Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

CEDERA KEPALA

A. DEFINISI
Cedara kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas (Mansjoer,A,2011).
Cidera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat
mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional, dan social. Trauma tenaga
dari luar yang mengakibatkan berkurang atau terganggunnya status kesadaran
dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional (Judha &
Rahil,2011).

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan patologi :
1. Cedera kepala primer
Merupakan akibat cedera awal.Cedera awal menyebabkan gangguan integritas
fisik, kimia dan listrik dari sel diarea tersebut, yang menyebabkan kematian sel.
2. Cedera kepala sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang yang menyebabkan kerusakan otak lebih
lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang tak
terkendali, meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema cerebral,
perubahan biokimia, dan perubahan hemodinamik serebral, iskemia serebral,
hipotensi sistemik dan infeksi local atau sistemik.
Menurut jenis cedera :
1. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi diameter. Trauma yang menembus otak dan jaringan otak.
2. Cedera kepala tertutup dapat disamakan pada pasien dengan geger otak
ringan dengan cedera serebral yang luas.
Menurut berat ringannya berdasarkan Glagow Coma Scale (GCS)
1. Cedera kepala ringan/ minor
 GCS 14 – 15

1
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran,amnesia, tetapi kuran dari 30
menit
 Tidak ada fraktur tengkorak
 Tidak ada kontusio serebral, hematoma
2. Cedera kepala sedang
 GCS 9 – 13
 Kehilangan kesadaran dan masa amnesia lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam
 Dapat mengalami fraktur tengkorak
 Diikuti contusion cerebral, laserasi dan hematoma intracranial

3. Cedera kepala berat


 GCS 3 -8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
 Juga meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma
intracranial.

Skala Coma Glasgow :


Dewasa Respon Bayi dan Anak- Anak
Buka Mata (Eye)
Spontan 4 Spontan
Berdasarkan perintah verbal 3 Berdasarkan suara
Berdasarkan rangsang nyeri 2 Berdasarkan rangsang nyeri
Tidak membei respon 1 Tidak member respons
Respon Verbal
Orientasi baik 5 Senyum, orientasi terhadap
obyek
Percakapan kacau 4 Menangis tetapi dapat
ditenangkan
Kata- kata kacau 3 Menangis dan tidak dapat
ditenangkan
Mengerang 2 Mengerang dan agitatif
Tidak member respons 1 Tidak member respons
Respon Motorik
Menurut perintah 6 Aktif
Melokalisir rangsang nyeri 5 Melokalisir rangsang nyeri
Menjauhi rangsang nyeri 4 Menjauhi rangsang nyeri
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal

2
Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal
Tidak memberi respons 1 Tidak member respon
Skor 14-15 12-13 11-12 8-10 <
5
Kondisi compos Mentis Apatis somnolent Stupor
Koma

C. ETIOLOGI
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi,, deselerasi, akselerasi –
deselerasi, coup- countre coup dan cedera rotasional.
1. Cedera Akselerasi terjadi jika obyek gerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (mis : alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan kekepala)
2. Cedera Deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam,
seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca
depan mobil.
3. Cedera Akselerasi – Deselerasi sering terjadi dalam kecelakaan kendaraan
bermotor dan episode kekerasan fisik.
4. Cedera Coup- Countre Coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan
otak bergerak dalam ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang
tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur,
(mis : dipukul di bagian belakang kepala)
5. Cedera Rotasional terjadi jika pukulan/ benturan menyebabkan otak
berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau
robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah
yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

D. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar

3
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan


oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit /


100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.Trauma kepala
meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan udem paru.Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium
dan vebtrikel, takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana


penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi .Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh
darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

4
E. MANIFESTASI KLINIS
Pada pemeriksaan klinis biasa yang dipakai untuk menentukan cedera kepala
menggunakan pemeriksaan GCS yang dikelompokkan menjadi cedera kepala
ringan, sedang dan berat.
Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan adanya fraktur.
1. Fraktur kubah cranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur.
2. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika GCS keluar dari telinga dan hidung.
3. Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah.
Kondisi cedera kepala yang dapat terjadi antar lain :
1. Komosio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat
(pingsan < 10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala
2. Kontusio serebri
Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan > 10 menit) atau
terdapat lesi neurologic yang jelas.Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian
besar terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi
pada setiap bagian dari otak. Kontusio serebri dalam waktu beberapa jam atau
hari, dapat berubah menjadi perdarahan intra cerebral yang membutuhkan
tindakan operasi.

3. Laserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan duramater serta fraktur terbuka
pada cranium.
4. Epidural Hematom (EDH)
Hematom antara durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya
adalah robeknya arteri meningea media. Ditandai dengan penurunan .
(hemiparese/plegi), pupil anisokor, reflek patologis satu sisi).Gambaran CT
Scan area hiperdens dengan bentuk bikonvek atau lentikuler diantara 2
sutura.Jika perdarahan > 20 cc atau > 1 cm midline shift > 5 mm dilakukan
operasi untuk menghentikan perdarahan.
5. Subdural Hematom (SDH)

5
Hematom dibawah lapisan durameter dengan sumber perdarahan dapat
berasal dari Bridging Vein, a/v cortical, sinus venous.Subdural hematom adalah
terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut
dan kronik.Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena, perdarahan lambat
dan sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam – 2 hari, 2 minggu atau
beberapa bulan. Gejala- gejalanya adalah nyeri kepala, bingung, mengantuk,
berfikir lambat, kejang dan oedem pupil dan secara klinis ditandai dengan
penurunan kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa
hemiparese/plegi. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan gambaran hiperdens
yang berupa bulan sabit (Cresent). Indikasi operasi jika perdarahan tebalnya >
1 cm dan terjadi pergeseran garis tengah > 5 mm.
6. Subarachnoid Hematom (SAH)
Merupakan perdarahan fokal didaerah subarachnoid.Gejala klinisnya
menyerupai kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi
hiperdens yang mengikuti arah girus- girus cerebri di daerah yang berdekatan
dengan hematom. Hanya diberikan terapi konservatif, tidak memerlukan
tindakan operatif.
7. Intra cerebral hematom (ICH)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Pada
pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi perdarahan di antara neuron otak yang
relative normal. Indikasi dilakukan operasi adanya daerah hiperdens,
diameter .3 cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah.
8. Fraktur Basis Kranii
Fraktur dari dasar tengkorak, biasanya melibatkan tulang temporal, oksipital,
sphenoid dan etmoid.Terbagi menjadi fraktur basis kranii anterior dan
posterior.Pada fraktur anterior melibatkan tulang etmoid dan sphenoid,
sedangkan pada fraktur posterior melibatkan tulang temporal, oksipital dan
beberapa bagian tulang sphenoid. Tanda terdapat fraktur basis crania antara
lain :
a. Ekimosis periorbital (Racoon’s eyes)
b. Ekimosis mastoid ( Battle’s sign)

6
c. Keluar darah beserta cairan serebrospinal dari hidung atau telinga (rinore
atau otore)
d. Kelumpuhan nervus cranial

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto polos tengkorak (Skull X – Ray)
2. Angiografi serebral
3. Pemeriksaan MRI
4. CT Scan : indikasi CT Scan nyeri kepala atau muntah- muntah, penurunan GCS
lebih 1 point, adanya lateralisasi, bradikardi (nadi < 60x/mnt), fraktur impresi
dengan lateralisasi yang tidak sesuai, tidak ada perubahan selama 3 hari
perawatan dan luka tembus akibat benda tajam atau peluru.

G. PENATALAKSANAAN
a. Primary survey
A : Airway dan C-spine control
Pasang pipa oro/nasofaring (OPA atau NPA) / endrotacheal, bersihkan sisa
muntah, darah, lendir, atau gigi palsu.
B : Breathing
Beri bantuan oksigen, jika perlu ventilator
C : Circulation
Hentikan sumber perdarahan, atasi syok, hipotensi, iskemik dan
kerusakan sekunder otak
b. Secondary survey
S : symtoms (gejala)
A : Alergi
M : Medication
P : post medical history
L : last oral intake
E : events precceding the accident
Penanganan cedera kepala
1. Stabilisasi Cardiopulmoner mencakup prinsip- prinsip Airway- Breathing-
circulation (ABC). Keadaan hipoksia, hipotensi, anemia akan cenderung

