BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kapas transgenik merupakan hasil bioteknologi di bidang perkapasan yang
memiliki keunggulan yaitu produksinya tinggi, mutu seratnya baik, tahan terhadap
hama utama kapas Helicoverpa armigera dan hanya memerlukan sedikit pestisida
sehingga menguntungkan bagi para petani kapas sebagaimana dinikmati oleh petani-
petani di Amerika Serikat dengan luas tanah tahun 2000 adalah 30,3 juta Ha,
Australia, 0,2 Ha dan Cina 0,5 juta Ha.1
Pendapat kelompok masyarakat yang pro dan kontra meyakini tanaman kapas
transgenik memiliki manfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk, tetapi hal
tersebut belum teruji, apakah lebih besar manfaatnya atau kerugiannya.
Di Sulawesi selatan terdapat penolakan akan keberlakuan kapas transgenik .
Penolakan terhadap SK Menteri Pertanian diajukan oleh beberapa Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) akibat tidak dilakukannya Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal) terlebih dahulu, padahal kapas transgenik berpotensi
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. Selain itu, terdapat beberapa
permasalahan lain seperti akibat dari kapas transgenik yang dapat menyebabkan
resistensi terhadap antibiotik, serta tidak transparannya informasi yang dikeluarkan
oleh Pemerintah terhadap petani-petani di Sulawesi Selatan, dan tidak tepatnya
penggunaan kapas transgenik di Sulawesi Selatan karena kapas transgenik hanya
dapat bertahan dari hama Heliothis virescens, Helicoverpa armigera, dan
Pectinophora gossypiella, padahal hama kapas yang paling banyak menyerang di
Sulawesi berjenis Empoasca.
Hingga akhirnya LSM tersebut mengajukan gugatan pembatalan SK Mentan
melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap Pemerintah RI, PT Monagro
Kimia, dan sejumlah petani di Sulawesi Selatan.
1
D.A. Andow and Claudia Zwahlen, Assessing Environmental Risks of Transgenic Plants, Vol.9
(USA: Ecology Letters, 2006), p. 196.
1
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
C. Rumusan Masalah
a) Sudah tepatkah penggunaan hak gugat oleh para Penggugat dalam kasus ini?
Sudah tepatkah pendapat hakim atas hak gugat para para Penggugat?
b) Bagaimana pendapat para pihak dan hakim mengenai hubungan Amdal, Risk
Asessment, dan Precautionary Principle dalam kasus ini? Sudah tepatkah
pendapat hakim terkait hubungan ini?
c) Bagaimana para pihak melihat keamanan produk kapas transgenik, yang
termasuk pest/insect resistant crops (Bt)?
d) Bagaimana pendapat hakim atas persoalan keamanan ini? Sudah tepatkah
pendapat hakim ini?
BAB II
ISI
2
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
A. Kasus Posisi
Kasus ini terjadi antara koalisi ORNOP untuk keamanan Hayati dan Pangan
(ICEL, YLKI, Biotani Indonesia, YLKSS di Makassar, LPPM di Makassar dan
KONPHALINDO) yang selanjutnya disebut sebagai para para Penggugat, melawan
Menteri Pertanian R. I., PT. Monagro Kimia, juga Syarifuddin, dkk.
Dalam gugatan tersebut, para para Penggugat salah satu pokoknya
mendalilkan mengenai pelepasan izin bagi produk transgenik tanpa melalui proses
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan atau Amdal, yang mana menurut penilaian
para para Penggugat, pelepasan kapas transgenik Bt DP 5690B sebagai varietas
unggul dengan nama NuCOTN 32B (Bollgard) tersebut haruslah didahului dengan
pelaksanaan proses AMDAL sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Tetapi pada kenyataannya
pengeluaran izin pelepasan kapas transgenik di tujuh kabupaten di Sulawesi Selatan
ini terjadi tanpa adanya proses AMDAL dan hal tersebut menurut para penggungat
akan mengganggu optimalisasi upaya penerapan prinsip kehati-hatian (precautionary
principle) pada usaha atau kegiatan yang berkaitan dengan produk transgenik,
pengelolaan dan pelestarian lingkungan, perlindungan konsumen dan sebagainya,
sehingga mengakibatkan menurunnya partisipasi masyarakat dan berkurangnya
kemampuan pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati serta daya dukung
lingkungan .
