Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS KONSEPSI SISWA PADA MATERI

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI SMA

ARTIKEL PENELITIAN

OLEH:

IRWIN SEPTIAN
NIM F05110003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PMIPA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
ANALISIS KONSEPSI SISWA PADA MATERI
KEANEKARAGAMAN HAYATI DI SMA

Irwin Septian, Eka Ariyati, Reni Marlina


Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Untan Pontianak
Email: irwin.septian@gmail.com

Abstract
This study aimed to analyze the students' conceptions and calculating the
percentage of students’conceptions on material biodiversity in class X SMAN 1
Pontianak which include: the diversity of genes, species and ecosystems,
biodiversity of Indonesia (genes, species, ecosystems) flora, fauna and
microorganisms, Wallace’s and Weber’s line also the uniqueness of the tropical
rain forests in Indonesia. The method used is descriptive method with a survey
form. Subjects in this study were students of class X Math and Science 1 and 2
SMAN 1 Pontianak. The instrument used is a diagnostic test multiple choice,
along with the reasons. Based on the recapitulation of the student profile in the
material conception of biodiversity gained an average of conformity
conceptions of students in the scientific concept 52.21%, misconceptions
47.50%, and 0.29% of students did not answer or omit.

Keywords: Analysis, students' conceptions, Biodiversity

PENDAHULUAN terhadap pemahaman peserta didik pada


Biologi sebagai satu di antara bidang materi pelajaran. Apabila pembentukan
IPA menyediakan berbagai pengalaman konsep ini tidak sesuai dengan konsep
mengajar untuk memahami konsep dan yang benar maka akan menghambat
proses sains (BSNP dalam Anggraeni, proses belajar mengajar. Hal ini jelas akan
2013: 1). Pemahaman konsep biologi berdampak terhadap hasil belajar siswa
setiap siswa tentu tidaklah sama, hal ini yang diperoleh melalui tes terkait materi
dikarenakanproses penerimaan tiap siswa yang diujikan, hasil tes akan rendah
terhadap konsep tersebut berbeda-beda apabila pemahaman siswa terhadap suatu
dan dipengaruhi oleh banyak faktor baik konsep juga kurang, kurangnya
faktor internal (dari dalam diri siswa) pemahaman konsep ini yang kemudian
maupun faktor eksternal (dari lingkungan disebut sebagai miskonsepsi.
sekitar siswa). Menurut Sutrisno dkk., Miskonsepsi sendiri merujuk pada
(2007: 6), faktor internal dari dalam diri suatu konsep yang tidak sesuai dengan
siswa mencakup empat hal yang dapat pengertian ilmiah atau pengertian yang
menimbulkan perbedaan konsep yaitu diterima para pakar dalam bidang tersebut
pengalaman, hasil pengamatan, (Yuliati, tanpa tahun: 35). Lebih lanjut
kemampuan berpikir, dan kemampuan Dahar (2011: 153) menjelaskan konsepsi
berbahasa. Selain itu, ada juga faktor dari anak sebagai hasil konstruksi tentang
luar diri siswa seperti guru, buku ajar, dan alam sekitarnya berbeda dengan konsepsi
sumber-sumber belajar yang lain. ilmiah. Oleh karena itu, dalam pustaka
Pada proses pembelajaran biologi, pendidikan sains ada yang memberi nama
pembentukan konsep yang akan diajarkan miskonsepsi pada konsepsi anak tersebut.
sangatlah penting, karena berpengaruh Miskonsepsi pada siswa yang muncul
secara terus menerus dapat mengganggu sudah ia pelajari sebelumnya tanpa segera
pembentukan konsepsi ilmiah yang sesuai ditindaklanjuti, kemungkinan besar akan
dengan konsepsi para ilmuwan. terjadi miskonsepsi yang lebih besar lagi
Pembelajaran yang tidak memperhatikan untuk materi selanjutnya. Alasan ini pula
miskonsepsi menyebabkan kesulitan yang mendasari peneliti ingin
belajar dan akhirnya akan bermuara pada menganalisis konsepsi siswa pada materi
rendahnya prestasi belajar mereka (Howe keanekaragaman hayati.
dalam Wilantara, 2005: 3). Miskonsepsi Pemilihan SMAN 1 Pontianak
ini ditemukan sebagai penghambat dalam didasarkan pada ranking sekolah SMA
sains sehingga perlu diusahakan untuk dalam UN tahun 2014, dimana SMAN 1
mengubahnya Pontianak menduduki Peringkat 1 dari 32
Berdasarkan hasil prariset berupa SMA/MA se-Kota Pontianak. Namun,
wawancara tidak terstruktur pada 1 Maret pemahaman materi keanekaragaman
2014 terhadap siswa kelas X MIPA yang hayati siswanya masih kurang, hal ini
dipilih secara acak masing-masing dua terlihat dari analisis soal ulangan
orang dari tujuh kelas X MIPA di SMAN akhirnya. Alasan lain ialah peneliti ingin
1 Pontianak. Dari hasil tersebut mengungkap bagaimana konsepsi siswa
menunjukkan bahwa siswa mengalami pada materi keanekaragaman hayati di
kesulitan dalam menentukan tingkat sekolah yang tergolong sekolah favorit di
keanekaragaman yang sesuai baik tingkat Kota Pontianak dan juga jumlah siswa
keanekaragaman gen, jenis (spesies) kelas X MIPA yang cukup banyak
maupun ekosistem dari contoh yang membuat sampel yang akan dipilih
diberikan, misalnya siswa diberikan menjadi representatif untuk menganalisis
pertanyaan termasuk ke dalam tingkat konsephsi siswa pada materi
keanekaragaman apakah jeruk nipis dan keanekaragaman hayati.
jeruk purut. Hasilnya sebanyak 10 dari 14
siswa menjawab jeruk nipis dan jeruk METODE PENELITIAN
purut merupakan contoh keanekaragaman Penelitian ini merupakan penelitian
hayati tingkat gen, padahal keduanya kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
merupakan contoh keanekaragaman suatu penelitian yang ditunjukkan untuk
hayati tingkat spesies. Hal ini mendeskripsikan dan menganalisis
menunjukkan adanya miskonsepsi pada fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,
siswa tentang menentukan tingkat sikap, kepercayaan, persepsi, dan
keanekaragaman hayati yang benar pemikiran orang secara individual
berdasarkan contoh. maupun kelompok (Syaodih, 2012: 15).
Materi keanekaragaman hayati Adapun metode yang digunakan oleh
