerakan ke depan atau belakang (maju/mundur) dari kandungan
lambung bertanggung jawab pada hampir semua pencampuran yang terjadi di perut.

2. Kimiawi

Prinsip dari aktivitas di perut adalah memulai pencernaan protein. Bagi orang
dewasa, pencernaan terutama dilakukan melalui enzim pepsin. Pepsin memecah
ikatan peptide antara asam amino yang membentuk protein. Rantai protein yang
terdiri dari asam amino dipecah menjadi fragmen yang lebih kecil yang disebut
peptide. Pepsin paling efektif di lingkungan yang sangat asam di perut (pH=2) dan
menjadi inaktif di lingkungan yang basa. Pepsin disekresikan menjadi bentuk inaktif
yang disebut pepsinogen, sehingga tidak dapat mencerna protein di sel-sel
zymogenic yang memproduksinya. Pepsinogen tidak akan diubah menjadi pepsin
aktif sampai ia melakukan kontak dengan asam hidroklorik yang disekresikan oleh
sel parietal. Kedua, sel-sel lambung dilindungi oleh mukus basa, khususnya setelah
pepsin diaktivasi. Mukus menutupi mukosa untuk membentuk hambatan antara
mukus dengan getah lambung.

Enzim lain dari lambung adalah lipase lambung. Lipase lambung memecah
trigliserida rantai pendek menjadi molekul lemak yang ditemukan dalam susu. Enzim
ini beroperasi dengan baik pada pH 5-6 dan memiliki peranan terbatas pada lambung
orang dewasa. Orang dewasa sangat bergantung pada enzim yang disekresikan oleh
pankreas (lipase pankreas) ke dalam usus halus untuk mencerna lemak. Lambung
juga mensekresikan renin yang penting dalam mencerna susu. Renin dan Ca bereaksi
pada susu untuk memproduksi curd. Penggumpalan mencegah terlalu seringnya
lewatnya susu dari lambung menuju ke duodenum (bagian pertama dari usus halus).
Rennin tidak terdapat pada sekresi lambung pada orang dewasa.

WOC
F. DIAGNOSTIK KLINIS

1. Gastritis Akut

Tiga cara dalam menegakkan diagnosis, yaitu gambaran klinis, gambaran lesi
mukosa akut di mukosa lambung  berupa erosi atau ulkus dangkal dengan
tepi rata. Pada endoskopi saluran cerna bagian atas lebih sensitif dan spesifik
untuk diagnosis kelainan akut lambung.

2. Gastritis Kronis

Gastritis tipe A dihubungkan dengan Aklorhidria dan Hipoklorhidria (kadar


asam hidroklohidria tidak ada atau rendah) sedangkan gastritis tipe B
dihubungkan dengan Hiperklorhidria (kadar tinggi dari hodroklorhidria).
Diagnosis dapat ditentukan dengan endoskopi, sedangkan pemeriksaan
sinarX dan pemeriksaan histologis. Tindakan diagnosis untuk mendeteksi
H.Pylory mencakup serologis untuk antibody terhadap antigen H. Pylory dan
pernafasan.

G. PENATALAKSANAAN
1. Gastritis akut dapat diatasi dengan menghilangkan etiologinya. Diet lambung
dengan porsi kecil dan sering. Apabila gejala menetap cairan perlu diberikan
secara parenteral. Bila pendaraan terjadi maka penatalaksanaannya adalah
serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran
gastrointestinal. Bila gastritis diakibatkan oelh mencerna makanan yang
terlalu asam atau alkali. Pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralan
agen penyebab.

 Untuk menetralisasi asam.Digunakan antasida umum (misalnya


alumunium hidrosida). Untuk menetralisasi alkali digunakan intravena
bahan yang cukup encer.
 Bila korasi lurus atau berat karena berbagai terapi pendukung mencakup
intubasi analgesik dan sedatif, antasida serta cairan intravena endoskopi,
fiberoptik, mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren atau jaringan
perforasi. Gastrojejunostomi atau sekresi lambung mungkin diperlukan
untuk mengatasi obstruksi pylorus.