Berdasarkan hal-hal tersebut, Majelis Hakim dalam pertimbangannya
berpendapat bahwa dalam penerbitan Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang
dikeluarkan tergugat telah cukup mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dalam
pelepasan uji coba lapangan secara terbatas kapas transgenik Bt DP 5690 B. Hal yang
dilakukan tergugat tersebut juga terbukti tidak melanggar ketentuan tentang AMDAL
dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999. Kedua hal tersebut berdasarkan
pada bukti tertulis ditemukannya fakta-fakta tindakan tergugat antara lain berupa: (1)
melakukan pengumuman kepada masyarakat sebelum Keputusan Tata Usaha Negara
diterbitkan, (2) memenuhi ketentuan dalam Surat Keputusan Bersama Menteri
3
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
B. Pembahasan
1. Hak Gugat Para Penggugat
Para para Penggugat dalam kasus ini adalah :
1) Yayasan Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Hidup/ Indonesian
Centre for Environmental Law (ICEL);
2) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI);
3) Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan (YLKSS);
4) Yayasan Konsorsium Nasional untuk Pelestarian Hutan dan Alam
Indonesia (KONPHALINDO);
5) Yayasan Biodinamika Pertanian Indonesia/ Biotani Indonesia;
6) Yayasan Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Masyarakat.
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 53 (1) UU No. 5 tahun 1986 :
“Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh
suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada
Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan
gati rugi dan/atau rehabilitasi”
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, dapat kita ketahui paragraf keempat disebutkan bahwa
4
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
2) Dalam Pasal 5 AD/ART dari YLKI disebutkan bahwa maksud dan tujuan dari
lembaga ini ada adalah untuk memberikan bimbingan dan perlindungan kepada
masyarakat konsumen menuju kepada kesejahteraan keluarga. Tetapi hal yang
perlu kita perhatikan bahwa bahwa lembaga ini tidak mencerminkan secara
5
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
6
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
7
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
8
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
9
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
2
D.A. Andow and Claudia Zwahlen, Assessing Environmental Risks of Transgenic Plants, Vol.9
(USA: Ecology Letters, 2006), p. 197.
10
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
11
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
nyata pelaksanaan dari Amdal.3 Sehingga untuk membuat ERA haruslah dengan
adanya Amdal terlebih dahulu, karena ERA berpedoman pada Amdal itu sendiri.
Karena itulah prinsip kehati-hatian dengan Amdal dan ERA saling berkaitan satu
sama lain.
Prinsip kehati-hatian baru diakui di Indonesia melalui putusan pengadilan,
pada tahun 2005, melalui PP No. 21 Tahun 2005 Tentang Keamanan Hayati Produk
Rekayasa Genetika (PRG). Pasal 3 PP No. 21 Tahun 2005 menyatakan bahwa
ketentuan-kententuan yang diterapkan dalam PP ini menggunakan pendekatan kehati-
hatian guna mencapai keamanan lingkungan. Lebih jauh lagi, Penjelasan dari Pasal 3
ini menyatakan bahwa prinsip kehati-hatian diterapkan dalam bentuk adanya
kewajiban melakukan penilaian resiko (risk assessment) dan pengelolaan resiko (risk
management) sebelum diizinkannya penggunaan atau pemanfaatan PRG.
Teori-teori di atas akan dikaitkan dengan pendapat para pihak dan hakim
dalam kasus Kapas Transgenik dengan putusan Nomor 71/G.TUN/2001/PTUN-JKY
oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
12
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
13
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
14
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
itu, petani kapas di Sulawesi Selatan menghendaki untuk menanam varietas kapas
transgenik Bt dalam musim tanam tahun 2001. Dalam rangka melindungi petani
dari ancaman pidana dimaksud, sekaligus melaksanakan prinsip kehati-hatian
dalam memanfaatkan kapas transgenik, Menteri Pertanian merespon keadaan
tersebut dengan menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
107/Kpts/KB.430/2/2001 tanggal 7 Februari 2001.”
Pemahaman pihak tergugat atas prinsip kehati-hatian pada jawaban ini juga
keliru. Prinsip kehati-hatian diterapkan untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan terjadi yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup
yang salah satunya dengan mewajibkan Amdal dan ERA sebagai syarat wajib
pemberian izin usaha, bukan untuk melindungi petani sehingga menerbitkan SK
tersebut seperti penjelasan diatas.
