Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh (Suyono, 2003). Diabetes Mellitus
mempunyai beberapa penyebab antara lain yaitu kelainan sel beta pankreas
yang gagal melepas insulin, pemasukan karbohidrat dan gula berlebihan,
obesitas dan kehamilan, gangguan sistem imunitas yang disertai pembentukan
sel-sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel-sel penyekresi
insulin (Baradero, 2009).
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik,
ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah sebagai akibat dari adanya
gangguan penggunaan insulin, sekresi insulin, atau keduanya (Smeltzer et al,
2010; ADA, 2013). Insulin adalah hormon yang disekresi dari pankreas dan
dibutuhkan dalam proses metabolisme glukosa. Saat insulin tidak bekerja
sebagaimana fungsinya maka terjadi penumpukan glukosa di sirkulasi darah atau
hiperglikemia (Price & Wilson, 2006).
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya (Ernawati, 2012). Terdapat komplikasi akut
yang dapat muncul pada penderita diabetes mellitus salah satunya adalah
hipoglikemi dimana keadaan tubuh dengan kadar glukosa darah sewaktu
dibawah 60 mg/dl lebih rendah dari kebutuhan tubuh (Smeltzer, 2001).
Berdasarkan data WHO tahun (2011) jumlah penderita diabetes mellitus
di dunia mencapai 200 juta jiwa. Indonesia menempati urutan keempat
terbesar dalam jumlah penderita diabetes mellitus di dunia, pada tahun 2011
terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Menurut
data dari Dinkes Jateng (2011), prevalensi diabetes mellitus tergantung insulin
di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 0,09%, mengalami
peningkatan bila dibandingkan prevalensi tahun 2010 sebesar 0,08%. Adapun
pasien yang datang ke IGD RSUD Sragen pada tanggal 2-28 Juli
2012sebanyak 1.833 orang. Kasus DM hipoglikemi yang ditemukan di IGD
RSUD Sragen sebanyak 3 orang (0,2%).
Berdasarkan Standard Of Medical Care In Diabetes, klasifikasi diabetes
dijabarkan secara lengkap berdasarkan penyebabnya (ADA, 2013). Diabetes tipe 1
adalah tubuh sangat sedikit atau tidak mampu memproduksi insulin akibat
kerusakan sel beta pankreas ataupun adanya proses autoimun. Umumnya DM tipe
1 menyerang di usia anak-anak dan remaja. Diabetes tipe 2 adalah hasil dari
gangguan atau resistensi sekresi insulin progresif yang menyebabkan terjadinya
resistensi insulin. DM tipe spesifik lain terjadi sebagai hasil kerusakan genetik
spesifik sekresi insulin dan pergerakan insulin ataupun pada kondisi-kondisi lain.
Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi selama kehamilan (ADA, 2013;
Alberti, 2010). Di antara tipe diabetes yang memiliki jumlah terbesar adalah DM
tipe 2 dengan prosentase 90% - 95% dari keseluruhan penderita diabetes (IDF,
2012). Prevalensi DM tipe 2 paling besar ditemukan pada populasi urban di
negara-negara berkembang, dimana diperkirakan jumlahnya akan meningkat
sebesar 100% pada tahun 2030 (Wild et al, 2004). Perubahan demografik yang
paling berperan dalam meningkatkan prevalensi DM adalah peningkatan proporsi
penduduk berusia 65 tahun atau lebih (Sue Kirkman et al, 2012; Wild et al, 2004).
Komplikasi kronik adalah peningkatan gula darah yang berlangsung
terusmenerus dan lama yang berdampak pada terjadinya angiopati diabetik yaitu
gangguan pada semua pembuluh darah di seluruh tubuh. Pada komplikasi kronik,
terjadi gangguan berupa: mikroangiopati (retinopati, nefropati) dan
makroangiopati (jantung koroner, luka kaki diabetik, stroke) ataupun terjadi pada
keduanya (neuropati, rentan infeksi, amputasi) (Smeltzer et al, 2010). Setiap
tahunnya lebih dari empat juta orang meninggal akibat diabetes, dan jutaan orang
mengalami efek buruk dari diabetes atau berada dalam kondisi komplikasi jangka
panjang dan komplikasi jangka pendek yang mengancam jiwa terutama kondisi
hipoglikemia (IDF, 2011).
Klasifikasi diabetes mellitus antara lain Diabetes mellitus tipe I yang
