Anda di halaman 1dari 9

Makalah Mikrobiologi

Pewarnaan spora

Disusun oleh:Rahmi Rizkiani


NPM:1848201110119
Kelas/semester:B/III

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


TAHUN AJARAN 2019/2020
Daftar isi

PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A.   Latar Belakang......................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................5
A.   Morfologi dan Pengecatan....................................................................................5
B.   Karakteristik umum..............................................................................................5
C.   Pewarnaan Spora..................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora
dihasilkan di dalam tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah
(central), ujung (terminal) ataupun tepian sel. Pelczar (1986), menyatakan bahwa
spora merupakan tubuh bakteri yang secara metabolik mengalami dormansi,
dihasilkan pada faselanjut dalam pertumbuhan sel bakteri yang sama seperti
asalnya, yaitu sel vegetatif. Spora bersifat tahan terhadap tekanan fisik maupun
kimiawi. Santoso (2010) menyebutkan bahwa ada dua genus bakteri yang dapat
membentuk endospora, yaitu genus Bacillus dan genus Clostridium.Strukturspora
yang terbentuk di dalamtubuh vegetative bakteri disebut sebagai ‘endospora’
(endo=dalam, spora=spora) yaitu spora yang terbentuk di dalam tubuh. Secara
sederhana, dapat dikatakan bahwa endospora merupakan sel yang mengalami
dehidrasi dengan dinding yang mengalami penebalan serta memiliki beberapa
lapisan tambahan. Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini,
bakteri tersebut dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim.Menurut Pelczar (1986)
bakteri yang dapat membentuk endospore ini dapat hidup dan mengalami tahapan-
tahapan pertumbuhan sampai beberapa generasi, dan spora terbentuk melalui
sintesis protoplasma baru di dalam sitoplasma sel vegetatifnya.
Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usalaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai
fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan
amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu pose dimana kedua mikroorganisme
itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap factor luar yang tidak
menguntungkan. Sepanjang pengetahuan yang kita miliki sekarang, hanya
golongan basillah yang dapat membentuk spora, akan tetapi tidak semua basil
mampu berbuat demikian. Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan beberapa
spesies. Clostridium yang anaerob dapat membentuk spora. Spora ini lazim
disebut endospora, dikarenakan spora itu dibentuk di dalam sel. (Dwidjoseputro,
2001).
Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri
diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora. Contoh
dari pewarnaan yang dimaksudkan oleh Volk & Wheeler tersebut adalah dengan
penggunaan larutan hijau malacit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel
vegetative juga diwarnai dengan larutan safranin 0,5% sehingga sel vegetative ini
berwarna merah. Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan
posisi spora di dalam tubuh sel vegetative juga dapat diidentifikasi.Namun ada
juga zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya
melibatkan treatment pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat
warna tersebut sehingga memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam
dinding pelindung spora bakteri.
Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora
bakteri, tidak lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri. Semua spora
bakteri mengandung asam dupikolinat.Yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui
pada sel vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa ini khas dimiliki
oleh spora.Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa inilah yang kemudian
dimanfaatkan untuk di warnai menggunakan pewarna tertentu, dalam hal ini
larutan hijau malakit. Sedangkan menurut pelczar (1986), selain subtansi di atas,
dalam spora bakteri juga terdapat kompleks Ca2+ dan asam dipikolinan
peptidoglikan. Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup
bertahun-tahun bahkan berabad-abad jika berada dalam kondisi lingkungan yang
normal. Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70oC, namun spora
tetap hidup, spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih bahkan selama 1
jam lebih. Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora akan tetap
menjadi spora, sampai kondisi lingkungan dianggap menguntungkan, spora akan
tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru dan berkembangbiak secara normal
(Volk & Wheeler, 1988).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.   Morfologi dan Pengecatan


Bakteri adalah makhluk hidup yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat
dengan mikroskop. Untuk menyelidiki ukuran bakteri, dalam pemeriksaan
mikrobiologis biasanya digunakan satuan micron (diberi symbol huruf µm),
seperti pada pengukuran virus. Bakteri yang biasa diteliti di laboratorium
kebanyakan berukuran antara 0,5-2 µm lebarnya dan 1-5 µm panjangnya. Dahulu
pengukuran ini dilakukan dengan jalan membandingkan ukuran butir darah
merah, yang pada waktu itu sudah diketahui besarnya. Sekarang pengukuran yang
lebih tepat dilakukan dengan alat micrometer yang diletakkan pada lensa ukuler,
dan skala yang terdapat pada micrometer ini dibandingkan dengan  micrometer
yang diletakkan pada kaca objek (stage micrometer). Di samping itu bidang
penglihatan dapat ditaksir dlam pembesaran yang diperoleh dari mikroskop yang
digunakan seperti table berikut ini
Bacillus cereus telah dikenali sebagai salah satu penyebab keracunan pada
makanan sejak tahun 1955, sejak saat itu mikroorganisme ini telah menarik
banyak perhatian dan menjadi salah satu penyebab keracunan pada pangan yang
termasuk sering ditemukan. Sekitar 5% dari semua kasus keracunan pangan di
Eropa tahun 1990 yang telah dilaporkan ke World Health Organization
Survaillance Programme disebabkan oleh Bacillus cereus (WHO, 1990). Menurut
data kasus jumlah minimal Bacillus cereus yang dapat menimbulkan keracunan
pada pangan adalah sekitar 105 sel / gram pangan (CDCP, 1979)  Berikut ini
merupakan klasifikasi dari Bacillus cereus:
1.    Kingdom          : Bacteria
2.    Phylum            : Firmicutes
3.    Class               : Bacilli
4.    Order               : Bacillales
5.    Family             : Bacillaceae
6.    Genus             : Bacillus
7.    Spesies           : Bacillus cereus