7
memperhebat peningkatan TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih
buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan intubasi pada
kesempatan pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau
gangguan- gangguan dibagian tubuh lain.
4. Pemeriksaan neurologis mencakup respon mata, motorik, verbal,
pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflek okuloves tubuler.
Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita
rendah (Syok).
5. Penanganan cedera- cedera dibagian lainnya.
6. Pemberian pengobatan seperti : anti edema serebri, anti kejang dan
natrium bikarbonat.
7. Tindakan pemeriksaan diagnostic, seperti : Scan tomografi computer otak,
angiografi serebral dan lainnya.
Indikasi rawat inap pada penderita dengan cedera kapala ringan adalah :
1. Amnesia antegrade/ pasca traumatic
2. Adanya keluhan nyeri kepala mulai dari derajat yang moderat sampai
berat
3. Adanya riwayat penurunan kesadaran/ pingsan.
4. Intoksikasi alcohol atau obat- obatan
5. Adanya fraktur tulang tengkorak
6. Adanya kebocoran likuor serebro- spinalis (ottore/ rinorre)
7. Cedera berat bagian tubuh lain.
8. Indikasi social (tidak ada keluarga/ pendamping dirumah).

Dari cedera kepala ringan dapat berlanjut menjadi sedang/ berat dengan
catatan bila ada gejala- gejala seperti :
1. Mengantuk dan sukar dibangunkan
2. Mual, muntah dan pusing hebat.
3. Salah satu pupil melebar atau adanya tampilan gerakan mata yang tidak
biasa.
4. Kelumpuhan anggota gerak salah satu sisi dan kejang.

8
5. Nyeri kepala yang hebat atau bertambah hebat.
6. Kacau/ bingung (confuse) tidak mampu berkonsentrasi, terjadi perubahan
personalitas.
7. Gaduh, gelisah.
8. Perubahan denyut nadi atau pola pernafasan.
Criteria sederhana sebagai patokan indikasi tindakan operasi adalah :
1. Lesi masa intra atau ekstra – aksial yang menyebabkan pergeseran garis
tengah (pembuluh darah serebral anterior) yang melebihi 5 mm.
2. Lesi masa ekstra – aksial yang tebalnya melebihi 5 mm dari tabula interna
tengkorak dan berkaitan dengan pergeseran arteri serebri anterior atau
media.
3. Lesi masa ekstra – aksial bilateral dengan tebal 5 mm dari tabula eksternal
(kecuali bila ada atrofi otak).
4. Lesi masa intra – aksial lobus temporalis yang menyebabkan elevasi hebat
dari arteri serebri media atau menyebabkan pergeseran garis tengah.

9
Gambar 1. Tindakan operatif pada SDH (Kraniotomi)(catalog.nucleusinc.org)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA

1. PENGKAJIAN

Pengumpulan data pasien baik subyektif maupun objektif pada gangguan sistem
persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagai berikut :

a. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada pasien dengan cedera kepala, datang kerumah sakit dengan penuruna
tingkat kesadaran (GCS dibawah 15), bingung, muntah, dispnea atau takipneu,
sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralise, hemiparalise, luka dikepala,
akumulasi sputum pada saluran nafas, adanya liquor, dari hidung dan telinga dan
adanya kejang.

10
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persyarafan maupun
penyakit sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang
mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari
pasien dari keluarga sebagai data subjektif. Data-data ini sangat berarti karena
sangat memperngaruhi prognosa pasien.
c. Pemeriksaan fisik
1. Status neurologis
Yang dikaji disistem ini adalah tingkat kesadaran , biasanya GCS kurang daei 15,
disorientasi orang atau tempat dan waktu, adanya refleks babinski, perubahan
nilai tanda tanda vital, gerakan decerbrasi atau dekortikasi dan kemungkinan
didapatkan kaku kuduk dnegna brudzinki positif dengan adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, tidak dapat membedakan berbagai rangsangan atau
stimulus rasa, raba, suhu, dan getaran. Terjadi gerakan gerakan involunter,
kejang, dan ataksia karena gangguan koordinasi. gangguan dimana pasien sadar
dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertahankan keseimbangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai ke batang
otak karena edema otak atau perdarahan otak
a. Kerusakan nervous 1(olfaktorius) : Memperlihatkan gejala penurunan
daya penciuman dan anosmia bilateral
b. Nervus II (optikus), pada trauma frontalis: memperlihatkan gejala berupa
penuruna gejala penglihatan
c. Nervous III (okulomotorius), nervous IV (trokhlearis) dan nervous VI
(abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang,
reflek cahaya, menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat
mengikuti perintah, anisokor.
d. Nervous V (trigeminus), gangguan ditandai adanya anestesi daerah dahi
e. Nervous VII (fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik
atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan
nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada
2/3 bagian lidah anterior.
f. Nervous VIII ( akustikus ) pada pasien sadar gejalanya berupa
menurunnnya daya pendengaran dan keseimbangan tubuh.

