Dari segi terminologi, Al-Qur’an adalah kalam Allah berbahasa Arab yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW, dengan perantara Malaikat Jibril serta diriwayatkan secara
mutawatir dan tertulis dengan mushaf. Para Ulama Ushul fiqih antara lain mengemukakan
bahwa:
1. Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW. apabila
bukan kalam Allah dan tidak diturunkan kepada Muhammad maka tidak dinamakan Al-
Qur’an melainkan Jabur, Taurat atau Injil. Ketiga kitab ini merupakan kalam Allah tapi tidak
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab.
3. Al-Qur’an dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawatir (dituturkan
oleh orang banyak kepada orang banyak sampai sekarang).
4. Membaca setiap kata dalam Al-Qur’an itu mendapat pahala dari Allah, baik bacaan itu
berasal dari hafalan sendiri maupun dibaca langsung dari mushaf Al-Qur’an.
5. Ciri terakhir dari Al-Qur’an yang dianggap suatu kehati-hatian bagi para ulama untuk
membedakan Al-Qur’an dengan kitab-kitab lainnya adalah bahwa Al-Qur’an itu dimulai dari
surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.[9]
Hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an menurut para ulama fiqih terdiri atas:
1. Hukum-hukum I’tiqat, yaitu hukum yang mengandung kewajiban para mukallaf untuk
mempercayai Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, dan Hari Kiamat.
2. Hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak dalam mencapai keutamaan pribadi mukallaf.
3. Hukum-hukum praktis yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan Penciptanya
dan antara sesama manusia. Hukum-hukum praktis ini dibagi menjadi:
a) Hukum yang berkaitan dengan ibadah.
b) Hukum yang berkaitan dengan mu’amalah.
c) Hukum yang berkaitan dengan masalah pidana.
d) Hukum yang berkaitan dengan masalah peradilan.
e) Hukum yang berkaitan dengan masalah ke tatanegaraan.
f) Hukum yang berkaitan dengan hubungan antarnegara.
g) Hukum yang berkaitan dengan masalah ekonomi. [16]
Para ulama ushul fiqih menetapkan bahwa Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum
Islam telah menjelaskan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya dengan cara:
1. Penjelasan rinci (juz’i) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya, seperti yang
berkaitan dengan masalah ‘aqidah, hukum waris, hukum yang terkait dengan masalah pidana
hudud, dan kaffarat. Hukum ini menurut ahli ushul fiqih disebut sebagai hukum ta’abbudi.
2. Penjelasan Al-Qur’an terhadap sebagian besar hukum itu bersifat kulli, umum, dan mutlak.
Rasulullah SAW melalui Sunnahnya, bertugas menjelaskan, mengkhususkan dan
membatasinya.
Kaum muslimin sepakat bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum syara’. Mereka
pun sepakat bahwa semua ayat Al-Qur’an dari segi wurud (kedatangan) dan tsubut
(penetapannya) adalah qath’i. hal ini karena semua ayatnya sampai kepada kita dengan jalan
mutawatir.[17] Akan tetapi, hukum-hukum yang dilandung Al-Qur’an adakalanya bersifat
qath’i dan adakalanya bersifat zhanni.[18]
Adapun ditinjau dari segi dilalah-nya, ayat-ayat Al-Qur’an itu dapat dibagi dalam dua
bagian: [19]
1. Nash yang qath’i dilalah-nya
Yaitu nash yang tegas dan jelas maknanya, tidak bisa di-takwil, tidak mempunyai makna
yang lain, dan tidak tergantung pada hal-hal laindi luar nash itu sendiri.
2. Nash yang zhanni dilalah-nya
Yaitu nash yang menunjukkan suatu makna yang dapat di-takwil, atau nash yang mempunyai
makna lebih dari satu, baik karena lafazhnya musytarak (homonim) ataupun karena susunsn
kata-katanya dapat dipahami dengan berbagai cara, separti dilalah isyarat-nya, iqtidha-nya,
dan sebagainya.