Hiperkalemia
Hiperkalemia
Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium didalam darah meningkat diatas
nilai normal. Kalium memainkan peranan penting dalam menjaga fungsi elektrofiologi
miokardium yang nomal. Selain kalium, natrium juga berperan penting. Perbedaan
konsentrasi pada membran sel miosit terbentuk dari kadar kalium intrasel yang tinggi dan
kadar kalium ekstrasel yang relatif rendah. Hal sebaliknya terjadi pada natrium. Perbedaan
konsentrasi ini diatur melalui pompa Natrium Kalium Adenosine Trifosfat (Na-K ATPase)
yang memompa secara aktif natrium menuju ekstra sel dan kalium menuju intrasel.
Perbedaan ini yang menyebabkan adanya potensial elektrik pada membran sel ketika keadaan
istirahat sebesar -90 mV.1
Meningkatnya konsentrasi kalium ekstraseluler menurunkan potensial elektrik
membran dari -90 mV menjadi -80 mV. Hal ini akan menurunkan pula nilai ambang
potensial aksi (dari normalnya -75 mV menjadi -70 mV). Ketika kadar kalium semakin
meningkat, maka waktu untuk terjadinya fase 0 (Vmax) pada kontraksi miokardium akan
semakin melambat, sehingga akan terjadi menurunnya konduksi miokardium. Menurunnya
konduksi miokardium akan bermanifestasi sebagai memanjangnya gelombang P, interval PR,
dan kompleks QRS. Selain itu, kadar kalium yang semakin meningkat akan menyebabkan
perubahan kemiringan pada fase 2 dan 3 dari potensial aksi, sehingga waktu terjadinya
depolarisasi akan semakin memendek. Keadaan ini akan bermanifestasi sebagai depresi
segmen ST-T, tingginya gelombang T, dan memendeknya interval Q-T.1
Gambar 1. Gambaran skematik dari potensial aksi normal (garis tak putus-putus)
dibandingkan ketika hiperkalemia (garis putus-putus). Tampak adanya penurunan potensial
membran istirahat dan fase 0 potensial aksi (Vmax)1
Manifestasi pada EKG
Perubahan paling dini dari hiperkalemia pada EKG adalah ditemukannya gwlombang
T yang tinggi dan sempit (sekitar 150 milidetik hingga 250 milidetik). Gelombang T ini
biasanya ditemukan pada konsentrasi kalium lebih dari 5,5 mEq/L dan dapat dilihat paling
baik pada sadapan II, III, V2, dan V4. Ketika kadar kalium meningkat lebih dari 6,5 mEq/L,
nilai ambang fase 0 dari potensial aksi akan semakin menurun, menyebabkan terjadinya
potensial aksi yang lebih lama sehingga terjadi kompleks QRS yang lebar dan interval PR
melebar. Selain itu, pada keadaan ini juga dapat terjadi gangguan konduksi intraventrikuler
dan atrioventrikuler. Ketika terjadi gangguan konduksi intraventrikuler yang semakin parah,
maka dapat terjadi gambaran gelombang QRS yang menyerupai blok cabang kiri (LBBB)
maupun kanan (RBBB). Ketika kadar kalium mencapai 8 hingga 9 mEq/L, nodus sinoatrial
(SA) dapat menstimulasi ventrikel tanpa terjadinya aktivitas atrium, sehingga muncul ritme
sinventrikuler. Gambaran yang dapat ditemukan pada keadaan ini seperti pada ventrikel
takikardia, dimana tidak terdapat gelombang P dan melebarnya kompleks QRS. Ketika kadar
kalium semakin meningkat hingga 10 mEq/L, konduksi sinoatrial tidak terjadi lagi dan pacu
jantung penghubung (junctional) mengambil alih stimulasi miokardium sehingga terjadilah
ritme penghubung yang dipercepat. Ketika kadar kalium semakin meningkat, maka kompleks
QRS akan semakin melebar dan kemudian bersatu dengan gelombang T membentuk
elektrokardiogram gelombang klasik sine yang apabila berlanjut menjadi fibrilasi ventrikel
dan asistol.1,2