3. “Mengingat penerapan Amdal tidak mungkin lagi dilakukan, maka dalam rangka
kehati-hatian sesuai dengan prinsip yang ada dalam Protokol Cartagena, Meneg
Lingkungan Hidup memohon tergugat agar meminta PT. Monagro Kimia dalam
waktu segera melakukan Risk Assesment (Analisis Risko Lingkungan). Surat
tersebut telah tergugat tanggapi dengan surat Nomor KB. 430/58/A/XI/2000
tanggal 10 November 2000 yang menyatakan bahwa proses pelepasan terbatas
varietas kapas transgenik ditempuh sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan
Bersama Keputusan Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perburuhan,
Menteri Kesehatan, dan Menteri Negara Pangan dan Holtikultura tentang
Keamanan hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa
Genetik.”
Ini berarti pihak tergugat belum menyuruh PT. Monagro Kimia untuk
melaksanakan risk assessment, karena Amdal merupakan dasar/pedoman
pembuatan risk assessment, padahal Amdal-nya tidak ada. Walaupun pihak
tergugat menyatakan bahwa pelepasan terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan
dalam Keputusan Bersama 4 Menteri, Amdal dan risk assessment adalah berbeda
dengan keputusan tersebut. Maka jelas, pihak tergugat telah menerbitkan suatu SK
dengan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian.
15
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
16
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
17
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
18
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
Menurut analisis kami putusan Majelis Hakim kurang tepat karena telah keliru
dalam memahami tentang kapas transgenik yang merupakan produk rekayasa
genetika tersebut. Produk ini merupakan produk baru di Indonesia. Hal ini terbukti
dari putusannya yang memenangkan pihak tergugat. Majelis Hakim hanya
mempertimbangkan kapas transegnik tersebut dari sisi bukti-bukti yang dikemukakan
oleh Tergugat dan tidak melihat pada kenyataan. Memang pada saat itu dampak
negatif dari kapas transgenik belum terlihat, namun pada akhirnya kapas transgenik
tersebut memberikan dampak negatif. Sesuai dengan akibat dari kapas transegnik dan
karakteristiknya, Pelepasan kapas transgenic harusnya terlebih dahulu diuji sebelum
dicoba ke lapangan untuk diperjualbelikan sehingga seharusnya Majelis Hakim lebih
bijak dalam mengambil keputusan dan tidak lupa mempertimbangkan dalil-dalil dari
Para Penggugat dengan melihat dari kenyataan dan literatur mengenai hasil penelitian
tentang kapas transgenik yang independen.
Dari putusan ini pun dapat terlihat adanya ketidakhati-hatian dalam
mengambil keputusan karena Majelis Hakim berpendapat bahwa saat kasus terjadi
belum ada dampak negatif yang ditimbulkan sehingga pelepasan terbatas kapas
transgenik diperbolehkan, namun jika terbukti kedepannya ada dampak negatif maka
barulah analisis mengenai dampak lingkungan baru diwajibkan. Seharusnya jika ada
keraguan dengan dampak dari pelepasan kapas transgenik ini sebelumnya, maka
analisis mengenai dampak lingkungan dilakukan terlebih dahulu untuk memenuhi
prinsip kehati-hatian (precautionary principle).
19
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
4
Putusan No. 71/G.TUN/2001/PTUN-JKT.
20
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
yang tidak resisten itu dibiarkan kawin sehingga menghasilkan keturunan yang tidak
resisten.5
Menurut pihak Tergugat, penggunaan varietas unggul NuCOTN 35B
(BOLLGARD) akan berguna bagi lingkungan hidup sebab akan mengurangi secara
signifikan penggunaan pestisida kimiawi sehingga sehingga berkurang pencemaran
udara dan lingkungan oleh zat kimia pestisida, dan secara ekonomis mengurangi
biaya produksi bagi para petani. Dari berbagai pandangan mengenai keamanan dari
pihak Para Penggugat dan Tergugat di atas sekarang kita harus membandingkannya
dengan hasil penelitian para ilmuwan mengnai dampak baik positif maupun negati
dari tanaman kapas transgenik ini.