merupakan materi yang penting karena penelitian ini adalah metode deskriptif.
pada pelajaran Biologi, setiap materi Menurut Sandjaja dan Heriyanto (2011:
memiliki keterkaitan dan hubungan satu 110), penelitian deskriptif bertujuan
sama lain, sebagai contoh aturan untuk mendeskripsikan gejala-gejala yang
penulisan nama ilmiah makhluk hidup terjadi pada masa itu. Pemaparan dari
(binomial nomenklatur) merupakan satu hasil temuannya dilakukan secara
di antara konsep yang diajarkan pada sistematik dengan menekankan pada data
materi keanekaragaman hayati, dan faktual. Penelitian deskriptif umumnya
konsep penulisan nama ilmiah ini akan tidak hendak menguji hipotesa, melainkan
terus digunakan dalam bab selanjutnya di hanya memaparkan suatu obyek apa
semester ganjil seperti klasifikasi virus, adanya secara sistematik.
klasifikasi bakteri, dan klasifikasi protista. Bentuk penelitian yang digunakan
Sehingga, dikhawatirkan jika siswa sudah untuk memecahkan masalah dalam
mengalami miskonsepi pada materi yang penelitian ini adalah survei. Menurut
Morissan (2014: 166), penelitian survei dalam penelitian analisis miskonsepsi
adalah jenis penelitian yang berupaya berupa soal pilihan ganda dengan alasan
menjelaskan atau mencatat kondisi atau terbuka; (5) Penyusunan kunci jawaban
sikap untuk menjelaskan apa yang ada instrumen berdasarkan konsepsi para
saat ini. Tujuan dari survei itu sendiri ilmuwan; (6) Memvalidasi instrumen
ialah untuk mengungkapkan situasi saat penelitian. Instrumen penelitian akan
ini terkait dengan suatu topik studi divalidasi isi secara materi oleh dua orang
tertentu. Pada penelitian ini, survei akan dosen FKIP Pendidikan Biologi Untan
dilakukan untuk menghitung persentase dan satu orang guru Biologi kelas X MIPA
konsepsi siswa yang sesuai dengan di SMAN 1 Pontianak untuk mendapatkan
konsep ilmiah, miskonsepsi, dan tidak kelayakan instrument; (7) Memperbaiki
menjawab (omit) pada materi instrumen yang telah divalidasi; (8)
keanekaragaman hayati meliputi: konsep Melakukan uji coba soal yang telah dibuat
keanekaragaman gen, jenis, ekosistem; untuk menentukan reliabilitas soal. Uji
Keanekaragaman hayati Indonesia (gen, coba dilaksanakan pada tanggal 28
jenis, ekosistem) flora, fauna, Oktober 2015 di kelas X MIPA 3 SMAN
mikroorganisme; Garis Wallace dan Garis 1 Pontianak; (9) Menghitung reliabilitas
Weber; Keunikan hutan hujan tropis instrumen dari hasil uji coba soal tes
Indonesia. diagnostik.
Subjek dalam penelitian ini adalah
siswa kelas X MIPA 1 dengan jumlah 45 Tahap Pelaksanaan
orang dan X MIPA 2 dengan jumlah 42 Langkah-langkah yang dilakukan
orang di SMA Negeri 1 Pontianak pada tahap pelaksanaan antara lain: (1)
Semester Ganjil Tahun Ajaran 2015/2016 Mengujikan soal tes kepada siswa kelas X
yang telah mempelajari materi MIPA 1 dan 2 sebagai subjek penelitian
keanekaragaman hayati. Terpilihnya kelas pada tanggal 29- 30 Oktober 2015. Waktu
X MIPA 1 dan MIPA 2 didasarkan pada yang diberikan untuk mengerjakan tes
nilai ulangan harian dari tiga kelas X adalah 2 jam pelajaran; (2) Menganalisis
MIPA. Kelas yang memiliki nilai rata-rata pilihan jawaban dan alasan siswa dengan
tertinggi adalah X MIPA 1 dengan rata- membandingkan konsepsi siswa dengan
rata 83,87dan terendah untuk ulangan konsepsi ilmuwan serta menentukan
harian materi keanekaragaman hayati miskonsepsi siswa; (3) Menetapkan
adalah X MIPA 2 dengan rata-rata 81,98. subjek yang diwawancarai secara acak
Adapun prosedur penelitian ini terbagi berdasarkan hasil dari tes diagnostik.
menjadi dua tahap sebagai berikut: Subjek diambil masing-masing satu orang
yang mewakili bentuk miskonsepsi yang
Tahap Persiapan muncul dari sampel; (4) Mengembalikan
Langkah-langkah yang dilakukan lembar jawaban siswa yang menjadi
pada tahap persiapan antara lain: (1) subjek wawancara; (5) Melaksanakan
Menganalisis hasil jawaban soal ulangan wawancara sesuai pedoman wawancara
umum Biologi kelas X MIPA untuk yang telah dibuat kepada siswa yang
menentukan materi mana yang akan mengalami miskonsepsi dengan
dianalisis konsepsinya dilihat dari banyak menanyakan sejumlah poin terkait
tidaknya siswa yang keliru dan juga jawaban, alasan, dan sumber dari
sebagai data awal penelitian; (2) kekeliruan siswa dalam tes yang
Melakukan wawancara dengan guru diidentifikasi sebagai miskonsepsi siswa;
terkait proses pembelajaran Biologi di (6) Menganalisis penyebab miskonsepsi
dalam kelas; (3) Pembuatan kisi-kisi soal yang dilakukan siswa dalam memahami
keanekaragaman hayati; (4) Penyusunan materi keanekaragaman hayati dari hasil
instrumen tes diagnostik yang digunakan tes dan wawancara dengan langkah-
langkah: Membuat tabel profil konsepsi
siswa, Menghitung persentase konsepsi HASIL PENELITIAN DAN
siswa, Merekapitulasi profil konsepsi PEMBAHASAN
siswa, Membuat tabel persentase
miskonsepsi siswa, Mengkategorikan Hasil Penelitian
persentase miskonsepsi siswa berdasarkan Data yang diperoleh dari penelitian
kriteria yang telah ditentukan. ini adalah konsepsi siswa pada materi
keanekaragaman hayati. Data konsepsi
Tahap Akhir tersebut dianalisis dengan menggunakan
Langkah-langkah yang dilakukan teknik persentase yang disajikan dalam
pada tahap akhir antara lain: (1) bentuk tabel. Dalam penelitian ini
melakukan pengolahan dan analisis data jawaban siswa dianalisis dan diberi skor
hasil penelitian; (2) menarik kesimpulan untuk selanjutnya dikelompokkan
berdasarkan analisis data; (3) menyusun berdasarkan kesamaan pola konsepsi
laporan penelitian. Kegiatan atau tahapan jawaban siswa. Hasil analisis jawaban
penelitian yang dilakukan dapat visualkan siswa tersebut direkapitulasi untuk
sebagai berikut. menentukan kriteria ketidaksesuaian
Tahap Persiapan (9 kegiatan) konsepsi siswa dengan konsepsi ilmuwan.
Hasil analisis konsepsi siswa pada
masing-masing sub konsep disajikan pada
Tahap Pelaksanaan (6 kegiatan) Tabel 1 berikut.

Tahap Akhir (3 kegiatan)


Tabel 1. Profil Konsepsi Siswa Materi Keanekaragaman Hayati

No Sub Konsep Persentase Konsepsi


Sesuai Miskonsepsi Omit
(+) % (-)% (0)%
1 Pengertian keanekaragaman hayati 2,30 97,7 0
tingkat gen
Contoh keanekaragaman hayati tingkat 43,68 56,32 0
gen
Contoh keanekaragaman hayati tingkat 54,02 45,98 0
spesies
Tingkat keanekaragaman hayati 25,28 74,72 0
Keanekaragaman hayati tingkat 88,50 11,50 0
ekosistem
Penyebab terjadinya keanekaragaman 44,83 55,17 0
hayati
2 Penyebab keanekaragaman hayati di 16,09 81,61 2,3
Indonesia
Wilayah penyebaran flora tertentu di 80,46 19,54 0
Indonesia
Fauna endemik di Indonesia 41,38 57,47 1,15
3 Letak garis Wallace dan Weber 87,35 12,62 0
Zona tipe fauna yang ada di Indonesia 88,50 11,50 0
Penyebaran wilayah fauna tertentu di 81,61 18,39 0
Indonesia
Zona tipe fauna berdasarkan letak 31,03 68,97 0
wilayahnyah
Jenis jenis hewan yang di Indonesia 91,95 8,05 0
berdasarkan tipenya
4 Keunikan hutan hujan tropis di 43,67 56,33 0
Indonesia
Rata-Rata 52,21 47,50 0,29

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sesuai dengan konsepsi para ilmuwan


konsepsi siswa yang benar dan yang ternyata cukup signifikan jumlahnya.
mengalami miskonsepsi relatif seimbang, Adapun miskonsepsi per konsep akan
miskonsepsi yang cukup tinggi ditemukan disajikan pada Grafik 1 berikut.
pada sub konsep pengertian
keanekaragaman hayati tingkat gen
dengan persentase 97,7%. Hal ini
menunjukkan konsepsi siswa yang belum