2. Gastritis Kronis diatasi dengan modifikasi diet pasien, meningkatkan


istirahat, mengurangi stress, mengurangi stress dan memulai farmakoterapi.
H. pylory dapat diatrasi dengan anibiotik (seperti tetrasiklin atau amoksilin)
dan garam bismuth (pepto-bismol). Pasien dengan gastritis tipe A biasanya
mengalami malabsorbsi vitamin B12 yang disebabkan dengan adanya
antibody terhadap faktor intrinsik.

H. KOMPLIKASI

1. Gastritis akut

Pendarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan


melena, dapat berakhir dengan shock hemoragik. Khususnya untuk
pendarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptic. Gambaran
klinis yang diperlihatkan hampir sama namun pada tukak peptic.
Penyebab utamanya adalah infeksi H. Pylory sebesar 100% pada tukak
duodenum dan 60-90% pada tukak lambung.
2. Gastritis Kronis

Pendarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena
gangguan absorbsi Vitamin B12.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


LANSIA DENGAN GASTRITIS KRONIS

A. PENGKAJIAN PADA LANSIA

Tujuan pengkajian pada lanjut usia adalah untuk mengidentifikasi kekuatan


dan keterbatasan klien sehingga intervensi yang efektif dan tepat dapat diberikan
untuk meningkatkan fungsi optimal dan mencega ketidakmampuan dan
ketergantungan.

Pengkajian Riwayat Kesehatan

1. Identitas Klien/ Data Biografis Klien

Nama, TTL, pendidikan terakhir, golongan darah, agama, status


perkawinan, alamat, telepon, jenis kelamin, orang yang paling dekat
dihubungi, hubungan dengan lansia,alamat dan jenis kelamin
orang/keluarga tersebut.

2. Riwayat Keluarga
a) Pasangan : hidup/mati, kesehatan, umur, pekerjaan, alamat, kematian,
sebab kematian, tahun Meninggal.
b) Anak : Hidup/mati, nama, alamat, kematian, tahun meninggal,
penyebab kematian.

3. Riwayat Pekerjaan

Status pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, sumber-sumber


pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan, alamat pekerjaan, jarak
tempat kerja dari rumah, alat transportasi.

4. Riwayat Lingkungan Hidup

Type tempat tingggal/panti, jumlah kamar, jumlah tingkat, jumlah orang


yang tingggal dirumah/ panti, derajat privacy, tetangga terdekat,
alamat/telepon, kondisi panti.

5. Riwayat Rekreasi

Hobby/ minat, keanggotaan organisasi, liburan perjalanan, kegiatan


dipanti.

6. Sumber/System Pendukung Yang Digunakan

Dokter/perawat / bidan / fisioteraphy, dll, dirumah sakit, klinik, yankes


lain, jarak dari rumah / panti, yankes dirumah / panti, makanan yang
dihantar, perawatan sehari-hari oleh keluarga.

7. Kebiasaan Ritual

Agama, istirahat tidur, kebiasaan ibadah, kepercayaan, ritual makan.

8. Status Kesehatan Saat Ini


Status kesehatan selama 1 tahun dan 5 tahun yang lalu, keluhan kesehatan
utama (PQRST), pengetahuan / pemahaman dan penatalaksanaan masalah
kesehatan, derajat keseluruhan fungsi relative terhadap masalah kesehatan
dan diagnose medis. Alasan masuk panti:

a) Obat-obatan

Nama dan dosis obat, waktu dan cara penggunaan, dokteryang


member, tanggal resep dan masalah karena obat-obatan.

b) Status Imunisasi

Tanggal terbaru imunisasi tetanus, difteria, PPD, influenza, dll.

c) Alergi (catat agen dan reaksi spesifik)

Obat, makanan, kontak substansi, factor lingkunngan.

d) Penyakit yang diderita


e) Nutrisi

Diet 24 jam, riwayat peningkatan dan penurunan BB, masalah dalam


pemenuhan nutrisi, kebiasaan.

