Anda di halaman 1dari 11

UJPH 5 (3) (2016)

Unnes Journal of Public Health


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph

HUBUNGAN KEPARAHAN PENYAKIT, AKTIVITAS, DAN KUALITAS


TIDUR TERHADAP KELELAHAN PASIEN SYSTEMIC LUPUS
ERYTHEMATOSUS

Rizky Ayu Fandika Asih , Dyah Mahendrasari Sukendra

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun yang prevalensinya tiap tahun
Diterima 30 Mei 2016 meningkat di dunia maupun di Indonesia. Kelelahan yang parah dapat menyebabkan kekambuhan pada
Disetujui 22 Juni 2016 pasien SLE. Kelelahan merupakan gejala yang paling melemahkan dan mengganggu fungsi fisik, sosial dan
Dipublikasikan Juli 2016 emosional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan pada
________________ pasien SLE di Yayasan Lupus Indonesia Panggon Kupu Semarang. Jenis penelitian ini adalah penelitian
Keywords: deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Sampel penelitian adalah 30 pasien SLE yang
Fatigue; SLE diperoleh dengan menggunakan teknik Total Sampling. Analisis data dilakukan secara univariat dan
____________________ bivariat. Hasil analisis bivariat menunjukan faktor yang berhubungan dengan kelelahan yaitu: tingkat
keparahan penyakit (r value = 0,853, sig = 0,00) dan kualitas tidur (r value = 0,796, sig = 0,00), dan faktor
yang tidak berhubungan yaitu aktivitas fisik (r value = -0,79). Hasil analisis multivariat menunjukan faktor
yang paling dominan yang berhubungan dengan kelelahan yaitu kualitas tidur (p value = 0,043, exp (OR) =
16,500) memiliki probabilitas terhadap terjadinya kelelahan sebesar 61,89%.
Abstract
___________________________________________________________________
Systemic Lupus Erythematosus ( SLE ) was an autoimmune disease whose prevalence was increasing every
year in the world as well as in Indonesia. Severe fatigue can lead to relapse in patients with SLE. Fatigue was
a symptom of the most debilitating and interfere with the functioning of physical, social and emotional. The
objective of the study to know factors associated with fatigue in patients SLE at Indonesian Lupus Panggon
Kupu Foundation in Semarang City. This research was descriptive analytic research with Cross Sectional
design. The samples were 30 patients with SLE were obtained using total sampling technique. Data analysis
was performed using univariate and bivariate. Bivariate analysis results showed that factors associated with
fatigue were: the severity of disease (r value = 0,853, sig = 0,00) and sleep quality (r value = 0,796, sig = 0,00),
while the factors that was not associated were: physical activity (r value = -0,79). Multivariate analysis
showed that the most dominant factor associated to the fatigue was the quality of sleep (p value = 0,043, exp
(OR) = 16,500) have the probability of the occurrence of fatigue by 61.89 %.
© 2015 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6781
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: rizky.fandika@yahoo.com