% Miskonsepsi Siswa
56.9 56.33
52.87

23.91

Keanekaragaman Keanekaragaman Garis Walace dan Keunikan Hutan


gen, jenis, dan hayati Indonesia Weber Hujan Tropis di
ekosistem Indonesia

Grafik 1. Persentase Miskonsepsi Siswa pada Tiap Konsep

Pada Grafik 1 terlihat bahwa di awal mengenai materi yang akan


antara keempat konsep materi disampaikan di dalam kelas. Konsepsi
keanekaragaman hayati yang memiliki awal siswa merupakan faktor penting
persentase miskonsepsi yang besar adalah dalam proses pembelajaran karena
konsep keanekaragaman gen, jenis dan konsepsi awal mempengaruhi kemampuan
ekosistem dengan persentase 56,90%, siswa untuk mempelajari konsep
sedangkan yang paling kecil selanjutnya. Konsepsi sebelum
persentasenya adalah konsep Garis pembelajaran dapat berubah setelah siswa
Wallace dan Weber dengan persentase mengalami kegiatan pembelajaran.
23,91% Perubahan tersebut bisa bersifat positif
(konsepsi yang benar) dan bisa juga
Pembahasan bersifat negatif (miskonsepsi). Konsepsi
Setiap siswa sebelum mengikuti yang keliru (miskonsepsi) tentang konsep
proses pembelajaran memiliki konsepsi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebelum
pembelajaran bisa menjadi betul atau dalam suatu populasi disebut sebagai
tetap keliru setelah proses pembelajaran. keanekaragaman gen. Hasil tes
Namun, tidak menutup kemungkinan menunjukkan bahwa konsepsi siswa yang
konsepsi yang sudah betul pada awal sesuai dengan konsep ilmiah sebesar
pembelajaran menjadi keliru setelah 2,30%, mengalami konsepsi sebesar
pembelajaran, hal ini dapat dipengaruhi 97,7% (Tabel 1).
oleh faktor internal dan eksternal Ketidaksesuaian konsepsi pada soal
(Sutrisno dkk., 2007). nomor 1 dikarenakan siswa menjawab
Pada bagian ini akan dibahas bahwa keanekaragaman hayati tingkat gen
beberapa hal yang telah ditemukan pada sebagai variasi gen dalam suatu spesies
analisis data sebelumnya yang meliputi yang diwariskan oleh orang tua sebesar
(1). konsepsi siswa pada konsep 59,77%. Adapula yang menjawab
keanekaragaman gen, jenis dan ekosistem; keanekaragaman hayati tingkat gen
konsep keanekaragaman hayati Indonesia sebagai variasi gen yang muncul sebagai
(gen, jenis, ekosistem) flora, fauna dan perbedaan warna dan bentuk dalam
mikroorganisme; konsep garis wallace spesies sebesar 37,93%. Dari hasil
dan weber; konsep keunikan hutan hujan wawancara diketahui alasan siswa
tropis Indonesia. (2). Persentase menjawab keanekaragaman hayati tingkat
miskonsepsi siswa pada konsep gen sebagai variasi gen yang muncul
keanekaragaman hayati. sebagai perbedaan warna dan bentuk
spesies karena siswa memiliki konsepsi
a. Deskripsi Konsepsi Siswa pada contoh untuk keanekaragaman hayati
Konsep Keanekaragaman Gen, tingkat gen adalah mawar merah dan
Jenis, dan Ekosistem mawar putih.
Konsepsi siswa pada konsep Jadi, anggapan siswa bahwa
keanekaragaman gen, jenis, dan ekosistem keanekaragaman hayati tingkat gen adalah
digunakan 6 butir soal yakni soal nomor sebatas perbedaan warna. Sedangkan
1, 3, 2, 5, dan 6. Pada Tabel 1 dapat siswa yang menjawab keanekaragaman
dilihat bahwa rekapitulasi profil konsepsi hayati tingkat gen sebagai variasi gen
siswa menunjukkan 43,10% konsepsi dalam suatu spesies yang diwariskan oleh
siswa sesuai dengan konsep ilmiah, orang tuanya beralasan bahwa manusia
56,90% konsepsi siswa tidak sesuai yang dilahirkan memiliki perpaduan gen
dengan konsep ilmiah (miskonsepsi). dari kedua orang tuanya masing-masing.
Miskonsepsi paling tinggi ditemukan pada Miskonsepsi dapat diatasi jika pada
konsep pengertian keanekaragaman hayati saat proses pembelajaran dijelaskan lebih
tingkat gen yang mencapai 97,7%. Pada rinci mengenai keanekaragaman hayati
konsep ini banyak siswa keliru mengenai tingkat gen, dengan memberikan
pengertian dari keanekaragaman hayati penjelasan yang sesuai dengan konsep
tingkat gen. Miskonsepsi ini terjadi karena ilmiah agar konsepsi siswa menjadi benar
siswa kurang memahami konsep tersebut. kedepannya. Karena apabila konsepsi
Untuk medeskripsikan konsepsi siswa siswa di awal pembelajaran sudah keliru
secara terperinci berdasarkan soal tes namun tidak ada usaha untuk
yang sudah diberikan dilakukan memperbaiki dari guru maupun siswa itu
wawancara sebagai data pendukung untuk sendiri maka konsepsi awal siswa yang
tiap pola konsepsi siswa. sudah keliru tersebut cenderung menjadi
Pada soal nomor 1 siswa diminta resisten. Hal ini sejalan dengan yang
untuk menjelaskan pengertian dikemukakan Wilantara (2005), bahwa
keanekaragaman hayati tingkat gen. penyebab resistensinya sebuah