9. Status Kesehatan Masa Lalu

Penyakit masa kanak-kanak, penyakit serius dan kronik, trauma,


perawatan dirumah sakit (alasan, tanggal, tempat, durasi, dokter,
perawat),operasi, (jenis, tanggal, temapat, alasan, dokter, hasil, perawat),
riwayat obsetrik.

10. Tinjauan System

Kaji ada tidaknya tanda-tanda / setiap gejala berikut:

a) Keadaan Umum
Kelelahan, perubahan BB setahun yang lalu, perubahan nafsu makan,,
demam, keringat malam, kesulitan tidur, sering filek dan infeksi,
penilaian diri terhadap status kesehatan, kemampuan melakukan ADL,
tingkat kesadaran (kualitatif, kuantitatif), TTV.

b) Integument

Lesi /luka, pruritis, perubahan pigmentasi, perubahan tekstur,


perubahan nevi, sering memar, perubahan rambut, perubahan kuku,
katimumul pada jari dan kallus, pola penyembuhan lesi dan memar,
elastisitas / turgor.

c) Hemapoetik

Perdarahan / memar abnormal, pembengakakan kelenjer limfe,


anemia, riwayat transfuse darah.

d) Kepala

Sakit kepala, trauma pada masa lalu, pusing, gatal kulit kepala, lesi
/luka.

e) Mata

Perubahan penglihatan, pemakaian kaca mata /lensa kontak, nyeri, air


mata berlebihan,,pruritis, bengkak sekitar mata, floater, diplopia,
fotofobia, skomata, riawayat infeksi, tanggal pemeriksaan paling
akhir, damapk pada penampilan ADL.

f) Telinga

Perubahan pendengaran, rabas, tinnitus, vertigo, sensitivitas


pendengaran, alat-alat protesa, riwayat infeksi, tanggal pemeriksaan
paling akhir, kebiasaan perawatan telinga, dampak pada ADL.
g) Hidung dan Sinus

Rinorea, rabas, epitaksis, obstruksi, mendengkur, nyeri pada sinus,


drip post nasal, alergi, riwayat infeksi, penilaian diri pada kemampuan
olfaktorius.

h) Mulut dan Tenggorokan

Sakit tenggorokan, lesi / ulkus, serak, perubahan suara, kesulitan


menelan, perdarahan gusi, karies, alat-alat protesa,, riwayat infeksi,
tanggal pemeriksaan paling akhir, pola menggosok gigi, pola flossing,
masalah dan kebiasaan membersihkan gigi palsu.

i) Leher

Kekakuan, nyeri / nyeri tekan, benjola / massa, keterbatasan gerak,


pembesaran kelenjer tuyroid.

j) Payudara

Benjolan / massa, nyeri/nyeri tekan, bengkak, keluar cairan dari


putting susu,perubahan pada putting susu, pola pemeriksaan payudara,
tanggal mamografi paling akhir.

k) Pernafasan

Batuk, sesak nafas, hemoptisis, sputum, mengi, asma /alergi


pernafasan, frekuensi, auskultasi, palpasi, perkusi, wheezing.

l) Kardiovaskuler

Nyeri / ketidaknyamanan dada, palpitasi, sesak nafas, dipsnea pada


aktivitas, dispnea nocturnal, ortopnea, murmur, edema, varises, kaki
timpang, parestisia, perubahan warna kaki.

m) Gastrointestinal
Disfagia, tak dapat mencerna, nyeri ulu hati, pembesaran hepar, mual/
muntah, hematemesis, perubahan nafsu makan, intoleransi makanan,
ulkus, nyeri, ikterik, benjolan/ massa, perubahan kebiasaan defekasi,
diare, konstipasi, melena, hemoroid, perdarahan rectum, pola defekasi
biasanya.

n) Perkemihan

Disuria, frekuensi, ragu-ragu, dorongan, hematuria, poliuria, oliguria,


nokturia, inkontinensia, nyeri saat berkemih, batu, infeksi.

o) Genitor reproduksi pria

Lesi, rabas, nyeri testikuler, masalah prostate, penyakit kelamin,


perubahan hasrat seksual, impotensi, masalah aktiviitas social.

