TINJAUAN PUSTAKA
Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan.
Friedrich mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya
bahwa :
b. Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan
Menurut Dunn proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan yaitu sebagai
berikut :
a. Penyusunan agenda (agenda seting), yakni suatu proses agar suatu masalah bisa
8
Universitas Sumatera Utara
c. Penentuan kebijakan (policy adoption), yakni suatu proses dimana pemerintah
melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil, pada tahap ini perlu adanya
e. Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yakni suatu proses untuk memonitor dan
konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah untuk mengatur atau mengawasi
hasil. Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers
(Subarsono, 2005).
memiliki logika bottom-up, dalam arti proses kebijakan diawali dengan penyampaian
kebijakan di sisi lain di dalamnya memiliki logika top-down, dalam arti penurunan
alternatif kebijakan yang abstrak atau makro menjadi tindakan konkrit atau mikro
(Parsons, 2008).
dalam rangkaian fungsi manajemen. Aksi disini merupakan fungsi tengah yang terkait
langkah awal pada pelaksananan adalah identifikasi masalah dan tujuan serta
formulasi kebijakan. Untuk langkah akhir dari rangkaian kebijakan berada pada
masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Dalam pandangan
a. Komunikasi
dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan
Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui
sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi
sasaran atas program maka akan mengurangi tingkat penolakan dan kekeliruan
b. Sumber Daya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi
adalah kecukupan baik kualitas dan kuantitas implementor yang dapat melingkupi
c. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karateristik yang dimiliki oleh implementor seperti
yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa
yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau
implementor untuk tetap berada dalam arah program yang telah digariskan dalam
kelompok sasaran. Sikap ini akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek
struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang
standar (SOP atau standard operating procedures). SOP menjadi pedoman bagi
Keempat variabel diatas dalam model yang dibangun oleh Edward memiliki
keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dari kebijakan. Semuanya
saling bersinergi dalam mencapai tujuan dan satu variabel akan mempengaruhi
variabel yang lain. Misalnya bila implementor tidak jujur akan mudah sekali
melakukan mark up dan korupsi atas dana kebijakan sehingga program tidak optimal
dalam mencapai tujuannya. Begitu pula bila watak dari implementor kurang
Model implementasi dari Edward ini dapat digunakan sebagai alat menggambarkan
dan disiplin ilmu terkait serta pertimbangan mengenai berbagai pihak namun
implementation gap yaitu kesenjangan atau perbedaan antara apa yang dirumuskan
dengan apa yang dilaksanakan. Kesenjangan tersebut bisa disebabkan karena tidak
2002).
a. Kondisi Fisik
Terjadinya perubahan musim atau bencana alam. Dalam banyak hal kegagalan
pelaksanaan kebijakan sebagai akibat dari faktor-faktor alam ini sering dianggap
bukan sebagai kegagalan dan akhirnya diabaikan, sekalipun dalam hal-hal tertentu
sebenarnya bisa diantisipasi untuk mencegah dan mengurangi resiko yang terjadi.
b. Faktor Politik
terjadi, namun kesadaran untuk melihat berbagai kelemahan pada waktu baru
mulai diberlakukan tidak boleh dipandang sebagai attitude positif dalam budaya
bernegara.
tersedia pada waktu yang dibutuhkan, atau mungkin karena salah satu faktor
Jika pelaksanaan memerlukan beberapa langkah yang berikut : A > B > C > D,
kesalahan dapat terjadi diantara A dengan B atau diantara B dengan C dan atau
antara C dengan D.
f. Kelemahan pada kebijakan itu sendiri. Kelemahan ini dapat terjadi karena teori
Kebijakan yang baik mempunyai tujuan yang rasional dan diinginkan, asumsi
yang realistis dan informasi yang relevan dan lengkap. Tetapi tanpa pelaksanaan yang
baik, sebuah rumusan kebijakan yang baik sekalipun hanya akan merupakan sekedar
(Abidin, 2002).
