Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Secara internasional kasus gastritis meningkat setiap tahunnya. Persentase
angka kejadian di dunia yaitu diantaranya Inggris (22%), China (31%), Jepang
(14,5%), Kanada (35%), Perancis (29,5%), dan 40,8% di Indonesia (Gusti, 2011).
Bahkan dilaporkan kematian akibat gastritis di dunia pada tahun 2010 sebesar
43.817 kasus dan meningkat menjadi 47.269 kasus pada tahun 2015 (WHO,
2015).
Peningkatan  jumlah  lansia  di indonesia terus  terjadi  disetiap tahun.
Berdasarkan data proyeksi penduduk yang ada pada World Health Organization
(WHO) dalam DEPKES RI (2017), pada tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa
penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Lalu diprediksi kembali bahwa jumlah
penduduk lansia akan meningkat pada tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69
juta) dan pada tahun 2035 diperkirakan akan meningkat pesat dengan jumlah
48,19 jiwa dari total populasi, sehingga pada tahun 2050 diperkirakan populasi
lansia meningkat tiga kali lipat dari jumlah penduduk lansia pada tahun 2017.
Peningkatan Usia Harapan Hidup menyebabkan transisi epidemiologi dari
penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif. Salah satu penyakit yang sering
terjadi pada lansia adalah hiperkolesterol, jantung, konstipasi, osteophorosis,
katarak, bronkitis dan gastritis. Penyakit yang sering dialami oleh golongan lansia
yaitu gastritis (Indraswari, 2012).
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung
(Nurhanifah, Afni, & Rahmawati, 2018). Banyaknya faktor yang dapat
menyebabkan gastritis yang membuat angka kejadian gastritis juga meningkat
menurut World Health Organization (WHO) angka kematian di dunia akibat
kejadian gastritis di rawat inap yaitu 17- 21% dari kasus yang ada pada tahun
2012. Di Indonesia menurut WHO (2012) adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis
2

pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus
dari 238.452.952 jiwa penduduk (Waluyo & Suminar 2017).
Penyakit gastritis terjadi karena dua hal, yaitu gangguan fungsional dari
lambung yang tidak baik dan terdapat gangguan struktur anatomi. Gangguan
fungsional berhubungan dengan adanya gerakan dari lambung yang berkaitan
dengan sistem saraf di lambung atau hal-hal yang bersifat psikologis. Gangguan
struktur anatomi bisa berupa luka erosi atau juga tumor. Faktor kejiawaan atau
stress juga terhadap timbulnya serangan berulang penyakit gastritis (Sukarmin,
2012).
Penyebab terjadinya gastritis karena pola makan yang tidak teratur. Hal ini
menyebabkan peningkatan produksi asam lambung dirangsang oleh konsumsi
makanan atau minuman (Diyono, 2013). Faktor terjadinya Gastritis yaitu faktor
penggunaan obat-obatan seperti OAINS, infeksi bakteri helicobacteri pylori,
stress fisik, stress psikis, makanan dan minuman yang bersifat iritan, gaya hidup
yang buruk seperti pola makan yang tidak teratur, garam empedu, iskemia dan
trauma langsung lambung (Muttaqin dan Sari, 2011).
Angka kesakitan di Kota Bengkulu saat ini terutama disebabkan oleh
berbagai penyakit. Angka kesakitan lebih dominan disebabkan oleh penyakit
infeksi atau penyakit menular, tetapi setiap tahun cenderung penyakit tidak
menular (PTM) menunjukan peningkatan, hal ini dapat disebabkan karena
perubahan gaya hidup dan perubahan pola makan masyarakat. Diantara beberapa
penyakit terbanyak di Kota Bengkulu tahun 2017 salah satunya adalah ISPA
39.301 Kasus, Gastritis 12.778 ,Rheumatik 8.620 kasus ,Penyakit kulit alergi
8.179 kasus Diare 6.202 kasus, Penyakit Pulpa dan Jaringan Periapikal 5.178
kasus, tongsilitis 3.945 kasus, Celpalegia 3.931 kasus, penyakit kulit infeksi 3.750
kasus. ( Profil Dinkes Kota Bengkulu, 2017).
Data tersebut difokuskan lagi pada penderita gastritis lanjut usia.
Berdasarkan servey awal di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Pagar Dewa
Provinsi Bengkulu didapatkan hasil pencatatan daftar urutan penyakit terbanyak
pada lanjut usia di PSTW Pagar Dewa Provinsi Bengkulu pada tahun 2016 bahwa
Gastritis berada dalam penyakit terbanyak di Panti Sosial Tresna Werdha dengan
3

jumlah 4 kasus. Kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2017 dengan


jumlah yaitu 10 kasus dibandingkan dengan penyakit lainnya seperti Katarak 8
kasus, Hernia 1 kasus, Haemoroid 1 kasus, Inkonintesia Urine 2 kasus. Pada bulan
juli tahun 2018 penyakit Gastritis mengalami peningkatan yaitu 17 kasus (PSTW
Provinsi Bengkulu, 2018).
Penelitian ini merupakan penelitian Preexperimental design dengan
pendekatan pretest-posttest design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
penderita gastritis yang dirawat di Ruang Jambu pada tahun 2015.Sampel dalam
penelitian ini sebanyak 12 orang, Dari 12 respoden sebelum diberikan perlakuan
diberikan relaksasi nafas dalam pasien gastritis yang mengalami nyeri sebanyak
12 respoden (100%). Setelah diberikan perlakuan diberikan relaksasi otot
progresif pasien gastritis yang mengalami nyeri sebanyak 3 respoden (25%) dan
yang tidak mengalami nyeri sebanyak 9 respoden (75%) (Supetran,iwayan .2016).
Penggunaan kompres hangat diharapkan dapat meningkatkan relaksasi
otot-otot dan mengurangi nyeri akibat spasme atau kekakuan serta memberikan
rasa hangat lokal. Pada umumnya panas cukup berguna untuk pengobatan. Panas
meredakan iskemia dengan menurunkan kontraksi dan meningkatkan sirkulasi.
Kompres hangat dapat menyebabkan pelepasan endorfin tubuh sehingga memblok
transmisi stimulasi nyeri. (Subekti & Utami, 2011).
Menurut teori gate-control kompres hangat dapat mengaktifkan
(merangsang) serat-serat non- nosiseptif yang berdiameter besar ( A-α dan A-β)
untuk „‟menutup gerbang‟' bagi serat- serat yang berdiameter kecil ( A-δ dan C)
yang berperan dalam menghantarkan nyeri, sehingga nyeri dapat dikurangi (Jeon
et al. 2015). Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar terapi
menghilangkan nyeri. Berdasarkan latar belakang diatas penulis berminat
melakukan penerapan terapi kompres air hangat untuk mengurangi nyeri pada
gangguan gastritis (Amin, 2017).

B. Batasan Masalah
Penulis hanya membatasi masalah penelitian tentang Penerapan
Keperawatan pada Pasien dengan Gastritis pada Lansia di PSTW Provinsi
4

Bengkulu yang meliputi Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, Implementasi,


Evaluasi dan Hasil Dokumentasi.