11
g. Nervous IX ( glosofaringeus), nervous X ( Fagus), Nervous XI ( assesorius),
gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma
mengenai saraf tersebut. Adanya hipccuping (cekungan) karena kompresi
pada nervous fagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan
diagfragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak, cekungan yang
terjadi biasanya beresiko pada peningkatan TIK.
h. Nervous XII ( Hipoglosus), gejala yang biasa timbul adalah jatuhnya lidah
kesalah satu sisi, disfagia, dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya
kesulitan menelan.
2. Sistem kardiovaskuler
Perubahan tekanan darah menurun kecuali apabillal terjaid peningkatan
intrakranial makan tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, takikardi
atau iram anya tidak teratur. Adanya hiperekskresi pada rongga mulut, adanya
perdarahan terbuka atau hematom pada bagian tubuh lainnya.
3. Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pola nafas baik irama, kedalaman amupun frekuensi cepat
dan dangkal, irama tidak teratur (chyme stokes, ataxia breathing), bunyi nafas
ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada trakeobronkeoulus.
4. Sistem pencernaan
Akan didapatkan retensi atau inkoninen dalam hal buang air besar atau kecil,
terdapat keseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia
atau hipokalemia pada sistem gastrointestinal perlu dikaji tanda-tanda
penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar
terasa mual dan muntah.
5. Sistem muskoloskletal
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh ekstremitas
6. Sistem integumen
Kaji warna kulit, suhu dan kelembaban suhu kulit

2. Diagnosis Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas

12
3. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cidera otak

4. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit

5. Risiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan trauma

13
3. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

Domain 12 Kenyamanan

Kelas 1 Kenyamanan Fisik

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...X24 jam nyeri berkurang

NOC: NIC

Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri

Skala Outcome 1 2 3 4 5 1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif mengenai nyeri klien ynag

Mengenali kapan nyeri terjadi √ meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, berat nyerinya dan
faktor pencetus
Menggunakan tindakan p enggurangan √
nyeri tanpa analgesik
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
Penggunaan analgesic √ terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif

Melaporkan perubahan terhadap gejala √ 3. Kurangi faktor-faktor yang menimbulksn nyeri klien meningkat
nyeri pada profesional kesehatan
4. Dorong klien untuk memonitor nyeri dan menangani nyeri dengan tepat
Melaporkan nyeri yang terkontrol √

5. Ajarkan penggunaaan teknik manajemen nyeri seperti rlaksasi, terapi


bermain, hypnosis, terapi musik, dll

14
Tingkat Nyeri 6. Dukung istirahat/ tidur yang adekuat untuk membantu menurunkan nyeri

Skala Outcome 1 2 3 4 5 7. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan profesional mengenai analgesik efektif

Nyeri yang dilaporkan √ untuk menurunkan nyeri

Ekspresi nyeri wajah √

Frekuensi nafas √

Denyut nadi radial √

Tekanan darah √

Berkeringat √

Keterangan penilaian

1: Sangat berat

2: Berat

3: Cukup

4: Ringan

5: Tidak ada

15
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas

Domain : Keamanan / perlindungan

Kelas 2 Cidera fisik

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...X24 jam pasien mampu bernafas dengan normal

NOC: NIC

Status Pernafasan : Kepatenan jalan nafas Manajemen jalan nafas

Skala Outcome 1 2 3 4 5 1. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagai mana
semestinya
Frekuensi pernafasan √
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Irama pernafasan √

Kedalaman inspirasi √ 3. Identifikasi kebutuhan aktual/ potensial pasien untuk memasukkan alat
membuka jalan nafas
Kemampuan untuk mengeluarkan secret √
4. Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
Suara nafas tambahan √
5. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada
Pernafasan cuping hidung √
dan adanya suara tambahan
Penggunaan otot bantu nafas √
6. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan sebagaimana mestinya

16
7. posisikan untuk meringankan sesak nafas

Keterangan penilaian 8. Monitor status pernafasan dan oksigenasi

1: Sangat berat Monitor Pernafasan

2: Berat 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas

3: Cukup 2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksemitrisan, penggunaan otot-otot


bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta
4: Ringan
3. Monitor suara nafas tambahan sperti ngorok atau mengi
5: Tidak ada
4. Monitor saturasi oksigen

5. Catat perubahan pada saturasi oksigen, volume tidal akhir karbondioksida


dan perubahan nilai analisa gas darah dengan tepat

6. Monitor sekresi pernafasan pasien

7. Berikan bantuan resusitasi jika diperlukan

8. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan  

17
3. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit

Domain 11 Keamanan / perlindungan

Kelas 1 Infeksi

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu kurang dari...X 24jam pasien diharapkan tidak terdapat tanda-tanda infeksi

NOC: Keparahan Infeksi NIC


Perlindungan Infeksi

1 2 3 4 5 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistenik dan lokal


Skala Outcome
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
Kemerahan √
Vesikel yang tidak mengeras √ 3. Monitor hitung mutlak granulosit WBC, Dan hasil-hasil

permukaannya diferensial
Demam √ 4. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area
Nyeri √ 5. Periksa kulit untuk adanya kemerahan, kehangantan ekstrim
Peningkatan jumlah sel darah putih √
6. Tingkatkan Asupan nutrisi yang cukup
7. Intruksikan pasien untuk minum antibiotik yang diresepkan
Keterangan penilaian

1: Sangat berat

2: Berat

18
3: Cukup

4: Ringan

5: Tidak ada

4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan cidera otak (00004)

Kelas 4 Respon kardiovaskular / pulmonal

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu kurang dari...X 24jam pasien diharapkan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

NOC: Perfusi jaringan Serebral NIC

Monitor Tekanan Intrakranial

Skala Outcome 1 2 3 4 5 1. Monitor kualitas dan karakteristik gelombang TIK

Tekanan intrakranial normal √ 2. Monitor tekanan aliran darah keotak

Tekanan darah sistolik normal √ 3. Monitor status neurologis

Tekanan darah diastolik normal √


4. Monitor TIK dan reaksi perawatan neurogis serta rangsang nyeri
Nilai rata-rata tekanan darah normal √
5. Monitor jumlah, nilai, dan karakteristik pengeluaran cairan serebrospinal

19
Sakit kepala hilang √ (CSF)

Tidak ada penurunan tingkat kesadaran √ 6. Beri agen farmakologis untuk mempertahankan TIK dalam jangkauan
tertentu
Tidak ada gangguan refleks saraf √

Keterangan penilaian 7. Monitor secara berkala tanda dan gejala peningkatan TIK

1: Sangat berat

2: Berat

3: Cukup

4: Ringan

5: Tidak ada

5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan trauma kepala

20
DOMAIN 2. Nutrisi

KELAS 5. Hidrasi

Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama x24jam diharapkan resiko ketidakseimbangan volume cairan terkontrol

NOC: resiko ketidakseimbangan volume cairan NIC: Manajemen Cairan

1. Jaga intake atau asupan akurat dan catat output


Skala 2. Monitor ttv
No. Indikator
3. Pasang kateter urin
Pengkajian Target
4. Monitor status hidrasi, misalnya denyut nadi adekuat dan
1 Tekanan darah 2 4 tekanan darah ortostatik
5. Monitor status hemodinamik
2 Denyut nadi radial 2 4 6. Monitor hasil lab yang relevan dengan retensi cairan
misalnya peningkatan berat jenis, peningkatan BUN,
3 Hematokrit 2 4 penurunan hematokrit
7. Monitor tanda vital pasien
4 Tekanan vena sentral 2 4 8. Monitor indikasi kelebihan cairan atrau retensi.

Kolaborasi:
Keterangan skala penilaian:
9. Berikan terapi IV
10. Berikan cairan dengan tepat
1: Sangat terganggu / Berat / Tidak adekuat 11. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala memburuk

2: Banyak terganggu / Cukup berat / Sedikit adekuat

3: Cukup terganggu / Sedang / Cukup adekuat

4: Sedikit terganggu / Ringan / Sebagian besar adekuat


21
DAFTAR PUSTAKA

Haddad and Harabi. (2012), critical care management of severe traumatic brain injury in
adults. Scandinavia journal of trauma, resusitation & emergency medicine. Edisi 20:12

Hillare J. (2009), nursing manajement of adults with severe traumatic brain injury, Defense
And Brain Injury Center

Keliath B.A, dkk. (2017).NANDA-I diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi 2018-2020,
ed. 11. Jakarta : EGC

Nurjanah. I & Tumanggor R.D. (2013). Nursing intervension classification (NOC). Ed.5.
Singapura : Elshevier

Nurjanah. I & Tumanggor R.D. (2013). Nursing outcome classification (NOC). Ed.6. Singapura
: Elshevier

22
23

Anda mungkin juga menyukai