Anda di halaman 1dari 18

MANAJEMEN PERPAJAKAN

BAB VI

TAX PLANNING PPh BADAN

OLEH :

KELOMPOK 6

SERVIANA TANGI 1733121154

MARTA LANDANG 1733121157

NI MADE UCIKAYANTI 1733121166

DSK PUTU APNI KRISTINA 1733121170

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS WARMADEWA

TAHUN 2020
BAB VI

Tax Planning PPh Badan

1. Pendahuluan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan
perpajakan dan dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Dalam
menetapkan penghasilan kena pajak harus dihitung dulu beberapa penghasilan bruto
yang menjadi objek pajak, kemudian dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran yang
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expenses) tersebut. Menyususn
perencanaan pajak PPh tidak bisa berjalan sendiri-sendiri tanpa memfaktorkan jenis-
jenis pajak lainnya, karena perhitungan PPh badan memiliki keterkaitan atau
interdependensi dengan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, PPh Final dan
juga PPN.
Contoh :
 Total omzet penjualan dalam SPT PPh badan harus sama dengan total omzet
penjualan yang ada dalam akumulasi SPT Masa PPN bulan terakhir (masa
pajak) pada akhir tahun pajak. Jika terjadi perbedaan, perlu dilakukan
equalisasi atau rekonsiliasi.
 Ketika perusahaan memilih apakah menerapkan metode net atau gross up pada
saat menghitung PPh Pasal 21, keputusan itu akan berpengaruh pada besarnya
PPh badan.
 Pengeluaran biaya gaji upah, honorarium, dan sebagainya yang menyangkut
kesejahteraan karyawan yang tercantum dalam SPT PPh Badan tahun
bersangkutan harus sama dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 21
berupa penghasilan bruto yang dibayarkan kepada pegawai dan penerima
penghasilan lainnya.
 Pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan (benefit in kind) kepada
pegawai adalah non deductible expenses, tidak bisa diperlakukan sebagai
biaya fiscal sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian
atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan di daerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK.No.82/PMK.03/2011).
 Didalam laporan keuangan /neraca terdapat pajak penghasilan pasal 22/23/26
yang menjadi dasar perhitungan PPh badan yang terutang. Bila pendapatan
perusahaan sudah dikenakan PPh final, tidak dihitung lagi sebagai penghasilan
kena pajak yang terutang PPh badan, contohnya adalah pendapatan bunga
deposito bank.
Pembahasan berikut ini dibagi kedalam dua kelompok, yakni :
1) Laba Fiskal vs Laba Komersial
2) Perencanaan pajak dalam rangka mengefisiensikan PPh Badan
2. Laba Fiskal vs Laba Komersial
Laporan keuangan komersial yang berupa neraca dan laba rugi-rugi disusun
berdasarkan prinsip akuntansi yang lazim diterima dalam praktik. Sejak tahun 1995
prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia adalah Standar Akuntansi Keuangan
(SAK). Laporan keuangan komersial dapat diubah menjadi laporan keuangan fiscal
dengan melakukan koreksi seperlunya atau penyesuaian melalui suatu rekonsiliasi
antara standar akuntansi dan ketentuan perpajakan.
Pada dasarnya yang membedakan laporan keuangan fiscal dengan laporan
keuangan komersial adalah bahwa penyusunan laporan keuangan fiskal didasarkan
pada penerapan mekanisme atau prinsip taxable dan deductible (taxability-
deductibility mechanism). Laporan kena pajak atau penghasilan kena pajak
merupakan laba yang dihitung berdasarkan ketentuan perpajakan. Prinsip taxability
deductibility yang dianut dalam melakukan penghitungan penghasilan kena pajak
dengan benar dan tepat, pada dasarnya adalah penjabaran dari ketentuan perpajakan
yang diterapkan pada Pasal 4 ayat 1 dan 2 (penghasilan) dan Pasal 6 ayat 1 (biaya
deductible), serta Pasal 9 ayat 1 (biaya non deductible) Undang-undang No. 7 tahun
1983 yang diubah terakhir kali dengan Undang-undang No 36 tahun 2008 mengenai
Pajak Penghasilan, beserta peraturan pelaksanaannya, yakni :
1) Penghasilan yang menjadi objek (Taxable Income)
Penghasilan yang menjadi objek diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UU Pajak
Penghasilan No.36 Tahun 2008. Penghasilan yang menjadi objek pajak adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau menambahn kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh, termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang ini
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
c. Laba usaha
d. Karena penjualan atau karena pengalihan harta
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
penegmbalian utang
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
n. Asuransi
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan
s. Surplus bank indonesia
2) Penghasilan yang pajaknya dikenakan PPh bersifat final
Penghasilan yang pajaknya dikenakan PPh bersifat final diatur dalam Pasal 4 ayat 2
UU PPh No. 36 tahun 2008. Penghasilan dibawah ini dapat dikenakan pajak bersifat
final :
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lain, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi
b. Berupa hadiah undian
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan atau
