Konsep Dasar HEMODIALISA Fix
Konsep Dasar HEMODIALISA Fix
Konsep Dasar HEMODIALISA Fix
1. Definisi Hemodialisa
- Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluaran cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut. (Brunner & Suddarth, 2001).
- Hemodialisa merupakan suatu membran atau selaput semi permiabel. Membran ini
dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialisis yaitu
proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permiabel. Terapi
hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan
sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air,
natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui
membran semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan
dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Brunner & Suddarth, 2001).
- Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga
beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang
membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Sehelai membran sintetik
yang semipermiable menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai
filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu bagi penderita gagal ginjal kronis,
hemodialisa akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal (Smeltzer, 2001).
- Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisys jangka pendek (beberapa hari hingga
beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage
renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Tujuan
hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).
- Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien
melewati membran semipermiabel (alat dialisa) ke dalam dialisat. Alat dialisa juga
dapat digunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini
dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang
besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) membrans (Tisher &
Wilcox, 1995).
- Menurut Nursalam (2006) hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan tahap akhir
gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat.
2. Epidemiologi Hemodialisa
Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (Perneftri), diperkirakan terdapat
70.000 penderita gagal ginjal di Indonesia. Angka ini diperkirakan terus meningkat dengan
angka pertumbuhan sekitar 10% setiap tahun (Suwitra, 2007). Dari 70.000 pasien gagal
ginjal kronik tersebut, yang terdeteksi menderita gagal ginjal kronik tahap terminal yang
menjalani hemodialisa hanya 4000 sampai 5000 pasien atau dengan kata lain 5,7 %
sampai 7,1% dari total seluruh penderita gagal ginjal (Soedarsono, 2004). Namun
demikian, menurut Mufliani (2009) jumlah pasien gagal ginjal kronik yang melakukan
hemodialisa jumlahnya terus meningkat 5% sampai 10% setiap tahun.
3. Tujuan Hemodialisa
Hemodialisa dilakukan sebagai terapi pengganti ginjal yang memiliki beberapa tujuan,
antara lain :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air
c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer (asam basa) tubuh
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam
darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisa, aliran darah yang penuh
dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat darah
tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. (Brunner &
Suddarth, 2001).
Menurut Havens and Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi eksresi, yaitu membuang sisa-sisa
b. Metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin dan sisa metabolisme yang lain
c. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat
d. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal
e. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain
4. Indikasi tindakan Hemodialisa
A. Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu :
a. Indikasi absolut
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut yaitu perikarditis, ensefalopati,
neuropati perifer, hiperkalemia dan asidosis metabolik, hipertensi maligna,
edema paru, oliguri berat atau anuria bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
b. Indikasi elektif
Indikasi elektif, yaitu Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) antara 5-8 mL/menit/1,73
m2, mual, anoreksia, muntah, Sindroma Uremia, penyakit tulang, gangguan
pertumbuhan, dan astenia berat. (Sukandar, 2006)
Laboratorium abnormal : asidosis metabolik, azotemia (kreatinin 8-12 mg%,
BUN 100-120 mg%, CCT kurang dari 5-10 mL/menit)
B. Indikasi pada gagal ginjal stadium terminal, yaitu :
Indikasi dilakukannya hemodialisa pada penderita gagal ginjal stadium terminal
antara lain karena telah terjadi :
a. Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensefalopati uremik)
b. Gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, misalnya : asidosis
metabolik, hiperkalemia dan hiperkalsemia
c. Edema paru sehingga menimbulkan sesak napas berat
d. Gejala-gejala keracunan ureum (uremic symptom)
C. Indikasi pada gagal ginjal kronik
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006) umumnya
indikasi dialisa pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG sudah kurang dari
5 ml/menit) sehingga dialisis baru dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu
dari hal di bawah :
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b. K serum > 6 mEq/L
c. Ureum darah > 200 mg/L
d. Ph darah < 7,1
e. Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
f. Fluid overloaded.