C.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mendiskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gastritis pada
lansia di PSTW Provinsi Bengkulu.
2. Tujuan Khusus
a) Mendiskripsikan pengkajian keperawatan pada pasien dengan gastritis
pada lansia di PSTW Provinsi Bengkulu.
b) Mendiskripsikan diagnosa keperawatan Sesuai perioritas mengenai
penerapan teknik relaksasi nafas dalam dan pemberian kompres hangat
untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan gastritis pada lansia di
PSTW Provinsi Bengkulu.
c) Mendiskripsikan intervensi keperawatan mengenai penerapan teknik
relaksasi nafas dalam dan pemberian kompres hangat untuk mengurangi
nyeri pada pasien dengan gastritis pada lansia di PSTW Provinsi
Bengkulu.
d) Mendiskripsikan implementasi keperawatan penerapan teknik relaksasi
nafas dalam dan pemberian kompres hangat untuk mengurangi nyeri
pada pasien dengan gastritis pada lansia di PSTW Provinsi Bengkulu.
e) Mendiskripsikan evaluasi keperawatan penerapan teknik relaksasi nafas
dalam dan pemberian kompres hangat untuk mengurangi nyeri pada
pasien dengan gastritis pada lansia di PSTW Provinsi Bengkulu.
f) Mendiskripsikan hasil dokumentasi keperawatan penerapan teknik
relaksasi nafas dalam dan pemberian kompres hangat untuk mengurangi
nyeri pada pasien dengan gastritis pada lansia di PSTW Provinsi
Bengkulu.

D.Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu
5

a) Dapat menjadi sumber bacaan bagi mahasiswa untuk mengetahui lebih


dalam tentang asuhan keperawatan pada psien dengan gastritis.
b) Dapat dijadikan bahan belajar untuk peningkatan proses pembelajaran
tentan asuhan keperwatan pada pasien dengan gastritis.

2. Bagi PSTW Provinsi Bengkulu


Dapat dijadikan sebagai bahan masukan, informasi dan sarana
untuk mengembangkan asuhan keperawatan yang meliputi
pengkajian, diganosa, intervensi, implementasi, evaluasi dan hasil
dokumentasi keperawatan pada pasien dengan gastritis.
3. Bagi Masyarakt (Lansia)
Dapat diajadikan sebagai sumber bacaan untuk mengethui lebih
dalam tentang gastritis dan perawatan yang benar agar penderita
mendapat perawatan yang tepat.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Konsep Teoritis Gastritis


1.Pengertian Gastritis
Gastritis merupakan radang pada jaringan dinding lambung yang
paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet,Makan terlalu
banyak, terlalu cepat, makan-makanan terlalu banyak bumbu atau
makanan yang terinfeksi. penyebab yang lain termasuk alcohol, aspirin,
refluk empedu atau therapy radiasi. (Brunner & Suddarth, 2012).
Dari bahasa Yunani yaitu Gastro yang berarti gaster dan Itis yang
berarti inflamasi (Mansjoer et. Al, 2007).Gastritis adalah suatu
inflamasi mukosa dan submukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronis (Ardiansyah.M, 2012).
Gastritis adalah suatu inflamasi dinding lambung yang disebabkan
oleh iritasi pada mukosa lambung.Gastritis bisa terjadi, dapat
disebabkan oleh bermacam-macam faktor (Priscilla. L,2012).
Gastritis adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung
yang yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian
superspinal,pelepasan epitel dan merangsang timbulnya proses
imflamansi pada lambung.(Muttaqin & sari 2011.)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gastritis
adalah suatu radang atau iritasi pada jaringan dinding lambung yg di
akibatkan ketidakteraturan diet, makan terlalu banyak, minum alcohol,
aspirin, therapy radiasi.

2.Klasifikasi Gastritis
a. Gastritis akut
Gastritis akaut merupakan peradangan pada mukosa lambung
yang menyebabkan erosif  dan perdarahan pada mukosa lambung
setelah terpapar oleh zat iritan. Gastritis disebut erosif apabila
7

kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari mukosa


muskularis.Erosinya tidak mengenai lapisan otot lambung (ardiansyah,
2012).
b. Gastritis kronis
Suatu peradangan  bagian permukaan mukosa lambung yang
sifatnya menahun dan berulang. Gastritis kronis digolongkan menjadi
dua kategori yaitu gastritis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun
yang disebabkan oleh adanya autoantibody terhadap sel parietal
kelenjar lambung dan faktor intrinsik dan berkaitan dengan tidak
adanya sel parietal dan chief cells, yang menurunkan sekresi asam dan
menyebabkan tingginya kadar gastrin. Sedangkan gastritis tipe B
merupakan infeksi kronis oleh H. pylori. Faktor etiologi gastritis kronis
lainya adalah asupan alkohol yang berlebihan, merokok (ardiansyah,
2012).
3.Etiologi
Menurut Muttaqin & Sari, 2011 faktor yang dapat menyebabkan
Gastritis yaitu :
1) Gastritis Bakterialis
Infeksi bakteri Helicobacter Pyloriyang hidup di dalam lapisan
mukosa yang melapisi dinding lambung. Infeksi ini sering terjadi
pada masa kank-kanak dan ditularkan melalui jalur oral.
2) Gastritis karena stress akut
a. penyakit berat atau trauma
b. pembedahan
c. infeksi berat
d. cedera yang mungkin tidak mengenai lambung seperti luka
bakar yang luas atau cedera yang menyebabkan perdarahan
3) Gastritis Erosif Kronis
a. Pemakaian obat analgesik anti inflamasi non steroid (AINS)
seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen secara terus menerus
yang menyebabkan perdarahan pada lambung.
8

b. Penyakit kronis, gejalanya sakit perut dan diare dalam bentuk


cairan.
c. Infeksi bakteri atau virus yang menyebabkan sebagian besar
populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup
di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding
lambung.
d. Penggunaan alkohol secara berlebihan yang dapat mengiritasi
dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat
dinding lambung menjadi lebih rentan.
4) Gastritis Eosinofilik
Terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi terhadap infeksi cacing
gelang eosinofil terkumpul pada dinding lambung.
5) Gastritis Hipotropi dan Atropi
Terjadi karena kelainan autoimmune yang terjadi ketika sistem
kekebalan tubuh menyerang sel-sel yang sehat yang berada dalam
dinding lambung.
6) Penyakit Meniere
Dinding lambung menjadi tebal, lipatannya melebar, kelenjarnya
membesar, dan memiliki kista yang terisi cairan.

4.Patofisiologi
a.Gastritris Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia
misalnya obat-obatan, alkohol, makanan yang pedas atau asam. Pada
penderita yang mengalami stress akan terjadi peransangan saraf
simpatis (nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam
klorida (HCL) didalam lambung, peningkatan HCL yang berada di
dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.
Mucus berfungsi untuk memproteksi  mukosa lambung agar tidak
ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi
mucus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan
9

mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCL ( terutama daerah


fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster menyebabkan
produksi HCL meningkat, anoreksia juga dapat menyebabkan rasa
nyeri ditimbulkan karena kontak HCL dengan mukosa gaster.Respon
mukosa lambung akibat penerunan sekresi mucus dapat berupa
eksfeliasi (penglupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan
mengakibatkan erosi pada sel mukosa gaster, hilangnya sel mukosa
akibat erosi memicu timbulnya perdarahan.
B.Gastritis kronis
Inflamasi lambung yang lama disebabkan oleh ulkus benigna atau
maligna dari lambung atau oleh bakteri Helicobatery pylory. Gastritis
kronis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu tipe A dan tipe B.
Gastritis kronis tipe A (gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan
sel parietal yang menimbulkan atropi dan infiltrasi seluler. Hal ini
dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa yang
terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Sedangkan gastritis tipe
B (H Pylori), mempengaruhi antrum dan pylorus (ujung bawah
lambung dekat duodenum) dan dihubungkan dengan bakteri H
Pylori. Faktor diet seperti makanan pedas, penggunaan obat-obatan
dan alcohol, merokok atau refluks isi usus kedalam lambung , juga
dapat menyebabkan ganguan ini terjadi (Budiyanto,2010).
10

1. Pathway
Obat-obatan H. Phylori Kafein
( NSIAD, aspirin, sulfanomida steroid, digitalis )
melekat pada epitel menurunnya produksi
mengganggu pembentukan lambung bikarbonat (HCO3-)
sawar mukosa lambung
menghancurkan lapisan menurunnya kemampuan
mukosa sel lambung protektif terhadap asam

inflamasi gastritis

merangsang sel saraf aferen menurunnya barier lambung


terhadap asam dan pepsin
hipotalamus neutrotransmiter
(BPH: bradikinin, prostaglandin menyebabkan difusi kembali
dan histamin) asam lambung dan pepsin

safar aferen erosi mukosa lambung

nyeri dipersepsikan mukosa lambung menurunnya tonus dan


kehilangan integritas jaringan peristaltik lambung

MK :Nyeri akut MK : MUAL


perdarahan refluksi isi duodenum
menurunnya sensori ke lambung
untuk makan
Defisit volume cairan muntah
anoreksia

perubahan nutrisi kurang MK : Resiko kekurangan


dan kebutuhan
volume cairan
MK: Ketidak seimbangan
nutrisi
11

Bagan 2.1

Sumber: (Budiyanto, 2010)


11

2. Manifestasi Klinis
Biasanya penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan
(indigesti) dan merasa tidak nyaman diperut sebelah atas. Namun
secara umum gejala yang didapatkan adalah hilangnya nafsu makan,
sering disertai pedih atau kembung ulu hati, mual muntah, perih atau
sakit seperti rasa terbakar pada perut bagian atas dan kehilngan berat
badan.(Sharif La ode,2012)
a. Gastritis Bakterial
Dapat ditandai dengan adanya demam, sakit kepala dan kejang otot.
b. Gastritis karena (Stress A Tress)Akut
Penyebabnya biasanya menututupi gejala-gejala lambung: tetapi
perut sebelah atas terasa tidak enak.
c. Gastritis Erosive Kronik
Gejala berupa mual ringan, dan nyeri di perut sebelah atas, tetapi
banyak penderita yang tidak merasakan nyeri.
d. Gastritis Eosinofilik
Gejalanya berupa nyeri perut dan muntah bisa disebabkan
penyempitan atau penyumbatan ujung saluran lambung yang
menuju ke usus 12 jari.
e. Penyakit Meniere
Gejala yang sering temukann adalah nyeri lambung, hilangnya
nafsu makan, mual, muntah dan penurunan berat badan.
f. Gastritis Sel Plasma
Gejalanya berupa nyeri perut dan muntah bisa terjadi bersamaan
dengan timbulnya ruam kulit dan diare.
3. Komplikasi
Menurut Mutaqqin & Sari, 2013 Gastritis dapat menyebabkan
bebagai macam komplikasi yang bisa terjadi.
a. Komplikasi Gastritis akut :
12

1. Perdarahan aluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan


malena dapat berakhir sebagai syok hemoragik
2. Ulkus jika prosesnya hebat
3. Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah hebat
b. Komplikasi Gastritis kronis
1. Anemia pernisiosa
2. Ulkus peptikum
3. Kanker gaster terutaman jika terjadi penipisan secara terus-
menerus
4. Pemeriksaan Penunjang
Bila pasien di diagnosis terkena gastritis, biasanya dilanjutkan
dengan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui secara jelas
penyebabnya. Pemeriksaan ini meliputi :
a. Pemeriksaan Darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. Pylori
dalam darah Hasil test yang positif menunjukan bahwa pasien
pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam
hidupnya.
b. Pemeriksaan Feses
Tes ini memeriksa apakah terdapat H. Pylori atau tidak. Hasil
test yang postif mengindikasikan terjadinya infeksi.
c. Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidak normalan pada
saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat oleh
sinar-X. Tes ini lakukan dengan cara memasukan sebuah
selang kecil yang fleksibel atau (endoskopi) melalui mulut dan
masuk kedalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil.
d. Rontgen Saliran Cerna
Test ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit
pencernaan lainnya. Pasien diminta menelan cairan Barium
terlebih dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan
13

melapisi saluran cerna dan akan terlihta lebih jelas ketika di


rontgen.

5. Penatalaksanaan
Terapi gastritis sangant bergantung pada penyebab spesifiknya dan
mungkin memerlukan perubahan dalam gaya hidup, pengobatan atau
dalam kasus yang jarang pembedahaan untuk mengobatinya.
a. Jika penyebabnya adalah infeksi oleh H. Pylori, maka diberikan
antibiotik (misalnya amoxicillin & Claritromycin) dan obat anti-
tukak (misalnya omeprazole)
b. penderita gastristis karena stress akut banyak mengalami
perubahan (penyakit berat, cedera atau perdarahan).
c. Penderita gastritis erosif kronis bisa diobati dengan antasid.
Penderita sebaiknya menghindari obat tertentu (misalnya
aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya) dan
makanan yang menyebabkan iritasi lambung.
d. Untuk meringankan penyumbatan disaluran keluar lambung
pada gastritis eosinofilik bisa diberikan kortikosteroid atau
dilakukan pembedahaan.
e. Gastritis atrofik tidak dapat disembuhkan, sebagian besar
penderitanya mendapat suntikan tambahan vitamin B12.
f. Penderita meyner bisa disembuhkan dengan mengangkat
sebagian atau seluruh lambung.
g. Gastritis sel plasma diobati dengan obat anti-ulkus yang
menghalangi pelepasan asam lambung.
h. Pengaturan diet yaitu pemberian makanan lunak dengan jumlah
sedikit tapi sering.
i. Makanan yang perlu dihindari adalah yang merangsang dan
berlemak seperti sambal, bumbu dapur dan gorengan.
14

6. Tindakan Medis
Menurut Warianto (2011) adapun penaktalaksanaan medis dari
penyakit gastritis erosif :
1. Farmakologi
a. Antasida untuk mengatasi perasaan begah (penuh) dan tidak
enak di   abdomen, serta  untuk menetralisir asam lambung.
b. Antagonis H2 (seperti rantine dan ranitidine, simetedin),
karena mampu menurunkan sekresi asam lambung.
c. Antibiotik diberikan bila dicurigai adanya infeksi oleh 
Helicobaer pylori.
2. Nonfarmakologi
a. Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien.
b. Instruksikanpasienuntukmenghindari makanan yang pedas
c. Instruksikan  pasien  untuk  menghindari alkohol.
d. Ajarkan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi Nafas
dalam.
e. Instruksikan pasien untuk tidak merokok 
3. Obat herbal
a. Kunyit
Sifat-sifat kunyit yang menyembuhkan luka Dengan cara
meminum perasan sarinya dari kunyit yang sudah di parut.
b. Pisang
Pisang punya sifat antasida, atau sifat meredam produksi zat
asam yang berlebihan.Selain itu pisang juga mengandung
kalium yang bermamfaat buat tulang.
c. Kacang hijau
Kacang hijau juga bermamfaat untuk pengobatan sakit maag
karena mampu bantu menebalkan lapisan lambung. Cara
konsumsinya bisa dibuat jadi bubur kacang hijau.
15

d. Cincau
Merupakan salah satu obat herbal yang dapat menetralisirkan
asam lambung. Cincau juga punya banyak kandungan
kalsium, fosfor, dan vitsin (A, B1,dan C ). Dan rendah kalori.

7. Data Penunjang
a. Hematologi
Pemeriksaan darah rutin :
Pada penderita gastritis infeksi kemungkinan dijumpai angka
leukosit >10.000/µL. Sedakan untuk hemoglobin kemungkinan
dijumpai nilainya <12 gr/dL sebagai dampak penurunan intake
nutrisi terutama yang mengandung Fe.
b. Tes Darah
Dokter dapat memeriksa anemia, suatu kondisi di mana darah yang
kaya besi subtansi, hemoglobin, juga berkurang. Anemia mungkin
merupakan tanda pendarahan di perut.
c. Tes untuk Helicobacter pylori infeksi.
Tes napas pasien, darah, atau tinja untuk tanda-tanda infeksi.
Helicobacter pylori juga dapat dikonfirmasi dengan biopsi diambil
dari perut selama endoskopi.

B. Konsep Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman


1. Definisi Nyeri
Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan
adalah suatu kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidak
menyenangkan yang terkadang dialami individu. Kebutuhan terbebas dari
rasa nyeri itu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang merupakan
tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada seorang pasien di rumah
sakit (Perry & Potter, 2009).
Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada
persepsinya. Walaupun demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi
16

nyeri. Secara sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang
tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang
berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain,
sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan
mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain (Perry & Potter,
2009).

2. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri berdasarkan sifatnya menurut Kozier Erb (2011),
yaitu :
1. Nyeri akut
Nyeri yang berlangsung selama periode pemulihan yang telah
diperkirakan dan memiliki awitan mendadak atau lambat tanpa
memperhatikan intensitasnya.
2. Nyeri kronik
Nyeri yang berlangsung lama, biasanya bersifat kambuhan atau
menetap selama 6 bulan atau lebih dan menggangu fungsi tubuh.

Klasifikasi nyeri berdasarkan asalnya menurut Kozier Erb (2011),


yaitu :
1. Nyeri kutaneus
Berasal dari kulit atau jaringan subkutan. Teriris kertas yang
menyebabkan nyeri tajam dengan sedikit rasa terbakar
2. Nyeri somatik profunda
Berasal dari ligamen, tendon, tulang, pembuluh darah, dan saraf.
Nyeri somatik profunda menyebar dan cenderung berlangsung lebih
lama dibandingkan nyeri kutaneus. Contoh nyeri somatik profunda
adalah keseleo pergelangan kaki.
3. Nyeri virasel
Berasal dari stimulasi reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium
dan toraks. Nyeri viseral cenderung menyebar dan sering kali terasa
seperti nyeri somatik profunda, yaitu rasa terbakar, rasa tumpul, atau
17

merasa tertekan. Nyeri viseral sering kali disebabkan oleh peregangan


jaringan, iskemia, atau spasme otot. Misalnya, obtruksi usus akan
menyebabkan nyeri viseral.
4. Nyeri menjalar
Dirasakan di sumber nyeri dan meluas ke jaringan-jaringan di
sekitarnya. Misalnya, nyeri jantung tidak hanya dapat dirasakan di
dada tetapi juga dirasakan di sepanjang bahu kiri dan turun ke lengan.
5. Nyeri alih
Nyeri yang dirasakan di satu bagian tubuh yang cukup jauh dari
jaringan yang menyebabkan nyeri. Misalnya, nyeri yang berasal dari
sebuah bagian visera abdomen dapat dirasakan di suatu area kulit yang
jauh dari organ yang menyebabkan rasa nyeri.
6. Nyeri tak tertahankan
Nyeri yang sangat sulit untuk diredakan. Salah satu contohnya
adalah nyeri akibat keganasan stadium lanjut. Saat merawat seorang
klien yang mengalami nyeri yang tak tertahankan, perawat dituntut
untuk menggunakan sejumlah metoda, baik farmakologi maupun
nonfarmakologi, untuk meredakan nyeri klien.
7. Nyeri neuropatik
Nyeri akibat kerusakan sistem saraf tepi atau sistem saraf pusat di
masa kini atau masa lalu dan mungkin tidak mempunyai sebuah
stimulus, seperti kerusakan jaringan atau saraf, untuk rasa nyeri.
Nyeri neuropatik berlangsung lama, tidak menyenangkan, dan dapat
digambarkan sebagai rasa terbakar, nyeri tumpul yang berke-
panjangan episode nyeri tajam seperti tertembak.
8. Nyeri bayangan
Rasa nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang telah hilang
(mis, kaki yang telah diamputasi) atau yang lumpuh akibat cedera
tulang belakang, adalah contoh neuropatik. Ini dapat dibedakan dari
sensasi bayangan, yaitu perasaan bahwa bagian tubuh yang telah
18

hilang masih ada. Insidensi nyeri bayangan dapat dikurngi jika


analgesik diberikan melalui kateter epidural sebelum amputasi.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengalaman Nyeri


Berbagai faktor dapat mempengaruhi persepsi dan reaksi seseorang
terhadap nyeri. Menurut Kozier Erb (2011) faktor tersebut adalah :
1. Nilai etnik dan budaya
Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal
sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi seseorang terhadap
nyeri dan ekspresi nyeri tersebut. Perilaku yang berhubungan dengan
nyeri adalah sebuah bagian dari proses sosialisasi. Misalnya, individu
dalam suatu budaya mungkin belajar untuk ekspresif terhadap nyeri,
sementara individu dari budaya lain mungkin belajar untuk
menyimpan perasaan nyerinya tersebut dan tidak menggangu orang
lain.
2. Tahap perkembangan
Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variable
penting yang akan memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri.
Dalam hal ini, anak –anak cenderung kurang mampu mengugkapkan
nyeri yang mereka rasakan dibandingkan orang dewasa, dan kondisi
ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka. Di sisi lain,
prevalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit akut
atau kronis dan degenerative yang diderita. Walaupun ambang batas
nyeri tidak berubah karena penuaan, efek analgesik yang diberikan
menurun karena perubahan fisiologis yang terjadi.
3. Lingkungan dan orang pendukung
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi,
pencahayaan dan aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat
memerberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang
terdekat menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi persepsi
nyeri individu. Sebagai contoh, individu yang sendiriaan, tanpa
19

keluarga atau teman – teman yang mendukungnya, cenderung


merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan mereka yang
mendapat dukungan dari keluarga dan orang – orang terdekat.
4. Pengalaman nyeri di masa lalu
Pengalaman nyeri di masa lalu dapat mengubah sensi-tivitas klien
terhadap nyeri. Individu yang mengalami nyeri secara pribadi atau
yang melihat penderitaan orang terdekat sering kali lebih terancam
oleh kemungkinan nyeri dibandingkan individu yang tidak memiliki
pengalaman nyeri. Selain itu, berhasil atau tidak berhasilnya upaya
pereda nyeri memengaruhi harapan seseorang mengenai pereda nyeri.
Misalnya, seseorang yang telah mencoba beberapa tindakan pereda
nyeri namun tidak berhasil mungkin memiliki sedikit harapan
mengenai manfaat intervensi keperawatan.
5. Makna nyeri
Beberapa klien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan
klien lain, bergantung pada keadaan dan interpretasi klien mengenai
makna nyeri tersebut. Seorang klien yang menghubungkan rasa nyeri
dengan hasil akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat
baik. Misalnya, seorang wanita yang melahirkan anak atau seorang
atlet yang menjalani bedah lutut untuk memperpanjang karirnya dapat
menoleransi rasa nyeri dengan lebih baik karena manfaat yang
dikaitkan dengan rasa nyeri tersebut. Klien ini dapat memandang nyeri
sebagai sebuah ketidaknyamanan sementara dan bukan ancaman atau
gangguan terhadap kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, klien yang
nyeri kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih menderita. Mereka
dapat berespons dengan putus asa, ansietas, dan depresi karena
mereka tidak dapat menghubungkan makna positif atau tujuan nyeri.
Dalam situasi ini, nyeri mungkin dilihat sebagai sebuah ancaman bagi
citra tubuh atau gaya hidup dan sebagai sebuah tanda kemungkinan
menjelang kematian.
20

6. Anisietas dan stress


Ansietas sering kali menyertai nyeri. Ancaman dari sesuatu yang
tidak diketahui dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa
yang menyertai nyeri seringkali memperburuk persepsi nyeri.
Keletihan juga mengurangi kemampuan koping seseorang, sehingga
meningkatkan persepsi nyeri. Apabila nyeri mengganggu tidur,
keletihan dan ketegangan otot sering kali terjadi dan meningkatkan
nyeri sehingga terbentuk siklus nyeri- letih-nyeri. Individu yang
mengalami nyeri yang percaya bahwa mereka dapat mengontrol nyeri
akan mengalami penurunan rasa takut dan ansietas, yang akan
menurunkan persepsi nyeri mereka. Persepsi berupa tidak mengontrol
nyeri atau merasa tidak berdaya cenderung meningkatkan persepsi
nyeri. Klien yang mampu mengekspresikan nyeri kepada seorang
pendengar yang perhatian dan berpartisipasi dalam membuat
keputusan penatalaksanaan nyeri dapat meningkatkan sensasi kontrol
dan menurunkan persepsi nyeri.

4. Pengkajian Nyeri
Pengkajian pada masalah nyeri (gangguan rasa nyaman) yang dapat
dilakukan adalah adanya riwayat nyeri; keluhan nyeri seperti lokasi nyeri,
intensitas nyeri, kualitas dan waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan
dengan cara PQRST :
a. P (pemacu) : Nyeri akibat inflamasi lambung
b. Q (quality) : Nyeri digambarkan seperti tajam,dangkal, rasa
terbakar, dan perih.
c. R (region) : Nyeri diepigastrium
d. S (skala) : Skala nyeri 6-7
e. T (time) : ± 10-15 menit, nyeri bertambah hebat jika pasien
terlambat makan.
Pengukuran nyeri dapat menggunakan skala numerik, yang
digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Pada alat ukur ini,
21

diurutkan dari tidak ada nyeri sampai nyeri paling hebat. Perawat meminta
pada klien menunjukkan intensitas nyeri yang ia rasakan dengan
menunjukkan skala tersebut. Dalam pengukuran ini, diberikan skala 0-10
untuk menggambarkan keparahan nyeri. Angka 0 berati klien tidak
merasakan nyeri, sedangkan angka 10 mengindikasikan nyeri paling hebat.
Skala ini efektif digunakan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
terapeutik (Prasetyo, 2010).

C. Konsep Dasar Relaksasi Nafas Dalam


1. Defenisi
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan
inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas
secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik
relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan me
ningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Mekanisme relaksasi nafas dalam (deep breathing) pada sistem
pernafasan berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan
dengan frekuensi pernafasan menjadi 6-10 kali permenit sehingga
terjadi peningkatan regangan kardiopulmonari (Izzo, 2008:138).
Stimulasi peregangan di arkus aorta dan sinus karotis diterima dan
diteruskan oleh saraf vagus ke medula oblongata (pusat regulasi
kardiovaskuler), selanjutnya merespon terjadinya peningkatan refleks
baroreseptor (Gohde, 2010, Muttaqin, 2009)
Impuls aferen dari baroreseptor mencapai pusat jantung yang akan
merangsang aktivitas saraf parasimpatis dan menghambat pusat
simpatis (kardioakselerator), sehingga menyebabkan vasodilatasi
sistemik, penurunan denyut dan daya kontraksi jantung .Sistem saraf
parasimpatis yang berjalan ke SA node melalui saraf vagus
melepaskan neurotransmiter asetilkolin yang menghambat kecepatan
22

depolarisasi SA node, sehingga terjadi penurunan kecepatan denyut


jantung (kronotropik negatif). Perangsangan sistem saraf parasimpatis
ke bagian-bagian miokardium lainnya mengakibatkan penurunan
kontraktilitas, volume sekuncup, curah jantung yang menghasilkan
suatu efek inotropik negatif. Keadaan tersebut mengakibatkan
penurunan volume sekuncup, dan curah jantung. Pada otot rangka
beberapa serabut vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Akibat dari penurunan curah
jantung, kontraksi serat-serat otot jantung, dan volume darah membuat
tekanan darah menjadi menurun (Muttaqin, 2009).
2.Manfaat Relaksasi Napas Dalam
Menurut Smeltzer & Bare (2002) tujuan teknik relaksasi napas
dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi
batuk, mengurangi stres baik stres fisik maupun emosional yaitu
menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.
Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan
intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu Dengan merelaksasikan otot-
otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan
prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan
meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan
iskemic. (Smeltzer & Bare, 2002)
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi
terletak pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian
dari sistem syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis
lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator
kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi, akan
merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokostriksi
yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai
efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah,
23

mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme


otot yang.Manfaat Relaksasi Nafas Dalam:
Menurut Priharjo (2003) manfaat dari teknik relaksasi nafas dalam;
1. Ketentraman hati,
2. Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah,
3. Tekanan dan ketegangan jiwa menjadi rendah,
4. Detak jantung lebih rendah,
5. Mengurangi tekanan darah,
6. Ketahanan yang lebih besar terhadap penyakit,
7. Tidur lelap,
8. Kesehatan mental menjadi lebih baik,
9. Daya ingat lebih baik,
10. Meningkatkan daya berpikir logis,