B.   Karakteristik umum
Bacillus cereus merupakan golongan bakteri Gram-positif (bakteri yang
mempertahankan zat warna kristal violet sewaktu proses pewarnaan Gram), aerob
fakultatif (dapat menggunakan oksigen tetapi dapat juga menghasilkan energi
secara anaerobik), dan dapat membentuk spora (endospora). Spora Bacillus
cereus lebih tahan pada panas kering daripada pada panas lembab dan dapat
bertahan lama pada produk yang kering. Selnya berbentuk batang besar (bacillus)
dan sporanya tidak membengkakkan sporangiumnya.
Bentuk spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang, hal ini
bergantung pada spesies. Endospora ada yang lebih kecil dan ada pula yang lebih
besar daripada diameter sel induk. (Dwidjoseputro, 2001). Letak endospora di
dalam sel serta ukurannya selama pembentukannya tidaklah sama bagi semua
spesies. Sifat-sifat dan karakteristik-karakteristik lainnya, termasuk sifat-sifat
biokimia, digunakan untuk membedakan dan menentukan keberadaan Bacillus
cereus. Organisme-organisme ini dapat dibedakan berdasarkan pada motilitas /
gerakan (kebanyakan Bacillus cereus motil / dapat bergerak), keberadaan kristal
racun (pada Bacillus thuringiensis  ), kemampuan untuk menghancurkan sel darah
merah (aktivitas hemolytic) (Bacillus cereus dan lainnya bersifat beta
haemolytic sementara Bacillus anthracis tidak bersifat hemolytic), dan
pertumbuhan rhizoid (struktur seperti akar), yang merupakan sifat khas
dari Bacillus cereus var. mycoides .
1.    Tipe Keracunan
Keracunan akan timbul jika seseorang menelan makanan atau minuman
yang mengandung bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi
dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan
yang telah mengandung toksin tersebut. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan
oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare (disebabkan oleh
protein dengan berat molekul besar) dan toksin yang menyebabkan muntah atau
emesis (disebabkan oleh peptida tahan panas dengan berat molekul rendah).
Gejala keracunannya, yaitu:
a.    Tipe penyebab diare (diarrheal form) atau Long Incubation,
Tipe ini merupakan tipe yang paling ditemukan kasusnya dan terjadi bila
seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare,
maka gejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah
berupa mual, nyeri perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah
mengkonsumsi pangan yang telah terkontaminasi Bacillus cereus. Rasa mual
mungkin seringkali terjadi untuk tipe kasus ini akan tetapi jarang terjadi muntah
atau emesis. Kasusnya hampir mirip dengan keracunan makanan yang disebabkan
oleh Clostridium perfringens. Pada sebagian besar kasus gejala-gejala ini akan
tetap berlangsung selama 12 – 24 jam tetapi untuk beberapa kasus akan lebih lama
(Lancette dan Harmon, 1980).
b.    Tipe penyebab muntah (emetic form) atau Short Incubation,
Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin
penyebab muntah, gejala yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta
berhubungan dengan saluran pencernaan bagian atas, berupa mual dan muntah
yang dimulai 1 – 6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi
oleh Bacillus cereus. Kadang-kadang kram perut dan / atau diare dapat juga
terjadi. Umumnya gejala terjadi selama kurang dari 24 jam. Kasusnya mirip
dengan keracunan makanan yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus (staph)
dalam hal gejala dan waktu inkubasinya. Beberapa strain Bacillus
subtilis dan Bacillus licheniformis telah diisolasi dari kambing dan ayam yang
dicurigai menjadi penyebab kasus keracunan makanan. Organisme-organisme ini
menghasilkan racun yang sangat tahan panas yang mungkin mirip dengan racun
penyebab muntah yang diproduksi oleh Bacillus cereus.