bangunan; dan penghasilan terentu lainnya, yang diatur dengan atau
berdasarkan peraturan pemerintah.
3. Penghasilan yang bukan objek pajak (Non taxable income)
Penghasilan yang bukan objek pajak diatur dalam Pasal 4 ayat 3 UU PPh No.36
Tahun 2008, sebagai berikut :
a. Bantuan atau sumbangan
b. Harta hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat
c. Warisan
d. Harta, termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa
g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri
h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai
i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
k. Dihapus
l. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia
m. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan
n. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan
pegembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya
o. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan
sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.
4. Biaya-biaya yang boleh dikurangkan (Deductible Expenses)
Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam pasal 6 UU PPh
No.36 Tahun 2008.
Penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk :
a. Biaya yang seacara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha.
b. Penyususunan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun sebagaimana dimaksud dalam
pasal 11 dan pasal 11A
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri
keuangan
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing
f. Penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
h. Piutang yang nyata-nyatanya tidak dapat ditagih
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah
k. Pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan peraturan
pemerintah
l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan peraturan
pemerintah
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur
dengan peraturan pemerintah
5. Baiaya yang tidak boleh dikurangkan (Non Deductible Expenses)
Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam Pasal 9 UU
PPh No.36 tahun 2008 sebagai berikut :
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang, polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak prang pribadi
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan
g. Harta yang dihibakan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b
h. Pajak penghasilan
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib
pajak atau orang yang menjadi tanggungannya
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan
l. Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun tidak boleh
dibebankan sekaligus melainkan dibebankan melalui penyusunan dan
amortisasi
m. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak
n. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
pengenaan pajaknya bersifat final
o. Pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemeberi pengasilan, kecuali PPh
Pasal 26 ayat (1) UU PPh tetapi tidak termasuk dividen sepanjang pajak
penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk
pemotongan pajak
p. Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan
dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang merupakan objek pajak
3. Tax Planning dalam Rangka Mengefisiensikan PPh Badan
Terkait dengan upaya wajib pajak untuk mengefisiensikan PPh Badan dengan
penerapan tax planning yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perusahaan.
Masing-masing perusahaan mempunyai karakter masalah yang berbeda-beda sesuai
nature of business perusahaan tersebut. Beberapa upaya yang bisa dilakukan wajib
pajak dalam mengefisienkan pembayaran PPh Badan :
a. Memilih sistem pembukuan yang tepat
b. Memilih metode penyusunan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak berwujud
c. Memilih metode penilaian persediaan yang tepat
d. Pemilihan pemeberian kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk natura
atau cash
e. Memilih metode pemotongan PPh Pasal 21 yang tepat (lihat uraian penulis
tentang perencanaan PPh Pasal 21)
1. Memilih sistem pembukuan yang tepat
a. Metode perhitungan penghasilan dan biaya (stelsel akrual vs stelsel kas)
Menurut stelsel akrual, penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui
pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan
biaya itu dibayar secara tunai.
- Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan
berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya
dipakai dalam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam bidang
usaha tertentu seperti build operate and transfer (BOT) dan real estate.
- Pemungutan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah
menganut prinsip akrual

Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-
benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu, serta biaya baru
dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu
periode tertentu.

b. Analisis Perbandingan pembukuan dengan Pencatatan

wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan
wajib pajak badan indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Pengecualian
diberikan pada wajib pajak orang pribadi :

- Yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto
dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan neto, dan
- Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.
2. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi atas aktiva tidak
berwujud
Metode penyusutan aktiva tetap diatur dalam PSAK No. 16. Sesuai Pasal 11 undang-
undang No.7 tahun 1983 yang diubah terakhir kali dengan undang-undang No. 36
TAHUN 2008 mengenai pajak penghasilan, dimana metode penyusutan yang
diperbolehkan berdasarkan ketentuan ini, dilakukan dengan :
- Metode garis lurus atau straight-line method
- Metode saldo menurun atau declining balance method
-
3. Memilih metode penilaian persediaan
Metode penilaian persediaan diatur dalam PSAK No. 14, dalam edisi revisi 2008
disebutkan biaya persediaan harus dihitung menggunakan rumus biaya masuk
pertama keluar pertama (FIFO method) atau rata-rata tertimbang (weighted average
method). Sesuai pasal 10 ayat (6) undang-undang No.7 tahun 1983 yang diubah
terakhir kali dengan undang-undang no.36 tahun 2008 mengenai pajak penghasilan,
dimana metode penilaian persdiaan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan sebagai
berikut :
- Penilaian persedian barang hanya boleh menggunakan harga perolehan
- Penilaian pemakaian persediaan untuk perhitungan harga pokok hanya boleh
dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang
didapat pertama (FIFO)
4. Pemilihan pemberian kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk natura
atau cash
Pemberian natura atau kenikmatan untuk kesejahteraan karyawan tidak cocok dalam
kondisi sebagai berikut :
a) Pada perusahaan yang sedang menderita kerugian
b) Pada perusahaan yang dikenakan PPh badan secara final

Terdapat banyak cara untuk mengoptimalkan kesejahteraan karyawan, dengan memanfaatkan


peluang efisiensi beban pajak yang berkaitan dengan pengeluaran biaya berikut ini :

1.PPH Pasal 21 karyawan

Pilihan terhadap metode PPH Pasal 21 karyawan dapat berupa:

 Bila beban PPH pasal 21 sepenuhnya menjadi tanggungan karyawan ,dalam hal ini
perusahaan hanya menjadi perantara pemotong PPH pasal 21.Dalam laporan laba rugi
perusahaan tidak akan terlihat biaya pph pasal 21.

 Bila karyawan diberi tunjangan pasal 21,tunjangan ini tercantum dalam slip gaji
pegawai dan SPT PPH pasal 21 karyawan (form 1720),sehingga tunjangan tersebut
dikenai pph (taxable),dank arena itu tidak boleh dibebankan sebagai biaya

( deductible).Dalam laporan laba rugi perusahaan akan terlihat biaya tunjangan pph pasal 21
 Bila PPH Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan , bukan sebagai tunjangan PPH pasal
21,dan karean itu merupakan kenikmatan (benefit in kind) dan tidak boleh dibebankan
sebagai biaya.Dalam laporan laporan laba rugi perusahaan akan terlihat biaya PPH
Pasal 21 terpisah dari gaji dan tunjangan karyawan lainnya.

2.Pengobatan /kesehatan karyawan

Terdapat beberapa cara yang dilakukan oleh perusahaan dalam memberikan fasilitas
pengobatan untuk kesehatan karyawannya:

a) Reimbursement kwitansi biaya medical dari dokter /klinik/rumah sakit.

 Cara ini banyak dilakukan oleh perusahaan menengah kebawah dan tertuang dalam
tertuang dalam kontrak kerja,dimana karyawannya diperkenankan penggantian
(reimbursement)sesuai bukti asli atas nama karyawan peerusahaan yang
bersangkutan.

 Perlakuan perpajakan: pengeluaran semcam ini merupakan bagian dari penghasilan


karyawan yang bersangkutan karena diterima secara tunai dari perusahaan , boleh
dibiayakan (deductible)tetapi harus ditambahkan sebagai penghasilan karyawan
dalam SPT PPH pasal 21.

b) Karyawan diberi tunjangan pengobatan atau kesehatan (medical allowance)setiap


bulan sakit maupun tidak sakit.