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
Penampungan Air). Kedua metode ini sampai sekarang belum memperlihatkan hasil
wilayah yang terjangkit DBD. Mengingat obat dan vaksin untuk membunuh virus
dengue belum ada maka cara yang paling efektiv untuk mencegah penyakit DBD
masyarakat atau keluarga secara teratur setiap seminggu sekali. Oleh karena itu saat
penampungan air, mengubur barang bekas yang dapat menampung air. Kegiatan
lainnya yang melibatkan masyarakat yaitu gotong royong dan ini dilakukan 1x
1minggu. Plus yakni memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kasa,
mengatur ventilasi dan pencahayaan dalam ruangan, mengganti air vas bunga atau
air, dan lainnya. Sosialiasi dibuat dalam bentuk leaflet, spanduk, baliho. Selain
kegiatan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) yang dilaksanakan 1 bulan 1 kali oleh
kader Jumantik ditiap puskesmas. Saat ini di Tebing Tinggi terdapat 356 kader
kasus yang dimiliki dengan radius 200 meter dari rumah penderita. Bila
ditemukan faktor resiko (jentik) maka dilakukan fogging fokus dengan siklus 2
(KD-RS) DBD yang dikirim dalam 24jam setelah penegakan diagnosis sebagai
laporan ke Dinas Kesehatan bahwa ada ditemukan penderita baru untuk segera
Kriteria penetapan suatu daerah sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa) sesuai
a. Timbulnya kasus yang sebelumnya tidak ada, atau tidak dikenal pada suatu daerah.
b. Jumlah kasus dalam periode 1 bulan menunjukkan kenaikan 2 kali atau lebih
c. Angka kematian (CFR) dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan
50% atau lebih dibandingkan angka kematian periode seelumnya dalam kurun
Sebagai pedoman dalam upaya untuk memberantas penyakit DBD maka telah
yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya (hasil revisi dari
Permenkes No.560 tahun 1989 karena dipandang tidak memadai lagi dalam
tahun 1999 tantang pemerintahan daerah serta PP No.25 tahun 2000 tentang
kewenangan pemerintah & kewenangan provinsi sebagai daerah otonom telah terjadi
dalam bidang kesehatan. Namun lambatnya penanganan penyakit demam berdarah itu
tidak lepas dari kendala jarak dalam hubungan struktural antara pemerintah pusat &
Melalui Kepmenkes No. 581 tahun 1992, telah ditetapkan Program Nasional
harus dilakukan penyelidikan epidemiologi meliputi radius 100 meter dari rumah
lainnya, ada 3 penderita demam atau ada faktor resiko yaitu ditemukan jentik,
masyarakat.
f. Penyuluhan kepada masyarakat agar masyarakat tetap waspada (Ditjen PP & PL,
2011).
tingkat administrasi.
b. Pengendalian DBD masuk dalam SPM bidang kesehatan kabupaten atau kota
2011 berupa : surveilans, pelacakan dan penemuan kasus, serta pengendalian dan
pemberantasan vektor.
Denpasar (Bali).
daerah yang telah memiliki perda tentang pengendalian DBD antara lain DKI
UKS.
dihadiri oleh Negara yang tergabung dalam Asean dan menetapkan tanggal 15 Juni
sebagai Hari Dengue se-Asean. Bersamaan dengan itu telah dilaksanakan pula dialog
(surveilans).
taruna, pramuka, PKK untuk lebih aktif dan tanggap terhadap demam berdarah.
jentik nyamuk di rumah. Begitu juga dengan Singapura sejak 1996 memberlakukan
Lewat aturan tersebut tiap pemilik rumah didenda bila dijumpai jentik nyamuk di
rumah. Bagi Malaysia dan Singapura aturan khusus itu juga bisa menjadi sumber
pendapatan negara. Singapura mengumpulkan uang penalti hingga 317 ribu dolar
Singapura. Sedangkan Malaysia mencapai 2,4 juta ringgit Malaysia. Rita Kusriastuti
harus dilaksanakan konsekuen sehingga tidak menjadi sia-sia. Beliau setuju terhadap
aturan tersebut mengingat Indonesia belum ada regulasi seperti halnya Singapura atau
gampang setidaknya butuh waktu dan biaya apalagi pembuatan regulasi setingkat UU
Nasional (GDN), Gerakan Jumat Bersih (GJB), Adipura, Kota Sehat dan gerakan lain
serupa dapat dihidupkan kembali untuk membudayakan Perilaku Hidup Bersih Sehat
menempelkan stiker hijau bagi rumah yang memenuhi syarat kebersihan dan
kesehatan termasuk bebas dari jentik nyamuk Aedes aegypti dan menempelkan stiker
hitam pada rumah yang tidak memenuhi syarat kebersihan dan kesehatan. Bagi
pemilik rumah yang ditempeli stiker hitam diberi peringatan 3 kali untuk
membersihkan rumah dan lingkungannya dan jika tidak dilakukan maka orang
maka pada tahun 2004 WHO memperkenalkan suatu pendekatan baru yaitu
COMBI ), tetapi beberapa Negara di dunia seperti Negara Asean (Malaysia, Laos,
Vietnam), Amerika Latin telah menerapkan pendekatan ini dengan hasil yang baik.
Di Indonesia sudah diterapkan daerah uji coba yaitu di Jakarta Timur dan
memberikan hasil yang baik. Pendekatan ini lebih menekankan kepada kekompakan
kerja tim, yang disebut sebagai tim kerja dinamis dan penyampaian pesan, materi dan
DKI Jakarta telah memiliki Perda No.6 Tahun 2007 tentang pengendalian
penyakit DBD dimana dalam pasal 21 disebutkan bahwa setiap orang yang melanggar
ketentuan dan pada tempat tinggalnya ditemukan ada jentik nyamuk Aedes aegypti
a. Teguran tertulis.
c. Denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah) atau pidana
ketentuan dan ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti atau jentik nyamuk Aedes
a. Teguran tertulis
c. Denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) atau pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan.
43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968
menjadi 0,87 % pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan.
tidak hanya anak-anak tetapi juga golongan umur yang lebih tua. Pada tahun 2011
sampai bulan Agustus tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian (CFR: 0,80 %).
Berdasarkan rekapitulasi data kasus yang ada sampai tanggal 22 Agustus 2011
tercatat hanya Provinsi Bali yang masih memiliki angka kesakitan DBD diatas target
DBD, makin padat penduduk makin tinggi kasus DBD di kota tersebut. Hal ini
seperti menampung air hujan, air sumur, harus membeli air didalam bak mandi,
nyamuk .
serta Plus yaitu menaburkan larvasida , memelihara ikan pemakan jentik dll. )
tubuh nyamuk.
2. Faktor nyamuk penular, yaitu Aedes aegypti yang tersebar luas diseluruh pelosok
Indonesia musim kering pun populasinya tetap banyak karena orang cenderung
menampung air dan didaerah sulit air orang menampung air didalam bak-bak
penderita DBD sesuai standar pada sebagian klinisi baik di Rumah Sakit,
over diagnosis.
Rumah Sakit) DBD dan seringnya keterlambatan pelaporan kasus dari rumah
setiap kasus yang ditemukan dilaporkan dalam waktu kurang dari 24 jam agar
pengendalian DBD.
Mesin fogging tersedia disetiap Dinas Kesehatan kota atau Puskesmas jumlahnya
bervariasi, namun biasanya tidak disertai biaya pemeliharaan. Oleh karena itu
mesin-mesin yang rusak tidak tersedia suku cadang , sering kali diambil dari
f. SumberPembiayaan
2. Untuk penyemprotan suatu area , luas radius 100 meter ( 1 HA , estimasi hanya
nyamuk yang mengandung virus. Oleh karena itu apabila masyarakat meminta
biaya itu sendiri. Penyemprotan liar ini biasanya dilakukan oleh perusahaan
3. Peningkatan kasus yang umumnya terjadi bulan Januari hingga Maret dimana
pada bulan-bulan tersebut dana operasional belum turun dari APBD, ini
g. Faktor kerjasama atau peran serta lintas sektor (Ditjen PP &PL, 2011).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dari golongan Arbovirus yang ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab
yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2‐7 hari, manifestasi perdarahan
gusi, hematemesis, melena, hematuri) termasuk uji tourniquet (Rumple Leede) positif,
≤ 100.000/l
trombositopeni (jumlah trombosit ), hemokonsentrasi (peningkatan
hemotokrit ≥ 20%) disertai atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali) (Depkes RI,
2005).
Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu :DEN–1, DEN–2, DEN–3 dan
yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotype lain dan
yang lain. Keempat serotype virus Dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
banyak yang menunjukkan manifestasi klinis berat. Serotype DEN–3 berasal dari
Asia, ditemukan pada populasi dengan tingkat imunitas rendah dengan tingkat
penyebaran yang tinggi, sudah diketahui sejak 300 tahun yang lalu
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun
merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung
virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia,
virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit.
Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul. Penyebaran nyamuk Aedes aegypti dipengaruhi
halaman rumah, jenis kontainer, perilaku dan sosial ekonomi masyarakat. Nyamuk ini
dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah kurang lebih 1000 meter,
nyamuk ini tidak dapat berkembang biak lebih dari ketinggian tersebut, suhu udara
2.5.4. Epidemiologi
Secara epidemiologi dapat dilihat bahwa, kasus DBD dapat menyerang semua
golongan umur, jenis kelamin, terutama anak – anak. Tetapi dalam dekade terakhir ini
terlihat ada kecenderungan peningkatan porsi penderita DBD pada golongan dewasa.
kurang terlaksana secara optimal. Demikian juga dengan angka kematian meningkat
terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa.
Sedangkan masa inkubasi DBD biasanya berkisar antara 4-7 hari (Depkes RI, 2005).
tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis, ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosa
yang tidak berhubungan dengan penyakit DBD (over diagnosis). Kriteria klinis
tersebut seperti:
a. Demam tinggi tanpa sebab yang jelas yang berlangsung 2-7 hari.
dan melena.
c. Pembesaran hati.
d. Adanya syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan penderita tampak
dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat peningkatan hemotokrit 20% atau lebih.
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi perdahan
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain. Derajat
III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan jadi
menurun ( < 20 mmHg ) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah
dilakukan karena dalam temuan di lapangan ada hal-hal yang kurang sesuai dengan
panduan WHO 1997 tersebut. Diusulkan adnya redefenisi kasus terutama untuk kasus
infeksi dengue berat. Sering juga ditemukan kasus DBD yang tidak memenuhi ke
empat kriteria WHO 1997 namun terjadi syok. Sehingga disepakatilah panduan
endemik dengue
2. Demam disertai 2 dari hal berikut : mual ataupun muntah, ruam, sakit dan
mukosa, letargi atau lemah, pembesaran hati > 2cm, kenaikan hematokrit seiring
3. Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT≥ 1000, gangguan kesadaran,
Prognosis DBD sulit di ramalkan dan pengobatan yang spesifik untuk DBD
tidak ada, karena obat terhadap virus dengue belum ada. Prinsip dasar pengobatan
penderita DBD adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena kebocoran
Edward III (1980) menunjukkan empat variabel yang berperan penting dalam
suatu kebijakan dengan tujuan dan sasaran yang jelas sehingga kelompok sasaran
b. Sumber daya, yaitu sumber daya manusia maupun sumber daya finansial.
Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas petugas
kesehatan yang dapat melingkupi seluruh kelompok masyarakat. Dalam hal ini
dan mengarahkan. Sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas
sebuah kebijakan. Dalam hal ini peneliti akan meneliti apakah program memiliki
yang dapat diukur dengan tingkat konsistensi antara pelaksanaan kegiatan dengan
aturan yang ditetapkan, semakin sesuai dengan aturannya maka semakin tinggi
melakukan komunikasi dengan kelompok sasaran dan mencari solusi dari masalah
yang dihadapi.
d. Struktur birokrasi, mencakup dua aspek penting yaitu mekanisme dan struktur
guideline kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas,
sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami oleh siapapun karena akan menjadi
acuan dalam bekerjanya implementor. Dalam hal ini peneliti meneliti seberapa
jauh rentang kendali antara pimpinan atas dan bawahan dalam sturuktur
organisasi pelaksana, semakin jauh berarti semakin rumit, birokratis dan lambat
dapat menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar biasa dalam
Dari landasan teori yang disebut diatas, maka disusunlah kerangka teori
kejadian DBD di kelurahan Bandar Sakti Kota Tebing Tinggi. Dalam hal ini, peneliti
Implementasi Kebijakan :
1. Komunikasi Kejadian DBD
2. Sumber Daya
3. Disposisi