Menurut Biggs et. al (2008) variasi dari miskonsepsi dikarenakan setiap orang
gen atau karakteristik yang diwariskan memiliki konsepsi awal yang keliru dan
didukung oleh lingkungan formal serta tidak dapat digolongkan sebagai
nonformalnya yang tidak berusaha untuk keanekaragaman hayati tingkat gen.
memperbaikinya. Pada soal nomor 2 siswa menentukan
Pada soal nomor 3 membahas tingkat keanekaragaman dari tiga buah
mengenai contoh keanekaragaman hayati contoh tanaman yang diberikan yaitu
tingkat gen, contoh keanekaragaman jeruk nipis, jeruk bali dan jeruk garut.
hayati yang benar di dalam pilihan Ketiga jeruk tersebut merupakan contoh
jawaban adalah kelapa gading, kelapa keanekaragaman hayati tingkat spesies.
hibrida, dan kelapa hijau. Dari hasil tes Berdasarkan hasil analisis jawaban siswa
diketahui 43,68% siswa memiliki didapatkan bahwa 54,02% siswa sudah
konsepsi yang sesuai dengan konsep sesuai konsepsinya dengan konsep ilmiah,
ilmiah dan 56,32% siswa mengalami dan 45,98% siswa masih mengalami
miskonsepsi. miskonsepsi.
Persentase ini menunjukkan bahwa Pada soal ini ditemukan tidak sedikit
separuh siswa (56,32%) tidak dapat siswa yang menjawab ketiga jenis jeruk
menentukan contoh keanekaragaman merupakan contoh keanekaragaman
hayati tingkat gen dengan benar. hayati tingkat gen, alasannya adalah
Contohnya ada beberapa siswa karena ketiga jeruk tersebut masih dalam
menyebutkan bahwa semangka, timun dan satu spesies yang sama padahal seperti
melon adalah contoh keanekaragaman diketahui jeruk nipis, jeruk bali dan jeruk
hayati tingkat gen. Alasan siswa garut memiliki nama ilmiah yang berbeda
menjawab ketiga tanaman tersebut satu sama lain, secara morfologi ketiganya
sebagai keanekaragaman hayati tingkat menunjukkan perbedaan yang nyata.
gen adalah ketiganya merupakan Akan tetapi ketiganya masih satu familia
tumbuhan berbiji namun berbeda yaitu famili jeruk-jerukan. Dari hasil
spesiesnya. Adapula yang menjawab temu wawancara, miskonsepsi ini dikarenakan
ireng, temu lawak dan temu kunci siswa masih ragu untuk menentukan
merupakan contoh keanekaragaman ketiga jeruk tersebut tergolong
hayati tingkat gen dengan alasan bahwa keanekaragaman hayati tingkat gen atau
ketiga tanaman tersebut diawali dengan spesies. Miskonsepsi yang terjadi ini
kata yang sama yaitu „temu‟, padahal dapat diatasi dengan strategi yang sama
seperti kita ketahui ketiga tanaman untuk soal nomor 3 yaitu memberikan
tersebut sudah berbeda spesies. pengertian yang lebih luas dan terperinci
Miskonsepsi ini lebih dikarenakan kepada siswa mengenai contoh tingkat
variasi contoh untuk keanekaragaman keanekaragaman hayati.
hayati tingkat gen yang selama ini Pada soal nomor 6 disajikan beberapa
diterima siswa sebatas hanya perbedaan populasi hewan yang sedang merumput di
warna dan umumnya memiliki kata depan padang rumput. Gambar yang
yang sama contohnya mawar merah, ditampilkan merupakan contoh
mawar putih, dan mawar kuning. keanekaragaman hayati tingkat spesies.
Miskonsepsi dapat diatasi dengan Biggs et. al. (2008) menyatakan
menjelaskan dan memberikan contoh bahwa,”Jumlah spesies yang berbeda dan
keanekaragaman hayati tingkat gen yang relatif kelimpahannya untuk setiap
lebih bervariasi kepada siswa saat spesies dalam suatu komunitas biologis
pembelajaran. Siswa juga diberikan disebut sebagai keanekaragaman spesies.
pengertian bahwa apabila makhluk hidup Dari gambar yang sajikan di nomor 6
tersebut masih dalam satu spesies yang terlihat beberapa populasi hewan seperti
sama, maka makhluk hidup tersebut populasi zebra, jerapah, rusa dan
merupakan keanekaragaman hayati wildebest.
tingkat gen. Apabila sudah berbeda maka
Berdasarkan hasil tes hanya 25,28% penurunan gen dan makanan berpengaruh
saja siswa yang sesuai konsepsinya terhadap perbedaan individu. Dari hasil
dengan konsepsi ilmiah dan 74,72% siswa wawancara, miskonsepsi ini terjadi karena
yang lain mengalami miskonsepsi. Dilihat siswa tidak mengetahui faktor penyebab
dari jawaban siswa pada saat tes ada terjadinya keanekaragaman hayati baik
beberapa yang menyatakan gambar secara internal dan eksternal.
tersebut merupakan contoh
keanekaragaman hayati tingkat ekosistem. b. Konsepsi Siswa pada Konsep
Dari hasil wawancara dengan siswa, Keanekaragaman Hayati
miskonsepsi ini terjadi dikarenakan siswa Indonesia (Gen, Jenis, dan
menganggap gambar tersebut terdiri dari Ekosistem) Flora, Fauna dan
faktor abiotik dan biotik yang merupakan Mikroorganisme.
komponen penyusun ekosistem, ada pula Untuk mendeskripsikan konsepsi