Sharples (1982) dan Gillet et al. (1986) menyimpulkan bahwa untuk setiap
jenis organisme transgenik dianggap mempunyai risiko lingkungan yang potensial. 6
Menurut Regal (1986) semua pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada resiko
lingkungan substantif bagi organisme transgenik adalah tidak logis sehingga penilaian
terhadap resiko lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh tanaman transgenik itu
harus dilakukan.7
Ecological Society of America (Tiedje et al. 1989), yang merangkum temuan
tahun 1980 dan akan memberikan kontribusi pada dasar ilmiah bagi sebuah
konsensus internasional bahwa penilaian risiko lingkungan tanaman transgenik
adalah perlu dan harus dilakukan dengan cara kasus per kasus, dengan
mempertimbangkan beberapa pemahaman yang terintegrasi dari transgen, organisme
penerima dan lingkungan di sekitarnya.8 Berdasarkan fakta tersebut dapat dipastikan
bahwa kemungkinan resiko atasa tanaman transgenik itu tetap ada.
Pada penelitian yang dilakukan oleh NRC dan EPA tahun 1990 mengenai
pengkajian resiko tanaman transgenik terhadap lingkungan, laporan awal
menunjukkan bahwa tanaman transgenik tidak mempunyai jenis baru bagi resiko
5
Ibid.
6
D.A. Andow and Claudia Zwahlen,” Assessing environmental risk of transgenic plants”,
Ecology Letter (2006): 197.
7
Ibid.
8
Ibid.
21
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
22
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
Cry1Ab yang diyakini hanya akan menjadi racun bagi Lepidoptera, ternyata menjadi
racun pula bagi C. carnea, berdasarkan uji coba pemberian makanan kepada larva C.
carnea dengan mangsa yang telah mengonsumsi jagung Bt. dan menunjukkan
mortalita lebih tinggi.12
Resiko lain yang mungkin terjadi adalah adanya hama sekunder dan juga
gulma yang hidup di lingkungan tanaman transgenik seperti yang terjadi akibat
beberapa insektisida dan herbisida.13
b. Resiko aliran gen ke tanaman lain
Aliran gen antara tanaman yang satu dengan kerabat spesies liar telah terjadi
selama ribuan tahun (Hancock et al 1996;. Ellstrand et al 1999). Gen suatu tanaman
dapat mengalir dan mengontaminasi gen tanaman liar (asimilasi genetik: Ellstrand &
Elam 1993; Levin et al 1996, Wolf et al, 2001), mengurangi keragaman genetik
populasi liar. Gen tanaman juga dapat mengalir ke varietas tanaman lain atau ras
tanah, mencemari kolam penerima benih. Apakah ini kontaminasi genetik disebut
'polusi genetik' atau 'kehadiran adventif', dapat memiliki konsekuensi yang tidak
diinginkan, mengurangi kualitas benih (Friesen et al. 2003), mengancam keamanan
pangan (NRC 2004a) dan produksi makanan organik, atau merugikan budaya asli
[Amerika Utara Perjanjian Perdagangan Bebas-Komisi Kerjasama Lingkungan
(NAFTA-CEC) 2004].14Menurut Ellstrand et al. aliran gen dari tanaman ke kerabat
liar terlibat dalam evolusi weediness (rumput) di tujuh dari 13 dunia tanaman yang
paling signifikan.15 Aliran gen tersebut dapat ditimbulkan oleh berbagai cara baik
yang dilakukan oleh manusia maupun oleh alam seperti angin, air, atau hewan.16
c. Resistensi
Manajemen resistensi telah diperlukan hanya untuk tanaman transgenik
insektisida dan bukan untuk tanaman transgenik toleran herbisida, meskipun ini dapat
12
Ibid.
13
Ibid.
14
Ibid., hlm: 200.
15
Ibid.
16
Ibid.
23
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
24
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
terjadinya efek negatif dari tanaman kapas transgenik Bt inilah maka bagi Tergugat
yang bersangkutan dalam hal ini pemrakarsa Kapas Bt memang harus melakukan
Amdal dan ERA. Karena bagaimanapun juga produk Kapas Transgenik Bt ini tetap
merupakan produk yang dapat menimbulkan efek negatif, entah dalam waktu dekat
ataupun jangka panjang.
Menurut SK bersama Empat Menteri, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan
dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Negara Pangan dan holtikultura
No.998.1/Kpts/OT.210/9/99;790.a/Kpts-IX/1999; 145A/MENKES/SKB/IX 199;
015A/Nmeneg PHOR/09/1999, tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan
Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik bahwa pemanfaatan tanaman transgenik
baik produk yang berasal dari dalam maupun luar negeri harus memenuhi persyaratan
keamanan hayati dan keamanan pangan, serta mempertimbangkan kaidah agama,
etika, sosial, budaya dan estetika.