221
Rizky Ayu Fandika A dan Dyah Mahendrasari S / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

PENDAHULUAN

Menurut Farkhati (2012) SLE kualitas hidup, dan tingkat keparahan SLE
merupakan penyakit autoimun yang bersifat dengan beberapa kriteria SLE ringan dan
sistemik. Selama lebih dari empat dekade berat.
angka kejadian SLE meningkat tiga kali Faktor-faktor yang berkaitan dengan
lipat yaitu 51 per 100.000 menjadi 122-124 kelelahan pada pasien SLE berupa faktor
per 100.000 penduduk di dunia. Prevalensi yang tidak dapat diubah (tingkat keparahan
SLE di Amerika Serikat adalah 15-50 per penyakit) dan faktor yang dapat diubah
100.000 populasi. Setiap tahun ditemukan (aktivitas fisik, kualitas tidur) (Grace, 2012).
lebih dari 100.000 penderita SLE baru di Kematian pasien SLE yang diakibatkan
seluruh dunia. Semua ras dapat menjadi kelelahan juga belum diketahui secara pasti,
golongan penderita SLE. Wanita Afrika- tetapi kelelahan dapat memicu pasien SLE
Amerika mempunyai insidensi tiga kali mengalami kekambuhan. Kekambuhan
lebih tinggi dibandingkan kulit putih. pada penyakit SLE jika tidak segera
Kecenderungan perkembangan SLE terjadi ditangani akan mengakibatkan komplikasi
pada usia muda dan dengan komplikasi pada organ tubuh lainnya. Penyakit SLE
yang lebih serius (Manson dan Rahman, tersebut memperlihatkan 2 puncak kejadian
2006). kematian, yaitu satu puncak akibat
Data antara tahun 1988-1990 di komplikasi yang tidak terkontrol, dan satu
Indonesia, insidensi rata-rata penyandang puncak lain akibat komplikasi kortikoterapi.
SLE adalah sebesar 37,7 per 10.000 Penyebab utama kematian pasien SLE 90%
perawatan dan cenderung meningkat dalam diakibatkan oleh infeksi dan 10% kematian
dua dekade terakhir. Jumlah penderita SLE pasien SLE diakibatkan organ yang sudah
di Indonesia cenderung meningkat. mengalami komplikasi seperti gagal ginjal
Berdasarkan data tahun 2002, Yayasan dan kerusakan SSP (Urowitz, 2005;
Lupus Indonesia mencatat 1.700 orang dan Squance et al, 2014).
pada tahun 2007 berjumlah 8.672 penderita
SLE, dengan 90 % wanita (Savitri, 2005). METODE
Tahun 2014 yang tercatat menurut Yayasan
Lupus Indonesia Panggon Kupu Semarang Jenis penelitian ini adalah penelitian
yaitu 58 orang. deskriptif analitik dengan rancangan
Kelelahan pada penderita SLE penelitian cross sectional. Penelitian ini
merupakan hal biasa yang sering dirasakan. dilakukan di Yayasan Lupus Indonesia
Penelitian telah menunjukkan bahwa 53- Panggon Kupu Semarang. Populasi dalam
80% pasien SLE mengalami kelelahan penelitian ini adalah pasien SLE di
sebagai salah satu gejala utama mereka. Yayasan Lupus Panggon Kupu. Sampel
Pada 30-50% pasien SLE, kelelahan adalah penelitian berjumlah 30 responden yang
gejala yang paling melemahkan dan memeuhi kriteria inklusi dan eksklusi
mengganggu fungsi fisik, sosial dan sampel penelitian dan diperoleh dengan
emosional (Avina, 2007). Menurut menggunakan teknik Total Sampling. Cara
Indonesian Rheumatology Association pengambilan sampel diambil dari rekam
(2011) penyebab utama morbiditas pada medik hasil tes Anti nuclear antibodi (ANA),
pasien SLE adalah kelelahan, penurunan hasil tes double stranded-DNA (Anti DS

222
Rizky Ayu Fandika A dan Dyah Mahendrasari S / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

DNA) dan pasien yang sesuai dengan Analisis Multivariat dilakukan untuk
kriteria American College of Rheumatology mengetahui variabel bebas (tingkat
(ACR) 1997. keparahan penyakit, aktivitas fisik dan
Instrumen yang digunakan dalam kualitas tidur) yang paling dominan
penelitian ini adalah: 1) dokumentasi mempengaruhi kelelahan pada pasien
catatan medik hasil tes Ds-DNA dan ANA, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) di
2) kuesioner penelitian (FSS, MEX-SLEDAI, Yayasan Lupus Indonesia Panggon Kupu
IPAQ, PSQI). Data yang diperoleh dalam Semarang tahun 2014.
penelitian ini dianalisis menggunakan
rumus statistik uji Rank Spearman dan uji HASIL DAN PEMBAHASAN
multivariat Regresi Logistik Ganda.
Analisis univariat dilakukan untuk Karakteristik Responden
melihat distribusi karakteristik responden Hasil analisis univariat bertujuan
yang terdiri atas distribusi usia, jenis untuk melihat distribusi karakteristik
kelamin dan status pekerjaan, sedangkan responden di Yayasan Lupus Indonesia
analisis bivariat dilakukan untuk Panggon Kupu Semarang tahun 2014 dan
mengetahui apakah terdapat hubungan untuk mendeskripsikan variabel penelitian
antara tingkat keparahan penyakit, aktivitas yang disajikan dalam distribusi frekuensi
fisik dan kualitas tidur dengan kelelahan dalam bentuk persentase dari tiap variabel.
pada pasien Systemic Lupus Erythematosus Hasil analisis univariat dapat dilihat pada
(SLE) di Yayasan Lupus Indonesia Tabel 1 dan Tabel 2.
Panggon Kupu Semarang tahun 2014.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden


Frekuensi Persentase (%)
No Karakteristik Responden
N= 30 F= 100%
Usia
1. 16 - 25 Th 19 63.4%
2. 26 - 35 Th 10 33.3%
3. >36 Th 1 3.33%
Jenis Kelamin
1. Laki-laki 0 0%
2. Perempuan 30 100%
Status Pekerjaan
1. Bekerja 0 0%
2. Tidak Bekerja 30 100%

*hasil Statistic Deskriptive

Berdasarkan hasil analisis univariat 25 tahun sebanyak 19 orang (63,4%),


menggunakan uji Statistic Deskriptive responden pada kelompok umur 26 - 35
menunjukan bahwa responden yang paling tahun sebanyak 10 orang (33,3%). Umur
banyak terdapat pada kelompok umur 16 -