C. Konsep Dasar Kompres hangat


1.Pengertian
Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri,
mengurangi atau mencegah spasme otot dan memberikan rasa hangat
pada daerah tertentu (Uliyah & Hidayat, 2008).
Kompres hangat bermanfaat untuk meningkatkan suhu kulit lokal,
melancarkan sirkulasi darah dan menstimulasi pembuluh darah,
mengurangi spasme otot dan meningkatkan ambang nyeri,
menghilangkan sensasi rasa nyeri, serta memberikan ketenangan dan
kenyamanan (Simkin, 2005).
Air merupakan sarana yang baik bagi suhu panas, dan lebih baik
daripada udara. Dengan air, kita tidak terlalu banyak terpengaruh oleh
panas maupun dinginnya suhu udara, seperti saat kita mencelupkan
(merendam) tubuh kita ke dalam air panas maupun dingin. Maksudnya,
suhu udara di luar bukanlah satu-satunya hal yang mempengaruhi (rasa
tubuh), tetapi media pemindah dan penyampai rasa dan juga berperan
24

besar dalam menghasilkan pengaruh rasa. Misalnya, suhu air panas


yang dapat digunakan dalam kondisi biasa berkisar sekitar <40℃
(Mahmud, 2007).
2.Jenis-Jenis Kompres Hangat
a.Kompres hangat kering
Yakni dengan menggunakan pasir yang telah dipanasi sinar
matahari guna mengobati nyeri-nyeri rematik pada persendian. Selain itu,
terapi ini juga dapat mengurangi berat badan dan menghilangkan
kelebihan berat badan.
b.Kompres hangat lembap
kompres jenis ini digunakan dengan sarana atau mediasi sebuah
alat yang dikenal dengan nama hidrokolator. Yakni alat elektrik yang diisi
air, digunakan untuk memanaskannya hingga mencapai suhu tertentu. Di
dalam alat ini dicelupkan beberapa alat kompres dengan bobot bervariasi
yang cocok untuk menutupi seluruh bagian tubuh. Terapis mengeluaran
kompre-kompres ini dengan menggunakan penjepit khusus, lalu
melipatnya dengan handuk dan meletakkannya di atas tubuh pasien agar
kompres tersebut berfungsi menghilangkan penyusutan otot dan
membuatnya lentur kembali. Selain itu juga untuk membatasi atau
mencegah nyeri dan memulihkan sirkulasi darah.
c. Kompres bahan wol hangat
Yakni dengan memanaskan bahan wol di atas uap kemudian diperas.
Kompres macam ini memiliki kelebihan dengan kepanasannya yang tinggi
dan tidak akan mencederai atau berbahaya bagi kulit. Kompres ini terdiri
dari kompres dalam yang ditutup dengan tutup plastik tahan air. Juga
memiliki bungkus luar terbuat dari bahan wol untuk mencegah atau
membatasi masuknya hawa panas. Kompres ini digunakan untuk
menghilangkan nyeri-nyeri dan penyusutan otot-otot. Kompres ini juga
dapat digunakan 3-4 kali selama 5-10 menit.
d.Kompres gelatine (jelly)
25

Kompres model ini memiliki keistimewaan yang mampu menjaga


panas atau dingin untuk beberapa lama. Kelebihan kompres ini terletak
pada fleksibelitas bentuknya yang dapat dicocokkan dengan anggota tubuh
sehingga mampu menghasilkan suhu yang diharapkan dan sanggup
menggapai seluruh bagian tubuh. Proses pendinginan kompres ini
dihasilkan melalui alat khusus (hidrokolaktor) yang memungkinkan suhu
panas untuk diatur. Kompres gelatine ini memiliki pengaruh dan cara
penggunaan yang sama dengan kompres dingin (Mahmud, 2007).
Ketika memberikan kompres hangat pada klien, harus tetap
diperhatikan suhu dari kompres itu sendiri untuk keefektifan kompres
dalam mengurangi nyeri dan menghindari cedera pada kulit akibat suhu
yang terlalu panas (Potter & Perry, 2010).

D. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Penderita mengeluh nyeri epigastrium. Munculnya keluhan nyeri
tersebut diakibatkan iritasi mukosa lambung yang merangsang
nociseptor nyeri pada lapisan otot lambung pada bagian pleksus saraf
mienterikus (Auerbach)
b. Riwayat Kesehatan
Penderita dengan riwayat alkoholik, pola makan yang tidak teratur,
makanan yang merangsang pengikisan asam lambung seperti, pedas,
asam, dan konsumsi obatan-obatan seperti aspilet dan aspirin. Dengan
dilakukan pengkajian PQRST
P : nyeri karena inflamasi pada lambung
Q : nyeri yang digambarkan tajam, dangkal, rasa terbakar dan perih
R : nyeri ulu hati menyebar kepinggang dan kepala
S : skala nyeri pasien gastritis 6-7
26

T : saat lambung kosong, saat bergerak nyeri berlangsung lama kuran


lebih 10 menit

Gambar 2.1 (Skala nyeri wong baker Faces pain Rating scale)

c. Pengkajian Pola Kebutuhan


Pola kebutuhan yang sangat menonjol mengalami gangguan adalah:
a. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Keluhan yang menonjol pada penderita gastritis adalah rasa perih
(nyeri) epigastrium.Data terkait nyeri epigastrik sering dilaporkan
oleh pasien dengan type macam-macam seperti disayat pisau,
diremas, atau mungkin ada yang terasa panas terbakar. Kondisi
ketidaknyaman penderita diekspresikan juga dengan ketengan
mimik muka selama rangsangan. Skala nyeri tergantung pada luas
dan dalamnya ulkus, volume asam lambung. Semakin dalam
ancaman iritasi dapat mengenai susunan persarafan sehingga
memicu sensasi nyeri yang cukup kuat (skala 6-8).
b. Kebutuhan nutrisi dan cairan
Peningkatan asam lambung pada penderita gastritis akan
menurunkan nafsu makan. Penurunan nafsu makan menyebabkan
menurunnya jumlah nutrisi yang masuk. Pembentukan massa otot
dan massa tubuh menjadi menurun sehingga penderita lambat laun
mengalami penerunan berat bada, kulit kering dan kasar, serta
rambut mudah rontok.Penderita mungkin juga dapat mengalami
penurunan cairan melalui muntah akibat kontraksi lambung yang
berlebihan. Penurunan asupan cairan dapat menurunkan volume
27

cairan dalam darah yang difiltrate di glomerulus. Penjelasan


tersebut diperkuat dengan keadaan turgor kulit yang menurun,
mukosa bibir yang kering.
c. Kebutuhan Mobilisasi
Energi diperoleh dari proses pemecahan karbohidrat, protein atau
lemak. Jumlah kalor yang menurun dapat mempengaruhi fase
depolarisasi otot dan persarafan sehingga otot menjadi menurun
kekuatannya. Penderita gastritis tampak lemah dengan skor
kekuatan oto pada masing-masing bagian eksterimtas <5.
Penderita juga tampak malas untuk beraktivitas, banyak tiduran,
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makan, BAB,
BAK banyak dibantu oleh keluarga dengan skor bantuan lebih
dari 1.
d. Kebutuhan Mempertahankan Suhu Tubuh
Gastritis non infeksius dapat memunculkan gejala klinis
subhipoterimi akibat penurunan produksi kalor tubuh melalui
pemecahan bahan nutrisi. Pada gastritis infeksius suhu tubuh
kemungkinan tinggi. Peningkatan suhu tubuh diakibatkan oleh
pirogen yang berasal dari toksik mikroorganisme yang
mengaktivasi hipotalamus untuk menaikkan ambang suhu tubuh
yang kemudian diikuti oleh peningkatan aliram darah, vasodilatasi
pembuluh dan peningkatan kontaksi otot yang dapat
meningkatkan produksi kalor tubuh.
e. Kebutuhan Oksigenasi dan Pernapasan
Pernapasan penderita  gastritis mungkin  mengalami
peningkatan karenapeningkatan desakan gaster yang dapat mengh
ambat penge
mbanganpeningkatan desakan gaster yang dapat menghambat 
d. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : kemungkinan lemah akibat penurunan oksigen ja
ringan, cairan tubuh dan nutrisi. Tingkat  kesadaran  mungkin
28

masih composmentis sampai apatis kalau disertai penuruna perfusi


dan elektrolit (kalium, natrium dan kalsium)
b. Kondisi Fisik :
Pemeriksaan yang dilakukan mulai dari ujung rambut sampai
ujung kaki dengan  menggunakan  4 teknik  yaitu palpasi,inspeksi,
auskultasi dan  perkusi.  Menurut  Doengoes 2000  adapun  hasil
pengkajian nya yaitu :
1.Aktivitas/istirahat
Gejala :  lemas, gangguan pola tidur dan istirahat
Tanda  : nyeri ulu hati saat istirahat.
2.Sirkulasi
Gejala     : keringat dingin (menunjukkan status syok, nyeri 
akut respon psikologik)
3.Eliminasi
Gejala  :  bising  usus  hiperperaktif , abdomen teraba keras.
Tanda      : feses encer atau bercampur darah (melena),bau
busuk konstipasi.
4. Integritas ego
Gejala       : stress (sosial, hubungan kerja, hubungan keluarga )
Tanda       :  gelisah, pucat, berkeringat, gemetar.
5.Makanan dan cairan
Gejala       : anoreksia, mual  dan  muntah, nyeri ulu hati,  kram
pada abdomen, sendawa bau busa, penurunan  BB.
Tanda       : membran mukosa kering, muntah berupa cairan

berwarna kuning,distensi abdomen..

6.Neurosensori
Gejala         : pusing, pandangan  berkunang-kunang,
kelemahan pada otot
Tanda        : lethargi, disorientasi (mengantuk)
29

7.Nyeri/kenyamanan
Gejala        : nyeri di ulu hati, dangkal , rasa  terbakar , perih.
Tanda          : meringis, ekspresi wajah tegang.
8.Pernafasan
Gejala      : sedikit sesak
9.Ekstremitas :
penurunan masa otot ekstremitas atas dan bawah, lingkar lengan
otot bisep dan trisep <10 cm.Kulit menurun ke elastisannya,
terlihat kering.

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah data terkumpul, langkah berikutnya adalah menganalisa data 
sehingga diperoleh diagnose keperawatan terjadinya masalah kesehatan
(pada individu,kelompok,keluarga). Diagnosa yang sering pada pasien
dengan gastritis sebagai berikut: SDKI (PPNI, 2016),).
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (perlukaan
mukosa gaster)
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat dan
rangsangan muntah.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah,
haematemesis dan melena.
30

D.Intervensi

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI (NIC) RASIONAL


HASIL (NOC)

1 Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri :
cedera biologi (perlukaan mukosa keperawatan selama ..3..x24 jam 1. Kaji dan catat keluhan nyeri, 1. Untuk menentukan
gaster) diharapkan termasuk lokasi, lamanya, dan intervensi dan menentukan
NOC: Pain control intensitasnya (dengan skala intervensi selanjutnya
Gejala Dan Tanda Mayor Dipertahankan pada level..( 4 ) nyeri 0-10)
Subjektif: Ditingkatkan pada level...( 5 ) 2. Monitor vital sign 2. Mengetahui keadaan umum
1.Mengeluh nyeri  1.Tidak pernah klien
Objektif:  2.Kadang-kadang 3. Gunakan terapi komunikasi 3. Pasien dapat percaya dan
1.tampak meringis  3.Sewaktu-waktu untuk mengetahui pengalaman mempercepat penyembuhan
2.bersikap protektif( mis, waspada  4.Sering nyeri.
Posisi menghindari nyeri)  5.Selalu 4. Jelaskan pada klien untuk 4. Makanan yang mengiritasi
3.gelisah menghindari makanan yang lambung dapat merangsang
Dengan Kriteria hasil :
4.frekuensi nadi meningkat dapat merangsang nyeri nyeri
1. Mengenali kapan nyeri
5.sulit tidur (makanan pedas dan asam
terjadi 1/2/3/4/5
2. Mengenali apa yang 5. Anjurkan klien utuk diposisi 5. Aktivitas yang nyaman
Gejala Dan Tanda minor yang nyaman dapat menurunkan kerja
terkait dengan gejala
Subjektif: gaster
nyeri 1/2/3/4/5
(Tidak ada) 6. Anjurkan klien untuk 6. Relaksasi dan distraksi
3. Melaporkan nyeri yang
31

terkontrol 1/2/3/4/5 melakukan tekhnik relaksasi, dapat mengalihkan


Objektif: 4. Menggunakan tindakan seperti menarik napas dalam. perhatian klien sehingga
1.tekanan darah meingkat pencegahan 1/2/3/4/5 7. Memberikan pada klien dan dapat menurunkan nyeri.
2.pola nafas berubah 5. Melaporkan perubahan keluarga untuk melakukan 7. Kompres hangat dalam
3.nafsu makan berubah terhadap gejala nyeri pada kompres hangat pada bagian menurunkan rasa nyeri pada
4.proses berpikir tergamggu profesional kesehatan epigastrium klien yang nyeri. klien
5.menarik diri 1/2/3/4/5
6.berpokus pada diri sendiri 8. Tingkatkan istirahat yang cukup
7.diaforesis 8. Istirahat yang cukup dapat
9. Kolaborasikan pemberian mengurangi rasa nyeri
dengan tim kesehatam 9. Analgetik berfungsi sebagai
analgetik untuk mengurangi depresan system syaraf
nyeri. pusat sehingga mengurangi
atau menghilangkan nyeri
32

D. Implementasi Keperawatan

Implemetasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk


mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing oders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien.
tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, yang mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan
tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik,jika klien
berpatisipasi dalam pelaksanaa tindakan keperawatan.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.

F. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan
yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna
untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap
secara tertulis dengan tanggung jawab perawat.
33

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan/Desain Penelitian
Jenis penelitian itu adalah deskriptif analitik dalam bentuk studi kasus
untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan lansia dengan gastritis di
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Kota Bengkulu. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian asuhan keperawatan
lansia dengan gastritis di Panti Sosial Tresna Werdha Bengkulu adalah
individu yang menderita dengan gangguan atau penyakit gastritis. Adapun
subyek penelitian yang akan diteliti berjumlah Dua orang dengan satu kasus
dengan masalah keperawatan gastritis.
C. Batasan Istilah (Definisi Operasional)
1. Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau tahap kegiatan dalam praktik
keperawatan yang diberikan langsung kepada pasien dalam berbagai tatanan
pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan ini di lakukan dalam rangka
memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh penerima asuhan keperawatan
(pasien) yang tahapnya terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2. Pasien adalah orang yang menerima perawatan medis atau asuhan
keperawatan yang dipenuhi kebutuhannya dengan tahapan asuhan
keperawatan.
3. Gastritis merupakan radang pada jaringan dinding lambung yang paling
sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet. Makan terlalu banyak, terlalu
cepat, makan-makanan terlalu banyak bumbu atau makanan yang terinfeksi.
penyebab yang lain termasuk alcohol, aspirin, refluk empedu atau therapy
radiasi. (Brunner & Suddarth, 2012).
34

D. Lokasi dan waktu penelitian


Lokasi penelitian ini adalah di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
Bengkulu. Di Wisma Melati dan bogenvil ini ditempati lansia yang berjenis
kelamin perempuan dan laki-laki dengan keadaan yang sudah rentah (tua) dan
untuk melakukan aktivitas menggunakan alat bantu seperti tongkat. Studi kasus
ini akan dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Pagar Dewa Kota
Bengkulu. dilaksanakan pada bulan Desember 2019 s.d Januari 2020.
E. Prosedur penelitian
Penelitian diawali dengan penyusunan usulan penelitian atau proposal
dengan menggunakan metode studi kasus berupa laporan teori asuhan
keperawatan yang berjudul penerapan teknik relaksasi nafas dalam dan
pemberian kompres hangat Pada Lansia Dengan Gastritis Di Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) Kota Bengkulu Tahun 2020. Setelah disetujui oleh
penguji proposal maka penelitian dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan
data. Data penelitian berupa hasil pengukuran, observasi, dan wawancara
terhadap pasien yang dijadikan subjek penelitian.
F. Metode Dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik pengumpulan data
a. Wawancara (hasil anamnesis yang harus didapatkan berisi tentang
identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang – dahulu -
keluarga, riwayat psikologis, pola-pola fungsi kesehatan). (Sumber data
bisa dari klien, keluarga, perawat lainnya).
b. Observasi dan pemeriksaan fisik yang meliputi keadaan umum,
pemeriksaan integumen,pemeriksaan kepala leher, pemeriksaan dada,
pemeriksaan abdomen, pemeriksaan inguinal, genitalia, anus,
pemeriksaan ekstremitas, pemeriksaan nuerologis (dengan pendekatan:
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi) pada sistem tubuh klien. Data
fokus yang harus didapatkan adalah sistem pencernaan.
35

2. Instrumen pengumpulan data


Alat atau instrumen pengumpulan data menggunakan format pengkajian
Assuhan keperawatan sesuai dengan ketentuan yang ada di Prodi DIII
Keperawatan Bengkulu.
G. Keabsahan data
Keabsahan data dilakukan oleh peneliti dengan cara peneliti
mengumpulkan data secara langsung pada pasien dengan menggunakan format
pengkajian Gerontik, yang dilakukan enam jam sesuai jadwal dinas. Disamping
itu, untuk menjaga validasi dan keabsahan data peneliti melakukan observasi
dan pengukuran ulang terhadap data-data pasien yang meragukan yang
ditemukan melalui data sekunder.
H. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan menyajikan hasil pengkajian yang
dilakukan dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik. Selanjutnya hasil
pengumpulan data pengkajian di analisis dengan membandingkan dengan teori
yang telah disusun pada bab sebelumnya (bab 2) untuk mendapatkan masalah
keperawatan yang digunakan untuk menyusun tujuan dan intervensi.
Selanjutnya intervensi dilaksanakan kepada pasien sesuai rencana- rencana
yang telah disusun (implementasi).
Hasil implementasi dianlisis untuk mengevaluasi kondisi pasien apakah
masalah sudah teratasi, teratasi sebagaian, dimodifikasi atau diganti dengan
masalah keperawatan yan g lebih relevan. Hasil pengkajian, penegakkan
diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi di tuangkan dalam bentuk
narasi pada bab pembahasan, yang dibandingkan dengan teori-teori yang sudah
yang sudah disusun sebelumnya untuk menjawab tujuan penelitian.
36

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansya.M. 2012 .Medikal Bedah untuk mahasiswa Jogjakarta : DIVA press.

Amin, M. K. (2017). “Penerapan Terapi Kompres Air Hangat Untuk Mengurangi


Nyeri Pada Pasien Gastritis Di Ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman
Kebumen. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Profesi Ners:
STIKes Muhammadiyah Samarinda.

Budiyanto,dkk.2010. Modul Pelatihan Pendidikan Inklusi. Jakarta : Kementrian


Pendidikan Nasional.

Bulechek, Gloria. Howard Butcher, Joanne Dochterman & Cheryl Wagner. 2016.
Terjemahan Nursing Interventions Classification (NIC) edisi ke-6.
Yogyakarta : Mocomedia.

BPPLU. 2017. Daftar Nama Lansia Penderita Pada Tahun 2017. Bengkulu :
BPPLU.

BPPLU 2018. Daftar Urutan Penyakit Terbanyak Pada Lanjut Usia Di BPPLU
Pagar Dewa Bengkulu Pada bulan juli Tahun 2018 . Bengkulu : BPPLU.

Mahmud, Mahir Hasan, 2007 Terapi Air, Qultum Media, Jakarta.


Moorhead, Sue. Marion Johnson, Meridean Maas & Elizabeth Swanson.
2016. Terjemahan Nurisng Outcomes Classification (NOC) edisi ke-5.
Yogyakarta : Mocomedia.

Muttaqin & Sari . 2011. Gangguan Gastrointestinal.Aplikasi asuhan keperawatan


Medical bedah, Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin & Sari . 2013. Gangguan Gastrointestinal.Aplikasi asuhan keperawatan


Medical bedah, Jakarta : Salemba Medika.

Potter, Patricia. A & Perry, Anne G, 2010 Foundamental of Nursing Buku 2


Edisi7.

Pricilla .L. 2016. Buku Ajar Keperawatan atau Medikal Bedah Ed.5.vol.2.
Jakarta : EGC.

Rudolph A. et al. (2014). Buku Ajar Pediatri Rudolph Ed 20 Vol 2. Dialih


bahasakan oleh Wahab S. Jakarta: EGC.
Sukarmin.2012. Keperawatan Pada Sistem Pencernaan Yogyakarta:
PustakaPelajar.
37

Subekti, Tri, & Utami, M.S. (2011). “Metode Relaksasi Untuk Menurunkan
Stres Dan Keluhan Tukak Lambung Pada Penderita Tukak
Lambung Kronis.” Jurnal Psikologi 38(2):147–63.

Supetran,iwayan.(2016).Efektifitas Penggunaan Teknik Relaksasi Otot Progresif


Dalam Menurunkan Tingkat Nyeri Pasien Gastritis Di Rumah Sakit
Madani.Palu: Politeknik Kesehatann Kementerian Palu.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) . Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(SDKI). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Waluyo, Sunaryo Joko, & Suminar, Seka. (2017).Perubahan Skala Nyeri


Sedang Pada Pasien Gastritis di klinik sukoharjo AN.

Warianto, Chaider. 2011.“Mutasi”http//skp.unair.ac.id/repository/guru-
indonesia/Mutasi_ChaiderWarianto_17.pdf. Diakses tanggal 21 
september 2018 pukul 18.38.WIB

Anda mungkin juga menyukai