 Perlakuan perpajakannya :pengeluaran semacam ini merupakan bagian dari


penghasilan karyawan yang bersangkutan yang diterima secara teratur , boleh
dibiayakan (deductible)tetapi harus ditambahkan sebagai penghasilan karyawan
dalam SPT PPH Pasal 21.

c) Karyawan berobat dirumah sakit/klinik/dokter langganan dan pengambilan obat dari


apotik langganan dan pengambilan obat dari apotik langganan.

 Cara ini banyak dilakukan oleh perusahaan menengah keatas dan dan tertuang dalam
kontrak kerja,dimana karyawannya diperkenankan berobat kerumah sakit
/klinik/dokter yang ditunjuk.

 Perlakukan perpajakannya:pengeluaran semacam ini merupakan natura atau


kenikmatan (benefit in kinds)dan tidak boleh dibankan sebagai biaya perusahaan.
d) Perusahaan mendirikan rumah sakit/klinik berikut dokter.

 Cara ini banyak dilakukan oleh perusahaan besar dan tertuang dalam kontrak
kerja,dimana karyawannya diperkenankan berobat kerumah sakit/klinik peusahaan.

 Perlakuan perpajakan:pengeluaran semacam ini merupakan natura atau kenikmatan


(benefit in kinds)dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.

3.Pembayaran premi asuransi untuk pegawai.

Bila perusahaan semakin maju , akan semakin besar juga alokasi dana pembiayaan
perusahaan yang diberikan untuk peningkatan kesejahteraan karyawannya dalam bentuk
asuransi disamping tabungan hari tua.Asuransi yang diberikan dapat berupa asuransi asuransi
kesehatan, asurasnsi dwiguna,asuransi jiwa,asuransi kematian,asuransi kecelakaan kerja dan
asuransi bea siswa.

Sesuai pasal 6 ayar (1) a UU PPH No.36 Tahun 2008, pembayaran premi asuransi
oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya
perusahaan (deductible),tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan
penghasilan (taxable).

4.Iuran pensiun dan iuran JHT/THT yang dibayar oleh perusahaan

Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPH Pasal 21 berupa iuran
pensiunan yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendirian telah disahkan oleh Menteri
keuangan ,iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara
tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja yang dibayar oleh
pemberi kerja (peraturan Dirjen pajak Pajak No.31/PJ./2009 dan pasal 6 UU PPH No.36
Tahun 2008).

5.Perumahan untuk karyawan

Ada beberapa alternative fasilitas perumahan yang diberikan oleh perusahaan karyawannya
untuk untuk kesejahteraan karyawannya:

a. Penempatan pada rumah dinas yang dibuat atau dibeli oleh perusahaan.

b. Penempatan pada rumah dinas yang disewa oleh perusahaan


c. Perusahaan memberikan penggantian sewa rumah dinas yang dibayar oleh
karyawan,penggantian ini di masukan kedalam tunjangan perusahaan bagi pegawai.

d. Perusahaan memberikan tunjangan perumahan kepada karyawan.

Perlakuan perpajakan :

Dasar acuannya adalah pasal 4 (3)huruf d jo pasal 9 ayat (1)huruf d UU Nomor 7 Tahun 1983
yang telah diubah terakhir kalinya dengan UU No.Tahun 2008 tentang pajak
penghasilan,yakni:

 Pembayaran untuk pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura kepada karyawan tidak
dapat dipotongkan sebagai perusahaan dalam menghitung penghasilan kena pajak dari
perusahaan yang bersangkutan,sedangkan bagi karyawan yang menerima pemberian
tersebut tidak merupakan penghasilan.

 Sebaliknya bilama diberikan dalam bentuk uang,maka apa yang diterima oleh
karyawan yang bersangkutan merupakan penghasilan ,dan bagi perusahaan yang
bersangkutan merupakan biaya.

6.Transportasi untuk karyawan.

Dasar pengaturannya adalah Surat Dirjen Pajak No.S-1215/PJ.23/1984 yang ditegaskan


dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No.42/PJ.23/1984,dengan menyatakan bahwa masalah
transportasi secara keseluruhan telah diatur dalam suratDirektur Jenderal Pajak kepada
Menteri Tenaga Kerja R.I.tanggal 7 juni 1984 nomor S-336/PJ.23/1984,yang intinya adalah
sbb:

a.Biaya eksploitasi kendaraan antar jemput karyawan merupakan biaya perusahaan dan bukan
merupakan penghasilan bagi karyawan.

b.Seluruh biaya eksploitasi dan depresiasi untuk kendaraan perusahaan yang dikuasai atau
dipegang oleh karyawan tertentu atau dibawah pulang setelah jam kerja merupakan
penghasilan karena merupakan kenikmatan.

c.Tunjangan transport yang diberikan kepada karyawan untuk keperluan pergi dan pulang
kantor merupakan penghasilan bagi karyawan dan biaya bagi perusahaan.
d.Biaya dalam rangka menjalankan tugas perusahaan ,misalnya berupa biaya
transport,hotel,dan sebagainya merupakan biaya perusahaan dan bukan penghasilan
karyawan,sepanjang jumlahnya tidak mengandung unsur-unsur pengeluaran untuk keperluan
pribadi.

Transportasi karyawan dari rumah ketempat kerja dapat diberikan dalam bentuk:

1.Antar jemput dengan mobil perusahaan.

 Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus,
minibus,atau yang sejenis yang dimiliki atau yang dipergunakan perusahaan untuk
antar jemput para pegawai,dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan
melalui pemyusutan aktiva tetap kelompok II .

 Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan bus ,minibus,atau sejenis
yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat
dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan untuk antar jemput para
pegawai,dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan dalam tahun pajak
yang bersangkutan.

2.Diberikan kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan
untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya(KEP Dirjen Pajak No.KEP-
220/PJ./2002 Tentang perlakuan PPH atas biaya pemakaian telepon seluler dan kendaraan
perusahaan serta surat Dirjen Pajak No. S-1215/PJ.23/1984 dan peraturan Dirjen Pajak
No.PER-51/PJ./2009 dan UU PPH No.36/2008,penjelasan pasal 9ayat 1 huruf e.

 Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar dapat dibebankan sebagai
biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan atau pembelian atau
perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II.

 Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya
dapat dibebakan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya
pemeliharaan atau perbaikan rutin dalm tahun pajak yang bersangkutan.

 Pemberian natura atau kenikmatan ang merupakan keharusan dalam pelaksanaan


pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian
seragam petugas keamanan (satpam), antar jemput karyawan,serta penginapan untuk
awak kapal dan yang sejenisnya (UU PPH No.36/2008,penjelasan pasal 9 ayat 1 huruf
e).

3.Karyawan yang diberi tunjangan transport ,tunjanga transport ini boleh dibebankan sebagai
biaya ,tetapi tunjangan tersebut merupakan penghasilan karyawan yang dikenakan PPH pasal
21 dan biaya bagi perusahaan .

7. Pakaian Seragam untuk karyawan.

Cara lainnya untuk mengoptimalkan kesejahteraan karyawan adalah melalui pemberian


dalam bentuk natura atau kenikmatan ,seperti pakaian seragam untuk karyawan tertentu,yang
bias dibiayakan.

Kriteria yang di isyratkan oleh fiskus mengenai pemberian Natura atau kenikmatan (termasuk
pakaian seragam) ini adalah sebagai berikut:

1. Pemberian natura atau kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang menerimanya
adalah:
a. Pemberian atau penyediaan makanan dana atau minuman bagi seluruh pegawai yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatannyang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan pemerintah untuk mendorong pembangunan
di daerah tersebut.
c. Pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan
pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharusakannya.
d. (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 dan Peraturan Dirjen Pajak
No.PER~51/PJ./2009 serta penjelasan Pasal 9 ayat 1 huruf e UU No. 36/2008
2. Pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan
pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya, meliputi pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian
seragam petugas keamanan (satpam).Pengertian keharusan dalam pelaksanaan
berkaitan dengan keamanan atau keselamatan pekerja yang diwajibkan oleh
Departemen Tenaga Kerja dan Tranmigrasi atau pemerintah daerah setempat
(Peraturan Dirjen Pajak No. PER-51/PJ./2009)

8. Perjalanan Dinas Karyawan

Biaya dalam rangka menjalankan tugas perusahaan, misalnya biaya tiket pesawat,
hotel, transportasi, dan sebagainya merupakan biaya perusahaan dan bukan penghasilan
karyawan, sepanjang jumlahnya tidak mengandung unsur-unsur untuk keperluan pribadi
(Surat Dirjen Pajak No.S-1215/PJ.23/1984 yang ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak
No. 42/PJ.23.1984).Namun dalam praktik,ada pemberian uang saku (travelling
allowance)yang didalamnya terdapat komponen biaya perjalanan dinas,dank arena pemberian
ini dibayarkan secara tunai sebagai uang saku ,maka pemberian tesebut di kategorikan
sebagai penghasilan bagi karyawan yang bersangkutan.

9.Bonus dan jasa produksi.

Ada beberapa trik yang harus diperhatikan dalam pemberian bonus dan grafitasi,tantieme dan
jasa produksi kepada komisaris ,direksi atau pegawai sebagai berikut:

1) Dalam pemberian bonus dan grafitasi, tantiem dan jasa produksi tersebut,bias
diperlakukan sebagai biaya perusahaan (deductible),bilamana dibebankan dalam biaya
tahun berjalan.Namun bila dibebankan ke pos laba ditahan (retained earning),tidak
bias merupakan biaya perusahaan.

2) Tantiem merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada direksi dan komisaris
dari pemegang saham yang didasarkan pada prosentase tertentu dari laba perusahaan
setelah kena pajak,tidak dapat dibebankan selagi biaya dalam menghitung penghasilan
kena pajak dan penerimanya merupakan penghasilan dan dikenakan pph pasal 21.

3) Untuk keperluan perencanaan pajak,harus dihindari pembayaran gaji,bonus,grafikasi


jasa produksi melebihi kewajaran kepada pemegang saham yang juga menjadi
komisaris ,direksi,atau pegawai,karena pembayaran tersebut merupakan dividend an
tidak boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan,sehingga dipotong pph pasal 25/26.

10.Pemberiaan natura di daerah tertentu dana tau terpencil.

Pemberian natura atau kenikmatan didaerah tertentu atau terpencil,diatur dalam peraturan
Menteri Keuangan No.33/PMK.03/2009 dan peraturan Dirjen Pajak No.51/PJ./2009
1.Pengertian daerah tertentu atau terpencil:

a. Daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi
keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh
transportasi umum,baik melalui darat,lautan maupun udara,sehingga untuk mengubah
potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata,penanam modal
mengandung risiko yang cukup tinggi dan masa pengendalian yang relative panjang.

b. Termasuk daerah perairan laut dengan kdedalaman lebih dari 50 myang didasar
lautnya memiiki cadangan mineral.

2.Pemberian natura atau kenikmatan yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah:

a. Pemberian atau penyediaan makanan dan atau minuman bagi seluruh pegawai yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan,meliputi:

1) Pemberian makanan dana tau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja
ditempat kerja.

2) Pemberian kupon makana dana tau minuman bagi pegawai yang karena sifat
pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian ,meliputi pegawai bagian
pemasaran,bagian transportasi,dn dinas luar lainnya .

b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan didaerah tertentu dalam rangka menunjang
kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan didaerah tersebut.

c. Pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan


pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskan,meliputi;pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja,pakaian
seragam petugas keamanan(satpam),sarana antar jemput pegawai,serta penginapan
untuk awak kapal,dan yang sejenisnya .

3.Pengeluaran perusahaan dalam bentuk natura diatas bukan merupakan penghasilan


karyawan.

4.Penetapan daerah tertentu diberikan untuk jangka waktu 5(lima)tahun,yang berlaku sejak
tahun pajak diterbitkannya keputusan dan diperpanjang 1(satu)kali,jangka waktu
perpanjangan adalah 5(lima) tahun.
5.Permohonan keputusan tentang penetapan daerah tertentu atau terpencil diajukan kepada
kantor Wilayah DJP yang mebawa KPP tempat wajib pajak yang bersangkutan terdaftar.

4.Formula perhitungan pajak penghasilan.

Perencanaan pajak bersifat dinamis ,membutuhkan keahlian dalam bidang perencanaan pajak
dengan cara medalami dan mempelajari masalahnya secara berkesinambungan ,serta
melakukan penelitian yang kontinyu yang dipadukan dengan terapan ide –ide dan teknik-
teknik perencanaan pajak .

Anda mungkin juga menyukai