yang menjelaskan bahwa gambar tersebut siswa tentang konsep keanekaragaman
menunjukkan berbagai jenis hewan dalam hayati Indonesia (gen, jenis, ekosistem)
suatu ekosistem. flora, fauna, dan mikroorganisme
Pada butir soal nomor 7 siswa harus digunakan 3 butir soal yakni soal nomor
menentukan gambar yang merupakan 4, 12 dan 13. Dari hasil tes diperoleh
contoh keanekaragaman tingkat konsepsi siswa yang sesuai dengan
ekosistem. Menurut Bigg et. al (2008) konsep ilmiah adalah 45,98%, tidak sesuai
“Berbagai ekosistem yang hadir dalam dengan konsep ilmiah 52,87% dan siswa
biosfer disebut keanekaragaman yang tidak menjawab 1,15%.
ekosistem”. Berdasarkan hasil tes 88,5% Pada soal nomor 4 menurut konsep
siswa sudah sesuai konsepsinya dengan ilmiah penyebab utama tingginya
konsep ilmiah dan 11,50% siswa masih keanekaragaman hayati di Indonesia
mengalami miskonsepsi.. Pada soal ini adalah bentuk negara Indonesia yang
sebagian siswa sudah benar menjawab merupakan kepulauan terbesar di dunia.
gambar keanekaragaman hayati tingkat Dikarenakan luasnya wilayah Indonesia
ekosistem. Hanya beberapa siswa saja menyebabkan banyaknya habitat yang ada
yang miskonsepsi. Dari hasil wawancara sehingga menciptakan keanekaragaman
diketahui siswa yang mengalami hayati yang tinggi. Adapun persentase
miskonsepsi dikarenakan siswa tersebut kesesuaian konsepsi siswa denngan
sudah benar namun alasannya kurang konsep ilmiah sebesar 16,09% dan siswa
tepat mereka beralasan keanekaragaman yang mengalami miskonsepsi sebesar
hayati tingkat ekosistem karena 81,61% dan 2,3 % siswa tidak menjawab.
merupakan timpat tinggal makhluk hidup. Berdasarkan hasil jawaban siswa
Pada soal nomor 5 siswa diketahui siswa menjawab alasan
mengidentifikasi penyebab terjadinya tingginya keanekaragaman hayati di
keanekaragaman hayati. Ada dua faktor Indonesia adalah karena Indonesia terletak
penyebab terjadinya keanekaragaman, diantara dua benua dan dua samudera.
yaitu faktor keturunan atau faktor genetik Adapula yang menjawab keanekaragaman
dan faktor lingkungan. Berdasarkan hasil hayati yang tinggi di Indonesia
tes tersebut 44,83% siswa memiliki disebabkan Indonesia memiliki iklim
konsep yang sesuai dengan konsep ilmiah tropis dengan dua musim berbeda.
dan 55,17% siswa. Dilihat dari jawaban Pada soal nomor 12 siswa diminta
siswa lebih dari separuh (55,17%) masih untuk menentukan daerah penyebaran
mengalami miskonsepsi, siswa yang sagu dan matoa di Indonesia. Sagu adalah
menjawab bahwa keanekaragaman hayati makanan pokok di daerah maluku dan
dipengaruhi oleh induk dan makanan papua, sedangkan matoa adalah tanaman
beralasan bahwa induk berpengaruh dari endemik asli papua. Kedua tanaman ini
tergolong flora khas australia, sehingga soal nomor 8, 9, 10, 11, dan 14. Dari hasil
daerah penyebaran flora ini banyak tes diperoleh konsepsi siswa yang sesuai
dijumpai di wilayah Papua dan Maluku. dengan konsep ilmiah adalah 76,08% dan
Dari hasil tes diketahui bahwa sebanyak miskonsepsi sebesar 23,91%.
80,46% siswa sudah sesuai konsepsinya Pada soal nomor 8 membahas
dengan konsep ilmiah dan 19,54% siswa mengenai letak garis wallace dan garis
mengalami miskonsepsi. weber, Menurut Pujiyanto (2014: 36)
Dari hasil wawancara terhadap siswa Garis Wallace membelah Selat Makassar
yang konsepsinya masih belum sesuai menuju ke selatan hingga ke Selat
menyatakan kalau siswa tidak tahu Lombok. Jadi, garis Wallace memisahkan
wilayah hidup dari sagu dan matoa di wilayah Oriental (termasuk Sumatra,
Indonesia. Sebagian siswa sudah Jawa, Bali, dan Kalimantan) dengan
mengetahui bahwa sagu adalah makanan wilayah Australasia (Sulawesi, Papua,
pokok dari daerah Papua, namun ada Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
sebagian siswa tidak mengetahui Matoa, Tenggara Timur). Sedangkan Weber
siswa juga belum pernah melihat secara membuat garis pembatas yang berada di
langsung tanaman khas dari daerah Papua sebelah timur Sulawesi memanjang ke
sehingga mereka mengira Matoa bukanlah utara menuju Kepulauan Aru. Garis ini
tanaman dari Papua. kemudian dikenal dengan nama garis
Pada soal nomor 13 siswa Weber. Dari hasil penelitian diketahui
mengidentifikasi jenis hewan endemik 87,35% siswa memiliki konsepsi yang
yang ada di wilayah Indonesia, dari ketiga sesuai dengan konsep ilmiah dan hanya
pilihan jawaban yang tergolong hewan 12,65% siswa mengalami miskonsepsi
endemik ialah Anoa (Bubalus (Tabel 1). Melalui wawancara terhadap
depressicornis). Hal ini dikarenakan anoa beberapa siswa yang mengalami
merupakan hewan yang hanya ditemukan miskonsepsi alasan siswa tidak
di wilayah Indonesia khususnya di pulau mengetahui secara pasti garis tersebut.
sulawesi. Dari hasil analisis tes diketahui Miskonsepsi ini dapat diatasi dengan
41,38% siswa konsepsisnya sudah sesuai menjelaskan letak garis wallace dan
dengan konsep ilmiah, dan 57,47% siswa weber tersebut dengan bantuan peta
mengalami miskonsepsi serta 1,15% Indonesia yang kemudian dapat
siswa tidak menjawab (Tabel 1). digunakan guru sebagai media
Miskonsepsi yang terjadi hampir separuh pembelajaran.
dari jumlah siswa, berdasarkan hasil tes Pada soal nomor 9 siswa diminta
dan wawancara siswa keliru dalam untuk menentukan tipe fauna yang hidup
menentukan hewan endemik di Indonesia, di pulau Bali. Pulau Bali sendiri termasuk
sebagian ada yang menjawab hewan wilayah zona fauna Asiatis. Zona Oriental
endemik Indonesia adalah trenggiling (Asiatis) meliputi wilayah barat
(Manis javanica). Alasan siswa menjawab Indonesia, yaitu Sumatera, Jawa, Bali, dan
trenggiling sebagai hewan endemik Kalimantan. Di wilayah barat Indonesia
Indonesia karena penamaan ilmiahnya terdapat hewan-hewan yang memiliki
yang ada kata javanica yang kemiripan dengan hewan-hewan yang
kemungkinan besar berasal dari pulau terdapat di Benua Asia, misalnya harimau,
jawa. badak, gajah, banteng, dan kera.
(Pujiyanto, 2014: 36). Pada sub konsep
c. Konsepsi Siswa pada Konsep Garis ini miskonsepsi yang ditemukan sebesar
Wallace dan Weber 68,97%. Berdasarkan hasil wawancara
Untuk mendeskripsikan konsepsi miskonsepsi pada sub konsep ini
siswa pada tentang konsep garis wallace dikarenakan siswa tidak mengetahui
dan garis weber digunakan 5 soal yakni secara pasti letak pulau Bali, ketika
diwawancara dan ditunjukkan peta seluruh siswa dapat menjawab dengan
Indonesia, siswa tidak dapat menunjukkan benar.
letak Pulau Bali dengan benar.
Untuk butir soal nomor 10 d. Konsepsi Siswa pada Konsep
berdasarkan analisis data pada Tabel 1 Keunikan Hutan Hujan Tropis di
didapatkan 88,50% siswa sudah sesuai Indonesia
konsepsinya dengan konsep ilmiah dan Untuk mendeskripsikan konsepsi
11,50% siswa mengalami miskonsepsi. siswa tentang konsep keunikan hutan
Butir soal nomor 10 membahas mengenai hujan tropis di Indonesia digunakan 1
contoh hewan yang hidup di masing- butir soal karena konsep ini materinya
masing zona tipe fauna yang ada di tidak dibahas secara terperinci. Dari hasil
Indonesia. Bekantan merupakan mamalia tes diperoleh konsepsi siswa yang sesuai
primata yang merupakan contoh hewan dengan konsep ilmiah adalah 43,67% dan
tipe asiatis, Kangguru pohon merupakan yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah
mamalia berkantung khas tipe australis 56,33%.
banyak hidup di papua dan australia Pada soal nomor 15 siswa diminta
sedangkan tapir adalah fauna daerah untuk mengidentifikasi keunikan hutan
peralihan yang banyak hidup di pulau hujan tropis di Indonesia. Menurut
Sulawesi. Sebagian besar siswa sudah Pujiyanto (2014) salah satu keunikan
benar dalam menjawab soal ini, siswa hutan hujan tropis di Indonesia adalah
yang masih mengalami miskonsepsi hutan yang memiliki struktrur kanopi
menyatakan mereka kesulitan mengetahui sehingga membentuk tajuk berlapis-lapis
contoh hewan yang hidup di wilayah (layering), sekurang-kurangnya tinggi
masing masing zona tipe fauna. tajuk teratas rata-rata adalah 45 m (paling
Pada soal nomor 11 disajikan sebuah tinggi dibandingkan rata-rata hutan
gambar hewan yang hidup di Indonesia lainnya), rapat, dan hijau sepanjang tahun,
yaitu tapir yang merupakan hewan sehingga kelembapannya tinggi. Dari
endemik khas Sulawesi sehingga hasil tes tersebut siswa keliru menjawab
tergolong fauna wilayah tipe peralihan. keunikan hutan hujan tropis Indonesia.
Berdasarkan analisis data pada Tabel 1 Siswa beranggapan keunikan hutan hujan
diketahui 81,61% siswa sudah sesuai tropis di Indonesia adalah memiliki hewan
konsepsinya dengan konsep ilmiah, dam dan tumbuhan endemik yang beragam,
18,39% siswa masih mengalami padahal seperti kita ketahui di hutan hujan
miskonsepsi. Berdasarkan hasil tropis di belahan dunia lain seperti Brazil
wawancara dengan siswa yang mengalami dan Afrika Tengah memiliki hutan hujan
miskonsepsi, mereka tidak mengetahui tropis yang dihuni oleh berbagai spesies
jenis hewan yang ditampilkan beserta endemik.
wilayah hidupnya. Miskonsepsi siswa yang muncul
Pada soal nomor 14 disajikan tabel secara terus menerus ini dapat
berisi jenis-jenis hewan berdasarkan mengganggu pembentukan konsepsi
wilayah hidup yang sesuai. Dari hasil ilmiah. Selain itu juga dapat menyebabkan
penelitian diperoleh 91,95% siswa sudah rendahnya hasil belajar siswa. Hal ini
sesuai konsepsinya dengan konsep ilmiah, sejalan dengan pendapat Wilantara (2005)
dan hanya 8,05% saja siswa yang yang menyatakan bahwa pembelajaran
mengalami miskonsepsi. Dari hasil yang tidak memperhatikan miskonsepsi
wawancara dengan siswa, sebagian besar akan menyebabkan kesulitan belajar dan
siswa sudah paham mengenai contoh akhirnya akan berakibat pada rendahnya
hewan dari masing masing wilayah hidup prestasi belajar siswa. Menurut Suparno
sehingga dari tabel yang disajikan hampir (2013) penyebab sesungguhnya terjadi
miskonsepsi dikarenakan siswa kadang-
kadang tidak secara terbuka keanekaragaman hayati Indonesia (gen,
mengungkapkan bagaimana mereka jenis, ekosistem) flora, fauna dan
mempunyai konsep yang tidak sesuai mikroorganisme sebesar 45,98%, garis
konsep ilmiah tersebut. wallace dan weber sebesar 76,08%, dan
Berdasarkan hasil wawancara keunikan hutan hujan tropis Indonesia
ditemukan adanya keterkaitan antara sebesar 43,67%; (2) Persentase
besarnya miskonsepsi dengan konsepsi miskonsepsi siswa dalam konsep
awal yang dimiliki siswa dan proses keanekaragaman gen, jenis dan ekosistem
pembelajaran yang diterapkan oleh guru. sebesar 56,90%, keanekaragamanhayati
Siswa menyatakan materi Indonesia (gen, jenis, ekosistem) flora,
keanekaragaman hayati relatif mudah fauna danmikroorganismesebesar 52,87%,
akan tetapi fakta dari tes diagnostik garis wallace dan weber sebesar 23,91%,
menunjukkan materi keanekaragaman dan keunikan hutan hujan tropis Indonesia
hayati tergolong sulit jika dilihat dari sebesar 56,33%.
tingginya miskonsepsi pada materi ini.
Dari hasil wawancara, guru sudah Saran
menyampaikan materi keanekaragaman Berdasarkan kesimpulan dan hasil
hayati dengan penggunaan berbagai dari penelitian yang telah dilakukan,
metode dan model pembelajaran yang beberapa saran yang peneliti dapat
sesuai. Kendala yang dialami guru ialah sampaikan antara lain: (1) Kepada peneliti
banyaknya siswa dalam satu kelas yang yang ingin melakukan penelitian lanjutan
mencapai 45 siswa, hal ini tentu tidak dapat menganalisis penyebab miskonsepsi
ideal untuk sebuah kelas, karena sehingga dapat mengarahkan pada
penguasaan guru untuk menyampaikan kegiatan remidiasi; (2) Dalam
materi menjadi tidak maksimal. Selain itu menyampaikan materi keanekaragaman
kendala lainnya adalah minimnya buku hayati di kelas diharapkan guru
pegangan atau paket yang sudah menggunakan model, metode dan media
menyesuaikan dengan kurikulum 2013, yang sesuai, sehingga dapat mengurangi
sehingga siswa ada yang memiliki buku atau mencegah terjadinya miskonsepsi
paket dan ada yang tidak. Buku pegangan dalam diri siswa ketika proses belajar
siswa pun terkadang berbeda dengan buku mengajar.
pegangan guru, sehingga kemungkinan
besar terjadi konsepsi yang tidak sesuai
akibat perbedaan buku pegangan.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan terhadap siswa kelas X MIPA 1
dan X MIPA 2 di SMAN 1 Pontianak
Tahun ajaran 2015/2016 pada materi
keanekaragaman hayati, diperoleh rata-
rata kesesuaian konsepsi siswa dengan
konsep ilmiah sebesar 52,21%,
miskonsepsi sebesar 47,50% dan 0,29%
siswa tidak menjawab. Berikut secara
lengkap mengenai konsepsi siswa tersebut
: (1) Persentase kesesuaian konsepsi siswa
dalam konsep keanekaragaman gen, jenis
dan ekosistem sebesar 43,10%,
DAFTAR RUJUKAN
Anggraeni, DE. (2013). Pengaruh Suparno, Paul W. (2013). Miskonsepsi
Penerapan Learning Cycle dan Perubahan Konsep
terhadap Keterampilan Pendidikan Fisika. Jakarta:
Mengajukan Pertanyaan dan Agrasindo.
Berkomunikasi Siswa Kelas X Sutrisno, Leo, Heri K., dan Kartono.
pada Subkonsep Pencemaran Air. (2007). Pengembangan
Skripsi. Bandung:UPI. Pembelajaran IPA SD. Pontianak:
Biggs A., et al. (2008). Glencoe Science LPJJ PGSD.
Biology. USA: The McGraw-Hill Syaodih, Nana, S. (2012). Metode
Companies, Inc. Penelitian Pendidikan. Bandung:
Dahar, R.W. (2011). Teori-Teori Belajar Remaja Rosdakarya.
& Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Wilantara. (2005). Implementasi Model
Morissan. (2014). Metode Penelitian Belajar Konstruktivis dalam
Survei. Jakarta: Kencana. Pembelajaran Fisika untuk
Pujiyanto, S. (2014). Menjelajah Dunia Mengubah Miskonsepsi ditinjau
Biologi untuk Kelas X. SMA dan dari Penalaran Formal
MA. Solo: Platinum. Siswa.Tesis.Singaraja: IKIP
Sandjaja, B dan Albertus H.. (2011). Singaraja.(Online).(http://www.da
Panduan Penelitian. Jakarta: mandiri.or.id/file/iputuekaikipsingb
Prestasi Pustaka. ab1.pdf diunduh pada 18 Mei
2014).

Anda mungkin juga menyukai