Anda di halaman 1dari 19

BAHASA INDONESIA

PENALARAN ILMIAH (Penalaran Deduktif dan Induktif)

Disusun Oleh :

Rini Krisnawati
Nim : P05140419043

Dosen Pembimbing : DR. Suryadi, M.Hum

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEBIDANAN
D IV ALIH JENJANG
T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR
          Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan
hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

            Dalam makalah “Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif” penulis bermaksud
menjelaskan secara detail akanPenalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Adapun tujuan
selanjutnya adalah untuk memenuhi salah satu syarat tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.

            Akhir kata tak ada gading yang tak retak, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan penulis dalam menyelesaikan tugas ini.

Bengkulu, April 2020

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................

Daftar Isi ..........................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................................
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Penalaran.....................................................................................................
B. Penalaran Deduktif.......................................................................................................
C. Penalaran Induktif.........................................................................................................

BAB III PENUTUP 

A. Kesimpulan...................................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................................

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah
hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan
penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah. Untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran
Deduktif dan Penalaran Induktif.
Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum,
yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau
pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori,
hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk
memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala
tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks
penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami
suatu gejala.
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus
sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan
baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari
penalaran deduktif. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua
penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan
dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan
taat pada hukum-hukum logika

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Deduktif ?
2. Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Induktif ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif
2. Memahami arti Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif
3. Mampu menjelaskan Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan
yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah
proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru
yang sebelumnya tidak diketahui.
Proses inilah yang disebut menalar. Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu
deduktif dan induktif. Penalaran adalah kemampuan manusia untuk melihat dan
memberikan tanggapan tentang apa yang dia lihat. Karena manusia adalah makhluk yang
mengembangkan pengetahuan dengan cara bersungguh-sungguh, dengan  pengetahuan ini
dia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Penalaran juga
merupakan kemampuan berfikir cepat, tepat dan mantap. Selain itu penalaran merupakan
proses berfikir dan menarik kesimpulan berupa pengetahuan.
a. Contoh Penalaran
Penalaran dalam contoh yang nyata dapat kita temukan pada perbedaan Contoh
lainnya yang membedakan manusia dengan hewan adalah yaitu apabila terjadi kabut
burung akan terbang untuk mengindari polusi udara yang memungkinkan dia tidak
bisa bertahan hidup. Sedangkan manusia akan mencari tau mengapa sampai terjadinya
kabut? Bagaimana cara menghindari kabut? Apa saja komponen-komponen yang
terkadung di dalam kabut? Apa saja penyakit yang diakibatkan oleh kabut?
Penalaran manusia bisa terjadi karena dua hal yaitu manusia mempunyai bahasa dan
manusia mampu mengembangkan pengetahuan. Dua hal inilah yang membedakan
manusia  dengan hewan  dan di harapkan manusia mampu memposisikan dirinya di
tempat yang benar.
b. Ciri-ciri Penalaran
Sebagai suatu kegiatan berfikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri :
1) Adanya suatu pola pikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam hal ini maka
dapat dikatakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri. Atau
dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berfikir
logis, di mana berfikir logis disini harus diartikan sebagai kegiatan berfikir
menurut suatu pola tertentu.
2) Bersifat analitik dari proses berfikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan
berfikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang
dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.

c. Prinsip-prinsip penalaran
Prinsip dasar pernyataan hanya ada tiga prinsip, yang mengemukakan pertama kali
adalah Aristoteles, yaitu sebagai berikut :
1) Prinsip identitas
Prinsip ini dalam istilah latin ialah principium indentitas. prinsip identitas
berbunyi: ’’sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri’’. Dengan kata lain,
“sesuatu yang disebut p maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan
yang lain”.
2) Prinsip kontradiksi (principium contradictionis)
Prinsip kontradiksi berbunyi: “sesuatu tidak dapat sekaligus merupakan hal itu dan
bukan hal hal itu pada waktu yang bersamaan”, atau “sesuatu pernyataan tidak
mungkin mempunyai nilai benar dan tidak benar pada saat yang sama”.
3) Prinsip eksklusi (principium exclusi tertii)
Prinsip eksklusi tertii, yakni prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak
adanya kemungkinan ketiga. Prinsip ekslusi tertii berbunyi “sesuatu jika
dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada
kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah.

B. Penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa prinsip
atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Proses
penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni
dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih
rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil
atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit. Contoh : Masyarakat Indonesia
konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan   (khusus) dan
kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup
konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status social.
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan
dapat pula dilakukan secara tak langsung.
1. Menarik Simpulan secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi
yang ditarik dari dua premis disebut simpulan tak langsung, misalnya :
a. Semua S adalah P. (premis)
Sebagian  P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
b. Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh :
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
c. Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh :
Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
d. Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh :
Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)
e. Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh :
Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
Tak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)
Tidak satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)
2. Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung
memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah
simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang
kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu
premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuanyang semua orang sudah tahu,
umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana
adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa berakar serabut. Beberapa
jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut :
a. Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan kategorial adalah silogisme yang terjadi dari tiga
proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan.
Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan premis yang bersifat khusus
disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek
simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh :
Semua manusia bijaksana.
Semua polisi adalah bijaksana.
Jadi, semua polisi bijaksana.
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung
antara premis mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas ialah
manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan.
Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh :
Semua manusia tidak bijaksana.
Semua kera bukan manusia.
Jadi, (tidak ada kesimpulan).
Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut :
a) Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor dan term
penengah.
Contoh :
Semua atlet harus giat berlatih.
Xantipe adalah seorang atlet.
Xantipe harus giat berlatih.
Term mayor =          Xantipe.
Term minor =          harus giat berlatih.
Term penengah =          atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh :
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding, dan
dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik kesimpulan.
b) Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan
simpulan.
c) Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh :
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d) Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh :
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelalai.
Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.
e) Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
f) Dari dua premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh :
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
g) Bila salah satu premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
h) Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik
satu simpulan.
Contoh :
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang
berproposisi kondisional hipotesis.
Kalau premis minornya membernarkan anteseden, simpulannya membenarkan
konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulan juga menolak
konsekuen.
Contoh :
Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.
Besi dipanaskan.
Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.
Besi tidak dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memuai.
c. Silogisme Alterntif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa
proposisi alternatif. Kalau premis minornya membenarkan salah satu alternatif,
simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh :
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia bukan seorang profesor.
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang profesor.
d. Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak
mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum.
Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh :
Semua sarjana adalah orang cerdas.
Ali adalah seorang sarjana.
Jadi, Ali adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena
dia adalah seorang sarjana”. Beberapa contoh entimen :
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen
juga dapat diubah menjadi silogisme.
3. Salah Nalar
Salah Nalar adalah kekeliruan dalam proses berpikir karena keliru
mengartikan atau menarik kesimpulan. Kekeliruan dapat terjadi karena faktor
emosional, kecerobohan dan ketidaktahuan.
Contoh : Di SD, bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang terpenting.
Tanpa menguasai bahasa Indonesia, tidak mungkin seorang siswa dapat memahami
mata pelajaran lainnya dengan baik. Karena mayoritas pelajaran memakai bahasa
Indonesia.
a. Macam – macam Salah Nalar
Salah Nalar dapat terjadi karena kekeliruan induktif, deduktif, penafsiran relavasi, dan
penggunaan otoritas yang berlebihan.
a) Generalisasi yang Terlalu Luas
Salah Nalar pada hal ini terjadi karena kurangnya data yang dijadikan generaliasa.
Ada dua bentuk kesalahan generalisasi yang biasa muncu, yaitu :
1) Generalisasi Sepintas (Hasty or sweeping generalization)
Kesalahan ini terjadi ketika seseorang membuat generalisasi berdasar data
yang sangat sedikit. Contoh : Semua anak yang jenius akan sukses. Hal ini
tentunya belum tentu. Karena ada beberapa faktor yang menentukan
kesuksesan seseorang seperti kecerdasan emosional, lingkuan keluarga dan
lain – lain.
2) Generalisasi Apriori
Kesalahan terjadi ketika seseorang melakukan generalisasi atas gejala yang
belum diuji kebenarannya. Contoh : Semua pejabat pemerintah koruptor; Para
remaja sekarang rusak moralnya; Zaman sekarang, tidak ada orang yang
berbuat tanpa pamrih.
3) Kerancuan Analogi
Kerancuan Analogi disebabkan penggunaan analogi yang tidak tepat. Dua hal
yang diperbandingkan tidak memiliki kesamaan pokok. Contoh : ”Negara
adalah kapal yang berlayar menuju tanah harapan. Jika nahkoda setiap kali
harus meminta anak buahnya dalam menentukan arah berlayar, maka kapal itu
tidak akan kunjung sampai. Karena itu demokrasi pemerintahan tidak
diperlukan, karena menghambat.
4) Kesalahan relevansi
Kesalahan relevansi akan terjadi apabila bukti yang diajukan tidak
berhubungan atau tidak menunjang sebuah kesimpulan. Corak kesalahan ini
dapat dirinci menjadi 3 (tiga) macam :
a. Pengabaian persoalan (ignoring the question)
Contoh : Korupsi di Indonesia tidak bisa diberantas, karena pemerintah
tidak memiliki undang-undang khusus tentang hal itu.
b. Penyembunyian persoalan (biding the question)
Contoh : Tidak ada jalan lain untuk memberantas korupsi kecuali
pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri.
c. Kurang memahami persoalan
Salah nalar ini terjadi karena penulis mengemukakan pendapat tanpa
memahami persoalan yang dihadapi dengan baik. Sehingga pendapat yang
disampaikan tidak mengena atau berputar-putar dan tidak menjawab secara
benar atau persoalan yang terjadi.
d. Penyandaran terhadap prestise seseorang
Salah nalar disini terjadi karena penulis menyandarkan pada pendapat
seseorang yang hanya karena orang tersebut terkenal atau sebagai tokoh
masyarakat namun bukan ahlinya. Agar tidak terjadi salah nalar karena
faktor penyebab ini, maka perlu di patuhi rambu-rambu sebagai berikut :
1. Orang itu diakui keahliannya oleh orang lain
2. Pernyataan yang dibuat berkenaan dengan keahliannya, dan relevan
dengan persoalan yang dibahas.
3. Hasil pemikirannya dapat diuji kebenarannya