tergantung insulin (IDDM), diabetes mellitus tipe II yang tidak tergantung
insulin (NIDDM), dan diabetes mellitus karena sindroma lain seperti defek
genetik fungsi sel beta dan kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, dan karena obat/ zat lain (Carlisle, 2005). Salah satu komplikasi
dari diabetes mellitus antara lain komplikasi akut seperti hipoglikemia,
diabetes ketoasidosis, dan sindroma hiperglikemia. Komplikasi jangka panjang
seperti gangguan retiopati, nefropati dan neuropati (Baradero, 2009).
2.1.1 Pengertian Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah sewaktu
dibawah 60 mg/dl, kadar gula atau glukosa di dalam tubuh lebih rendah dari
kebutuhan tubuh. Hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus
yang seringkali terjadi secara berulang yang ditandai dengan gula darah kurang
dari 70 mg/dl. Penyandang diabetes melitus akan menghadapi situasi dilematik
dimana mereka diharuskan memperoleh terapi obat penurun gula darah untuk
mengontrol kadar gula darah tetap normal, namun juga menghadapi kekhawatiran
akan efek samping terapi yang dapat menyebabkan komplikasi hipoglikemia.
Situasi tersebut akan berdampak secara psikologis yaitu ketakutan akan serangan
ulang hipoglikemia yang menciptakan perasaan traumatis bagi penyandang
diabetes melitus. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan
pendekatan fenomenologi terhadap enam partisipan yang pernah mengalami
episode hipoglikemik. Metode content analysis Colaizzi digunakan untuk
mengembangkan tema sehingga memperoleh enam tema yaitu penurunan fungsi
fisik sementara sebagai respon hipoglikemia, perasaan traumatis ketika
mengalami hipoglikemia, pemahaman partisipan terhadap penyebab hipoglikemia,
kesadaran untuk pencegahan hipoglikemia, keyakinan internal menjadi sumber
koping utama dalam menghadapi hipoglikemia, dan kebutuhan pelayanan
keperawatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam
meningkatkan edukasi pada pasien yang mengalami hipoglikemia. (Smeltzer,
2002).
Hipoglikemia adalah episode ketidaknormalan konsentrasi glukosa dalam
plasma darah yang menunjukkan nilai kurang dari 3,9 mmol/ l (70 mg/dl) dan
merupakan komplikasi akut DM yang seringkali terjadi secara berulang (Cryer,
2005). Ada sedikit variasi nilai kadar gluksa darah dalam mendefinisikan
hipoglikemia. Menurut Smeltzer et al (2010) hipoglikemia terjadi ketika kadar
glukosa kurang dari 50-60 mg/dl, menurut Wiliams & Hopper (2007) < 50 mg/dl,
Dunning (2009) < 54 mg/dl dan (Cryer, 2010); Ferry (2013) <= 70 mg/dl.
Berdasarkan American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia,
(2005) sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan banyak riset tentang
hipoglikemia, nilai <= 70 mg/dl adalah nilai rujukan yang sekarang digunakan
untuk mendefinisikan hipoglikemia (ADA, 2005).
Diabetes Melitus terdapat 4 tipe, yaitu :
1. Diabetes melitus tergantung insulin (IDDM ; tipe I) disebabkan oleh
defisiensi absolut yang  biasanya terjadi sebelum usia 15 tahun dan
mengakibatkan penurunan berat badan, hiperglikomin, hetoksidosis, asteroksis,
kerusakan retina dan gagal ginjal. Karena sel batu pada langerhans rusak maka
pasien membutuhkan injeksi insulin.
2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (NIDDM ; tipe II) disebabkan
oleh penurunan pelepasan insulin atau kelainan respon jaringan terhadap
insulin yang menyebabkan hiperglikemia, tetapi tidak hetoksidosis.
3. Berbagai sebab spesifik yang lain yang menyebabkan kadar glukosa darah
meningkat, seperti penyakit nonpancreatic dan akibat terapi obat
4. Disebut juga Gestational diabetes (GDM), tidak normalnya kadar glukosa
darah di masa-masa awal kehamilan dimana plasenta dan hormon-2 plasenta
menimbulkan resistensi insulin yang nyata pada trimester terakhir.
Gejala Diabetes Melitus (Tan Hoan, 2010) :
a. Poluria (banyak berkemih)
b. Polidipsia ( banyak minum)
c. Polifagia (banyak makan)
