Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dan makhluk hidup lainnya sering terpapar/terpajan (exposed) banyak jenis
bahan alami maupun bahan buatan manusia. Jenis bahan tersebut ada yang bersifat racun
ataupun aman. Keracunan berarti keadaan dimana tubuh seseorang sedang mengalami
gangguan diakibatkan suatu zat atau bahan kimia yang tentunya bersifat racun atau tidak
aman. Bahan atau zat yang beracun ini disebut toksik, sedangkan ilmu yang mempelajari
batas aman dari bahan kimia adalah toksikologi (Casarett and Doulls, 1996). Toksikologi
lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu
kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi
adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi
dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan
lingkungan (Butler, 1978).
Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan (adverse effects) dari
zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Gabungan antara berbagai efek potensial yang
merugikan serta terdapatnya beraneka ragam bahan kimia di lingkungan kita membuat
toksikologi sebagai ilmu yang sangat luas (Kusnoputranto, 1996). Selanjutnya juga
dinyatakan bahwa toksikologi lingkungan umumnya merupakan suatu studi tentang efek dari
polutan terhadap lingkungan hidup serta bagaimana hal ini dapat mempengaruhi ekosistem.
Dengan demikian pembahasan mengenai toksikologi lingkungan merupakan bahasan yang
sangat kompleks.
Semua zat beracun ataupun metabolitnya tentu akan kembali memasuki lingkungan,
sehingga kualitas lingkungan akhirnya bertambah buruk dengan terdapatnya berbagai racun.
Dapat dipahami bahwa, baik racun maupun kontaminan lingkungan dengan zat berbahaya
bukanlah hal yang baru. Sejak beberapa puluh tahun yang lalu, duniapun sudah sepakat
bekerja sama untuk membuat lingkungan menjadi tempat yang tidak berbahaya untuk dihuni.
Perhatian dunia terhadap toksikologi lingkungan didasarkan atas hasil inventarisasi
ataupun perkiraan jumlah produksi zat kimia yang semakin meningkat. Butler
mengemukakan, pada tahun 1978 saja diperkirakan terdapat 300.000 zat kimia yang
digunakan di seluruh dunia dan jumlah ini diperkirakan bertambah setiap tahun dengan 1.000
– 2.000 jenis (Soemirat, 2009).

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 1


Toksikologi lingkungan dibahas dalam kimia lingkungan karena berhubungan dengan
adanya perubahan lingkungan yang disebabkan oleh kehadiran zat kimia. Beberapa bahasan
yang dibahas dalam toksikologi lingkungan umumnya yang berhubungan dengan uji
toksisitas, yaitu menggunakan pengujian zat kimia terhadap makhluk hidup. Toksikologi
lingkungan juga membahas tentang cara dan mekanisme masuknya zat kimia dan daya
racunnya yang mempengaruhi makhluk hidup sehingga dihasilkan data tentang pengaruh
fisiologi dan biokimia terhadap makhluk hidup yang akan dapat dipergunakan sebagai
rujukan dan pembenaran ilmiah terhadap bagian-bagian tubuh makhluk hidup yang
dipengaruhi oleh daya racun suatu zat kimia.
Kebutuhan akan toksikologi lingkungan meningkat ditinjau dari : Proses Modernisasi
yang menaikan harga konsumsi sehingga produksi juga harus meningkat, dengan demikian
industrialisasi dan penggunaan energi akan meningkat yang tentunya akan meningkatkan
rIsiko toksikologis.
Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang akan
menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat. Buangan ini
tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang mengakibatkan resiko
pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan meningkat.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui Hubungan Bahan
Xenobiotik dan Lingkungan.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya adalah untuk mengetahui Kepedulian Masyarakat
Terhadap Bahan Xenobiotik.

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 2


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Xenobiotik
Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing. Jadi xenobiotik adalah
zat asing yang masuk dalam tubuh manusia. Contohnya adalah obat – obatan, insektisida, zat
kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat karsinogen lainnya.
Selain itu xenobiotik dapat berarti suatu bahan kimia yang ditemukan dalam suatu
organisme tetapi biasanya tidak diproduksi atau diharapkan untuk hadir didalamnya.
Xenobiotik juga dapat diartikan sebagai zat yang hadir dalam konsentrasi jauh lebih tinggi
daripada yang biasanya. Secara spesifik, obat – obatan seperti antibiotik dapat menjadi
xenobiotik pada manusia karena tubuh manusia tidak menghasilkan mereka sendiri, bukan
pula bagian dari diet normal.
Xenobiotik istilah ini juga digunakan untuk merujuk kepada organ dicangkokkan dari
satu spesies yang lain. Sebagai contoh, beberapa penelitian berharap bahwa hati dan organ
lainnya dapat ditransplantasikan dari babi ke manusia.
Berdasarkan sumbernya xenobiotik dapat dibagi menjadi dua macam yaitu xenobiotik
alami dan buatan. Xenobiotik alami adalah zat yang secara alami terdapat pada tumbuhan
dan hewan dan sebenarnya merupakan salah satu mekanisme dari tumbuhan dan hewan
tersebut untuk melawan serangan dari predatornya. Sedangkan xenobiotik buatan adalah
xenobiotik yang dibuat oleh manusia secara sintetis ataupun sampah dari suatu produksi yang
dibuang kelingkungan.
Di dalam lingkungan dikenal zat xenobiotik yaitu zat yang asing bagi tubuh, dapat
diperoleh dari luar tubuh (eksogen) maupun dari dalam tubuh (endogen). Xenobiotik yang
dari luar tubuh dapat dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas manusia dan masuk ke
dalam lingkungan. Bila organisme terpajan oleh zat xenobiotik maka zat ini akan masuk ke
dalam organisme dan dapat menimbulkan efek biologis.

B. Sumber – Sumber Xenobiotik


a. Limbah Industri
Limbah industri sangat potensial sebagai penyebab terjadinya pencemaran air.
Pada umumnya limbah industri mengandung limbah B3, yaitu bahan berbahaya dan

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 3


beracun. Menurut PP 18 tahun 99 pasal 1, limbah B3 adalah sisa suatu usaha atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang dapat mencemarkan atau
merusak lingkungan hidup sehingga membahayakan kesehatan serta kelangsungan hidup
manusia dan mahluk lainnya. Tembaga, timbal, perak, khrom, arsen dan boron adalah
zat-zat yang dihasilkan dari proses industri pelapisan logam seperti Hg, Zn, Pb, Cd dapat
mencemari tanah. Merupakan zat yang sangat beracun terhadap mikroorganisme. Jika
meresap ke dalam tanah akan mengakibatkan kematian bagi mikroorganisme yang
memiliki fungsi sangat penting terhadap kesuburan tanah.
b. Limbah Pertanian
Limbah pertanian Pupuk dan pestisida biasa digunakan para petani untuk merawat
tanamannya. Namun pemakaian pupuk dan pestisida yang berlebihan dapat mencemari
air. Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma air
seperti ganggang dan eceng gondok. Pertumbuhan gulma air yang tidak terkendali ini
menimbulkan dampak seperti yang diakibatkan pencemaran oleh deterjen. Limbah
pertanian dapat berupa sisa-sisa pupuk sintetik untuk menyuburkan tanah atau tanaman,
misalnya pupuk urea dan pestisida untuk pemberantas hama tanaman. Penggunaan pupuk
yang terus menerus dalam pertanian akan merusak struktur tanah, yang menyebabkan
kesuburan tanah berkurang dan tidak dapat ditanami jenis tanaman tertentu karena hara
tanah semakin berkurang. Dan penggunaan pestisida bukan saja mematikan hama
tanaman tetapi juga mikroorga-nisme yang berguna di dalam tanah. Padahal kesuburan
tanah tergantung pada jumlah organisme di dalamnya. Selain itu penggunaan pestisida
yang terus menerus akan mengakibatkan hama tanaman kebal terhadap pestisida tersebut.
c. Limbah Domestik
Limbah domestik atau Limbah rumah tangga mengandung limbah domestik
berupa sampah organik dan sampah anorganik serta deterjen. Sampah organik adalah
sampah yang dapat diuraikan atau dibusukkan oleh bakteri. Contohnya sisa-sisa sayuran,
buah-buahan, dan daun-daunan. Sedangkan sampah anorganik seperti kertas, plastik,
gelas atau kaca, kain, kayu-kayuan, logam, karet, dan kulit. Sampah – sampah ini tidak
dapat diuraikan oleh bakteri (non biodegrable). Sampah organik yang dibuang ke sungai
menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen terlarut, karena sebagian besar digunakan
bakteri untuk proses pembusukannya. Apabila sampah anorganik yang dibuang ke

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 4


sungai, cahaya matahari dapat terhalang dan menghambat proses fotosintesis dari
tumbuhan air dan alga yang menghasilkan oksigen.
Berdasarkan sumbernya xenobiotik alami dibagi menjadi 2 yakni :
a. Xenobiotik dari Flora
1) Kacang merah (Phaseolus vulgaris)
Racun alami yang dikandung oleh kacang merah disebut fitohemaglutinin
(phytohaemagglutinin), yang termasuk golongan lektin. Keracunan makanan oleh
racun ini biasanya disebabkan karena konsumsi kacang merah dalam keadaan mentah
atau tidak dimasak kurang sempurna. Gejala keracunan yang ditimbulkan antara lain
adalah mual, muntah, dan nyeri perut yang diikuti oleh diare. Telah dilaporkan bahwa
pemasakan yang kurang sempurna dapat meningkatkan toksisitas sehingga jenis
pangan ini menjadi lebih toksis daripada jika dimakan mentah. Untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya keracunan akibat konsumsi kacang merah, sebaiknya kacang
merah mentah direndam dalam air bersih selama minimal 5 jam, air rendamnya
dibuang, lalu direbus dalam air bersih sampai mendidih selama 10 menit, lalu di
diamkan selama 45 – 60 sampai teksturnya lembut.
2) Singkong
Singkong mengandung senyawa yang berpotensi beracun yaitu linamarin dan
lotaustralin. Keduanya termasuk golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat
pada semua bagian tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan daun. Singkong
dibedakan atas dua tipe, yaitu pahit dan manis. Singkong tipe pahit mengandung
kadar racun yang lebih tinggi daripada tipe manis. Jika singkong mentah atau yang
dimasak kurang sempurna dikonsumsi, maka racun tersebut akan berubah menjadi
senyawa kimia yang dinamakan hydrogen sianida yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan. Singkong manis mengandung sianida kurang dari 50 mg/kg, sedangkan
yang pahit mengandung sianida lebih dari 50 mg/kg. Meskipun sejumlah kecil sianida
masih dapat ditoleransi oleh tubuh, jumlah sianida yang masuk ketubuh tidak boleh
melebihi 1 mg/kg berat badan per hari. Gejala keracunan sianida antara lain meliputi
penyempitan saluran pernapasan, mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus
berat dapat menimbulkan kematian. Untuk mencegah keracunan singkong, sebelum
dikonsumsi sebaiknya singkong dicuci untuk menghilangkan tanah yang menempel,

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 5


kulitnya dikupas, dipotong, direndam dalam air bersih yang hangat selama beberapa
hari, dicuci lalu dimasak sempurna, baik itu dibakar atau direbus. Singkong tipe
manis hanya memerlukan pengupasan dan pemasakan untuk mengurangi kadar
sianida ketingkat non toksik. Singkong yang umum dijual dipasaran adalah singkong
tipe manis.
3) Pucuk bambu (Rebung)
Racun alami pada pucuk bambu termasuk dalam golongan glikosida sianogenik.
Untuk mencegah keracunan akibat mengonsumsi pucuk bambu, maka sebaiknya
pucuk bambu yang akan dimasak terlebih dahulu dibuang daun terluarnya, di iris
tipis, lalu direbus dalam air mendidih dengan penambahan sedikit garam selama 8 –
10 menit. Gejala keracunannya mirip dengan keracunan singkong, antara meliputi
penyempitan saluran pernapasan, mual, muntah, dan sakit kepala.
4) Biji buah – buahan
Contoh biji buah – buahan yang mengandung racun glikosida sianogenik adalah
apel, apricot, per, plum, ceri, dan peach. Walaupun bijinya mengandung racun, tetapi
daging buahnya tidak beracun. Secara normal, kehadiran glikosida sianogenik itu
sendiri tidak membahayakan. Namun, ketika biji segar buah – buahan tersebut
terkunya, maka zat tersebut dapat berubah menjadi hydrogen sianida, yang bersifat
racun. Gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan singkong dan pucuk
bambu. Dosis letal sianida berkisar antara 0,5 – 3,0 mg/kg berat badan. Sebaiknya
tidak dibiasakan mengkonsumsi biji dari buah – buahan tersebut diatas. Bila anak –
anak menelan sejumlah kecil saja biji – biji buah – buahan tersebut, maka dapat
timbul gejala keracunan dan pada sejumlah kasus dapat berakibat fatal.
5) Kentang
Racun alami yang dikandung oleh kentang termasuk dalam golongan
glikoalkaloid dengan dua macam racun utamanya, yaitu solanin dan caconine.
Biasanya racun yang dikandung oleh kentang berkadar rendah dan tidak
menimbulkan efek yang merugikan bagi manusia. Meskipun demikian, kentang yang
berwarna hijau, bertunas, dan secara fisik telah rusak atau membusuk dapat
mengandung kadar glikoalkaloid dalam kadar yang tinggi. Racun tersebut terutama
pada daerah yang berwarna hijau, kulit, atau daerah dibawah kulit. Kadar

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 6


glikoalkaloid yang tinggi dapat menimbulkan rasa pahit dan gejala keracunan berupa
rasa seperti terbakar dimulut, sakit perut, mual, dan muntah. Sebaiknya kentang
disimpan ditempat yang sejuk, gelap, dan kering, serta dihindarkan dari paparan sinar
matahari atau sinar lampu. Untuk mencegah terjadinya keracunan, sebaiknya kentang
dikupas kulitnya dan dimasak sebelum dikonsumsi.
6) Tomat hijau
Tomat mengandung racun alami yang termasuk golongan glikoalkaloid. Racun ini
menyebabkan tomat hijau berasa pahit saat dikonsumsi. Untuk mencegah terjadinya
keracunan, sebaiknya hindari mengkonsumsi tomat hijau dan jangan pernah
mengkonsumsi daun dan batang tanaman tomat.
7) Parsnip (semacam wortel)
Parsnip mengandung racun alami yang disebut furokumarin (furocoumarin).
Senyawa ini dihasilkan sebagai salah satu cara tanaman mempertahankan diri dari
hama serangga. Kadar racun tertinggi biasanya terdapat pada kulit atau lapisan
permukaan tanaman atau di sekitar area yang rusak. Racun tersebut anatara lain dapat
menyebabkan sakit perut dan nyeri pada kulit jika terkena sinar matahari. Kadar
racun dapat berkurang karena proses pemanggangan atau perebusan. Lebih baik bila
sebelum dimasak, Parsnip dikupas terlebih dahulu.
8) Seledri
Seledri mengandung senyawa psoralen, yang termasuk ke dalam golongan
kumarin. Senyawa ini dapat menimbulkan sensitivitas pada kulit jika terkena sinar
matahari. Untuk menghindari efek toksik psoralen, sebaiknya hindari terlalu banyak
mengkonsumsi seledri mentah, dan akan lebih aman jika seledri dimasak sebelum
dikonsumsi karena psoralen dapat terurai melalui proses pemasakan.
9) Zuchini (semacam kentimun)
Zuchini mengandung racun alami yang disebut kukurbitasn (cucurbitacin). Racun
ini menyebabkan Zuchini berasa pahit. Namun yang telah dibudidayakan (bukan wild
type) jarang yang berasa pahit. Gejala keracunan Zuchini meliputi muntah, kram
perut, diare, dan pingsan. Sebaiknya hindari mengkonsumsi Zuchini yang berbau
tajam dan berasa pahit.

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 7


10) Bayam
Asam oksalat secara alami terkandung dalam kebanyakan tumbuhan, termasuk
bayam. Namun, karena asam oksalat dapat mengikat nutrien yang penting bagi tubuh,
maka konsumsi makanan yang banyak mengandung asam oksalat dalam jumlah besar
dapat mengakibatkan defisiensi nutrient, terutama kalsium. Asam oksalat merupakan
asam kuat sehingga dapat mengiritasi saluran pencernaan, terutama lambung. Asam
oksalat juga berperan dalam pembentukan batu ginjal. Untuk menghindari pengaruh
buruk akibat asam oksalat, sebaiknya kita tidak mengkonsumsi makanan yang
mengandung senyawa ini terlalu banyak.
11) Oleander
Oleander adalah salah satu tanaman yang paling beracun di dunia dan
mengandung sejumlah komponen racun yang banyak diantaranya yang bisa
menimbulkan kematian, khususnya pada anak – anak. Racun paling penting dalam
bunga oleander adalah oleandrin dan nerrine yang berhubungan dengan glikosid
jantung. Racun – racun tersebut terdapat pada bagian getah yang tampilannya
berwarna putih seperti susu. Jika memapar kulit manusia, getah ini bias menghalangi
kulit jadi kebas dan mati rasa. Ada keyakinan bahwa oleander mengandung beberapa
senyawa berbahaya yang belum diketahui atau belum diteliti. Kulit kayu oleander
mengandung rosagenin yang diketahui memiliki efek mirip strychnine. Keseluruhan
bagian tanaman yang mengandung racun tersebut menyebabkan reaksi merugikan,
baik bagi manusia maupun hewan. Oleander juga diketahui dapat menyimpan
racunnya meski dikeringkan. Diyakini bahwa 10-20 helai daun yang dikonsumsi oleh
orang dewasa dapat menyebabkan reaksi merugikan dan satu helai daun cukup untuk
dijadikan senjata mematikan jika dimakan oleh anak kecil atau bayi. Di Amerika
Serikat, menurut Toxic Exposure Surveilance System (TESS), pada 2002 diketahui
847 orang keracunan akibat berhubungan dengan oleander.
b. Xenobiotik Alami dari Flora
1) The Lazy Clown
Binatang ini hidup di hutan amazon, selatan Brazil. Binatang ini adalah anggota
serangga”Lonomia”. Nama asli dari hewan ini adalah Taturana Tatarana. Binatang
sejenis ini banyak kita jumpai di pohon – pohon tetapi berbeda dari ulat pohon biasa.

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 8


Duri di tubuhnya sebanyak ratusan dimana didalam duri tersebut menyimpan racun
“ANTICOAGULANT”. Racun ini bias memecah belah dan menghancurkan susunan
sel darah kita.
2) Box “COFFIN” Jellyfish
Nama lain dari binatang ini yaitu Chironex Fleckeri. Binatang ini adalah
merupakan ubur – ubur kecil berukuran sekitar 40cm. binatang unik ini mempunyai
24 pasang mata dan pada tentaclenya membawa ribuan Nematocyst. Apabila terkena
racun ini korban akan merasakan seperti ditusuk – tusuk ribuan jarum kecil, yang
akan sangat menyiksa tubuh. Racun hewan ini bias membunuh dalam hitungan menit
atau detik.
3) The Cone Snail
Dilihat dari bentuknya, memang tidak keliatan berbahaya. Tetapi sebenarnya
binatang ini sangat beracun. Sumber racunnya berada di ujung pangkal mulutnya dan
racunnya lebih dari cukup untuk membunuh hanya dalam waktu 4 menit saja. Racun
tersebut ditembakan seperti panah yang bahkan mampu menembus baju selam yang
cukup tebal. Efeknya apabila korban terkenan racun ini adalah syaraf – syaraf
didalam tubuh akan menjadi malfungsi, sang korban akan menjadi beku seketika
dimana tidak ada satupun otot yang akan bias digerakkan.
4) Stone Fish
Binatang ini bias dibilang sangat tidak agresif, tidak seperti hewan pembunuh
ppada umumnya. Dia biasanya hanya berdiam diri saja, tidak melakukan apa – apa
selain berenang. Tetapi racun pada duri yang hamper ada pada seluruh tubuhnya juga
cukup mematikan. Efek yang timbul dari racun pada ikan ini juga mengerikan.
Apabila sang korban terkena racunnya, korban tersebut akan sangat tersiksa dan
korban akan berpikir lebih baik mengamputasi bagian tubuhnya yang terkenan
tersebut daripada tersiksa.

