Konsep Dasar HEMODIALISA Fix

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 22

KONSEP DASAR HEMODIALISA

1. Definisi Hemodialisa
- Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluaran cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut. (Brunner & Suddarth, 2001).
- Hemodialisa merupakan suatu membran atau selaput semi permiabel. Membran ini
dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialisis yaitu
proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permiabel. Terapi
hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan
sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air,
natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui
membran semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan
dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Brunner & Suddarth, 2001).
- Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga
beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang
membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Sehelai membran sintetik
yang semipermiable menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai
filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu bagi penderita gagal ginjal kronis,
hemodialisa akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal (Smeltzer, 2001).
- Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisys jangka pendek (beberapa hari hingga
beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage
renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Tujuan
hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).
- Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien
melewati membran semipermiabel (alat dialisa) ke dalam dialisat. Alat dialisa juga
dapat digunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini
dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang
besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) membrans (Tisher &
Wilcox, 1995).
- Menurut Nursalam (2006) hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan tahap akhir
gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat.

2. Epidemiologi Hemodialisa
Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (Perneftri), diperkirakan terdapat
70.000 penderita gagal ginjal di Indonesia. Angka ini diperkirakan terus meningkat dengan
angka pertumbuhan sekitar 10% setiap tahun (Suwitra, 2007). Dari 70.000 pasien gagal
ginjal kronik tersebut, yang terdeteksi menderita gagal ginjal kronik tahap terminal yang
menjalani hemodialisa hanya 4000 sampai 5000 pasien atau dengan kata lain 5,7 %
sampai 7,1% dari total seluruh penderita gagal ginjal (Soedarsono, 2004). Namun
demikian, menurut Mufliani (2009) jumlah pasien gagal ginjal kronik yang melakukan
hemodialisa jumlahnya terus meningkat 5% sampai 10% setiap tahun.

3. Tujuan Hemodialisa
Hemodialisa dilakukan sebagai terapi pengganti ginjal yang memiliki beberapa tujuan,
antara lain :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air
c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer (asam basa) tubuh
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam
darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisa, aliran darah yang penuh
dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat darah
tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. (Brunner &
Suddarth, 2001).
Menurut Havens and Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi eksresi, yaitu membuang sisa-sisa
b. Metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin dan sisa metabolisme yang lain
c. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat
d. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal
e. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain
4. Indikasi tindakan Hemodialisa
A. Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu :
a. Indikasi absolut
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut yaitu perikarditis, ensefalopati,
neuropati perifer, hiperkalemia dan asidosis metabolik, hipertensi maligna,
edema paru, oliguri berat atau anuria bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
b. Indikasi elektif
Indikasi elektif, yaitu Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) antara 5-8 mL/menit/1,73
m2, mual, anoreksia, muntah, Sindroma Uremia, penyakit tulang, gangguan
pertumbuhan, dan astenia berat. (Sukandar, 2006)
Laboratorium abnormal : asidosis metabolik, azotemia (kreatinin 8-12 mg%,
BUN 100-120 mg%, CCT kurang dari 5-10 mL/menit)
B. Indikasi pada gagal ginjal stadium terminal, yaitu :
Indikasi dilakukannya hemodialisa pada penderita gagal ginjal stadium terminal
antara lain karena telah terjadi :
a. Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensefalopati uremik)
b. Gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, misalnya : asidosis
metabolik, hiperkalemia dan hiperkalsemia
c. Edema paru sehingga menimbulkan sesak napas berat
d. Gejala-gejala keracunan ureum (uremic symptom)
C. Indikasi pada gagal ginjal kronik
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006) umumnya
indikasi dialisa pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG sudah kurang dari
5 ml/menit) sehingga dialisis baru dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu
dari hal di bawah :
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b. K serum > 6 mEq/L
c. Ureum darah > 200 mg/L
d. Ph darah < 7,1
e. Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
f. Fluid overloaded.
D. Indikasi pada gagal ginjal akut
Terapi dialisis pada gagal ginjal akut memudahkan dalam pemberian cairan dan
nutrisi. Indikasi terapi dialisis ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan, bila
diberikan pada saat yang tepat dan cara yang benarakan memperbaiki morbiditas, dan
mortalitas. Pada gagal ginjal akut berat yang pada umumnya dirawat di unit perawatan
intensif, terapi dialisis diberikan lebih agresif. Menunda terapi dialisis pada gagal
ginjal akut berat hanya akan memperburuk gangguan fisiologis dengan konsekuensi
peningkatan mortalitas. Adapun indikasi dialisis pada gagal ginjal akut antara lain :
a. Severe fluid overload
b. Refractory hypertention
c. Hiperkalemia yang tidak terkontrol
d. Mual, muntah, nafsu makan kurang, gastritis dengan perdarahan
e. Letargi, malaise, somnolence, stupor, coma, delirium, asterixis, tremor,
seizure, perikarditis (resiko perdarahan atau tamponade)
f. Perdarahan diatesis (epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan lain-lain)
g. Asidosis metabolik berat
h. Blood Urea Nitrogen (BUN) > 70-100 mg/dl