Hal tersebut mengindikasikan kita sebagai penulis tidak boleh asal


mengutip semata-mata karena orang tersebut merupakan orang terpandang,
terkenal atau kaya raya dan baik status sosial ekonominya.
C. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa prinsip
atau sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta – fakta yang bersifat khusus, prosesnya
disebut Induksi. Penalaran induktif tekait dengan empirisme. Secara impirisme, ilmu
memisahkan antara semua pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji
secara empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sementara. Penalaran
induktif ini berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori atau
kaedah yang berlaku umum.
Contoh : Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering
sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan suaminya
semakin menipis untuk membeli obat dan biaya pemeriksaan, serta untuk biya hidup
sehari-hari bersama tiga orang anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang tertua dan
adiknya masih kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga
masih duduk di bangku SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)
Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut :
1. Generalisasi
Generalisasi ialah proses penalaranyang megandalkan beberapa pernyataan yang
mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari
beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A pintar-
pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan
memberikan gambaran seperti itu.
Contoh :
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
Benar atau tidak benarnya dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal berikut :
1) Data itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan,
semakin benar simpulan yang diperoleh.
2) Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan
simpulan yang benar.
3) Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus
tidak dapat dijadikan data.

a. Macam – macam generalisasi


1) Tanpa Loncatan Induktif atau Generalisasi sempurna
Tanpa Loncatan Induktif atau generalisasi sempurna adalah generalisasi dimana
seluuh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki. Contohnya : Kita
telah memerhatikan jumlah hari pada setiap bulan masehi. Lalu kita
menyimpulkan bahwa Semua bulan masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31
hari. Penyimpulan ini sudah benar karena tepat dan sangat kuat.
2) Loncatan Induktif atau Generalisasi tidak sempurana.
Loncatan Induktif atau Generalisasi tidak sempurna adalah generalisasi yang
berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku
bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki. Contohnya : Kita telah
menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka manusia yang suka
bergotong – royong, kesimpulannya Bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka
bergotong royong. Ini merupakan generalisasi tidak sempurna karena kita hanya
menyelidiki sebagian orang namun menyebutkan 1 bangsa menyukai bergotong
royong.
2. Hipotesis dan Teori
a. Hipotesis
Secara bahasa hipotesis berasal dari dua kata, yaitu hypo artinya sebelum dan thesis
artinya pernyataan atau pendapat. Secara istilah hipotesis adalah suatu pernyataan
yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya, tetapi
memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris. Proses pembentukan hipotesis
merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hipotesis
merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.
Perumusan hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut :
1) Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan deklaratif, bukan
kalimat pertanyaan.
2) Hipotesis berisi penyataan mengenai hubungan antar paling sedikit dua variabel
penelitian.
3) Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan dapat menerangkan fakta.
4) Hipotesis harus dapat diuji (testable). Hipotesis dapat duji secara spesifik
menunjukkan bagaimana variabel-variabel penelitian itu diukur dan bagaimana
prediksi hubungan atau pengaruh antar variabel termaksud.
5) Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan terbatas, agar tidak terjadi
kesalahpahaman pengertian.
b. Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena
dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar
variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia
membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena
tertentu misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku
hewan. Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya :
apabila kucing mengeong berarti minta makan.
a) Hubungan antara hipotesis dengan teori
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban
tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu
jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih
variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah
diformulasikan dalam kerangka teoritis.
Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Oleh karena itu, teori yang
tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban
sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam
penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut,
peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
3. Analogi