C. Zat Xenobiotik berupa Racun Logam dan Non-Logam


Zat Xenobiotik berupa Racun Logam dan Non-Logam Racun logam sebagai zat
xenobiotik dapat dikelompokkan menjadi:
1. Logam berat dan logam ringan;

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 9


2. Logam esensial dan non esensial;
3. Logam yang terdapat hanya sedikit (trace mineral) dan bukan trace mineral.
Logam dapat memasuki tubuh manusia lewat inhalasi ataupun oral. Absobsi per inhalasi
dapat terjadi apabila logam berbentuk debu yang cukup halus antara 2-5 µ. Selain itu logam
yang di absorbsi lewat gastero-intestinal, akan berdifusi pasif ataupun katalis maupun aktif
dan ditranspor ke organ target ataupun bereaksi sehingga terjadi berbagai transformasi
senyawa logam, sehingga efeknya menjadi beragam. Logam bila tidak diakumulasi oleh
tubuh akan diekskresikan lewat berbagai organ seperti ginjal, usus, rambut, kuku, dan lain-
lain. Toksisitas logam dapat bersifat akut jika dosisnya tinggi dalam waktu pemaparan
pendek dengan portal of entry dengan cepat juga dapat bersifat kronis jika dalam dosis
rendah dengan paparan menahun serta gejala tidak mendadak dan seluruh organ dapat
terkena dampak.
Untuk racun non logam sendiri terdapat pada PAH, DDT, DDE, dioxin, Terklorinasi, dan
lain-lain. DDT dan derivatifnya Dde lah yang terkenal sebagai insektisida yang persisten
yang merupakan hidrokarbon terklorinasi. DDT juha dapat menambah racun lebih banyak ke
lingkungan.

D. Efek Berbagai Xenobiotik di Tubuh


Efek Berbagai Xenobiotik di Tubuh Sistem kekebalan tubuh berfungsi sebagai sistem
pertahanan alami tubuh untuk melindunginya dari bahan kimia xenobiotik; agen infeksi,
seperti virus atau bakteri; dan sel-sel neoplastik yang merespon jaringan kanker. Xenobiotik
dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuannya untuk mengontrol
proliferasi sel dan mengakibatkan leukemia atau limfoma. Racun dapat menyebabkan sistem
kekebalan tubuh alergi atau hipersensitivitas. Kondisi seperti ini terjadi ketika sistem
kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap keberadaan agen asing atau metabolitnya
dengan cara merusak diri sendiri.
Di antara bahan xenobiotik yang dapat menyebabkan reaksi seperti berilium, kromium,
nikel, formaldehida, beberapa jenis pestisida, resin, dan plasticizer. Kadmium adalah logam
yang sangat toksik dan dapat terakumulasi cukup besar pada organisme hidup karena mudah
diadsorpsi dan mengganggu sistem pernapasan serta pencernaan. Jika teradsorpsi ke dalam
sistem pencernaan dan sistem paru-paru, kadmium akan membentuk kompleks dengan

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 10


protein sehingga mudah diangkut dan menyebar ke hati dan ginjal bahkan sejumlah kecil
dapat sampai ke pankreas, usus, dan tulang. Selain itu, kadmium juga akan mengganggu
aktivitas enzim dan sel. Hal ini akan menimbulkan tetratogenik, mutagenik, dan karsinogenik
(Szymczyk dan Zalewski, 2003).
Cadmium masuk kedalam tubuh bisa melalui berbagai cara yaitu dari pernafasan (dari
asap rokok dan kendaraan), bisa melalui oral (makanan), dan bisa melalui suntikan kedaerah
kulit. Menurut WHO jumlah Cd yang dapat diterima oleh tubuh manusia adalah sebanyak
mikrogram setiap kilogram berat badan setiap hari. Batasan toleransi Cd dalam ginjal pda
manusia adalah 200 ppm, bila batas tersebut terlewati akan timbul efek-efek tertentu.
Keracunan Cd pada hewan akan membuat Cd tertimbun didalam hati dan korteks ginjal.
Apabila terjadi keracunan akut akan ditemukan penimbunan logan Cd di dalam hati.
Keracunan kronis Cd akan ditimbun di dalam bermacam-macam organ tubuh terutama di
dalam ginjal, hati, dan paru-paru, tetapi juga ditimbun di dalam pankreas, jantung, limpa, alat
kelamin dan jaringan adiposa.
Cadmium yang masuk ke dalam tubuh biasanya akan tertimbun di dalam organ target
yang paling banyak menyerap Cd yaitu hati dan ginjal. Karbon monoksida, rumus kimia CO
adalah gas yang tak berwarna, tak berbau, dan tak berasa. Ia terdiri dari satu atom karbon
yang secara kovalen berikatan dengan satu atom oksigen Dalam ikatan ini, terdapat dua
ikatan kovalen dan satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan oksigen. Karbon
monoksida dihasilkan dari pembakaran tak sempurna dari senyawa karbon sering terjadi pada
mesin pembakaran dalam. Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen
dalam proses pembakaran. Karbon monoksida mudah terbakar dan menghasilkan lidah api
berwarna biru, menghasilkan karbon dioksida. Walaupun ia bersifat racun, CO memainkan
peran yang penting dalam teknologi modern, yakni merupakan prekursor banyak senyawa
karbon. Nitrogen oksida (NOx) adalah senyawa gas yang terdapat di udara bebas (atmosfer)
yang sebagian besar terdiri atas nitrit oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO 2 ) serta
berbagai jenis oksida dalam jumlah yang lebih sedikit. Kedua macam gas tersebut
mempunyai sifat yang sangat berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. Gas
NO yang mencemari udara secara visual sulit diamati karena gas tersebut tidak bewarna dan
tidak berbau. Sedangkan gas NO 2 bila mencemari udara mudah diamati dari baunya yang

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 11


sangat menyengat dan warnanya merah kecoklatan. Sifat Racun (toksisitas) gas NO 2 empat
kali lebih kuat dari pada toksisitas gas NO. (The Chemistries)

E. Xenobiotik di Lingkungan
Zat xenobiotik adalah masalah untuk sistem pengolahan limbah, karena jumlahnya
banyak, dan masing – masing akan menghadirkan masalah sendiri tentang cara
menghilangkannya. Beberapa zat xenobiotik tahan terhadap degradasi. Xenobiotik seperti
polychlorinated bipheyls (PCB), polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH), dan
trichloroethylene (TCE) terakumulasi di lingkungan karena sifat bandelnya dan telah menjadi
masalah lingkungan karena toksisitas dan akumulasi mereka. Ini terjadi terutama di
lingkungan bawah permukaan sumber air, serta dalam sistem biologis, yang berpotensi
berdampak pada kesehatan manusia.
Beberapa sumber utama polusi dan pengenalan xenobiotik ke lingkungan berasal dari
industri besar seperti obat – obatan, bahan bakar fosil pemutihan pulp dan kertas serta
pertanian. Misalnya, mereka dapat berupa organoklorida sintetik seperti plastic dan pestisida
atau bahan kimia organic yang terjadi secara alami seperti polycyclic aromatic hydrocarbon
(PAH) dan beberapa fraksi minyak mentah dan batubara.
Mikroorganisme dapat menjadi solusi yang layak untuk pencemaran lingkungan oleh
produksi xenobiotik, sebuah proses yang dikenal sebagai bioremediasi. Mikroorganisme
mampu beradaptasi dengan xenobiotik yang diperkenalkan ke lingkungan melalui transfer
gen horizontal, untuk memanfaatkan senyawa seperti sumber energi. Proses ini dapat diubah
lebih lanjut untuk memanipulasi jalur metabolisme mikroorganisme untuk mendegradasi
xenobiotik berbahaya dalam kondisi lingkungan spesifik pada tingkat yang lebih diinginkan.
Mekanisme bioremediasi meliputi rekayasa genetika dan mengisolasi mikroba pendegradasi
xenobiotik yang terjadi secara alami. Penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi gen
yang bertanggung jawab atas kemampuan mikroorganisme untuk memetabolisme xenobiotik
tertentu dan telah disarankan agar penelitian ini dapat digunakan untuk tujuan ini. Tidak
hanya jalur saat ini dapat direkayasa untuk diekspresikan dalam organisme lain, tetapi
penciptaan jalur baru adalah pendekatan yang memungkinkan.
Xenobiotik mungkin terbatas di lingkungan dan sulit diakses di berbagai bidang seperti
lingkungan bawah permukaan. Organisme perusak dapat direkayasa untuk meningkatkan