5. Kontraindikasi tindakan Hemodialisa


Dalam kaitan dengan kontraindikasi absolut hemodialisis, ada sangat sedikit kontra
indikasi untuk hal ini dan mungkin yang paling sering adalah tidak adanya akses vaskular
dan toleransi pada hemodialisis prosedur yang buruk, selain juga terdapat ketidakstabilan
hemodinamik yang parah.
Kontraindikasi relatif terapi dialisis antara lain :
a. Malignansi stadium akhir (kecuali multiple myeloma)
b. Penyakit Alzheimer
c. Multi infarct dementia
d. Sindrom hepatorenal
e. Sirosis hati tingkat lanjut dengan ensefalopati
f. Hipotensi
g. Penyakit terminal
h. Organic brain syndrom
6. Faktor yang mempengaruhi Hemodialisa
Aliran darah
Secara teori seharusnya aliran darah secepat mungkin. Hal-hal yang membatasi
kemungkinan tersebut antara lain : tekanan darah, jarum. Terlalu besar aliran darah bisa
menyebabkan syok pada penderita.
Luas selaput/membran yang dipakai
Luas selaput yang biasa dipakai adalah 1-1,5 cm 2 tergantung dari besar badan/ berat badan
pasien.
Aliran dialisat
Semakin cepat aliran dialisat semakin efisien proses hemodialisis, sehingga dapat
menimbulkan borosnya pemakaian cairan.
Temperatur suhu dialisat
Temperature dialisat tidak boleh kurang dari 360C karena bisa terjadi spasme dari vena
sehingga aliran darah melambat dan penderita menggigil. Temperatur dialisat tidak boleh
lebih dari 420C karena bisa menyebabkan hemolisis.

7. Konsep fisiologi Hemodialisa


Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan
dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian
dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar dializer merupakan lempengan rata
atau ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan
bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut
sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke
dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membrane semipermeabel tubulus (Brunner &
Suddarth, 2001).
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melaui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang
penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat dikendalikan
dengan mengatur rendaman dialisat (dialysate bath) secara tepat. (Pori-pori kecil dalam
membran semipermeable tidak memungkinkan lolosnya sel darah merah dan protein).
(Brunner & Suddarth, 2001).
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air
dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan; dengan kata lain, air bergerak
dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah
(cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang
dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini
sebagai kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena
pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan
cairan hingga tercapai isovelemia (keseimbangan cairan). (Brunner & Suddarth, 2001).
Sistem dapar (buffer sisite) tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan
berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk
membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam
tubuh melalui pembuluh vena pasien. (Brunner & Suddarth, 2001).

8. Prosedur Hemodialisa

Prosedur Tindakan
Akses ke sistem sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: vistula atau
tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Jika akses vaskuler telah
ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel
sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan
darah yang masuk kedalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam
acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan
anastomosis AV pada fistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong
cairan normal saline yang diklep selalu disambungkan ke sirkuit tetap sebelum pompa
darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara
cairan normal saline yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus
untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan
pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah,
tergantung peralatan yang digunakan
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir kedalam
kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah
yang meninggalkan dialiser melewati kondektor udara dan foam yang mengklem dan
menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap
obat-obat yang akan diberikan pada dialisis diberikan melalui port obar-obatan. Penting
untuk diingat, bagaimanapun, bahwa kebanyakan obat-obat ditunda pemberiannya sampai
dialisis selesai kecuali memang diperintahkan harus diberikan. Darah yang telah melewati
dialisis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang Posdialiser. Setelah waktu
tindakan yang dijadwalkan, dialisis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien,
membuka slang cairan normal saline, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah
pasien. Selang dan dialiser dibuang, meskipun program dialisis kronik sering membeli
peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialisis
karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib
digunakan oleh tenaga pelaksana hemodialisa.

TEKNIK DAN PROSEDUR HEMODIALISIS


Melakukan Punksi dan Kanulasi
Pengertian :
Suatu tindakan memasukkan jarum AV Fistula ke dalam pembuluh darah untuk sarana
hubungan sirkulasi yang akan digunakan selama proses hemodialisis.
Tujuan:
Agar proses hemodialisis dapat berjalan lancar sesuai dengan hasil yang diharapkan
Punksi dan kanulasi terdiri dari :
1. Punksi Cimino
2. Punksi Femoral
Punksi Cimino
a. Persiapan Alat-alat
1. 1 buah bak instrumen besar, yang terdiri dari :
 3 buah mangkok kecil
- 1 untuk tempat NaCL
- 1 untuk tempat Betadine
- 1 untuk Alkohol 20%
 Arteri klem
2. 1 spuit 20 cc
3. 1 spuit 10 cc
4. 1 spuit 1 cc
5. Kassa 5 lembar (secukupnya)
6. IPS sarung tangan
7. Lidocain 0,5 cc (bila perlu)
8. Plester
9. Masker
10. 1 buah gelas ukur / math can
11. 2 buah AV Fistula
12. Duk steril
13. Perlak untuk alas tangan
14. Plastik untuk kotoran

b. Persiapan Pasien
1. Timbang berat badan
2. Observasi tanda-tanda vital dan anamnesis
3. Raba desiran pada cimino apakah lancar
4. Tentukan daerah tusukan untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin
5. Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari mesin ke tubuh
pasien
6. Beritahu pasien bahwa tindakan akan dimulai
7. Letakkan perlak di bawah tangan pasien
8. Dekatkan alat-alat yang akan digunakan
c. Persiapan Perawat
1. Perawat mencuci tangan
2. Perawat memakai masker
3. Buka bak instrumen steril
4. Mengisi masing-masing mangkok steril dengan: Alcohol, NaCl 0,9%, dan
Betadine
5. Buka spuit 20 cc dan 10 cc, taruh di bak instrumen
6. Perawat memakai sarung tangan
7. Ambil spuit 1 cc, hisap lidocain 1% untuk anestesi lokal (bila digunakan)
8. Ambil spuit 10 cc diisi NaCl dan Heparin 1500u untuk mengisi AV Fistula

d. Memulai Desinfektan
1. Jepit kassa betadine dengan arteri klem, oleskan betadine pada daerah cimino dan
vena lain dengan cara memutar dari arah dalam ke luar, lalu masukkan kassa
bekas ke kantong plastik
2. Jepit kassa Alcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah Cimino dan vena lain
dengan cara seperti no.1
3. Lakukan sampai bersih dan dikeringkan dengan kassa steril kering, masukkan
kassa bekas ke kantong plastik dan arteri klem diletakkan di gelas ukur
4. Pasang duk belah di bawah tangan pasien, dan separuh duk ditutupkan di tangan

e. Memulai Punksi Cimino


1. Memberikan anestesi lokal pada cimino (tempat yang akan dipunksi) dengan
spuit insulin 1 cc yang diisi dengan lidocain.
2. Tusuk tempat cimino dengan jarak 8 – 10 cm dari anastomose
3. Tusuk secara intrakutan dengan diameter 0,5 cm
4. Memberikan anestesi lokal pada tusukan vena lain
5. Bekas tusukan dipijat dengan kassa steril

f. Memasukkan Jarum AV Fistula


1. Masukkan jarum AV Fistula (Outlet) pada tusukan yang telah dibuat pada saat
pemberian anestesi lokal
2. Setelah darah keluar aspirasi dengan spuit 10 cc dan dorong dengan NaCl 0,9%
yang berisi heparin, AV Fistula diklem, spuit dilepaskan, dan ujung AV Fistula
ditutup, tempat tusukan difiksasi dengan plester dan pada atas sayap fistula diberi
kassa steril dan diplester
3. Masukkan jarum AV Fistula (inlet) pada vena lain, jarak penusukan inlet dan
outlet usahakan lebih dari 3 cm
4. Jalankan blood pump perlahan-lahan sampai 20 ml/mnt kemudian pasang sensor
monitor
5. Program mesin hemodialisis sesuai kebutuhan pasien
6. Bila aliran kuran dari 100 ml/mnt karena ada penyulit, lakukan penusukan pada
daerah femoral
7. Alat kotor masukkan ke dalam plastik, sedangkan alat-alat yang dapat dipakai
kembali di bawa ke ruang disposal
8. Pensukan selesai, perawat mencuci tangan

Punksi Femoral
Cara Melakukan Punksi Femoral
1. Obeservasi daerah femoral (lipatan), yang aka digunakan penusukan
2. Letakkan posisi tidur pasien terlentang dan posisi kaki yang akan ditusuk fleksi
3. Lakukan perabaan arteri untuk mencari vena femoral dengan cara menaruh 3 jari di
atas pembuluh darah arteri, jari tengah di atas arteri
4. Dengan jari tengah 1 cm ke arah medial untuk penusukan jarum AV Fistula

Melakukan Kanulasi Double Lumen


Cara kerjanya :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan
3. Berikan posisi tidur pasien yang nyaman
4. Dekatkan alat-alat ke pasien
5. Perawat mencuci tangan
6. Buka kassa penutup catheter dan lepaskan pelan-pelan
7. Perhatikan posisi catheter double lumen
 Apakah tertekuk?
 Apakah posisi catheter berubah?
 Apakah ada tanda-tanda meradang / nanah? Jika ada laporkan pada dokter
8. Memulai desinfektan
 Desinfektan kulit daerah kateter dengan kassa betadine, mulai dari pangkal
tusukan kateter sampai ke arah sekitar kateter dengan cara memutar kassa dari
dalam ke arah luar
 Bersihkan permukaan kulit dan kateter dengan kassa alkohol
 Pasang duk steril di bawah kateter double lumen
 Buka kedua tutup kateter, aspirasi dengan spuit 10 cc / 20 cc yang sudah diberi
NaCl 0,9% yang terisi heparin.
9. Tentukan posisi kateter dengan tepat dan benar
10. Pangkal kateter diberi Betadine dan ditutup dengan kassa steril
11. Kateter difiksasi kencang
12. Kateter double lumen siap disambungkan dengan arteri blood line dan venus line
13. Alat-alat dirapikan, pisahkan dengan alat-alat yang terkontaminasi
14. Bersihkan alat-alat
15. Perawat cuci tangan

Kateter double lumen mempunyai 2 cabang berwarna


 Merah untuk inlet (keluarnya darah dari tubuh pasien ke mesin)
 Biru untuk outlet (masuknya darah dari mesin ke tubuh pasien)

9. Keuntungan dan kelemahan dari Hemodialisa


A. Keuntungan :
Dialisa membersihkan darah dengan efektif dalam waktu singkat, waktu dialisis cepat
dan resiko kesalahan teknik kecil, tidak perlu menyiapkan peralatan hemodialisa
sendiri, kondisi pasien lebih terpantau karena prosedur hemodialisa dilakukan di
rumah sakit oleh tenaga kesehatan terlatih, dan jumlah protein yang hilang selama
proses hemodialisa lebih sedikit.
Keunggulan hemodialisis menurut Nuryandari (1999) sebagai berikut :
a) Produk sampah nitrogen molekul kecil cepat dapat dibersihkan
b) Waktu dialisis cepat
Dialiser akan mengeluarkan melekul dengan berat sedang dengan laju yang
lebih cepat dan melakukan ultrafiltrasi dengan kecepatan tinggi hal ini di
perkirakan akan memperkecil kemungkinan komplikasi dari hemodialisis
misalnya emboli udara dan ultrafiltrasi yang tidak kuat atau berlebihan
(hipotensi, kram otot, muntah).
c) Resiko kesalahan teknik kecil
d) Adequasy dapat ditetapkan sesegera, underdialisis segera dapat dibenarkan
Adequasy hemodialisis atau kecukupan hemodialisis segera dapat ditetapkan
dengan melihat tanda-tanda tercapainya berat badan kering/tidak ada oedema,
pasien tampak baik, aktif, tensi terkendali dengan baik, hb >10 gr% demikian
juga bila terjadi keluhan-keluhan tersebut berarti tidak terpenuhinya kecukupan
dialisis sehingga dapat di benarkan terjadi underdialisis.
B. Kelemahan atau kerugian
Antara lain : fungsi ginjal yang tersisa cepat menurun, ketergantungan pasien dengan
mesin hemodialisa, akses vaskular dapat menyebabkan infeksi dan trombosis, sering
terjadi hipotensi dan kram otot, pembatasan asupan cairan dan diet lebih ketat, kadar
hemoglobin lebih rendah sehingga kebutuhan akan eritropoetin lebih tinggi. (Ripani
Musyaffa, 2010)
Kelemahan hemodialisis menurut Nuryandari (1999) sebagai berikut:
a) Tergantung mesin
b) Sering terjadi hipotensi, kram otot, disequilibrium sindrom
c) Terjadi activasi: complemen, sitokines, mungkin menimbulkan amyloidosis
d) Vasculer access: infeksi, trombosis
e) Sisa fungsi ginjal cepat menurun, dibandingkan peritoneal dialisis.

10. Alat yang digunakan untuk Hemodialisa


a. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah
dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang
digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan
potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air
(ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).
Terdapat 2 (dua) tipe dasar dializer (Suharyanto dan Madjid, 2009), yaitu :
 Pararel plate dializer
Pararel plate dializer, terdiri dari dua lapisan selotan yang dijepit oleh dua
penyokong. Darah mengalir melalui lapisan-lapisan membran, dan cairan
dialisa dapat mengalir dalam arah yang sama seperti darah, atau dengan daerah
berlawanan.
 Hollow Fiber atau capillary dializer
Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil, dan cairan dialisa
membasahi bagian luarnya. Aliran cairan dialisa berlawanan dengan arah
aliran darah.
b. Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum
normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia
disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk
melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena
bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada
membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis.
Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya
digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi
kebutuhan pasien tertentu.
c. Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian
multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu
alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan
tepat kontrol rasio konsentrat-air.
d. Aksesori Peralatan
Perangkat Keras, terdiri dari :
 Pompa darah, pompa infus untuk mendeteksi heparin
 Alat pemonitor suhu tubuh apabila terjadi ketidakamanan konsentrasi dialisat,
perubahan tekanan udara dan kebocoran darah.
Perangkat Disposibel yang digunakan selain ginjal buatan :
 Selang dialisis yang digunakan untuk mengalirkan darah antara dialiser dan
pasien.
 Transfer tekanan untuk melindungi alat monitor dari pemajanan terhadap darah.
 Kantong cairan garam untuk membersihkan sistem sebelum digunakan.
e. Komponen Manusia/Pelaksana
Tenaga pelaksana hemodialisa harus mempunyai keahlian dalam menggunakan
teknologi tinggi, tercapai melalui pelatihan teorits dan praktikal dalam lingkungan
klinik.
Aspek yang lebih penting adalah pemahaman dan pengetahuan yang akan digunakan
perawat dalam memberikan asuhan pada pasien selama dialisis berlangsung.