D. Indikasi pada gagal ginjal akut
Terapi dialisis pada gagal ginjal akut memudahkan dalam pemberian cairan dan
nutrisi. Indikasi terapi dialisis ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan, bila
diberikan pada saat yang tepat dan cara yang benarakan memperbaiki morbiditas, dan
mortalitas. Pada gagal ginjal akut berat yang pada umumnya dirawat di unit perawatan
intensif, terapi dialisis diberikan lebih agresif. Menunda terapi dialisis pada gagal
ginjal akut berat hanya akan memperburuk gangguan fisiologis dengan konsekuensi
peningkatan mortalitas. Adapun indikasi dialisis pada gagal ginjal akut antara lain :
a. Severe fluid overload
b. Refractory hypertention
c. Hiperkalemia yang tidak terkontrol
d. Mual, muntah, nafsu makan kurang, gastritis dengan perdarahan
e. Letargi, malaise, somnolence, stupor, coma, delirium, asterixis, tremor,
seizure, perikarditis (resiko perdarahan atau tamponade)
f. Perdarahan diatesis (epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan lain-lain)
g. Asidosis metabolik berat
h. Blood Urea Nitrogen (BUN) > 70-100 mg/dl
8. Prosedur Hemodialisa
Prosedur Tindakan
Akses ke sistem sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: vistula atau
tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Jika akses vaskuler telah
ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel
sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan
darah yang masuk kedalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam
acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan
anastomosis AV pada fistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong
cairan normal saline yang diklep selalu disambungkan ke sirkuit tetap sebelum pompa
darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara
cairan normal saline yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus
untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan
pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah,
tergantung peralatan yang digunakan
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir kedalam
kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah
yang meninggalkan dialiser melewati kondektor udara dan foam yang mengklem dan
menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap
obat-obat yang akan diberikan pada dialisis diberikan melalui port obar-obatan. Penting
untuk diingat, bagaimanapun, bahwa kebanyakan obat-obat ditunda pemberiannya sampai
dialisis selesai kecuali memang diperintahkan harus diberikan. Darah yang telah melewati
dialisis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang Posdialiser. Setelah waktu
tindakan yang dijadwalkan, dialisis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien,
membuka slang cairan normal saline, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah
pasien. Selang dan dialiser dibuang, meskipun program dialisis kronik sering membeli
peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialisis
karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib
digunakan oleh tenaga pelaksana hemodialisa.
b. Persiapan Pasien
1. Timbang berat badan
2. Observasi tanda-tanda vital dan anamnesis
3. Raba desiran pada cimino apakah lancar
4. Tentukan daerah tusukan untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin
5. Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari mesin ke tubuh
pasien
6. Beritahu pasien bahwa tindakan akan dimulai
7. Letakkan perlak di bawah tangan pasien
8. Dekatkan alat-alat yang akan digunakan
c. Persiapan Perawat
1. Perawat mencuci tangan
2. Perawat memakai masker
3. Buka bak instrumen steril
4. Mengisi masing-masing mangkok steril dengan: Alcohol, NaCl 0,9%, dan
Betadine
5. Buka spuit 20 cc dan 10 cc, taruh di bak instrumen
6. Perawat memakai sarung tangan
7. Ambil spuit 1 cc, hisap lidocain 1% untuk anestesi lokal (bila digunakan)
8. Ambil spuit 10 cc diisi NaCl dan Heparin 1500u untuk mengisi AV Fistula
d. Memulai Desinfektan
1. Jepit kassa betadine dengan arteri klem, oleskan betadine pada daerah cimino dan
vena lain dengan cara memutar dari arah dalam ke luar, lalu masukkan kassa
bekas ke kantong plastik
2. Jepit kassa Alcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah Cimino dan vena lain
dengan cara seperti no.1
3. Lakukan sampai bersih dan dikeringkan dengan kassa steril kering, masukkan
kassa bekas ke kantong plastik dan arteri klem diletakkan di gelas ukur
4. Pasang duk belah di bawah tangan pasien, dan separuh duk ditutupkan di tangan
Punksi Femoral
Cara Melakukan Punksi Femoral
1. Obeservasi daerah femoral (lipatan), yang aka digunakan penusukan
2. Letakkan posisi tidur pasien terlentang dan posisi kaki yang akan ditusuk fleksi
3. Lakukan perabaan arteri untuk mencari vena femoral dengan cara menaruh 3 jari di
atas pembuluh darah arteri, jari tengah di atas arteri
4. Dengan jari tengah 1 cm ke arah medial untuk penusukan jarum AV Fistula
11. Komplikasi
Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut (Brunner & Suddarth,
2002) :
a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan.
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara
memasuki sistem vaskuler pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan
muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih
besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel.
g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)
komplikasi yang jarang terjadi misalnya sindrom disekuilibirum, reaksi dializer, aritmia,
temponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, neutropenia, serta
aktivasi komplemen akibat dialisis dan hipoksemia.
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan berat cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan
biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan factor risiko terjadinya perdarahan.
g. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
h. Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
12. Konsep dasar asuhan keperawatan (pre dan post HD)
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
2. Identitas penanggung jawab
3. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien diantara keluhan yang dirasakan yang
didapatkan secara langsung dari pasien/ keluarga.
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang didapatkan mulai dari pasien mengalami keluhan
sampai mencari pelayanan kesehatan sampai ,mendapatkan terapi dan harus
menjalani terapi HD (pasien HD pertama).
Kondisi atau keluhan yang di rasakan oleh pasien setelah HD sampai HD
kembali (bagi pasien menjalani HD rutin).
b. Riwayat kesehatan lalu
Riwayat kesehatan dahulu di dapatkan dari pengalaman pasien mengalami
kondisi yang berhubungan dengan gangguan system urinaria (misal DM,
hipertensi, BPH dll)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Di dapatkan dari riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit pasien sekarang (DM, hiperensi, penyakit sistem perkemihan)
5. Pola kebutuhan dasar (Virginia handerson)
Di kaji sebelum sakit dan saat HD (pasien HD pertama)
Di kaji HD sebelumnya dan saat HD kembali (pasien HD rutin)
a. Oksigenasi
Meliputi fungsi pernafasan (RR, alat bantu pernafasan)
b. Nutrisi
Dikaji riwayat diit makan dan minum sebelum sakit yang meliputi jenis,
frekuensi.
Dikaji kepatuhan klien terhadap diitnya
c. Eliminasi ( BAB & BAK )
Dikaji Frekuensi dan kapasitas
d. Aktivitas / mobilitas fisik
Dikaji dari pekerjaan sehari-hari yang berkaitan dengan penyakit GGK
e. Istirahat dan Tidur
Adakah gangguan pola tidur
f. Pola Berpakaian
Dilakukan secara mandiri / tidak
g. Kebutuhan bekerja
Dikaji masih dapat bekerja atau tidak setelah sakit
h. Pola Mempertahankan Temperatur Tubuh
Memakai pakaian tebal jika dingin, memakai pakaian tipis jika panas,
dilakukan secara mandiri / tidak
i. Personal hygiene
Mandi, cuci rambut, gunting kuku, gosok gigi dilakukan secara mandiri / tidak
j. Rekreasi
Jenis rekreasi yang dilakukan
k. Pola rasa aman dan nyaman
Merasa nyaman bersama keluarga, merasa nyaman dengan perawat, merasa
nyaman jika dirumah, gangguan rasa nyaman dengan nyeri (jika ada) dan
sesak
l. Pola berkomunikasi
Bahasa lancar / tidak
m. Pola sepiritual
Harapan klien dengan penyakitnya, bagaimana menjalankan ibadahnya.
n. Pola belajar
Kondisi penyakit klien sudah mengerti atau belum tentang penyakit, diit, terapi
yang dijalani, pembatasan cairan, prognosis penyakit.
6. Pemeriksaan fisik
a. Kepala :
Rambut rontok
Neuro:
penurunan kesadaran.
Nyeri ( pusing )
Kejang karena keracunan pada SSP
Kelemahan karena suplai O2 kurang
Baal ( mati rasa dan Kram ) karena rendahnya kadar Ca dan PH
Mata:
Konjungtiva anemis
Hidung :
Cuping hidung
Mulut:
stomatitis, bleeding/ perdarahan, nafas bau ammonia.
b. Leher :
Hiperparathyroid karena peningkatan reabsorbsi kalsium dari
tulang,hiperkalemia, hiperkalsiuria, prembesaran vena jugularis.
c. Dada :
bunyi nafas tambahan (Wheezing), otot bantu pernafasan, dypsnue, edema
pulmo, suara paru (ronkhi) , bunyi jantung
d. Abdoment :
Asites, gangguan peristaltik, bleeding
e. Ekstremitas :
CRT > 4 detik, edema, nyeri, kekakuan otot
f. Integument :
pruritis, kulit kering, warna kehitaman, turgor kulit jelek, bersisik dan
dekubitus.