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 12


mobilitas untuk mengakses senyawa ini, termasuk kemotaksis yang ditingkatkan. Salah satu
batasan dari proses bioremediasi adalah kondisi optimal diperlukan untuk berfungsi
metabolism mikroorganisme tertentu dengan baik, yang mungkin sulit dipenuhi dalam
lingkungan. Dalam beberapa kasus, mikroorganisme tunggal mungkin tidak mampu
melakukan semua proses metabolisme yang diperlukan untuk degradasi senyawa xenobiotik
dan oleh karena itu “konsorsium bakteri syntrophic” dapat digunakan. Dalam kasus ini,
sekelompok bakteri bekerja bersamaan, menghasilkan produk buntu dari satu organism yang
selanjutnya terdegradasi oleh organisme lain. Dalam kasus lain, produk satu mikroorganisme
dapat menghambat aktivitas lainnya, dan karenanya keseimbangan harus dijaga.
Banyak xenobiotik menghasilkan berbagai efek biologis, yang digunakan ketika mereka
ditandai menggunakan bioassay. Sebelum mereka didaftarkan untuk dijual di sebagian besar
Negara, pestisida xenobiotik harus menjalani evaluasi ekstensif untuk faktor – faktor risiko,
seperti toksisitas terhadap manusia, ekotoksisitas, atau ketekunan dalam lingkungan,
herbisida kloransulam-metil ditemukan terdegradasi relatif cepat di tanah.

F. Studi Kasus Hubungan Paparan Pestisida Dengan Kandungan Arsen (As) Dalam Urin
dan Kejadian Anemia
(Studi : Pada Petani Penyemprot Pestisida di Kabupaten Brebes) Oleh: Elanda Fikri,
Onny Setiani, Nurjazuli- Universitas Diponegoro Arsen (As) adalah salah satu logam toksik
yang sering diklasifikasikan sebagai logam. Beberapa senyawa Arsen (As) tidak bisa larut di
perairan dan akhirnya akan mengendap di sedimen. Senyawa arsen pada awalnya digunakan
sebagai pestisida dan hibrisida, sebelum senyawa organic ditemukan, dan sebagai pengawet
kayu (Copper Chromated Arsenic (CCA). Lokasi kasus ini yaitu di Desa Kemukten,
Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes. Jumlah penduduk daerah itu jiwa. Mata pencaharian
di desa tersebut 89% adalah petani. Penelitian ini menggunakan analisa univariat dan
bivariat. Studi ini memilki beberapa variabel yaitu variabel bebas berupa faktor resiko
dengan variable terikat berupa efek dan populasi petani penyemprot. Proses ekokinetika dari
paparan pestisida dengan kandungan arsen ini adalah berasal dari sumber berupa pestisida,
air minum, bahan makanan serta industri peleburan logam. Selain itu, paparan juga dapat
melewati media berupa udara air dan makanan. Adapun proses farmakokinetika arsen
didalam tubuh adalah Arsen masuk melalui oral, dermal atau pernapasan. Lalu, masuk ke

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 13


peredarah darah. Kemudian, tertinggal didalam organ spt hati, ginjal, otot, tulang, kulit dan
rambut. Bila terjadi Long Term Eksposure, akan terakumulasi dalam organ target dan
menimbulkan efek: Karsinogenik, Mutgenik dan Teratogenik. Berdasarkan analisis univariat
didapatkan standar NAB As dalam Urin < 35 µg/l. sedangkan pada penelitian hasil yang
didapatkan adlah Kadar As paling tinggi 14,45 µg/l, Kadar As paling rendah 1,40 µg/l
dengan rata-rata As 5,1137 µg/l. Berdasarkan Kadar Hb dari narasumber dalam penelitian ini
paling tinggi 16,8 gr % dengan kadar Hb paling rendah 11,3 gr% dan rata-rata kadar Hb
14,159 gr%. Jika dibandingkan standar WHO, pengkategorian anemia masih berada dalam
kondisi yang normal. Berdasarkan analisis bivariat didapatkan dengan menguhubungkan
antara dosis pestisida, lama kerja, hubungan As dalam urin dan anemia. Untuk kerja > 3
jam/hari kandungan As dalam urin 5,6335 µg/l, sedangkan kerja < 3 jam/hari.
kandungan As dalam urin 3,7856 µg/l. Paparan Pestisida dengan Kandungan Arsen
dalam Urin dan dipengaruhi oleh waktu atau lama kerja waktu penyemprotan. Hubungan
antara kandungan As dalam urin dengan kejadian Anemia dimana dapat menyebabkan
gangguan kesehatan apabila terdapat dalam jangka waktu yang lama As dapat mengikat Hb
dalam darah. Paparan As tidak signifikan terhadap anemia secara langsung. Bila dikaitkan
dengan variabel pengganggu (seperti merokok pada petani) dapat menyebabkan
kecendrungan anemia. Sehingga tidak ada hubungan yang bermakna dosis pestisida yang
digunakan jumlah kombinasi pestisida lama kerja masa kerja dan intensitas penyemprotan
dengan kandungan Arsen (As) dalam urin pada petani penyemprot. Selain itu, juga tidak ada
hubungan yang bermakna antara kandungan Arsen (As) dalam urin dengan kejadian anemia
pada petani penyemprot pestisida di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes.
Adapun saran yang tepat untuk studi ini adalah dilakukannya sosialisasi kepada masyarakat
khususnya petani mengenai potensi bahaya yang ditimbulkan Arsen di dalam pestisida,
sebaiknya dilakukan pencegahan dini kepada petani dengan cara menggunakan Alat
Pelindung Diri seperti masker, sarung tangan, alat pelindung kepala dan lainnya.

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 14


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing. Jadi xenobiotik
adalah zat asing yang masuk dalam tubuh manusia. Contohnya adalah obat – obatan,
insektisida, zat kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat
karsinogen lainnya.
Xenobiotik berasal dari limbah industri, limbah pertanian dan limbah domestic.
Berdasarkan sumbernya xenobiotik alami dibagi menjadi 2 yakni : xenobiotik alami flora
dan xenobiotik alami fauna.
Zat Xenobiotik berupa Racun Logam dan Non-Logam Racun logam sebagai zat
xenobiotik dapat dikelompokkan menjadi: Logam berat dan logam ringan, Logam
esensial dan non esensial dan Logam yang terdapat hanya sedikit (trace mineral) dan
bukan trace mineral.
Xenobiotik dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh kehilangan
kemampuannya untuk mengontrol proliferasi sel dan mengakibatkan leukemia.
Mikroorganisme dapat menjadi solusi yang layak untuk pencemaran lingkungan
oleh produksi xenobiotik, sebuah proses yang dikenal sebagai bioremediasi.
Mikroorganisme mampu beradaptasi dengan xenobiotik yang diperkenalkan ke
lingkungan melalui transfer gen horizontal, untuk memanfaatkan senyawa seperti sumber
energi. Proses ini dapat diubah lebih lanjut untuk memanipulasi jalur metabolisme
mikroorganisme untuk mendegradasi xenobiotik berbahaya dalam kondisi lingkungan
spesifik pada tingkat yang lebih diinginkan. Mekanisme bioremediasi meliputi rekayasa
genetika dan mengisolasi mikroba pendegradasi xenobiotik yang terjadi secara alami.
Xenobiotik berupa As (arsen) apabila terdapat pada urin dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan anemia.

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 15


B. Saran
1. Sebaiknya kita sebagai manusia selalu memperhatikan zat asing yang masuk pada
tubuh kita agar tidak dapat merusak jaringan dan organ dalam tubuh kita.
2. Selalu memperhatikan zat kimia yang kita gunakan agar tidak membuang
limbahnya sembarang ke lingkungan yang dapat merusak lingkungan itu sendiri
dan makhluk hidup lainnya yang ada lingkungan tersebut.
3. Selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) apabila sedang menggunakan zat
kimia, misalnya sebagai petani apabila sedang menggunakan pestisida sebaiknya
melindungi diri dengan APD seperti masker, sarung tangan, alat pelindung kepala
dan lainnya.

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 16


DAFTAR PUSTAKA
Casarett and Doulls, 1996. Cassaret, 2000. Butler, 1978. Kusnoputranto, 1996 dan Soemirat,
2009 dalam Makalah Toksikologi Lingkungan Xenobiotik Beserta Studi Kasusnya Oleh :
Kelompok III Anggota : Suci Famatrisia Ananda ( ) Denia Wahyu Andani ( ) Ade Septia
Permadani ( ) Dwi Wahyuni Yonanda ( ) Dila Yurianti Rahmah( ) M. Rizqa Putra ( )
Dosen : Rinda Andhita, Mt Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik-Universitas
Andalas Padang 2015.
New Zaeland Food Safety Authority, http://www.nzfa.goyt.nz/consumers/chemicals-nutrients-
additivies-and-toxins/natural/ toxins/index.htm.23 Maret 2010
Novak, W. K., and haslberger, A. G., 2000, Substantional Equvalence of Antinutrients and
Inherent Plant Toxins In Genetically Modified Novel Foods, Food and Chemical
Toxicology, Volume 38 (6) p.473-483
Canadian Food Inspection Agency, July 7, 2009,<
http://www,inspection.gc.ca/English/fssa/concen/specif/fruvegtoxe shtml>. 23 Maret
2010
Venom,J., 1996, Linamarin – The Toxic Compound of Cssava, Journal of Venomous Animals
and Toxins, vol. 2 n. 1
Haxims, March 13, 2010,<http://haxims.blogspot.com/2010/03/hewan-hewan-yang-terlihat-
tidak.html>.23 Maret 2010
Fikri, E, dkk Hubungan Paparan Pestisida Dengan Kandungan Arsen (As) Dalam Urin dan
Kejadian Anemia (Studi: Pada Petani Penyemprot Pestisida di Kabupaten Brebes).
Semarang: Universitas Diponegoro. Soemirat, J Toksikologi Lingkungan. Bandung:
Gadjah Mada University Press.
Makalah Toksikologi Lingkungan Xenobiotik Beserta Studi Kasusnya Oleh : Kelompok III
Anggota : Suci Famatrisia Ananda ( ) Denia Wahyu Andani ( ) Ade Septia Permadani ( )
Dwi Wahyuni Yonanda ( ) Dila Yurianti Rahmah( ) M. Rizqa Putra ( ) Dosen : Rinda
Andhita, Mt Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik-Universitas Andalas Padang
2015.

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 17


TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK VII 18

Anda mungkin juga menyukai