Analogi adalah cara penarikan penalaran secara membandingkan dua hal yang
mempunyai sifat yang sama.
1) Analogi Induktif
Analogi induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada
dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena
pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu
metode yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat
diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang
khusus yang diperbandingkan. Misalnya, Tim Uber Indonesia mampu masuk babak
final karena berlatih setiap hari. Maka tim Thomas Indonesia akan masuk babak
final jika berlatih setiap hari.
2) Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu
yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini
sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila
dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai. Misalnya,
untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara
dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan
yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.
Contoh :
Nina adalah lulusan akademi A.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan akademi A.
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut :
1) Analogi dilakukan untuk meramalkan sesuatu.
2) Analogi diakukan untuk menyingkapkan kekeliruan.
3) Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.
4. Hubungan Kausal
Hubungan kausal sering diartikan sebagai penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala
yang saling berhubungan, hubungan sebab – akibat (hubungan kausal) dapat berupa
sebab yang sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada
umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke
akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah
sebab ke akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu :
1) Hubungan sebab-akibat
Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada
kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok
adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
Contoh : Penebangan liar dihutan mengakibatkan tanah longsor.
2) Hubungan akibat-sebab
Yaitu hubungan yang dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari
fakta itu dianalisis untuk mencari sebabnya.
Contoh : Andri juara kelas disebabkan dia rajin belajar dengan baik.
3) Hubungan sebab-akibat-akibat
Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat
pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah
seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Contoh : Toni melihat kecelakaan dijalanraya, sehingga Toni beranggapan adanya
korban kecelakaan.
5. Induktif dalam metode eksposisi
Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang
dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian
dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat. Karangan ini berisi uraian atau
penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan
tambahan bagi pembaca.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa berpikir induktif adalah cara berpikir yang
bertolak dari hal-hal khusus ke umum yang mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi
atas fenomena yang telah terjadi. Penalaran deduktif digunakan berdasarkan konsistensi
pikiran dan konsistensi logika yang digunakan. Jika premis-premis dalam suatu
silogisme benar dan bentuknya (format penyusunannya) benar, maka kesimpulannya
benar. Proses penarikan kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut
penalaran deduktif.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran dalam prosesnya
ada 2 macam yaitu penalaran Deduktif dan penalaran Induktif. Penalaran Deduktif adalah
metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya
dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Jadi kesimpulan penalaran Induktif adalah merupakan proses penalaran untuk
menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta
– fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut induksi dimana penalaran.
Sedangkan penalaran Deduktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari suatu
yang umum menuju hal yang khusus untuk mencapai kesimpulan. Deduksi dimulai
dengan suatu premis, yaitu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Kesimpulannya
merupakan implikasi pernyataan dasar itu. Kegunaan dari Penalaran Induktif dan Deduktif
adalah membuat pembaca lebih memahami tulisan yang kita buat dan lebih memudahkan
kita menempatkan atau mendeskripsikan sesuatu saat membuat tulisan.

B. Saran
Dalam penulisan sebuah Karya Tulis Ilmiah terdapat banyak kalimat penalaran
yang terkadang sulit untuk dimengerti maka dari itu semoga dengan adanya penulisan
makalah ini dapat membantu teman – teman dalam proses penyusunan sebuah Karya Tulis
Ilmiah dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E Zaenal dan  Tasai, S Amran. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Akademika Pressindo.

Tukan, P. 2006. Mahir Berbahasa Indonesia. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.

Tatang, Atep et all. 2009. Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3. Solo: PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri.

http://taufiqrachmanug25.blogspot.com/2011/10/penalaran-deduktif-dan-induktif.html

http://rezadnk.wordpress.com/2011/03/12/tugas-softskill-bhs-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai