Selenium bekerja sama dengan vitamin E dalam perannya sebagai antioksidan.
Selenium berperan serta dalam sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Dengan demikian konsumsi selenium dalam jumlah cukup menghemat penggunaan vitamin E. Selenium dan vitamin E melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif, membantu reaksi oksigen dan hidrogen pada akhir rantai metabolisme, memindahkan ion melalui membran sel dan membantu sintesis immunoglobulin dan ubikinon. Glutation perosidase berperan didalam sitosol dan mitokondria sel, sedangkan vitamin E didalam membran sel. Karena selenium mengurangi produksi radikal bebas didalam tubuh, mineral mikro ini mempunyai potensi untuk mencegah penyakit kanker dan penyakit degeneratif lain. Bukti tentang hal ini belum cukup untuk menganjurkan pengunaan selenium sebagai suplemen. Enzim tergantung selenium lain adalah glisin reduktase yang ditemukan di dalam sistem bakteri. Selenium juga merupakan bagian dari kompleks asam amino RNA. Fungsi lain sebagai sintesis adenosin trifosfor di mitokondria, metabolisme lemak, fungsi selenium berhubungan dengan hati, pelepasan energi oleh sel dan pembentukan protein struktural sel sperma.
Cara Kerja Selenium
Absorpsi selenium dalam tubuh di duodenum melalui Na⁺ dependent neutral amino acid transport sistem. Selenomethionine diabsorpsi hampir 100% sedangkan absorpsi selenium inorganik bervariasi tergantung dengan faktor luminal. Selenium bentuk organik, terutama L-selenomethionine lebih mudah diserap oleh tubuh daripada bentuk inorganik hal ini disebabkan karena selenium bentuk organik mengandung asam amino, sehingga dapat bergabung dengan protein tubuh dan memungkinkan untuk disimpan dan dilepaskan kembali jika diperlukan. D-selenomethionine didegradasi menjadi selenium inorganik. Oleh karena itu bioavailabilitinya hanya 1/5 dari L-selenomethionine. Sedangkan selenium inorganik langsung didegradasi sehingga tidak dapat disimpan. Absorpsi selenium tidak dipengaruhi oleh status selenium dalam tubuh. Absorpsi selenium tergantung kepada beberapa nutrisi yang lain. Vitamin A,C,dan E meningkatkan absorpsi. Sedangkan merkuri menurunkan absorpsi selenium karena terbentuk endapan. Selenomethionine yang tidak langsung dimetabolisme akan bergabung dengan protein tubuh dalam otot rangka, eritrosit, pankreas, hati, ginjal, lambung dan mukosa gastrointestinal. Di dalam sel usus halus, senyawa selenium akan dimetabolisme menjadi selenocysteine. Selenocysteine (SeMet) diubah menjadi selenocysteine (CySeH) melalui selenohomocystein dan selenocsystathionine. Di hepar selenocysteine akan mengalami dekomposisi menjadi serine dan hydrogen selenide (H₂S)oleh enzim β-lyase. H₂S akan digunakan untuk sintesa selenoprotein atau mengalami melilasi menjadi mono-, di-, dan trimethyl oleh Sadenosylmethionine (SAM). Dihepar, selenomethionine juga dapat mengalami pemotongan oleh enzim ɤ-lyase menjadi monomethyl selenol. Di dalam selenocystine-glutathione selenenyl sufide (CySeSG). CySeSG kemudian direduksi oleh GSH menjadi selenocysteine. CySeSG juga direduksi oleh enzim glutathione reduktase menjadi selenocysteine dan NADPH. Selenocystein selanjutnya akan mengalami proses yang sama seperti selenomerhionine. Selenite dimetabolisme oleh glutathione (GSH) atau glutathione reduktase menjadi hydrogen selenide melalui selenodiglutathione dan glutathyonylselenol. Hydrogen selenide selanjutnya mengalami proses yang sama seperti diatas. Mekanisme transport sejauh ini masih belum jelas. Tetapi ada hipotesis yang mengatakan bahwa selenium masuk ke sel darah merah melalui proses difusi dan kemudian sibawa keseluruh tubuh. Di dalam darah selenium terikat pada lipoprotein, seperti VLDL atau LDL. Mekanisme transport kedua diduga adalah selenoprotein.
Daftar pustaka Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Dwijayanthi, Linda. 2008. Ilmu Gizi Menjadi Sangat Mudah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Muchtadi, Deddy. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Bandung: Alfabeta.