7. Pemeriksaan laboratorium
Pada pasien gagal ginjal pemeriksaan laboraturium meliputi :
a. Pemeriksaan darah
1) Pemeriksaan hematologi
- Hb menurun adanya anemia.
- Eritrosit
- Leukosit
- Trombosit
2) Pemeriksaan RFT ( renal fungsi test)
- Ureum ( 20-40 mg/dl)
- Kreatinin ( 0,5-1,5 mg/dl)
3) Pemeriksaan LFT (liver fungsi test )
4) Pemeriksaan elektrolit
- Klorida
- Kalium
- Kalsium
5) CCT (Clearance Creatinin Test)
6) GFR
b. Pemeriksaan urin :
1) Urin rutin
- Protein
Penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan
penurunan sintesis, karena kekurangan asam amino esensial
pemeriksaan Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat
jenis.
2) Urin khusus
- Benda keton
- Analisa kristal / batu
3) CCT
8. Pemeriksaan Radiologi
a. Pemeriksaan EKG, Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia,dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
Kemungkinan abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam/basa.
b. Pemeriksaan USG(ultrasonografi), untuk menilai besar dan bentuk ginjal,
tebal korteks ginjal, ureter proksimal dan kandung kemih.
c. Pemeriksaan Radiologi, Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde
Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal
Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
abdomen
d. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
e. Pieolografi Intra-Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk
menilai sistem pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
g. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
h. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.
i. Pemeriksaan biopsi ginjal
Diagnosis histologi dari penyakit ginjal membutuhkan biopsi ginjal. Biopsi
ginjal yaitu mengambil jaringan dan kemudian diperiksa dengan mikroskop
cahaya.
B. Pathway (Terlampir)
C. Diagnosa Keperawatan yang muncul:
Pre:
PK hipertensi
Kelebihan volume cairan
Intra:
Risiko perdarahan
Post:
Risiko infeksi
D. Rencana Keperawatan (Terlampir)
13. Pendidikan kesehatan
Tujuan untuk mempersiapkan pemulangan pasien dialisis dari rumah sakit sering
menjadi tantangan yang menarik. Penyakit tersebut dan terapi yang dilakukannya akan
mempengaruhi setiap aspek dalam kehidupan klien. Biasanya pasien tidak memahami
sepenuhnya dampak dialisis dan kebutuhan untuk mempelajarinya mungkin baru disadari
lama sesudah pasien dipulangkan dari rumah sakit.
Pasien hemodialisa yang akan memulai terapi memerlukan pengajaran tentang topik-
topik berikut :
a. Rasional dan tujuan terapi dialisis
b. Hubungan antara obat-obat yang diresepkan dengan dialisis
c. Efek samping obat dan pedoman kapan harus memberikan dokter mengenai efek
samping tersebut
d. Perawatan akses vaskuler; pencegahan, pendeteksian dan penatalaksanaan
komplikasi yang berkaitan dengan akses vaskuler
e. Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan; konsekuensi akibat kegagalan
dalam mematuhi pembatasan ini
f. Pedoman pencegahan dan pendeteksian kelebihan muatan cairan
g. Strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan dan pengurangan gejala pruritus,
neuropati serta gejala-gejala lainnya
h. Penatalaksanaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi (dialisis,
diet yang membatasi, obat-obatan)
i. Strategi untuk menangani dan mengurangi kecemasan serta ketergantungan
pasien sendiri dan anggota keluarga mereka
j. Pilihan lain yang tersedia buat pasien
k. Pengaturan finansial untuk dialisis, strategi untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber-sumber finasial
l. Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi kecemasan anggota
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Havens, L. & Terra, R. P. 2005. Hemodialysis. At: http://www.kidneyatlas.org.
NKF. 2001. Guidelines for hemodialysis adequacy. At: http://www.nkf.com.
NKF. 2006. Hemodialysis. At: http://www.kidneyatlas.org.
Price, S. A. & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi
4. Jakarta: EGC.
Sue, Marion, Meridean, Elizabeth. 2008. Nursing Outcomes Classification Fourth Edition,
USA : Mosby Elsevier
Joanne&Gloria. 2004. Nursing Intervension Classification Fourth Edition, USA : Mosby
Elsevier
T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-
2011, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.