DISUSUN OLEH:
(P17220173011)
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN STRUMA NODUSA NON TOKSIK (SNNT)
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet
iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran
kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang
dihasilkan.
2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering
terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung
iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol, lobak,
dan kacang kedelai).
2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
2
3. Klasifikasi
Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non- toksik, struma
difusa toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa non-toksik. Dimana
istlah toksik dan nontoksik ini merujuk pada adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid (kelenjar tiroid aktif menghasilkan
hormone tiroid secara berlebihan) dan hipotiroid (produksi hormone tiroid
kurang dari kebutuhan tubuh). Sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih
berfokus kepada bentuk pembesaran kelenjar tiroid.
a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan diseluruh
kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada struma diffusa toksik
(disertai gejala hipertiroidisme) dan struma diffusa non toksik (tanpa tanda
dan gejala hipertiroidisme).
b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar tiroid,
yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut ditandai dengan
benjolan di leher yang bergerak pada saat menelan. Nodul mungkin
tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak
berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma.
Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat
menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita
dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.
1) Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon tiroid
sehingga produksinya berlebihan.
2) Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif menghasilkan
hormon tiroid. sering tidak menampakkan gejala/keluhan karena pasien
tidak mengalami hipotiroidisme ataupun hipertiroidisme.
4. Manifestasi klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat beberapa
manifestasi klinis berupa :
a. Terdapat benjolan di daerah leher
b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.
3
c. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esophagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
d. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
e. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya
denyut nadi.
f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan
5. KOMPLIKASI
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
d. Komplikasi pembedahan :
1) Perdarahan
2) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3) Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi
dengan tekanan.
5) Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7) Trakeumalasia (melunaknya trakea).
6. PATOFISIOLOGI
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang disekresikan
oleh kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya, dipengaruhi oleh tirotropin
releasing hormone (TRH) dari hipothalamus. TSH menyebabkan pertumbuhan,
diferensiasi sel, dan produksi hormon tiroid serta sekresinya oleh kelenjar tiroid.
Tirotropin bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Hormon tiroid dalam
serum (levothyroxine dan triiodothyronine) menyebabkan feedback ke pituitari,
4
yang mengatur produksi TSH. Rangsangan pada reseptor TSH oleh TSH, TSH-
receptor antibodi, atau TSH receptor agonist, seperti chorionic gonadotropin,
bisa menyebabkan struma diffuse. Ketika sejumlah kecil sel tiroid, sel-sel
peradangan, atau sel-sel keganasan bermetastase ke tiroid, bisa terbentuk nodul
tiroid.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk menormalkan
kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus terjadi, bisa terbentuk struma.
Penyebab kekurangan hormon tiroid bisa karena gangguan pada sintesisnya,
kekurangan iodium, dan goitrogen.
Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH receptor
merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari terhadap hormon tiroid,
adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor yang menghasilkan human
chorionic gonadotropin
5
7. PATHWAY
6
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar
normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat
membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara
1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk
mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L.
Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita
dengan penyakit tiroid autoimun :
a) antibodi tiroglobulin
b) antibodi microsomal
c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)
7
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat
ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan patologi
anatomi merupakan standar baku untuk sel tiroid dan memiliki nilai akurasi
paling tinggi. Pengerjaan dengan teknik Biopsi Aspirasi dengan Jarum Halus
atau Fine Needle Aspiration Biopsi (BAJAH/FNAB) harus dilakukan oleh
operator yang sudah berpengalaman. Di tangan operator yang terampil, BAJAH
dapat menjadi metode yang efektif untuk membedakan jinak atau ganas pada
nodul soliter atau nodul dominan dalam struma multinodular. BAJAH
mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas 92%. Bila BAJAH
dikerjakan dengan baik maka akan menghasilkan angka negatif palsu kurang
dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%.
f. Terapi Supresi Tiroksin
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH ialah
dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.
9. PENATALAKSANAAN
a. Konservatif/medikamentosa
Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan sangat awal,
rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif, pada
kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).
1) Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2) Struma toksik :
a) Bed rest
b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-tiroid,
dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir dari
tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4). Diberikan
dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila
menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari
selama 12-18 bulan.
c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin
dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid.
Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak
8
digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam mengurangi
vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama
14 hari.
b. Radioterapi
Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien yang telah
diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi
radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko
tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi
merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya pembesaran
kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa gangguan menelan, suara
parau dan gangguan pernafasan, keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
1) Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
2) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri.
5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal
sinistra dan sebaliknya.
6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan limfoid
pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan nervus
naccessories, vena jugularis eksterna dan interna, musculus
sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus serta kelenjar ludah
submandibularis
9
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SNNT
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan, pekerjaan, no
rm, diagnose medis, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nama penanggung
jawab, alama, umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
b. Status Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher.
Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi keluhan yang dirasakan
pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
2) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena
penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit
gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
c. Pola Kebutuhan
1) Pernafasan : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru
(pada krisis tiroksikosis).
2) Aktivitas/istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan
berat, atrofi otot.
3) Integritas ego : mengalami stress, emosi labil, depresi.
