Referat - Terapi Bermain Pada Anak Dengan Disfungsi Keluargaa
Referat - Terapi Bermain Pada Anak Dengan Disfungsi Keluargaa
Oleh:
Pembimbing:
dr. Diyaz Syauki Ikhsan, Sp.KJ
i
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Oleh :
Dosen Pembimbing:
dr. Diyaz Syauki Ikhsan, Sp.KJ
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul ” Terapi Bermain
pada Anak dengan Disfungsi Keluarga”.
Referat ini merupakan salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Psikitri RSUP dr. Moh. Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Diyaz Shauki Ikshan, Sp.KJ,
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporanini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Individu yang menjadi konseli tidak selamanya remaja atau orang dewasa
saja. Tidak menutup kemungkinan individu yang menjadi konseli adalah anak-
anak. Jika anak usia dini mengalami masalah, tentu akan berpengaruh terhadap
perkembangan anak usia dini, di mana anak usia dini berada pada fase golden
age. Pada fase ini anak usia dini sebagai individu dalam masa perkembangan yang
sangat pesat memiliki dorongan untuk melakukan yang terbaik dan beradaptasi
terhadap kesenjangan yang dialami.1
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak usia dini juga memiliki
potensi mengalami masalah.2 Anak-anak ini masih tinggal bersama keluarga
mereka, meskipun untuk beberapa struktur keluarga mungkin telah berubah.
Anak-anak mungkin menjadi korban dari rusak dan kurangnya fungsi keluarga
yang telah terjadi selama beberapa waktu. 3 Anak-anak yang mengalami kesulitan
mengontrol emosionalnya biasanya adalah mereka yang mendapatkan pengalaman
tidak baik pada dua tahun pertama kehidupa..4 Pada saat dewasa, banyak dari
anak-anak ini akan menjadi individu yang acuh tak acuh, benci, cemburu, mudah
marah dan kasar.2
Membutuhkan usaha dan kreatifitas yang lebih pada konselor untuk
memberikan layanan konseling pada anak usia dini yang sedang mengalami
masalah. Hal ini membutuhkan sebuah inovasi dalam memberikan layanan
konseling pada anak usia dini, salah satunya melalui media bermain atau play
therapy.4 Melalui media bermain, akan mendorong munculnya komunikasi
interaktif yang berlandaskan rasa percaya diantara konselor dan konseli, sehingga
konseli mampu mengatur kehidupannya.5 Play therapy merupakan sebuah teori
yang menyatakan bahwa masa kanak-kanak adalah masa bermain, setiap mereka
melakukan banyak aktifitas yang bermuara pada permainan. 6 Hal ini berarti play
therapy dapat digunakan dalam menyembuhkan permasalahan yang dialami oleh
anak usia dini.3
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa play therapy merupakan sebuah
inovasi layanan konseling yang perlu dikembangkan konselor untuk membantu
anak usia dini keluar dari masalahnya. Akan tetapi, saat ini belum banyak
ditemukan tenaga konselor yang secara bidang keahlian, menjadi pihak yang ahli
memberikan layanan konseling dengan teknik play therapy untuk membantu
konseli keluar dari masalahnya.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Disfungsi keluarga adalah suatu situasi terjadinya pertentangan atau
perselisihan antara satu individu dengan individu lainnya, sehingga menyebabkan
hilangnya rasa kasih sayang, kehangatan keluarga dan rasa menghargai. Disfungsi
keluarga dapat berupa kondisi apa pun yang mengganggu fungsi keluarga yang
sehat. Sebagian besar keluarga memiliki beberapa periode waktu di mana
fungsinya terganggu oleh keadaan stres (kematian dalam keluarga, penyakit serius
orang tua, dll). Keluarga sehat cenderung kembali berfungsi normal setelah krisis
berlalu. Namun, dalam keluarga yang mengalami disfungsional, masalah
cenderung kronis sehingga anak-anak tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Pola perilaku negatif orang tua cenderung dominan dalam kehidupan anak-anak