C.   Pewarnaan Spora
Spora bakteri adalah endospora. Endospore tersebut dapat mudah dilihat
sebagai benda-benda intraseluler yang refraktil dalam suspense sel yang tidak
dicat atau sebagai daerah kosong (tidak berwarna) dalam preparat yang dicat
secara konvensional. Dinding spora itu relatif tidak permeable, tetapi zat-zat
warna dapat diserapkan ke dalamnya dengan jalan memanaskan preparat tersebut.
Sifat tidak permeable ini mencegah dekolorisasi spora oleh alcohol bila
diperlakukan dalam waktu yang sama. Seperti pada dekolorisasi sel – sel
vegetative. Bagian vegetative sel ini dapat dicat dengan warna kontras. Spora
biasanya dicat dengan zat warna hijau malakhit atau karbolfuksin.
Beberapa macam cara pengecatan spora adalah sebagai berikut :
Cara pengecatan spora menurut klein
1.    Biakan bakteri berspora yang berumur 48-72 jam disuspensi dalam larutan garam
fisiologis.
2.    Ke dalam suspensi tersebut ditambahkan larutan karbolfuksin, kemudian
dipanaskan dalam penangas air pada suhu 80oC selama 10 menit.
3.    Dari suspensi yang berwarna ini dibuat film yang tipis diatas kaca objek, setelah
kering difiksasi.
4.    Selanjutnya preparat dicelupkan beberapa detik dalam asam sulfat 1%, disusul
dengan pencucian dengan air.
5.    Akhirnya dicat dengan larutan metilen biru (methylen blue) selama 3 menit,
dicuci dengan air dan dikeringkan.
Hasil pengecatan : spora berwarna merah dan sel bakteri berwarna biru.
Pengecatan spora dengan cara lain
1.    Pengecatan Zielh-Neelsen dengan sedikit modifikasi. Dalam hal ini dekolorisasi
hanya dilakukan dengan alcohol. Hasil pengecatannya adalah spora berwarna
merah dan sel bakteri berwarna biru.
2.    Film preparat disiram dengan lauran hijau malakhit jenuh (kira-kira 7,6%) dan
ditunggu selama 10 menit sambil sewaktu-waktu dipanaskan, kemudian dicuci
dengan air selama 10 detik. Pengecatan dilanjutkan dengan larutan safranin dalam
air (0,25%) selama 15 detik. Akhirnya dicuci dengan air dan keringkan. Hasil
pengecatan adalah spora berwarna hijau dan sel berwarna merah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari spora dari preparat
pengecatan adalah sebagai berikut.
1.    Letak spora dalam sel kemungkinan adalah sebagai terminal, subterminal atau
sentral.
2.    Bentuk spora bulat atau lonjong.
3.    Adanya spora dapat mengubah bentuk sel. Dalam hal letak spora terminal, bila
terdapat spora yang mengubahbentuk bakteri, dan spora menonjol keluar, maka
bentuknya seperti pemukul tambur (Clostridium tetani). Bila letaknya sentral atau
subterminal, dan diameter spora lebih besar dari diameter sel bakteri, maka
bentuknya seperti kumparan. Pembentukan spora bakteri hanya terdapat pada
beberapa spesies saja, khususnya yang termasuk family Bacillaceae. Family ini
terdiri dari tiga genera, yaitu sebagai berikut.
a.    Genus Bacillus atau Sporolactobacilus yang hidupnya aerob.
b.    Genus Clostridium yang hidupnya anaerob.
c.    Genus Sporosarcina dari golongan kokus yang aerob.
Hubungan antara bakteri berspora dengan kehidupan manusia adalah
bahwa jenis-jenis bakteri ini dapat menimbulkan penyakit dan mengkontaminasi
makanan, sehingga menimbulkan perubahan pada sifat asli makanan, sehingga
menimbulkan keracunan makanan, dan sebagainya.
Masalah lain yang perlu diperhatikan adalah kecenderungan
mikroorganisme berspora kehilangan kesanggupannya membentuk spora.
Keadaan tidak berspora ini dapat bersifat tetap, tetapi dapat pula merupakan reaksi
sementara terhadap lingkungan. Sebab-sebabnya belum banyak diketahui,
medium pembiakan yang mengandung ekstrak tanah umumnya dapat
mengembalikan sifat-sifatnya semula.
DAFTAR PUSTAKA

Adelberg, Melnick, & Jawetz. 2002. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 25. Penerbit


Buku Kedokteran. EGC.
Irianto, Koes. 2014. Bakteriologi Medis, Mikologi Medis, dan Virologi Medis
(Medical Bacteriology, Medical Micology, and Medical Virologi). Bandung.
Alfabeta, cv. IKAPI.
Arrachman, Khairunnisa. 2016. Jurnal Mikrobiologi Pewarnaan. Semarang.
Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan. Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Ramdan, Imam. 2011. Jurnal Pewarnaan Bakteri. Bandung. Politeknik Tedc
Bandung. Teknik Kimia.

Anda mungkin juga menyukai