223
Rizky Ayu Fandika A dan Dyah Mahendrasari S / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

yang paling tua yaitu 36 tahun berjumlah 1 Status pekerjaan responden dalam
orang (3,33%). penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu bekerja
Jenis kelamin responden dibagi dan tidak bekerja. Responden yang tidak
menjadi 2 yaitu laki-laki dan perempuan. memiliki pekerjaan atau tidak bekerja
Responden dengan jenis kelamin sebanyak 30 orang (100%) dan tidak ada
perempuan sebesar 30 orang (100%) dan responden yang memiliki pekerjaan atau
tidak ada responden dengan jenis kelami bekerja (0%).
laki-laki (0%).

Tabel 2. Variabel Penelitian


Frekuensi Persentase (%)
No Variabel
N= 30 F= 100%
Kelelahan
1. Menderita kelelahan 17 56.7%
2. Tidak menderita kelelahan 13 43.4%
Keparahan Penyakit
1. Ringan 13 43.4%
2. Berat 17 56.6%
Aktivitas Fisik
1. Ringan 20 66.7%
2. Sedang 8 26.6%
3. Berat 2 6.7%
Kualitas Tidur
1. Baik 2 6.7%
2. Buruk 28 93.3%

*hasil Statistic Deskriptive

Deskripsi Variabel Penelitian


Berdasarkan hasil analisis univariat Hubungan Tingkat Keparahan Penyakit,
pada variabel penelitian menunjukkan Aktivitas Fisik dan Kualitas Tidur terhadap
bahwa frekuensi terbesar responden yang Kelelahan pada Pasien SLE
mengalami kelelahan yaitu 17 responden Analisis bivariat dilakukan untuk
(56.7%), frekuensi terbesar tingkat mengetahui hubungan antara tingkat
keparahan penyakit pada responden adalah keparahab penyakit, aktivitas fisik dan
tingkat keparahan penyakit berat yaitu kualitas tidur terhadap kelelahan pada
sejumlah 17 responden (56.6%) dan pasien Systemic Lupus Erythematosus (SLE) di
responden dengan aktivitas fisik ringan Yayasan Lupus Indonesia Panggon Kupu
yaitu sebesar 59 responden (71.95%). Semarang tahun 2014. Hasil dari uji Rank-
Frekuensi terbesar kualitas tidur adalah 28 Spearman tersebut dapat dilahat pada Tabel
responden (93.3%) mengalami kualitas 3.
tidur yang buruk.

224
Rizky Ayu Fandika A dan Dyah Mahendrasari S / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

Tabel 3. Hubungan Tingkat Keparahan Penyakit, Aktivitas Fisik, Stres, Kecemasan,


Depresi dan Kualitas Tidur dengan Kelelahan pada Pasien SLE
Kelelahan
Variabel
r value Sig/p value OR
1. Tingkat Keparahan Penyakit 0.853* 0.00** 4.224
2. Aktivitas Fisik -0.79 0.678 1.575
3. Kualitas Tidur 0.796* 0.00** 4.541
Keterangan : tanda (*) menunjukkan r-value > r-tabel (0.361)
tanda (**) menunjukkan p-value < 0,05

Berdasarkan tabel 3. diketahui bahwa


dari 2 variabel yang diteliti menunjukkan Faktor yang paling Dominan yang
adanya hubungan yang signifiksn dengan Berhubungan dengan Kelelahan
kelelahan pada pasien Systemic Lupus Analisis Multivariat dilakukan untuk
Erythematosus (SLE) di Yayasan Lupus mengetahui variabel bebas (tingkat
Indonesia Panggon Kupu Semarang tahun keparahan penyakit, aktivitas fisik dan
2014 yaitu tingkat keparahan penyakit (r kualitas tidur) yang paling dominan
value = 0,853, p=0,00, OR=4,224) dan mempengaruhi kelelahan pada pasien
kualitas tidur (r value = 0,796, p=0,00, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) di
OR=4,541) dan faktor yang tidak Yayasan Lupus Indonesia Panggon Kupu
berhubungan yaitu aktivitas fisik (r value = - Semarang tahun 2014. Hasil dari uji Regresi
0,79, p=0,678, OR=1,575). Variabel Logistik Ganda tersebut dapat dilihat pada
dikatakan ada hubungan jika nilai p < α Tabel 4 dan 5.
(0,05) dan (r value > r tabel).

Tabel 4. Hasil Seleksi Kandidat Analisis Multivariat Terhadap Kelelahan


Variabel Bebas p-value
Tingkat keparahan penyakit 0.00*
Aktivitas fisik 0.678
Kualitas tidur 0.00*
Keterangan tanda (*) menunjukkan p-value <0,25

Tabel 5. Hasil Analisis Multivariat


Variabel Bebas B p-value 95% CI
Tingkat keparahan penyakit 16.500 0,043 1.088 – 250.176
Kualitas tidur 1.077 0,999 0.000 - .

Berdasarkan tabel 5. diketahui bahwa Erythematosus adalah kualitas tidur dengan


setelah dilakukan regresi logistik ganda nilai p atau sig < α (0,05) dan memiliki nilai
terhadap variabel yang memenuhi syarat, exp atau OR terbesar yaitu 16,500 yang
menunjukkan hasil bahwa variabel yang artinya kualitas tidur yang dirasakan
dominan yang berhubungan terhadap responden mempunyai peluang 17 kali
kelelahan pada pasien Systemic Lupus dapat menyebabkan kelelahan. Hasil

225
Rizky Ayu Fandika A dan Dyah Mahendrasari S / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

analisis multivariat menghasilkan model sesuai dengan hasil penelitian yang


persamaan regresi dengan nilai probabilitas dilakukan oleh Tench (2009) pada
sebesar 61.89%. penelitiannya yang berjudul The Prevalence
and associations of fatigue in Systemic Lupus
Hubungan Tingkat Keparahan Penyakit Erythematosus bahwa tingkat keparahan
terhadap Kelelahan pada pasien Systemic Lupus penyakit memiliki korelasi atau hubungan
Erythematosus (SLE) dengan kelelahan pada pasien SLE. Studi
Berdasarkan hasil penelitian, lain yang dilakukan Tayer (2001) dan Ian
menunjukkan bahwa tingkat keparahan (2004) pada penelitian Factors associated with
penyakit mempunyai hubungan dengan fatigue in patients with Systemic Lupus
kelelahan pada pasien Systemic Lupus Erythematosus menunjukkan bahwa tingkat
Erythematosus di Yayasan Lupus Indonesia keparahan penyakit juga berkorelasi dengan
Panggon Kupu Semarang. Hal ini gejala kelelahan (Yuen dan Cunningham,
didasarkan pada hasil uji Rank-Spearman 2014; Shah et al, 2014).
yang diperoleh yaitu r value sebesar 0,853 (r Hasil dari penelitian ini tingkat
value > r tabel) dan nilai p atau sig sebesar keparahan penyakit memiliki hubungan
0,00 < 0,05. Nilai Odd Ratio (OR) adalah terhadap kelelahan pada pasien Systemic
4,224 yang berarti responden dengan Lupus Erythematosus. Hubungan tingkat
tingkat keparahan penyakit berat memiliki keparahan penyakit terhadap kelelahan
risiko untuk mengalami kelelahan 4 kali disebabkan karena responden yang
lebih besar daripada responden dengan memiliki kriteria tingkat keparahan
tingkat keparahan penyakit ringan. penyakit berat lebih besar dibandingkan
Hasil penelitian terhadap karakteristik pasien dengan kriteria tingkat keparahan
30 responden penderita Systemic Lupus penyakit ringan.
Erythematosus (SLE) di Yayasan Lupus Tingkat keparahan penyakit SLE
Indonesia Panggon Kupu Semarang berat, jika SLE sudah mengenai organ-
berdasarkan tingkat keparahan penyakit organ vital dalam tubuh seperti pada 1)
menunjukkan bahwa responden dengan jantung: endokarditis Libman-Sacks,
tingkat keparahan penyakit berat vaskulitis arteri koronaria, miokarditis,
mendominasi penelitian ini dibandingkan tamponade jantung, hipertensi maligna, 2)
responden dengan tingkat keparahan paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan
penyakit ringan. Hal ini terlihat dari hasil paru, pneumonitis, emboli paru, infark
penelitian yang menunjukkan responden paru, ibrosis interstisial, shrinking lung, 3)
dengan tingkat keparahan penyakit berat ginjal: nefritis proliferatif dan atau
sebanyak 17 orang (56,6%) dan responden membranous, 4) neurologi: kejang, acute
dengan tingkat keparahan penyakit ringan confusional state, koma, stroke, mielopati
sebanyak 13 orang (43,3%). transversa, mononeuritis, polineuritis,
Tingkat keparahan penyakit adalah neuritis optik, psikosis, sindroma
istilah untuk menggambarkan sejauh mana demielinasi, 5) hematologi: anemia
kerusakan jaringan pada tubuh yang hemolitik, neutropenia
diakibatkan oleh autoimun abnormal pada (leukosit<1.000/mm3), trombositopenia <
pasien SLE. Beberapa kriteria tingkat 20.000/mm3, purpura trombotik
keparahan penyakit pada SLE yaitu SLE trombositopenia, trombosis vena atau arteri
ringan, sedang, berat. Hasil penelitian ini (Wicaksono, 2012). Kriteria tingkat

226
Rizky Ayu Fandika A dan Dyah Mahendrasari S / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

keparahan penyakit SLE menurut Tutuncu Hasil penelitian terhadap karakteristik


(2007), dikatakan SLE ringan jika tidak 30 responden penderita Systemic Lupus
terdapat tanda atau gejala yang mengancam Erythematosus (SLE) di Yayasan Lupus
nyawa, fungsi organ normal atau stabil, Indonesia Panggon Kupu Semarang
yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, berdasarkan aktivitas fisik menunjukkan
susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan bahwa responden dengan aktivitas fisik
kulit. Contoh SLE ringan yaitu SLE dengan ringan mendominasi penelitian ini
manifestasi arthritis dan kulit (Mckinley et dibandingkan responden dengan aktivitas
al, 2005; Segal et al, 2012).. fisik sedang dan berat. Hal ini terlihat dari
Penyakit SLE yang sudah mengenai hasil penelitian yang menunjukkan
organ-organ tubuh seperti ginjal, neurologi, responden dengan aktivitas fisik ringan
hematologi dan jantung menekan fungsi sebanyak 20 orang (66,7%), responden
sebagian besar sel imun dan dialisis dapat dengan aktivitas fisik sedang sebanyak 8
mengaktivasi efektor imun, seperti orang (26,6%) dan responden dengan
komplemen dengan tidak tepat. Pada aktivitas fisik berat sebanyak 2 orang
pasien SLE sering ditemukan defisiensi C3 (6,7%).
dan C4. Defisiensi komplemen fisiogenik Hasil penelitian ini tidak sesuai
yang disebabkan oleh serum C3 pada dengan teori yang dikemukakan oleh
pasien SLE akan menyebabkan kepekaan Russell (2011) bahwa aktivitas fisik yang
terhadap infeksi meningkat dan kelelahan berlebihan atau dilakukan melebihi batas
yang menjadi faktor predisposisi timbulnya kemampuan tubuh dapat berdampak buruk
kekambuhan pada pasien SLE, serta bagi kesehatan. Orang yang berlebihan
kerentanan terhadap infeksi mikroba dan dalam melakukan aktivitas fisik akan
gangguan opsonisasi (Bambang, 2014; kelelahan, bahkan dapat mengalami cedera
Iaboni dan Moldofsky, 2016). dan sakit. Pada pasien SLE, aktivitas fisik
yang berlebihan akan menyebabkan
Hubungan antara Aktivitas Fisik terhadap kelelahan yang akan dapat memicu
Kelelahan pada pasien Systemic Lupus terjadinya kekambuhan (Abu et al, 2006;
Erythematosus (SLE) Fonsenca 2014).
Berdasarkan hasil penelitian, Studi lain yang tidak sesuai dengan
menunjukkan bahwa aktivitas fisik tidak hasil penelitian ini yaitu studi yang
mempunyai hubungan dengan kelelahan dilakukan Grace (2012) pada penelitian
pada pasien Systemic Lupus Erythematosus di yang berjudul Fatigue in Systemic Lupus
Yayasan Lupus Indonesia Panggon Kupu Erythematosus menunjukkan bahwa aktivitas
Semarang. Hal ini didasarkan pada hasil uji fisik memiliki hubungan terhadap
Rank-Spearman yang diperoleh yaitu r value kelelahan, studi kasus yang dilakukan di
= -0,079 ( r value < r tabel) dan nilai p atau klinik dan laboratorium Amerika (The
sig sebesar 0,678 > 0,05. Nilai Odd Ratio American of Rheumatology's). Penelitian ini
(OR) adalah 1,575 yang berarti responden aktivitas fisik tidak memiliki hubungan
dengan aktivitas fisik sedang memiliki terhadap kelelahan pada pasien Systemic
risiko untuk mengalami kelelahan 2 kali Lupus Erythematosus, hal ini disebabkan
lebih besar daripada responden dengan karena responden yang memiliki aktivitas
aktivitas fisik ringan. fisik ringan lebih besar dibandingkan
responden yang memiliki aktivitas fisik

227
Rizky Ayu Fandika A dan Dyah Mahendrasari S / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

berat. Aktivitas fisik pada penderita SLE dibandingkan responden dengan kualitas
berbeda dengan aktivitas fisik pada orang tidur baik. Hal ini terlihat dari hasil
normal. Aktivitas fisik pada penderita SLE penelitian yang menunjukkan responden
dihitung dari aktivitas fisik berat (vigorous dengan kualitas tidur buruk sebanyak 28
activity), aktivitas fisik sedang (moderate orang (93,3%) dan responden dengan
activity), aktivitas berjalan kaki (walking kualitas tidur baik sebanyak 2 orang (6,7%).
activity) dan aktivitas duduk (sitting activity) Hasil penelitian ini sesuai dengan
pada seseorang dalam satu minggu terakhir teori yang dikemukakan oleh Tayer (2001)
(Stephen et al, 2006; Oates et el, 2013). bahwa frekuensi tidur atau kualitas tidur
Aktivitas fisik berat seperti senam, yang kurang dapat menyebabkan kelelahan.
menggali, dan lainnya. Aktivitas fisik Gangguan tidur yang berhubungan dengan
sedang yang dilakukan responden seperti kelelahan biasanya disebabkan oleh faktor-
bersepeda dan olah raga tenis. Aktivitas faktor seperti kebisingan, pencahayaan,
ringan seperti berjalan untuk melakukan kebiasaan minum yang berlebihan, dan
perjalanan dari tempat ke tempat lain dan faktor lainnya. Gangguan tidur juga dapat
waktu yang dihabiskan untuk duduk di memperburuk gejala penyakit termasuk
rumah atau duduk berbaring untuk kelelahan dan menurunkan kualitas hidup
menonton televisi (Ader, 2000; Mok dan pasien (Mok dan Lau, 2007; Danchenko et
Lau, 2007). al, 2006).
Penelitian lain yang dilakukan oleh
Hubungan antara Kualitas Tidur terhadap Costa (2005) pada 100 wanita dengan SLE,
Kelelahan pada pasien Systemic Lupus menilai kualitas tidur selama 1 bulan.
Erythematosus (SLE) Hasilnya menunjukkan gangguan tidur
Berdasarkan hasil penelitian, dalam 56% dari populasi SLE dan
menunjukkan bahwa tingkat stres didapatkan hasil korelasi yang signifikan
mempunyai hubungan dengan kelelahan antara gangguan tidur terhadap kelelahan
pada pasien Systemic Lupus Erythematosus di pada pasien SLE. Selain itu, penelitian lain
Yayasan Lupus Indonesia Panggon Kupu yang meneliti tentang hubungan kualitas
Semarang. Hal ini didasarkan pada hasil uji tidur terhadap kelelahan yaitu Tench (2009)
Rank-Spearman yang diperoleh yaitu r value di Connective Tissue Disease Clinic (Rheumato-
sebesar 0,796 (r value > r tabel) dan nilai p logy Department of St Bartholoew’s London)
atau sig sebesar 0,00 < 0,05. Nilai Odd Ratio dan Grace (2012) di klinik dan
(OR) adalah 4,541 yang berarti responden laboratorium Amerika (The American of
dengan kualitas tidur buruk memiliki risiko Rheumatology's) menunjukkan hasil bahwa
untuk mengalami kelelahan 5 kali lebih kualitas tidur memiliki hubungan yang
besar daripada responden dengan kualitas signifikan terhadap kelelahan pada pasien
tidur baik. Systemic Lupus Erythematosus (Ader, 2000;
Hasil penelitian terhadap karakteristik Abu et al, 2005; Costa dkk, 2006;
30 responden penderita Systemic Lupus Kasitanon, 2012)
Erythematosus (SLE) di Yayasan Lupus Berdasarkan studi JAMA Internal
Indonesia Panggon Kupu Semarang Medicine, seseorang yang tidur kurang dari 7
berdasarkan kualitas tidur menunjukkan jam per malam bisa 3 kali lebih rentan
bahwa responden dengan kualitas tidur mengalami rasa dingin dan akan
buruk mendominasi penelitian ini mengalami kegagalan untuk menjaga

228
Rizky Ayu Fandika A dan Dyah Mahendrasari S / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

respon imun atau kekebalan tubuh secara berhubungan dengan kelelahan yaitu:
normal setelah menerima suntikan flu. tingkat keparahan penyakit (r value = 0,853,
Mereka yang kurang tidur, antibodi yang p value = 0,00, OR=4,224) dan kualitas
bekerja setelah dilakukan vaksinasi hanya tidur (r value = 0,796, p value = 0,00,
bisa bertahan paling lama 10 hari. Kondisi OR=4,541), dan faktor yang tidak
tersebut sangat berbahaya. Oleh karena itu, berhubungan yaitu aktivitas fisik (r value = -
pentingnya kualitas tidur untuk 0,79, p value=0,678, OR=1,575). Faktor
meningkatkan kekebalan tubuh. Jika terlalu yang paling dominan yang berhubungan
sedikit waktu tidur seseorang, sistem dengan kelelahan yaitu kualitas tidur (p
kekebalan tubuhnya bisa terganggu (Padgett value = 0,043, exp (OR) = 16,500) memiliki
dan Glaser, 2003; Kasitanon, 2012). probabilitas terhadap terjadinya kelelahan
Dalam penelitian ini kualitas tidur sebesar 61,89%.
memiliki hubungan terhadap kelelahan
pada pasien Systemic Lupus Erythematosus, UCAPAN TERIMA KASIH
hal ini disebabkan karena pasien yang
memiliki kualitas tidur buruk lebih besar Ucapan terima kasih kami sampaikan
dibandingkan pasien dengan kualitas tidur kepada Dekan Fakultas Ilmu
baik. Kualitas tidur yang buruk pada Keolahragaan, Ketua Jurusan Ilmu
responden dapat dilihat dari lamanya Kesehatan Masyarakat, dosen penguji 1
responden tidur di malam hari hanya 4-5 dan dosen penguji 2, serta seluruh staf
jam, masalah-masalah yang sering Yayasan Lupus Indonesia Panggon Kupu
dirasakan yang mengganggu tidur mereka Semarang dan seluruh responden yang
seperti tidak mampu tertidur selama 30 terlibat dalam penelitian ini.
menit sejak berbaring, terbangun ditengah
malam, terbangun untuk ke kamar mandi, DAFTAR PUSTAKA
kedinginan atau kepanasan dimalam hari,
dan mengalami mimpi buruk. Abu-Shakra M, Urowitz MB, Gladman DD, Gough
J. 2005. Mortality studies in systemic lupus
Penyakit dengan gejala nyeri atau
erythematosus. Results from a single center. I.
distress fisik juga dapat menyebabkan Causes of death. Journal of Rheumatology.
gangguan tidur. Individu yang sakit 22(7):1259-1264.
membutuhkan waktu tidur yang lebih
Ader R. 2000. On the Development of
banyak dari pada biasanya. Aspek-aspek
psychoneuroimmunology. European Journal of
kualitas tidur yaitu : (1) nyenyak selama Pharmacology. 405, pp 167-176.
tidur, (2) waktu tidur minimal enam jam,
(3) tidur lebih awal dan bangun lebih awal, Avina J. Antoni. 2007. The Importance of Fatigue in
(4) merasa segar setelah bangun tidur, (5) Lupus. BC Lupus Society Symposium : Arthritis
Research Centre of Canada.
tidak bermimpi (Nashori, 2004; Gaitanis et
Costa DD, Bernatsky S, Dritsa M. 2005.
al, 2005), Determinants of sleep quality in women with
systemic lupus erythematosus. Journal Arthritis
SIMPULAN Rheumathology. 53(2),272–278.

Danchenko N, Satia JA, Anthony MS. 2006.


Berdasarkan uraian hasil penelitian
Epidemiology of systemic lupus
dan pembahasan maka dapat ditarik erythematosus: a comparison of worldwide
kesimpulan bahwa faktor-faktor yang

229
Rizky Ayu Fandika A dan Dyah Mahendrasari S / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

disease burden. Journal Lupus. Vol : 15(5):308-


18. Manson, J. J. dan Rahman A., 2006 Systemic lupus
erythematosus. Orphanet Journal of Rare
DJ The Pittburgh. 2009. The pittsburgh sleep quality Diseases. BioMed Central. 20061:6 DOI:
index (PSQI) : A new instrument for 10.1186/1750-1172-1-6
psychiatric research and practice. Journal
Psychiatry Research, 28 (2), 193-213. Mckinley P.S, Ouellette S.C., dan Winkel G.H.,
2005. The contributions of disease activity,
Farkhati MY, Sunartini_Hapsara, Satria CD. 2012. sleep patterns, and depression to fatigue in
Survival and prognostic factors of systemic systemic lupus erythematosus. Journal Arthritis
lupus erythematosus. Proceedings of Congress of & Rheumatism. Volume 38, Issue 6, pages 826–
Indonesian Pediatrics Society: 236-42. 834, June. Version of Record online: 9 DEC
2005. DOI: 10.1002/art.1780380617
Fonseca R, Bernardes M., Terroso G., de Sousa M.,
dan Figueiredo-Braga M., 2014. Silent Mok CC dan Lau CS. Pathogenesis of systemic lupus
Burdens in Disease: Fatigue and Depression erythematosus. Journal Clinical Pathology
in SLE. Journal Autoimmune Diseases. Volume 2007;56:481-490.
2014 (2014), Article ID 790724, 9 pages
Muvarichin, 2015. Hubungan antara shift kerja
Gaitanis P., Tooley G., Edwards B., 2005. Physical dengan kelelahan kerja subyektif pada penjaga
Activity, Emotional Stress, Sleep warnet di kelurahan sekaran. Unnes Journal of
Disturbances, and Daily Fluctuations in Public Health, Vol 4, No 1.
Chronic Fatigue Symptomatology. Journal of
Applied Biobehavioral Research 10 (2):69 - 82 · Nashori, F. 2004. Peranan Kualitas Tidur yang Baik.
April. DOI: 10.1111/j.1751- Jurnal INSAN. Volume 6 No.3 Desember
9861.2005.tb00004.x 2004.

Grace E Ahn, Rosalind Ramsey-Goldman. 2012. Oates J.C., Mashmoushi A.K., Shaftman S.R.,
Fatigue in Systemic Lupus Erythematosus. Gilkeson G.S., 2013. NADPH oxidase and
International Journal Clinical nitric oxide synthase-dependent superoxide
Rheumatology. 7(2):217-227. production is increased in proliferative lupus
nephritis. Journal Lupus. November 2013 vol.
Iaboni A. dan Moldofsky H., 2016. Fatigue in 22 no. 13 1361-1370
Systemic Lupus Erythematosus. Remedica
Journals. CML Rheumatology. Volume 27 Padgett D.R dan Glaser R 2003. How stress
Issue 2 influences the immune response. Trends in
Immunology. 24 (8) 444-448.
Ian N Bruce, Vincent C Mak, David C Hallett, Dafna
D Gladman, Murray B Urowitz. 2004. Russell R. Pate. 2011. Physical Activity and Public
Factors associated with fatigue in patients Health — A Recommendation from the Centers for
with systemic lupus erythematosus. Journal Disease Control and Prevention and the American
Annaal Rheumatology Disease. 58:379–381. College of Sports Medicine. Diakses tanggal 8
Oktober 2011.
Indonesian Rheumatology Association (IRA). 2011.
Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Segal BM, Thomas W, Zhu X, Diebes A, McElvain
Eritematosus Sistemik. Perhimpunan G, Baechler E, Gross M. 2012. Oxidative
Reumatologi Indonesia : Jakarta. stress and fatigue in systemic lupus
erythematosus. Journal of Lupus. Aug;
Kasitanon N, Louthrenoo W, Sukitawut W, 21(9):984-92. doi:
Vichainun R. 2012. Causes of death and 10.1177/0961203312444772.
prognostic factors in Thai patients with
systemic lupus erythematosus. Asian Pacific Shah D, Mahajan N, Sah S, Nath S.K, dan Paudyal
Journal Allergy Immunology. Vol : 20 (2):85-91. B., 2014. Oxidative stress and its biomarkers

230
Rizky Ayu Fandika A dan Dyah Mahendrasari S / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

in systemic lupus erythematosus. Journal of


Biomedical Science 2014(21:23). BioMed Urowitz MB, Gladman DD. 2005. How to improve
Central Ltd. 2014DOI: 10.1186/1423-0127- morbidity and mortality in systemic lupus
21-23© erythematosus. Journal Rheumatology
(Oxford). 39(3):238-44.
Squance M.L, Glenn E. M. Reeves, dan Bridgman H.
2014. The Lived Experience of Lupus Flares: Wicaksono U, 2012. Hubungan antara aktivitas
Features, Triggers, and Management in an penyakit terhadap status kesehatan pada
Australian Female Cohort. International Pasien Lupus Erytheatosus Systemic di
Journal of Chronic Diseases. Volume 2014 RSUP. Kariadi. Skripsi, Universitas
(2014), Article ID 816729, 12 pages Diponegoro, Semarang.

Tayer WG, Nicassio PM, Weisman MH, Schuman Stephen A. W, Fiona M. O’P, Derrick J. R, Rick D.
C, Daly J. 2001. Disease status predicts P., Andrew J. G., William J. L., Adrian B.
fatigue in systemic lupus D., McGivern R.C., Johnston DG, Finch
erythematosus. Journal Rheumatol.ogy MB, Bell AL, McVeigh GE. 2006.
28(9),1999–2007. Microcirculatory Hemodynamics and
Endothelial Dysfunction in Systemic Lupus
Tench C.M, McCurdie I, White P.D, D’crus D.P. Erythematosus. Journal Arteriosclerosis,
2009. The Prevalence and associations of Thrombosis, and Vascular Biology. Published
fatigue in Systemic Lupus Erythematosus. online before print July 27, 2006. DOI 2006;
Oxford Journal Rheumatology. 39:1249-1254. 26: 2281-2287

Tutuncu ZN, Kalunian KC. 2007. The Definition and Yuen HK dan Cunningham MA. 2014. Optimal
clasification of systemic lupus erythematosus. management of fatigue in patients with
In: Wallace DJ, Hahn BH, editors. Duboi’s systemic lupus erythematosus: a systematic
lupus erythematosus. 7th ed. Philadelphia. review. Journal of Therapeutics and Clinical Risk
Lippincott William & Wilkins:16-19. Management. Volume 2014:10 Pages 775—786

231

Anda mungkin juga menyukai