Disamping naiknya kadar gula darah,diabetes bercirikan adanya gula dalam
kemih (glycosuria) dan banyak berkemih karena glukosa yang di ekskresikan
mengikat banyak air. Akibatnya timbul rasa sangat haus, kehilangan energy,
turunnya berat badan serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk
memenuhi kebutuhan energinya, yang disertai pembentukan zat-zat perombakan
antara lain aseton, asam hirdroksibutirat dan diasetat, yang membuat darah
menjadi asam. Keadaan ini, yang disebut ketoacidosis dan terutama timbul pada
tipe 1, amat berbahaya karena akhirnya dapa menyebabkan pingsan. Napas
penderita yang sudah menjadi sangat kurus sering kali juga berbau aseton (Tan
Hoan,2010)
Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi
memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. Akibatnya
ialah glukosa bertumpuk didalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya dieksresikan
lewat kemih tanpa digunakan (glycosuria). Karena itu produksi kemih sangat
meningkat dan pasien harus kencing, merasa amat haus, berat badan menurun dan
berasa lelah (Mycek, 2001).
Kriteria Penderita Diabetes Melitus (Handoko, 2003) :
a. Seseorang dikatakan menderita penyakit diabetes mellitus bila hasil
pemeriksaaan kadar glukosa darah puasanya ≥ 126 mg/dl (plasma vena) atau
pada pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam setelah minum larutan glukosa
75 gram hasilnya ≥ 200 mg/dl.
b. Seseorang dikatakan terganggu terhadap toleransi glukosa bila hasil
pemeriksaan kadar glukosa dara puasanya 110-125 mg/dl (plasma vena)
atau pada kadar glukosa darah 2 jam setelah minum larutan glukosa 75 gram
hasilnya antara 140-199 mg/dl.
c. Seseorang dikatakan normal (tidak mengidap DM) jika hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah puasanya ≤ 110 mg/dl (plsma vena) atau pada
pemeriksaan kadar glukosa darah 1 jam setelah minum larutan glukosa ‹ 180
mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar kadar glukosa darah 2 jam setelah
minum larutan glukosa ‹140 mg/dl.
Insulin merupakan hormon polipeptida yang tediri dari dua rantai peptida
yang dihubungkan dengan ikatan-ikatan disulfida (Harvey, 2013)
Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel β pulau langerhands dalam
pankreas (atas). Insulin terikat pada rseptor spesifik (tengah) dalam membran sel
dan memulai sejumlah aksi (kanan, bawah, berarsir) termasuk peningkatan
ambilan glukosa oleh otot, hati, dan jaringan adiposa. (Neal, 2006)
Insulin dalam darah pada manusia normal, kadar insulin basal adalah 5-15
µU/mL (30-90pmol/L), dengan peningkatan puncak menjadi 60-90 µU/mL (360-
540pmol/L) sewaktu makan. (Katzung, 2002)
Pada otot dan jaringan adiposa, insulin memudahkan penyerapan berbagai
zat melalui membran, termasuk glukosa dan monosakarida lain, serta asam amino,
ion K, nukleosida dan fosfat anorganik. (Gunawan,2012)
Insulin berfungsi membantu transport glukosa masuk kedalam sel dan
mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap metabolism, baik metabolism
karbohidrat, lipid dan protein. Insulin akan meningkatkan lipogenesis,menekan
lipolysis, serta meningkatkan transport asam amino masuk kedalam sel.
(Depkes,2005)
Sekresi insulin diatur ketat untuk mendapatkan kadar glukosa darah yang
stabil baik sesudah makan atau waktu puasa. Hal ini dapat dicapai karena adanya
koordinasi peran berbagai nutrien, hormon insulin hormon saluran cerna, hormon
pankreas dan neurotransmitter otonom. Glukosa, asam amino, asam lemak dan
benda keton akan merangsang sekresi insulin. Sel-sel langerhands dipersarafi
saraf adrenergik dan kolinergik. Stimulasi reseptor α 2 adrenergik menghambat
sekresi insulin, sedang β2 adrenergik agonis dan stimulasi saraf vagus dan
merangsang sekresi. (Gunawan, 2012)
Dalam mengatasi anti diabetes ada beberapa golongan obat yang memegang
peranan penting dalam menurunkan kadar glukosa pada darah. Penggolongan obat
ini dibagi menjadi 8 golongan yaitu (Katzung, 2002) :