mereka.7
Menurut M. Rutter sebagaimana yang dikemukakan Sarlito W Sarwono,
ciri-ciri disfungsi keluarga adalah sebagai berikut : 8,9
1. Kematian salah satu atau kedua orang tua.
2. Kedua orang tua berpisah atau bercerai.
3. Hubungan kedua orang tua tidak baik.
4. Hubungan orang tua dan anak tidak baik.
5. Kesibukan pekerjaan orang tua.
2
3
2.2.1 Definisi
Landreth berpendapat bahwa bermain sebagai terapi merupakan salah satu
sarana yang digunakan dalam membantu anak mengatasi masalahnya, sebab bagi
anak bermain adalah simbol verbalisasi. Terapi bermain dapat dilakukan didalam
ataupun diluar ruangan. Terapi yang dilakukan didalam ruangan sebaiknya
dipersiapkan dengan baik terutama dengan alat-alat permainan yang akan
digunakan. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa terapi bermain adalah terapi
yang menggunakan alat-alat permainan dalam situasi yang sudah dipersiapkan
untuk membantu anak mengekspresikan perasaannya, baik senang, sedih, marah,
dendam, tertekan, atau emosi yang lain.13
Hasil yang dapat terlihat dari terapi bermain terutama pada perubahan
perilaku anak, kepribadian dan fungsi sosialnya. Selain itu, keefektifan
terapi bermain akan meinigkat seiring dengan jumlah sesi yang
dilaksaakan (hingga 35 sesi) dan partisipasi orangtua dalam
mendukung anaknya.22 Bermain merupakan aktivitas
penting pada masa anak-anak. Berikut ini adalah
bererapa hasil yang didapat pada terapi bermain:
1. Perkembangan aspek fisik. Anggota tubuh
mendapat kesempatan untuk digerakkan, anak
dapat menyalurkan tenaga (energi) yang berlebihan,
sehingga ia tidak merasa gelisah. Dengan demikian
otot-otot tubuh akan tumbuh menjadi kuat.
2. Perkembangan aspek motorik kasar dan halus.
3. Perkembangan aspek sosial. Ia akan belajar tentang
sistem nilai, kebiasaan-kebiasaan dan standar
moral yang dianut oleh masyarakat.
4. Perkembangan aspek emosi atau
kepribadian. Anak mendapat kesempatan untuk
melepaskan ketegangan yang dialami, perasaan
tertekan dan menyalurkan dorongan-dorongan
yang muncul dalam dirinya. Setidaknya akan
membuat anak relaks.
5. Perkembangan aspek kognisi. Anak belajar konsep
dasar, mengembangkan daya cipta, memahami
kata-kata yang diucapkan oleh teman-temannya.
6. Mengasah ketajaman penginderaan,
menjadikan anak kreatif, kritis dan bukan anak yang
acuh tak acuh terhadap kejadian disekelilingnya.
7. Sebagai media terapi, selama bermain
perilaku anak-anak akan tampil bebas dan bermain
adalah sesuatu yang secara alamiah sudah dimiliki
oleh seorang anak.
8. Sebagai media intervensi, untuk melatih
kemampuan-kemampuan tertentu dan sering
digunakan untuk melatih konsentrasi pada tugas
tertentu, melatih konsep dasar.
BAB III
KESIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
11
Separation. Pediatrics, 138(6),e20163020.
https://doi.org/10.1542/peds.2016-3020
18. O’Connor, Kevin J. Schaefer, Charles E. Braverman, Lisa D. Handbook of
Play Therapy. 2016. Wiley & Sons,Inc. New Jersey
19. Landreth, G., & Bratton, S. 2019. Child-parent relationship therapy (CPRT):
An Evidence-Based 10-Session Filial Therapy Model (2nd ed.). New York,
NY: Routledge.
20. Gil, E. 2011. Trauma-Focused Integrated Play Therapy (TF-IPT).
Handbook of Child Sexual Abuse, 251–
278.doi:10.1002/9781118094822.ch11
21. Van der Kolk B. 2000. Posttraumatic Stress Disorder And The Nature Of
Trauma. Dialogues in clinical neuroscience, 2(1), 7–22.
22. Bratton, Sue.C, Ray, Dee. Rhine,Tammy. 2005. The Efficacy of Play
Therapy With Children: A Meta-Analytic Review of Treatment Outcomes.
Professional Psychology: Research and Practice. 36(4). pp.376 –390