Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MAKALAH MANAJEMEN KEPERAWATAN


KETERLAMBATAN RESPONSE TIME (TRIASE)
DI INSTALASI GAWAT DARURAT

Disusun Oleh :

Septika Komalasari
D0019053

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it’s Live
Saving. Artinya seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat
darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien. Hal ini mengingatkan pada
kondisi tersebut pasien dapat kehilangan nyawa dalah hitungan menit saja
berhenti bernapas 2-3 menit pada manusia dapat menyebabkan kematian yang
fatal (Sunyoto, 2014). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan tahun
2009, jumlah kunjungan ke RSU di indonesia pada tahun 2007 sebanyak
33.094.000 dengan pasien yang melakukan kujungan ke IGD sebanyak
4.402.205 atau 13% dari total seluruh kunjungan RSU (Keputusan Menteri
Kesehatan, 2009).
Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita
gawat darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai
kepada penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau
dalam keadaan bencana. Keberhasilan waktu tanggap atau response time
sangat bergantung pada kecepatan yang tersedia serta kualitas pemberian
pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat sejak
ditempat kejadian, didalam perjalanan maupun di rumah sakit (Gustia &
Manurung, 2018).
Waktu tanggap pelayanan dapat dihitung dengan hitungan menit dan
sangat dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun
komponen-komponen yang lain mendukung seperti pelayanan laboratorium,
radiologi, farmasi dan administrasi (Khairina, Marini & Huriani, 2018).
Hasil wawancara dengan kepala ruang IGD, beliau mengatakan bahwa
penempatan staf belum sesuai dengan yang diharapkan, karena adanya rotasi
pegawai, akhirnya ada kompetensi yang tidak merata yang berpengaruh pada
skill dari perawat pelaksana dalam menjaga response time, berdasarkan
wawancara dengan dengan keluarga pasien di IGD juga mengeluh saat tiba di
rumah sakit tidak langsung dilayani dan dibiarkan menunggu.

1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi lambatnya response time IGD.
2. Mengidentifikasi cara penyelesaian masalah lambatnya response time IGD.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Kasus
Saya menemukan masalah saat di IGD, yaitu saat datang pasien baru yang
tergolong gawat , pasien tersebut tidak langsung ditangani, tetapi dibiarkan
menunggu tanpa ada penanganan apapun, hal ini terjadi karena tidak adanya
perawat yang betugas sebagai tim triase, perawat hanya berfokus pada pasien
yang sudah berada didalam bilik untuk melakukan tindakan lanjutan. Padahal
idealnya pasien yang baru datang di IGD langsung dilakukan pengecekan
TTV dan selanjutnya dilakukan pemisahan sesuai kegawatan dengan metode
triase, hal ini menyebabkan banyak keluarga pasien yang mengeluh tidak
puas dengan pelayanan yang ada.

2.2 Cara Penyelesaian Masalah


Dalam masalah ini, cara penyelesaiannya dalah dengan membagi perawat,
sebagian menjadi tim triase dan sebagian menjadi perawat yang memberikan
tindakan lanjutan.

2.3 Pembahasan
a. Pengertian triase
Triase berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggris triase
dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu
proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cidera/penyakit untuk
menentukan jenis perawatan gawat darurat. Kini istilah tersebut lazim
digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat
dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan
sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di UGD setiap
tahunnya (Pusponegoro, 2010).
b. Tujuan Triase
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam
nyawa. Tujuan triase selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau
drajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.
Dengan triase tenaga kesehatan akan mampu :
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada
pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan
pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan/pengobatan gawat darurat

c. Prinsip dan Tipe Triase


 Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
 Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
 Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
 Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Namun pada kenyataan dilapangan, triase tidak langsung dilakukan
karena tidak adanya perawat yang bertugas sebagai tim triase, perawat
pelaksana lebih berfokus pada pasien yang telah masuk ke bilik tindakan.
Penanganannya pun tidak sesuai prioritas kegawatan pasien, terkadang
pasien yang dengan triase warna kuning lebih didahulukan daripada pasien
dengan triase warna merah. Sehingga banyak keluarga pasien yang
mengeluh lambatnya penanganan di IGD. Hal ini berbanding terbalik
dengan penelitian Gustia dan Manurung (2018), pada IGD tempat
penelitian tersebut, telah mengacu pada SOP penerimaan pasien baru dari
IGD, sehingga kepuasan pasien saat di IGD pun cenderung tinggi.
Masalah lambatnya proses penanganan utama pasien dapat teratasi
setelah dilakukan supervisi oleh kepala ruang untuk membagi perawat
yang bertugas, sebagian bertugas sebagai tim triase sebagian lagi betugas
sebagai tim tindakan lanjutan, dengan adanya pembagian tugas ini
diharapkan kepuasan pasien dan keluarga pasien dapat meningkat, dan
mengurangi resiko cedera atau kematian akibat dari lambatnya pelayanan.

Good… sudah lengkap teorinya sama aturanya kamu sudah paham.


Saya ajari yang lebih lengkap ya… biar kita bias mengidentifikasi
masalahnya itu sebenarnya ada dimana… dan alur berpikir ini harus
dibawa ketika kamu menemukan sebuah masalah….
1. Kita perlu mengkaji sebenarnya masalah disini apa?
 Planning: apakah sudah ada aturan tentang pelaksanaan triase? Ada SOP
nya tidak? Ada meja / tempat untuk triase tidak? Ada tanda atau poster2
triase ga?
 Organizing: pernah ga kamu lihat di jadwal atau saat meeting morning
atau operan jaga, pembagian kerja? Misal… kamu bagian di ruang
tindakan, kamu di bagian nensi, kamu bagian bed berapa sampai berapa?
Atau pernah ga kamu lihat ada pasien datang, terus prwte coba kamu
saja… eh itu pasien kamu….. eh ini spesialisainya saya….. eh penyakit
dalam tu bagian saya, eh kamu kan ahli kecelakaan….. dsb. Pernah lihat
yg begitu ga? Atau ada pasien datang: yuh yang junior maju buat
pengalaman. Nanti tgl lapor sama katimnya aja.
 Staffing: inget gay g dines berapa org? cmpuran senior junior?selalu ada
mahasiswa? Mahasiswa diberi tanggng jawab g?
 Actuating: karu atau katim pernah mendampingi ga? Misal ada pasien
baru…. Dia mendampingi prwt untuk yuh kita apakan setelah ini. Ooo
pasien itu gpp, nanti saja tggu dokter. Ada tanda triase ga, minimal
warna2? Ada pembagian bed ga misal bed yg dkt pintu buat yg hijau,
kuning ada di ruang sebelah nama, hitam sebelah mana, merah sblh mana?
 Controlling: ada survey kepuasan? Brp lama biasanya pasien masuk igd trs
ketemu perawat? Kira-kira saja….
2. Jawaban2 dari no 1 itu kamu masukan dalam kasus
3. Analisa kamu bias mulai dari SWOT
S: hasil dari pengkajian posac yang mendukung pelaksanaan trise
W: hasil dari posac yg tdk mendukung tercapainya triase
O: bbrp hal yg berasal dari luar institusi yg mendukung pelaksanaan triase.
Misal ada mahsiswa ners yg sdh bljr triase. Ada satpam yg membantu
monilisasi paien ked lm ruangan
T: bbrp hal yg berasal dari luar institusi yg menyulitkan tercapainya
pelaksanaan trise yg baik. Contoh: pasien dan keluarga yg tdk sabar, klga
bebass keluar masuk, apotek nya jauh (tdk ada depo apotik), rs tll luas
misalnya…..
4. Hassim dari no 3 kamu masukan dianalisa sebelum teori yg kamu cantumkan.
Baru akan keliatan secara swot apa sih harus dilakukan….. apakah perlu
dibuat poster2 yg lbh menerangkan trise? Atau perlu tanda yg lbh mencolok?
Atau perlu dibagi dr penjadwalan ttg tugas dan tgg jawab masing-masing
prwt atau sosialosasi ke keluarga atau bagaimana….. baru masukan teori yg
sdh kamu jelaskan tadi
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lambatnya penanganan saat di IGD disebabkan karena tidak adanya
perawat yang bertugas sebagai tim triase, karena semua perawat lebih
berfokus untuk memberikan tindakan pada pasien yang sudah berada pada
bilik tindakan.
Masalah lambatnya proses penanganan utama pasien dapat teratasi setelah
dilakukan supervisi oleh kepala ruang untuk membagi perawat yang bertugas,
sebagian bertugas sebagai tim triase sebagian lagi betugas sebagai tim
tindakan lanjutan.

3.2 Saran
Sebaiknya setiap rumah sakit lebih memperhatikan proses penerimaan pasien
baru, salah satunya di IGD. Pasien yang baru datang sebaiknya segera
dilakukan pemeriksaan dan pengkajian awal sebelum dilakukan triase. Untuk
melakukan pemeriksaan ini, alangkah baiknya dilakukan perawat yang
bertugas pembagian tim, yaitu sebagai tim triase dan tim tindakan lanjutan.
Dengan adanya pembagian tugas ini diharapkan kepuasan pasien dan keluarga
pasien dapat meningkat dan mengurangi resiko cedera atau kematian akibat
dari lambatnya pelayanan.
SOP PROSES TRIASE

1. Pasien datang diterima petugas/paramedic IGD


2. Diruang triase dilakukan anamneses dan pemeriksaan singkat dan cepat
(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat
dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD)
4. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna:
a. Segera – Immediate (MERAH). Pasien mengalami cedera mengancam
jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.
Misalnya: Tension pneumothorax, distress pernafasan (RR<30x/menit),
perdarahan internal, dsb
b. Tunda – Delayed (KUNING). Pasien memerlukan tindakan definitif
tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya: Perdarahan laserasi
terkontrol, fraktur tertutup pada ekstremitas dengan perdarahan
terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh, dsb.
c. Minimal (HIJAU). Pasien mendapat cidera minimal, dapat berjalan dan
menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya: laserasi
minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
d. Expextant (HITAM). Pasien mengalami cidera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya: luka bakar derajat 3
hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
e. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna:
merah, kuning, hijau, hitam.
f. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan
pengobatan diruang tindakan IGD. Tetapi bila memerlukan tindakan
medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang operasi
atau dirujuk ke rumah sakit lain.
g. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu
giliran setelah pasien dengan kategori triase merah selesai ditangani.
h. Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan,
atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
i. Penderita kategori triase hitam (meninggal) dapat langsung dipindahkan
ke kamar jenazah (Rowles, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

Gustia, M. Manurung, M (2018). Hubungan Ketepatan Penilaian Triase dengan


Tingkat Keberhasilan Penanganan Pasien Cedera Kepala di RSU HKBP
Balige Kabupaten Toba Samosir. Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Standar Instalasi
Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Indonesia
Khairina, L. Malini, H. Huriani E. (2018) Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Pengambilan Keputusan Perawat dalam Triase di Kota Padang.
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Indonesia. Indonesian Journal
For Health Science Vol 02. No. 01
Pusponegoro, D. A. (2010) Buku Panduan Basic Trauma and Cardiac Life
Support. Jakarta: Diklat Ambulance AGD 118
Sunyoto, D. (2014). Konsep Dasar Manajemen Pemasaran (Konsep, Strategi dan
Kasus). Yogyakarta: CAPS

Anda mungkin juga menyukai