Jika kita melihat ketentuan SK tersebut di atas maka nampaknya pihak
Tergugat ini sudah memenuhinya, karena sebelum pelepasan Kapas Bt sudah
didahului dengan uji laboratorium di Balai Penelitian Bioteknologi Bogor, uji
lapangan terbatas dan uji multilokasi di Sulawesi Selatan. Sebagai wujud perhatian
terhadap kaidah agama pula bahwa produk transgenik tersebut halal, sedangkan
perhatian terhadap aspek sosial ini bahwa pihak Tergugat dalam melakukan
pelepasan kapas Bt ini justru sangat memperhatikan aspek sosial masyarakat karena
dengan adanya produk kapas transgenik yang dapat dibudidayakan oleh para petani di
Sulawesi Selatan ini mereka bisa meningkatkan kesejahteraan dengan penurunan
biaya pestisida yang harus dikeluarkan oleh para petani untuk membunuh hama
utama tanaman kapas. Namun masalahnya pihak Tergugat ini kurang memperhatikan
dampak penting yang mungkin terjadi pada waktu yang tidak bisa ditentukan, maka
dari itu tetaplah dalam kasus pelepasan produk kapas transgenik Bt ini harus
dilengkapi dengan penilaian resiko lingkungan dan juga Amdal, supaya pihak
Tergugat mengetahui secara rinci minimal adanya berbagai kemungkinan dampak
negatif dari adanya budidaya kapas transgenik Bt tersebut.
25
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
26
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
hama sasaran, produk Bt cukup aman terhadap organisme bukan sasaran termasuk
serangga parasitoid dan predator serta mamalia (Glare & O’Callaghan 2000). Pada
penelitian ini, residu protein Cry1Ac di dalam tanah yang ditanami kapas-Bt Bollgard
tidak mematikan hama sasaran H. armigera sehingga residu tersebut tidak perlu
dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap organisme bukan sasaran di dalam
tanah. Namun demikian, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menganalisis
residu Cry1Ac di tanah dalam jangka panjang (setelah beberapa kali musim tanam
kapas).
22
Dikutip dari Laporan Hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) (judul, tahun, dan penulis
tidak diketahui)
27
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
23
Ibid.
24
Ibid.
25
Hidayat dan Prijono, op. cit., hlm: 57.
28
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
Berdasarkan fakta di atas kita bisa menganalogikan bahwa lahan yang dimiliki
oleh para petani kapas Bt di Sulawesi Selatan ini rata-rata hanya sekitar 100-500
meter dan belum berlangsung lama, maka belumlah dapat diklasifikasikan dapat
menimbulkan hama resisten. Akan tetapi jika kita kembali lagi pada penjelasan
sebelumnya karena sebenarnya memang sulit memprediksi adanya dampak negatif
dari adanya produk kapas transgenik Bt termasuk juga akan timbulnya hama yang
resisten. Maka dari itu tetap saja para pemrakarsa harus membuat suatu penilaian atas
resiko yang mungkin ditimbulkan akibat budidaya kapas transgenik Bt ini. Perlu
diperhatikan bahwa adanya akumulasi dari keberadaan produk kapas transgenik yang
terjadi dalam waktu yang lama ini dapat menimbulkan hama resisten, karena
kekebalan yang amat sangat kuat dari hama tersebut bisa saja justru merusak tanaman
kapas baik yang transgenik ataupun non-transgenik akibat hama tersebut tidak dapat
dimatikan. Jika kondisinya seperti ini tidak mustahil bahwa petani justru akan
membutuhkan pestisida yang lebih banyak untuk membunuh hama yang super
resisten tersebut.
26
Santosa, op. cit., hlm: 33.
29
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
30
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
dilakukan. Pelepasan secara terbatas pun bukanlah menjadi alasan bagi Tergugat
untuk tidak dilakukannya Amdal dan ERA sebagaimana disarankan oleh para
ilmuwan di atas, karena tetap saja lama-kelamaan budidaya kapas transgenik Bt ini
akan menimbulkan berbagai efek negatif terhadap lingkungan seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya.