p) Genitor reproduksi wanita

Lesi, rabas, dispareunia, perdarahan pasca senggama, nyeri pelvic,


sistoke/ rektokel/ prolaps. Penyakit kelamin, infeksi, masalah aktivitas
seksual, riwayat menstruasi (manarhe, tanggal, periode menstruasi
terakhir) tanggal, dan hasil pap smear terakhir.

q) Muskuluskletal

Nyeri persendian, kekakuan, pembengkakan sendi, deformitas,


spasme, kram, kelemahan oto, masalah cara berjalan, nyeri punggung,
protesa, pola kebiasaan latihan, damapak penampilan ADL.

r) System Saraf Pusat

Sakit kepala, kejang, sinkope / serangan jatuh, paralysis, parasis,


masalah koordinasi, tic / tremor / spasme, parestesia, cedera kepala,
masalah memori.

s) Sistm Endokrin
Intoleransi panas atau dingin, goiter, pigmentasi kulit / tekstur,
perubahan rambut, polifagia, polidipsia, poliuria.

t) System Imun

Kerentanan dari seringnya terkena penyakit, imunisasi.

u) System Pengecapan

Berkurangnya rasa asin dan panas.

v) System Penciuman

Peningkatan system penciuman.

w) Psikososial

Cemas, depresi, insomnia, menangis, gugup, takut, masalah dalam


mengambil keputusan, kesulitan dalam berkonsentrasi, pernyataan
perasaan umum mengenai keputusan /frustasi mekanisme koping yang
biasa, stress saat ini, masalah tentang kematian dan kehilangan,
dampak penampilan ADL.

Pengkajian Status Fungsional, Kognitif, Afektif Dan Social

Pengkajian ini meliputi observasi kemampuan klien untuk melakukan


aktivitas kehidupan sehari-hari/activity daily leaving, fingsi kognitif,
efektif dan social.

1. Pengkajian Status Fungsional


Mengukur kemampuan lansia untuk melakukan aktifitas sehari-hari
secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat
mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien, menimbulkan
pemilihan intervensi yang tepat. Kemandirian pada aktivitas kehidupan
sehari-hari dapat diukur dengan menggunakan INDEKS KATZ.
Indeks kemandirian pada aktivitas kehidupan sehari-hari berdasarkan
pada evaluasi fungsi mandiri atau tergantung dari klien dalam mandi,
berpakaian, pergi ke kamar mandi, berpindah, kontinen dan makan.
2. Pengkajian Status Kognitif Dan Afektif
Menggunakan Short Portable Mental Questionnare ( SPMSQ )
untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual, terdiri dari
10 hal yang mengetes orientasi, memori dalam hubungannya dengan
kemampuan perawatan diri, memori jauh, kemampuan matematis.
Penilaian SPMSQ :
Kesalahan 0-2 fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 fungsi intelektual ringan
Kesalahan 5-7 fungsi intelektual sedang
Kesalahan 8-10 fungsi intelektual berat
Selain menggunakan SPMSQ, untuk menguji aspek-aspek kognitif dari
fungsi mental : orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat
kembali dan bahasa, dapat menggunakan Mini Mental State Exam
( MMSE ). Nilai kemungkinan paling tinggi adalah 30, nilai 21 atau
kurang menunjukkan adanya kognitif yang memerlukan penyelidikan
lanjut.
Kaji tingkat kesadaran :
Alat untuk mengukur status afektif digunakan untuk membedakan jenis
depresi serius yang mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati
rendah umum pada banyak orang. Depresi adalah umum pada lansia
dan sering dihubungkan dengan kacau mental dan disorientasi, sehingga
seorang lansia depresi sering disalah mengertikan dengan demensia.
Pemeriksaan status mental tidak dengan jelas membedakan antara
depresi dengan demensia, sehingga pengkajian afektif adalah alat
tambahan yang penting. Intervensi back berisi 13 hal yang
menggambarkan berbagai gejala dan sikap yang berhubungan dengan
depresi.
Penilaian :
0-4 depresi tidak ada atau minimal
5-7 depresi ringan
8-15 depresi sedang
> 16 depresi berat

Selain itu, depresi lansia dapat diukur dengan menggunakan Skala


Depresi Geriatrik Yesavage dengan penilaian jika jawaban pertanyaan
sesuai indikasi dinilai poin 1 ( nilai poin 1 untuk setiap respon yang
cocok dengan jawaban ya atau tidak setelah pertanyaan ). Nilai 5 atau
lebih dapat menandai depresi.
3. Pengkajian status sosial
Status sosial lansia dapat diukur dengan menggunakan APGAR
keluarga. Penilaian : jika pertanyaan-pertanyaan yang dijawab selalu
( poin 2 ), kadang-kadang ( poin 1 ), hampir tidak pernah ( poin 0 ).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Gangguan rasa nyaman (nyeri epigastrium) berhubungan dengan adanya
lesi pada mukosa lambung
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan out put yang berlebihan (muntah)
3. Gejala psikologis (cemas) berhubungan dengan ketidaktahuan tentang
penyakit

C. PERENCANAAN

NOC NIC
Pain Control : Pain Management :
1.         Observasi reaksi nonverbal
1. Mengenali faktor penyebab
dari ketidaknyamanan
2. Mengenali onset (lamanya sakit)
2.         Kaji nyeri secara komprehensif
3. Menggunakan metode meliputi ( lokasi, karakteristik, dan
pencegahan untuk mengurangi onset, durasi, frekuensi, kualitas,
nyeri intensitas nyeri )
4. Menggunakan 3.         Kaji skala nyeri
metode
4.        
nonanalgetik untuk mengurangi Gunakan komunikasi
nyeri terapeutik agar klien dapat
5. Mengunakan analgesik sesuai mengekspresikan nyeri
dengan kebutuhan 5.         Kaji factor yang dapat
6. Mencari bantuan tenaga menyebabkan nyeri timbul
kesehatan 6.         Anjurkan pada pasien
7. Melaporkan gejala pada petugas untuk cukup istirahat
kesehatan 7.         Control lingkungan yang
8. Mengenali gejala gejala nyeri dapat mempengaruhi nyeri
9. Melaporkan nyeri yang sudah
8.         Monitor tanda tanda vital
terkontrol 9.         Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi (relaksasi)
untuk mengurangi nyeri
10.     Jelaskan factor factor yang
dapat mempengaruhi nyeri
11.              Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat
Nutritional Status Nutrion Management
1.      Intake nutrisi baik 1.              Monitor catatan masukan kandungan
2.      Intake makanan baik nutrisi dan kalori.
3.      Asupan cairan cukup 2.              Anjurkan masukan kalori yang tepat
4.      Peristaltic usus normal sesui dengan tipe tubuh dan gaya hidup.
5.      Berat badan meningkat 3.              Berikan makanan pilihan.
4.              Anjurkan penyiapan dan penyajian
makanan dengan teknik yang aman.
5.              Berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana cara
memperolehnya
6.      Kaji adanya alergi makanan
7.      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
8.      Yakinkan diet yang dimakan
mengandungtinggi serat untuk
mencegah konstipasi
9.      Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian
10.  M o n i t o r a d a n y a p e n u r u n a n
B B d a n g u l a darah
11.  Monitor lingkungan selama makan
12.  Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidakselama jam makan
13.  Monitor turgor kulit
14.  Monitor kekeringan, rambut
kusam, totalprotein, Hb dan kadar
Ht
15.  Monitor mual dan muntah
16.  Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
17.  Monitor intake nuntrisi

D. IMPLEMENTASI

Adalah mengelola dan mewujudkan dari rencana perawatan meliputi


Tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan
ketentuan Rumah Sakit.

E. EVALUASI

Evaluasi juga merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan
sesama tenaga kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2009/01/asuhan-keperawatan-
pada-pasien-dengan_6374.html
http://loebis-qoa.blogspot.com/2010/11/askep-gastritis.html

Mansjoer, Arif. Kapita Selecta Kedokteran. Jilid 1, Jakarta : 1999.

Maryam, siti dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Penerbit
Salemba Medika
Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2


(Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Stanley, Mickey dkk. 2000. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Watson, Roger. 2003. Perawatan pada Lansia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Anda mungkin juga menyukai