a. Secretagogue Insulin: Sulfonilurea
Obat golongan ini memeliki efek utama menignkatkan pelepasan insulin
dari pangkreas. Dua mekanisme kerja lain yang diusulkan-penurunan kadar
glucagon serum dan penutupan saluran kalium dijaringan ekstrapangkreas
(yang maknanya tidak diketahui, tetapi mungkin minimal). Sulfonylurea
mengikat reseptor sulfonylurea afinitas tinggi yang berkaitan dengan suatu
saluran kalium peka ATP inward-rectifier sel beta. Pengikatan sulfonylurea
menghambat efluks ion kalium melalui saluran dan menyebabkan depolarisasi.
Depolarisai membuka saluran kalsium berpintu voltase dan menyebabkan
influks kalsium dan pelepasan insulin jadi. Mekanisme penekanan sulfonylurea
pada kadar glucagon masih belum jelas, tetapi tampaknya melibatkan inhibisi
tak langsung karena meningkatnya pelepasan insulin dan somatostatin yang
menghambat sekresi sel alfa.
b. Secretagogue insulin: Meglitinid
Obat-obat ini memodulasi pelepasan insulin sel beta dengan mengatur
efluks kalium melalui saluran kalium. Terjadi tumpang tindih tempat kerja
molecular dengan sulfonylurea karena meglitid memiliki dua tempat
pengikatan yang sama dengan sulfonylurea dan satu tempat pengikatan yang
khas,
c. Secretagogue Insulin: Turunan D-Fenilalanin
Nateglidin suatu turunan D-Fenilalanin. Nateglinid merangsang
pelepasan insulin yang sangat ceat dan sesaat dari sel beta melalui penutupan
saluran K+ peka-ATP. Obat ini juga secara parsial memulihkan pelepasan
insulin inisial sebagai respon terhadap tes toleransi glukosa intravena.
d. Golongan Biguanid
Mekanisme kerja pasti dari biguanid masih belum pasti diketahui, tetapi
efek primer obat golongan ini adalah mengurangi produksi glukosa hati melalui
pengaktifan enzim AMP-activated protein kinase (AMPK, protein kinase yang
diaktifkan oleh AMP). Mekanisme kerja minor lainnya mugkin adalah
penghambatan glukneogenesis di ginjal, perlambatan penyerapan glukosa di
saluran cerna, disertai peningkatan konversi glukosa menjadi laktat oleh
enterosit, stimulasi langsug glikolisis dijaringan, peningkatan pengeluaran
glukosa dari darah, dan penurunan kadar glukogon plasma. Contoh obat
Metformin
e. Golongan Thiazolidinedion
Tiazolidinedion (TZD) bekerja menurunkan resistensi insulin. Tzd adalah
ligan dari peroxisome proliferator activated receptor-gamma, (PPAR-y).
bagian dari superfamili steroid dan tiroid reseptor nucleus. Reseptor PPAR-y
memodulasi eksresi gen-gen yang berperan dalam metabolisme lemak dan
glukosa, transduksi sinyal insulin dan diferensiasi adiposit dan jaringan lain.
Contoh obat golongan ini Pioglitazone dan Rosiglitazone
f. Inhibitor α-Glukosidase
Akarbosa dan miglitol adalah inhibitor kompetitif α-glukosidase usus
serta mengurangi penyimpangan kadar glukosa pasca-makan dengan menunda
pencernaan dan penyerapan tepung dan disakarida. Hanya monosakarida,
seperti glukosa dan fruktosa yang dapat diangkut dari lumen usus dan masuk
dalam aliran darah. Tepung kompleks, oligosakarida dan disakarida harus
diuraikan menjadi masing-masing monosakarida sebelum diserap kedalam
duodenum dan jejunum.
g. Golongan Analog Amilin
Pramlintid merupakan suatu analog sintetik amylin, adalah obat anti-
hiperglikemik suntikan yang memodulasi kadar glukosa pasca-makan.
Pramlintid menekan pelepasan glukagon melalui mekanisme yang belum
diketahui.
h. Inhibitor Dipeptidil Peptidase-4 (DPP-4)
Sitagliptin, saksagliptin, dan Linagliptin adalah inhibitor DPP-4, yaitu
enzim yang menguraikan hormone inkretin. Obat-obat ini menignkatkan kadar
GLP-1 alami dan polipeptida insulinotropik dependen-glukosa (glucose-
dependent insulinotropik polypeptide, GIP) dalam darah yang akhirnya
menurunkan penyimpangan kadar glukosa pasca makan dengan meningkatkan
sekresi insulin dan menekan kadar glucagon.
2.2 Uraiaan Bahan
a. Aquadest (Ditjen POM, 1979 : 96) 
Nama resmi  : AQUA DESTILLATA
Nama lain  : Air suling
RM  : H2O
BM  : 18,02
Rumus struktur :