4. Pendapat Hakim Atas Persoalan Keamanan Serta Ketepatan Pendapat
Hakim mengenai Keamanan Produk Kapas Transgenik
Dalam putusan No. 71/G.TUN/2001/PTUN-JKT, dalam pertimbangan-
pertimbangannya majelis hakim berpendapat, terutama mengenai AMDAL, bahwa
keberadaan AMDAL ini hanya diwajibkan untuk pemrakarsa usaha dan/atau
kegiatannya, bukan sebagai syarat untuk dikeluarkannya izin pelepasan bibit kapas
transgenik ini. Sehingga tergugat tak disyaratkan untuk wajib AMDAL. Pun kalau
berdasarkan hasil uji coba yang berlaku 1 tahun itu nantinya ternyata benar-benar
kegiatan tersebut berdampak penting dan merugikan bagi lingkungan, maka hal
tersebut akan menjadi tolak ukur terhadap kegiatan itu kedepannya dan beradasarkan
ketentuan Pasal 3 ayat (3) Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 dapat ditinjau
kembali, baru kemudia diterbitkan AMDAL.
Kemudian majelis hakim juga berpendapat bahwa kegiatan pelepasan bibit
kapas transgenik untuk digunakan di 7 kabupaten tersebut masih merupakan uji coba,
sehingga belum dapat diketahui hasilnya karena masih dalam tahap pemantauan dan
evaluasi. Selain itu dengan jelas disebutkan bahwa penilaian yang dilakukan oleh
bada peradilan TUN ini bersifat posteriori, yaitu didasarkan setelah terjadinya akibat
yang secara faktual benar-benar terjadi dan bukannya berdasarkan kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi, yang demikian itu majelis hakim berpendapat SK
Tata Usaha Negara yang diterbitkan tergugat itu belum mengakibatkan kerugian atas
kepentingan para para Penggugat.
Dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan hakim tersebut,
sepertinya majelis hakim terlalu berkonsentrasi dengan akibat-akibat yang secara
faktual benar-benar terjadi dan bukannya berdasarkan kemungkinan-kemungkinan
yang akan terjadi, terlihat dari seringnya pendapat tersebut diungkapkan oleh hakim
31
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
27
Terjemahan pasal 1 Protokol Cartagena: “berdasarkan pendekatan kehati-hatian yang
terkandung dalam prinsip 15 deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Protokol ini
bertujuan untuk memberikan kontribusi dalam memastikan tingkat proteksi yang memadai dalam hal
transfer, penanganan dan penggunaan yang aman dari organisme hidup hasil bioteknologi modern
yang mungkin berpengaruh merugikan terhadap kelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan
keanekaragaman hayati, dengan juga mempertimbangkan resiko terhadap kesehatan manusia, dan
khususnya berfokus pada pergerakan lintas batas”
32
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
33
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1) Tidak semua Para Penggugat memenuhi syarat untuk mengajukan gugatannya
dalam kasus kapas ransgenik Bt. Para para Penggugat dalam kasus tersebut yang
memenuhi kriteria untuk mengajukan gugatan sebagai badan hukum perdata
sesuai dengan pasal 53 ayat (1) UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara jo. Pasal 38 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah Yayasan Lembaga Pengembangan
Hukum Lingkungan Hidup/ Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL),
Yayasan Konsorsium Nasional untuk Pelestarian Hutan dan Alam Indonesia
(KONPHALINDO), dan Yayasan Biodinamika Pertanian Indonesia/ Biotani
Indonesia. Oleh karena itu para para Penggugat mempunyai kedudukan hukum
dan kepentingan hukum untuk mengajukan gugatan dalam kasus Kapas
Transgenik. Para Penggugat selain yang disebutkan tersebut tidak memenuhi
kriteria sebagai para Penggugat perkara a quo, karena tidak memenuhi unsur
pasal 53 ayat (1) UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo.
Pasal 38 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup .
2) Menteri Pertanian sebagai Tergugat dalam Kasus Transgenik melakukan
kelalaian dalam izin pembebasan Amdal sebelum pelepasan Kapas Transgenik
Bt. Hal ini ditinjau dari jenis kegiatannya dan dengan dihubungkan dengan pasal
3 PP No. 27 Tahun 1999, maka kegiatan yang dilakukan oleh PT. Monargo
Kimia sebagai pengelola Kapas Transgenik merupakan jenis usaha dan/atau
kegiatan yang tergolong introduksi jenis tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik
salah satunya proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan
34
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
35
Copyright: Anggi Maisarah, Andy Setyadi, Catur Nugraheni, Faza Luna Lestari, Lestari Hotmaida Sianturi, Lewinda
Oletta, Maria Grace
Untuk Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan Semester Genap Tahun 2012.
hidup. Karena hal ini menyangkut kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup
yang berpengaruh terhadap pembangunan berkelanjutan.
36