11. Komplikasi
Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut (Brunner & Suddarth,
2002) :
a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan.
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara
memasuki sistem vaskuler pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan
muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih
besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel.
g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)
komplikasi yang jarang terjadi misalnya sindrom disekuilibirum, reaksi dializer, aritmia,
temponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, neutropenia, serta
aktivasi komplemen akibat dialisis dan hipoksemia.
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan berat cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan
biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan factor risiko terjadinya perdarahan.
g. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
h. Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
12. Konsep dasar asuhan keperawatan (pre dan post HD)
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
2. Identitas penanggung jawab
3. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien diantara keluhan yang dirasakan yang
didapatkan secara langsung dari pasien/ keluarga.
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang didapatkan mulai dari pasien mengalami keluhan
sampai mencari pelayanan kesehatan sampai ,mendapatkan terapi dan harus
menjalani terapi HD (pasien HD pertama).
Kondisi atau keluhan yang di rasakan oleh pasien setelah HD sampai HD
kembali (bagi pasien menjalani HD rutin).
b. Riwayat kesehatan lalu
Riwayat kesehatan dahulu di dapatkan dari pengalaman pasien mengalami
kondisi yang berhubungan dengan gangguan system urinaria (misal DM,
hipertensi, BPH dll)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Di dapatkan dari riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit pasien sekarang (DM, hiperensi, penyakit sistem perkemihan)
5. Pola kebutuhan dasar (Virginia handerson)
Di kaji sebelum sakit dan saat HD (pasien HD pertama)
Di kaji HD sebelumnya dan saat HD kembali (pasien HD rutin)
a. Oksigenasi
Meliputi fungsi pernafasan (RR, alat bantu pernafasan)
b. Nutrisi
Dikaji riwayat diit makan dan minum sebelum sakit yang meliputi jenis,
frekuensi.
Dikaji kepatuhan klien terhadap diitnya
c. Eliminasi ( BAB & BAK )
Dikaji Frekuensi dan kapasitas 
d. Aktivitas / mobilitas fisik
Dikaji dari pekerjaan sehari-hari yang berkaitan dengan penyakit GGK
e. Istirahat dan Tidur
Adakah gangguan pola tidur
f. Pola Berpakaian
Dilakukan secara mandiri / tidak
g. Kebutuhan bekerja
Dikaji masih dapat bekerja atau tidak setelah sakit
h. Pola Mempertahankan Temperatur Tubuh
Memakai pakaian tebal jika dingin, memakai pakaian tipis jika panas,
dilakukan secara mandiri / tidak
i. Personal hygiene
Mandi, cuci rambut, gunting kuku, gosok gigi dilakukan secara mandiri / tidak
j. Rekreasi
Jenis rekreasi yang dilakukan
k. Pola rasa aman dan nyaman
Merasa nyaman bersama keluarga, merasa nyaman dengan perawat, merasa
nyaman jika dirumah, gangguan rasa nyaman dengan nyeri (jika ada) dan
sesak
l. Pola berkomunikasi
Bahasa lancar / tidak
m. Pola sepiritual
Harapan klien dengan penyakitnya, bagaimana menjalankan ibadahnya.
n. Pola belajar
Kondisi penyakit klien sudah mengerti atau belum tentang penyakit, diit, terapi
yang dijalani, pembatasan cairan, prognosis penyakit.
6. Pemeriksaan fisik
a. Kepala :
 Rambut rontok
 Neuro:
 penurunan kesadaran.
 Nyeri ( pusing )
 Kejang karena keracunan pada SSP
 Kelemahan karena suplai O2 kurang
 Baal ( mati rasa dan Kram ) karena rendahnya kadar Ca dan PH
 Mata:
 Konjungtiva anemis
 Hidung :
 Cuping hidung
 Mulut:
 stomatitis, bleeding/ perdarahan, nafas bau ammonia.
b. Leher   :
 Hiperparathyroid karena peningkatan reabsorbsi kalsium dari
tulang,hiperkalemia, hiperkalsiuria, prembesaran vena jugularis.
c. Dada : 
 bunyi nafas tambahan (Wheezing), otot bantu pernafasan, dypsnue, edema
pulmo, suara paru (ronkhi) , bunyi jantung
d. Abdoment :
 Asites, gangguan peristaltik, bleeding
e. Ekstremitas :
 CRT > 4 detik, edema, nyeri, kekakuan otot
f. Integument :
 pruritis, kulit kering, warna kehitaman, turgor kulit jelek, bersisik dan
dekubitus.
7. Pemeriksaan laboratorium