Pemerian  : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarnadan tidak


mempunyai rasa
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat
Kegunaan : Pelarut.
b. Na-CMC (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama Lain : Natrium karboksilmetilselulosa
Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau kuning gading, tidak
berbau dan hampir tidak berbau, higroskopik.
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi
koloidal, tidak larut dalam etanol (95%)P, dalam eter P,
dalam pelarut organik lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai kontrol negatif
2.3 Uraiaan Obat
a. Glibenklamid (Tjay, 2002)
Nama Resmi : GLIBENCLAMIDE
Nama Lain : Glyburide
RM : C23H28ClN3O5S
BM : 494,0
Rumus Struktur :
Pemerian : Serbuk Kristal putih atau hampir putih. Praktis tidak larut

dalam air; sedikit larut dalam alkohol dan metil alkohol;


sedikit larut dalam diklorometana.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam eter; sukar larut
dalam etanol dan dalam methanol; larut sebagian
dalam kloroform
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai Antidiabetes
Golongan : Antidiabetes (Sulfonilurea)
Indikasi : Diabetes Militus
Farmakodinmik : Glibenklamid merangsang sekresi induksi dari granul-
granul sel beta langerhans pangkreas. Rangsangannya
melalui interaksinya dengan ATP sensitive K channel.
Farmakodinamik :Sulfoniluregenerasi II, pada umumnya telah potensi
dengan hipoglikemiknya hampir 100 kali lebih besar dari
generasi I. Meski waktu paruhnya pendek, hanya 3 - 5
jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12 – 24 jam,
sering cukup satu kali sehari. Alasan mengapa
waktu paruh pendek ini, memberikan suatu efek
hipoglikemik panjang, belum diketahui.
Efek samping :Mual, muntah, sakit perut, vertigo, bingung, ataksia,
reaksi alergi (Theodorus, 1996). Insidens efek samping
generasi I sekitar 4%. Insidensinya lebih rendah lagi untuk
generasi II. Hipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat
timbul. Reaksi ini lebih terjadi pada pasien usia lanjut
dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal, terutama yang
mengunakan sediaan dengan masa kerja panjang. Efek
samping lain, reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual,
muntah, diare, gejala hematologic, SSP, mata dan
sebagainya.
Kontraindikasi :Wanita diabetes yang sedang hamil, penderita glikosuria
renal non-diabetes, hipersensitivitas Interaksi Obat
:Glukokortikoid, hormone tiroid, diuretika, estrogen
menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah bila
diberikan bersamaan.
Dosis :Permulaan 1 dd 2,5 – 5 mg, bila perlu dinaikkan setiap
minggu sampai maksimal 2 dd 1 mg.
b. Metformin (Tjay, 2002)
Nama Resmi : METFORMINI HYDROCHLORIDUM
Nama Lain : Metformin Hidroklorida
RM : C4H11N5.HCl
BM : 165, 6
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk hablur putih , tidak berbau atau hampir tidak


berbau, higroskopik, Kristal putih dengan suhu lebur
230oC.
Kelarutan : Larut dalam air atau alkohol, praktistidak larut dalam eter
dan kloroform.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai Antidiabetes
Indikasi : Diabetes orang dewasa yang tidak dapat terkontrol dengan

memuaskan oleh diet dan obat lain, pengobatan utama dan

tambahan tunggal atau kombinasi dengan insulin atau


sulfonylurea.
Kontra Indikasi : Komadiabetik dan ketoasidosis, Gangguan fungsi ginjal
yang serius, penyakit hati kronis, kegagalan jantung,
Miokardial infark, Alkoholism, Keadaan penyakit kronik
atau akut berkaitan dengan hipoksia jaringan, dan laktat
asidosis, hipersensitivitas terhadap biguanid.
Efek samping : Jarang terjadi gangguan saluran cerna,bersifat reversibel
pada saluran lambung dan usus, termasuk
anoreksia, gangguan perut, mual, muntah, dan rasa
logam pada mulut dan diare.
Farmakodinamik : Kerjanya untuk menurunkan glukosa darah tidak tergantung

pada adanya fungsi pankreatik sel-sel B. Glukosa tidak


hanya menurun pada suatu subjek
normal setelah puasa satu malam,tetapi kadar glukosa darah

pasca prandial mereka menurun selama pemberian


biguanid. Mekanisme kerja yang diusulkan adalah stimulasi

glikolisis secara langsung dalam jaringan dengan


peningkatan eliminasi glukosa dari darah, penurunan
glukoneogenesis hati, melambatkan absorbsi glukosa dari
saluran cerna dengan peningkatan perubahan glukosa
menjadi laktat oleh enterosit dan penurunan kadar
glukagon plasma (Katzung, 2002).

Farmakokinetik : Metformin memiliki waktu paruh 1,5 – 3 jam dan


tidak terikat pada protein plasma. Tidak dimetabolisme
dan diekskresikan oleh ginjal sebagai senyawa aktif. Dan
Sebagai akibat penyakatan glukoneogenesis metformin
tersebut diduga mengganggu ambilan asam laktat oleh hatI
(Katzung, 2002)
2.4 Uraiaan Hewan
2.3.1 Klasifikasi Mencit
Kingdom : Animalia
Phylum : Chlordata
Class : Mammalia
Ordo : Rodenita
Family : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
2.3.1 Mofologi dan anatomi mencit
Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah
mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalam
kingdom animalia, phylum chordata. Hewan ini termasuk hewan yang
bertulang belakang dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam
subphylum vertebrata dan kelas mamalia. Selain itu hewan ini juga
memiliki kebiasaan mengerat (ordo rodentia), dan merupakan famili
muridae, dengan nama genus Mus serta memilki nama spesies Mus
musculus L (Priyambodo, 2003). Mencit secara biologis memiliki ciri
umum, yaitu berupa rambut berwarna putih atau keabu-abuan dengan
warna perut sedikit lebih pucat. Mencit merupakan hewan nokturnal yang
sering melakukan aktivitasnya pada malam hari. Perilaku mencit
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal seperti seks,
perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit : faktor eksternal
seperti makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Priyambodo,
2003). Mencit memiliki berat badan yang bervariasi. Berat badan ketika
lahir berkisar antara 2-4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara
20-40 gram untuk mencit jantan dan 25-40 gram untuk mencit betina
dewasa. Sebagai hewan pengerat mencit memilki gigi seri yang kuat dan
terbuka. Susunan gigi mencit adalah indicisivus ½, caninus 0/0,
premolar0/0, dan molar 3/3 (Priyambodo, 2003).

Anda mungkin juga menyukai