10
4) Makanan dan cairan : kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,
terkadang nafsu makan meningkat, makan sering, kehausan,mual, muntah.
5) Rasa nyaman : adanya rasa nyeri
6) Rasa aman : tidak toleransi terhadap panas, keringat berlebihan.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung meningkat.
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simeris, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan/lepas
b) Mata
Inspeksi : Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil isokor
Palpasi : Tidak ada gangguan
c) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada serumen
Palpasi : Tidak ada gangguan
d) Mulut
Inspeksi : Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi
e) Leher
Palpasi : Ada pembesaran tiroid, ada benjolan, sulit menelan
f) Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Tidak ada gangguan
Perkusi : Sonor
g) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada bengkak
Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit
11
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
h) Genetalia dan Anus
Inspeksi : Bersih
i) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan
j) Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit SNNT antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan
nafas
b. Penurunan curah jantung berhubunga dengan perubahan irama jantung
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
g. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
h. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan
12
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas
a. 1. Respiratory status : a. 1. Airway suction
tidak efektif
b. Ventilation a. Auskultasi suara nafas pasien
berhubungan dengan
c. 2. Respiratory status : b. Monitor status oksigen pasien
benda asing dalam Airway patency c. Berikan oksigen apabila pasien
jalan nafas d. 3. Aspiration Control menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan jalan 2. Airway Management
nafas yang paten a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
(klien tidak merasa chin lift atau jaw thrust bila perlu
tercekik, irama nafas, b. Auskultasi suara nafas, catat
frekuensi pernafasan adanya suara tambahan
dalam rentang c. Monitor respirasi dan status O2
normal, tidak ada d. Posisikan pasien untuk
suara nafas memaksimalkan ventilasi
abnormal. e. Identifikasi pasien perlunya
b. Mampu pemasangan alat jalan nafas
mengidentifikasikan buatan
dan mencegah factor f. Atur intake untuk cairan
yang dapat mengoptimalkan keseimbangan.
menghambat jalan
nafas
13
keperawatan selama 3 x nafsu makan pasien, aktivitas
24 jam diharapkan rasa sehari – hari dan pola tidur
mual klien hilang atau pasien
berkurang. 3. Berikan istirahat dan tidur
Kriteria hasil : yang adekuat
1. Pasien mengatakan 4. Berikan KIE makan sedikit –
rasa mual berkurang sedikit tetapi sering dan
atau tidak mual lagi dalam keadaan hangat
2. Pasien mengatakan 5. Kolaborasi pemberian
tidak muntah antiemetic
3. Tidak ada
peningkatan kelenjar
saliva
4. Pasien dapat
menghindari faktor
penyebab nausea
dengan baik
3 Risiko penurunan Cardiac Pump Cardiac care
curah jantung Effectiveness Vital Sign Monitoring
berhubungan dengan Circulation status 1.Monitor TTV dan keadaan umum
14
berhubungan dengan b. Anxiety level (Pengurangan kecemasan)
c. Coping
kurang terpapar 1. Gunakan pendekatan yang
Setelah dilakukan
informasi menenangkan dan menyakinkan.
tindakan asuhan 2. Dorong pasien mengungkapkan
keperawatan selama 3 x kecemasan yang dialaminya.
24 jam diharapkan 3. Dengarkan pasien dengan penuh
perhatian.
kecemasan klien hilang
4. Kaji tanda kecemasan yang
atau berkurang.
diungkapkan secara verbal maupun
Kriteria hasil :
nonverbal.
dukungan keluarga
5 Nyeri akut
j. 1. Pain level 1. Pain management
berhubungan denga
k. 2. Pain control 2. Analgesic administration
agen pencedera fisik
l. 3. Comfort level
(prosedur operasi) Setelah dilakukan a. Observasi TTV
tindakan asuhan b. Kaji karakteristik nyeri secara
keperawatan selama 3 x komprehensif (penyebab,
24 jam diharapkan nyeri kualitas, intensitas, skala nyeri)
berkurang klien hilang yang diungkapkan secara verbal
atau berkurang. dan nonverbal
c. Berikan posisi yang nyaman
Kriteria hasil : d. Ajarkan teknik relaksasi baik
1. Pasien nafas dalam ataupun distraksi
mengatakan nyeri e. Kolaborasi pemberian obat
berkurang yang analgesik
diekspresikan melalui
15
verbal dan non verbal
2. Mampu
mengontrol nyeri
dengan manajemen
nyeri
16
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
berbicara
4. Mampu
memanajemen
kemampuan fisik
yang dimiliki
5. Mampu menerima ,
memahami dan
menyampaikan
pesan
17
kebutuhan pasien (6- gangguan tidur
8 jam/hari) i. Kolaborasi pemberian makanan
seperti susu
18
mempertahakan e. Ajarkan pasien dan keluarga pasien
keseimbangan tubuh menjaga lingkungan yang aman dan
jatuh
3. Mempunyai
pemahaman dan
perilaku pencegahan
kejadian jatuh
4. Lingkungan aman
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Syamat, dkk, 2006. Edisi Revisi Buku Ilmu Penyakit Dalam,EGC : Jakarta.
EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
19
Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA, Intervensi
20