Pada pasien gagal ginjal pemeriksaan laboraturium meliputi :
a. Pemeriksaan darah
1)      Pemeriksaan hematologi
-     Hb menurun adanya anemia.
-     Eritrosit
-     Leukosit
-     Trombosit
2)      Pemeriksaan RFT ( renal fungsi test)
-     Ureum ( 20-40 mg/dl)
-     Kreatinin ( 0,5-1,5 mg/dl)
3)      Pemeriksaan LFT (liver fungsi test )
4)      Pemeriksaan elektrolit
-     Klorida
-     Kalium
-     Kalsium
5)      CCT (Clearance Creatinin Test)
6)      GFR
b. Pemeriksaan urin :
1)      Urin rutin
-     Protein
Penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan
penurunan sintesis, karena kekurangan asam amino esensial
pemeriksaan Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat
jenis.
2)      Urin khusus
-     Benda keton
-     Analisa kristal / batu
3)      CCT
8. Pemeriksaan Radiologi
a. Pemeriksaan EKG, Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia,dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
Kemungkinan  abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam/basa.
b. Pemeriksaan USG(ultrasonografi), untuk  menilai besar dan bentuk ginjal,
tebal korteks ginjal, ureter proksimal dan kandung kemih.
c. Pemeriksaan Radiologi, Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde
Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal
Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
abdomen
d. Foto Polos  Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
e. Pieolografi  Intra-Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk
menilai sistem pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
g. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
h. Pemeriksaan  Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.
i. Pemeriksaan biopsi ginjal
Diagnosis histologi dari penyakit ginjal membutuhkan biopsi ginjal. Biopsi
ginjal yaitu mengambil jaringan dan kemudian diperiksa dengan mikroskop
cahaya.
B. Pathway (Terlampir)
C. Diagnosa Keperawatan yang muncul:
Pre:
 PK hipertensi
 Kelebihan volume cairan
Intra:
 Risiko perdarahan
Post:
 Risiko infeksi
D. Rencana Keperawatan (Terlampir)
13. Pendidikan kesehatan
Tujuan untuk mempersiapkan pemulangan pasien dialisis dari rumah sakit sering
menjadi tantangan yang menarik. Penyakit tersebut dan terapi yang dilakukannya akan
mempengaruhi setiap aspek dalam kehidupan klien. Biasanya pasien tidak memahami
sepenuhnya dampak dialisis dan kebutuhan untuk mempelajarinya mungkin baru disadari
lama sesudah pasien dipulangkan dari rumah sakit.
Pasien hemodialisa yang akan memulai terapi memerlukan pengajaran tentang topik-
topik berikut :
a. Rasional dan tujuan terapi dialisis
b. Hubungan antara obat-obat yang diresepkan dengan dialisis
c. Efek samping obat dan pedoman kapan harus memberikan dokter mengenai efek
samping tersebut
d. Perawatan akses vaskuler; pencegahan, pendeteksian dan penatalaksanaan
komplikasi yang berkaitan dengan akses vaskuler
e. Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan; konsekuensi akibat kegagalan
dalam mematuhi pembatasan ini
f. Pedoman pencegahan dan pendeteksian kelebihan muatan cairan
g. Strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan dan pengurangan gejala pruritus,
neuropati serta gejala-gejala lainnya
h. Penatalaksanaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi (dialisis,
diet yang membatasi, obat-obatan)
i. Strategi untuk menangani dan mengurangi kecemasan serta ketergantungan
pasien sendiri dan anggota keluarga mereka
j. Pilihan lain yang tersedia buat pasien
k. Pengaturan finansial untuk dialisis, strategi untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber-sumber finasial
l. Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi kecemasan anggota
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Havens, L. & Terra, R. P. 2005. Hemodialysis. At: http://www.kidneyatlas.org.
NKF. 2001. Guidelines for hemodialysis adequacy. At: http://www.nkf.com.
NKF. 2006. Hemodialysis. At: http://www.kidneyatlas.org.
Price, S. A. & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi
4. Jakarta: EGC.
Sue, Marion, Meridean, Elizabeth. 2008. Nursing Outcomes Classification Fourth Edition,
USA : Mosby Elsevier
Joanne&Gloria. 2004. Nursing Intervension Classification Fourth Edition, USA : Mosby
Elsevier
T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-
2011, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai