Anda di halaman 1dari 18

PELAKSANAAN SITA JAMINAN DALAM HUKUM

ACARA ARBITRASE

Oleh:
Sujayadi dan Yuniarti*

Abstrak

Alternative dispute resolution (ADR) includes dispute resolution processes and


techniques that act as a means for disagreeing parties to come to an agreement short
of litigation. Despite historic resistance to ADR by many popular parties and their
advocates, some courts now require some parties to resort to ADR of some type, usually
mediation. The rising popularity of ADR can be explained by the increasing caseload
of traditional courts, the perception that ADR imposes fewer costs than litigation, a
preference for confidentiality, and the desire of some parties to have greater control
over the selection of the individual or individuals who will decide their dispute. In
Indonesia based on the Law No. 30/1999 concerning Alternative Dispute Resolution
and Arbitration, ADR is interpreted as alternative to adjudication as it is reflected
in the title of the Law No. 30/1999. Based on article 32 the collateral forclosure is
enable to be done. The procedure of this were adopting the procedure of the collateral
forclosure in civil court.
Key word: Alternative dispute resolution, collateral forclosure.

Latar Belakang menuntut penyelesaian sengketa secara


cepat dan berlangsung secara tertutup untuk
Penyelesaian sengketa alternatif sebagai
menjaga reputasi bisnis mereka. Terlebih
mekanisme penyelesaian sengketa di luar
lagi sistem peradilan Indonesia yang belum
pengadilan memiliki beberapa kelebihan
mendapatkan kepercayaan sepenuhnya dari
dibandingkan penyelesaian secara litigasi.
masyarakat bahkan terindikasi korup, telah
Sebagaimana diketahui bahwa penyelesaian
berakibat beberapa kalangan menghindari
sengketa di pengadilan berlangsung dalam
penyelesaian sengketa di pengadilan.
beberapa tingkat – apabila terdapat pihak
Melihat situasi demikian itu,
yang tidak puas terhadap putusan, dapat
penyelesaian sengketa alternatif menjadi
menempuh upaya hukum – sehingga
pilihan karena menawarkan beberapa
seringkali cukup menyita waktu, di samping
kelebihan yaitu:1
itu proses pengadilan yang berlangsung
1. Sifat kesukarelaan dalam proses;
secara terbuka untuk umum dengan hukum
2. Prosedur yang cepat;
acara yang cukup ketat dirasa kurang
3. Keputusan non yudisial
memenuhi kebutuhan pelaku bisnis yang

*Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga


1 Periksa: Suyud Margono, ADR dan Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia,
Bogor, 2004, h. 40-41

227
4. Kontrol tentang kebutuhan organisasi “pengadilan swasta”. Karena lebih bersifat
5. Prosedur rahasia formal dibandingkan dengan model
6. Fleksibilitas dalam merancang syarat- penyelesaian sengketa alternatif yang lain,
syarat penyelesaian masalah maka proses pemeriksaan perkara dalam
7. Hemat waktu forum arbitrase juga harus didasarkan pada
8. Hemat biaya suatu hukum acara yang telah ditetapkan,
9. Pemeliharaan hubungan di mana di Indonesia berlaku UU No. 30
10. Tingginya kemungkinan untuk Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
melaksanakan kesepakatan Penyelesaian Sengketa (selanjutnya cukup
11. Kontrol dan lebih mudah untuk disebut sebagai UU No. 30/ 1999 ).
memperkirakan hasil; dan Penyelesaian sengketa melalui forum
12. Keputusan bertahan sepanjang waktu. arbitrase memiliki hukum acara yang mirip
dengan hukum acara perdata di pengadilan,
Model-model penyelesaian sengketa
termasuk di antaranya mengenai penyitaan
alternatif cukup beragam, dan dapat
terhadap harta kekayaan termohon.
disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter
Penyitaan dalam perkara perdata memiliki
sengketa yang dihadapi para pihak yang
tujuan untuk menjamin bahwa kelak apabila
bersengketa. Model penyelesaian sengketa
putusan atas perkara a quo memenangkan
yang berkembang dan banyak dipraktekkan
pihak penggugat, maka penggugat memiliki
di Indonesia antara lain negosiasi, mediasi,
jaminan bahwa putusan tersebut tidak hampa
konsiliasi, pendapat ahli dan arbitrase.
(illusoir) dan penggugat dapat meminta
Sebagai salah satu model penyelesaian
pengadilan untuk melaksanakan secara
sengketa alternatif, arbitrase merupakan
paksa putusan tersebut atas tergugat apabila
model penyelesaian sengketa determinative
tergugat tidak secara sukarela melaksanakan
p ro c e s s a t a u d i s e b u t j u g a d e n g a n
isi putusan.
adjudication process. 2 Hal ini karena
Permohonan sita merupakan tindakan
proses arbitrase memiliki kemiripan dengan
eksepsional yang tidak perlu dimohonkan
proses pemeriksaan perkara di pengadilan,
apabila tidak terdapat indikasi yang
hanya saja pelaksanaan arbitrase harus
cukup tergugat hendak mengasingkan
didasarkan pada suatu perjanjian arbitrase
atau mengalihkan harta kekayaannya
yang disepakati oleh para pihak terlebih
selama pemeriksaan perkara dengan
dahulu, arbiter atau majelis arbitrase yang
maksud untuk merugikan penggugat. 3
memeriksa dan memutus perkara tersebut
Dengan diletakkannya sita atas harta
dapat dipilih oleh para pihak sendiri,
kekayaan tertentu milik tergugat, maka
dan pemeriksaan perkara berlangsung
berakibat hukum tergugat kehilangan
secara tertutup. Adapun hasil akhirnya
hak kebebasannya untuk mengalihkan,
berupa putusan arbitrase yang didasarkan
memindahtangankan, atau membebani
pada fakta dan hukum yang bersifat final
harta kekayaannya tersebut dengan suatu
dan mengikat serta dapat dipaksakan
jaminan kebendaan. Hak kebebasan
pelaksanaannya. Oleh karena itu beberapa
pemilik atas suatu kebendaan miliknya
pihak juga menyebut arbitrase sebagai

Tania Sourdin, Alternative Dispute Resolution, Lawbook Co., Sydney, 2002, h. 31


2 

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian,
3 

dan Putusan Pengadilan), Sinar Grafika, Cetakan Keempat, Jakarta, 2006 (selanjutnya disebut sebagai M. Yahya
Harahap I), h. 282-283

228 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 227–244


merupakan hak yang dijamin oleh undang- Rumusan Masalah
undang, oleh karena itu penerapan
Berdasarkan latar belakang
sita dalam hukum acara perdata harus
sebagaimana dikemukakan di atas, maka
dilaksanakan secara proporsional dan
isu hukum penelitian ini adalah:
hati-hati untuk menghindari kesalahan
(1) Apa saja dasar pelaksanaan sita jaminan
penerapan yang dapat melanggar hak
dalam hukum acara arbitrase?
tergugat sehingga menimbulkan kerugian
(2) Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi
kepadanya.
agar pelaksanaan sita jaminan dalam
Berdasarkan ketentuan hukum acara
arbitrase sah dan berharga?
perdata, kewenangan penyitaan hanya
diberikan kepada pengadilan saja sebagai
PEMBAHASAN
institusi negara pelaksana kekuasaan
kehakiman (judiciary power). Penyitaan Hukum acara atau sering juga disebut
oleh salah satu pihak atas harta kekayaan sebagai hukum formil merupakan hukum
pihak lain merupakan perbuatan bertindak yang memiliki fungsi menegakkan hukum
sebagai hakim sendiri (eigenrichting) yang materiil, substansinya berisi prosedur-
merupakan perbuatan melanggar hukum prosedur yang harus ditempuh dan dipatuhi
(onrechtmatigedaad). oleh aparat penegak hukum dan pihak-pihak
Berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (1) yang bersengketa. Hukum acara perdata
UU No. 30/ 1999, arbitrase juga diberikan sendiri mengatur tentang bagaimana caranya
kewenangan untuk mengambil putusan mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta
provisional atau putusan sela lainnya, memutusnya dan pelaksanaan dari pada
menetapkan sita jaminan, memerintahkan putusannya.4
penitipan barang atau menjual barang Dalam upaya pelaksanaan penegakan
yang mudah rusak. Patut dicermati dalam hukum seringkali diperlukan tindakan-
hal ini adalah kewenangan arbitrase untuk tindakan paksa yang bersifat mencegah
menetapkan sita jaminan, mengingat kerugian ataupun pemulihan kerugian yang
arbitrase adalah forum penyelesaian diderita oleh pihak yang merasa dirugikan.
sengketa di luar pengadilan yang tidak Tindakan paksa dalam hukum acara perdata
memiliki perangkat untuk melaksanakan hanya bisa dilakukan berdasarkan suatu
peletakan sita jaminan. Sebagai tindakan penetapan dari hakim pengadilan yang
eksepsional dalam hukum formil yang sangat berwenang; adapun bentuk-bentuk tindakan
mungkin akan melanggar hak termohon atas paksa itu dapat berupa:
hak kebendaannya apabila sita jaminan - putusan provisional berupa perintah
dijalankan, maka sudah seharusnya prosedur penghentian sementara suatu pekerjaan/
peletakan sita jaminan dalam arbitrase diatur perbuatan tertentu hingga dijatuhkan
dalam undang-undang, namun UU No. 30/ suatu putusan akhir;
1999 tidak mengatur lebih lanjut mengenai - penetapan sita baik berupa: sita jaminan
prosedur peletakan sita jaminan dan dalam (conservatoir beslag), sita matrimonial
hal ini pengadilan tidak pula diberikan (dalam perkara perceraian), dan sita
peranan menurut UU No. 30/ 1999. revindikasi (dalam sengketa hak milik);

4  Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cetakan Pertama Edisi Kelima, Liberty,

Yogyakarta, 1998, h. 2

Pelaksanaan Sita Jaminan: (Sujayadi dan Yuniarti) 229


- putusan sela berupa perintah penitipan barang, mengosongkan sebidang tanah
barang sengketa kepada pihak ketiga atau rumah, melakukan sesuatu perbuatan
selama berlangsungnya pemeriksaan tertentu, atau menghentikan suatu perbuatan
perkara (sekestrasi); dan atau keadaan.6
- putusan sela berupa perintah penjualan Penelitian ini akan memfokuskan
barang yang mudah rusak dan pada permasalahan mengenai upaya paksa
memerintahkan penyimpanan uang berupa sita jaminan yang dilakukan melalui
hasil penjualan itu pada rekening yang lembaga arbitrase berdasarkan ketentuan
ditunjuk. dalam Pasal 32 ayat (1) UU No. 30/ 1999.
Sita jaminan merupakan tindakan
Upaya-upaya paksa sebagaimana
mendahului proses pemeriksaan di muka
disebutkan di atas tidak lain bertujuan untuk
pengadilan yang menyangkut peletakan
mencegah kerugian lebih lanjut pihak yang
sita jaminan.7 Pengertian yang terkandung
merasa dirugikan selama berlangsungnya
dalam penyitaan (beslag) sebagaimana
proses pemeriksaan perkara.
diuraikan oleh Yahya Harahap adalah:8
Adapun upaya paksa dalam rangka
- Tindakan menempatkan harta kekayaan
pemulihan kerugian dilakukan sebagai
tergugat secara paksa berada ke dalam
bentuk pelaksanaan (eksekusi) putusan
keadaan penjagaan (to take into custody
pengadilan yang bersifat kondemnator dan
the property of a defendant);
telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van
- Tindakan paksa penjagaan (custody)
gewijsde). Pelaksanaan putusan pengadilan
itu dilakukan secara resmi (official)
dibedakan menjadi:5
berdasarkan perintah pengadilan atau
1. Eksekusi pembayaran sejumlah uang;
hakim;
dan
- Barang yang di tempatkan dalam
2. Eksekusi riil.
penjagaan tersebut, berupa barang
Dalam eksekusi pembayaran sejumlah yang disengketakan, tetapi boleh juga
uang, putusan yang dijalankan menghukum barang yang akan dijadikan sebagai
pihak yang dikalahkan untuk membayar alat pembayaran atau pelunasan utang
sejumlah uang. Apabila yang bersangkutan debitur atau tergugat, dengan jalan
tidak mau melaksanakan putusan secara menjual lelang (executorial verkoop)
sukarela, maka diperlukan beberapa tahapan barang yang disita tersebut;
pelaksanaan, yaitu harus melalui tahap sita - penetapan dan penjagaan barang yang
eksekusi dan dilanjutkan dengan penjualan disita, berlangsung selama proses
lelang yang melibatkan pejabat lelang. pemeriksaan, sampai ada putusan
Sedangkan dalam eksekusi riil, putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
yang dijalankan berkenaan dengan putusan tetap, yang menyatakan sah atau tidak
pengadilan yang menghukum pihak yang tindakan penyitaan itu.
dikalahkan untuk menyerahkan sesuatu

5  M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Cetakan Kedua, Sinar

Grafika, Jakarta, 2006, (selanjutnya disebut sebagai M. Yahya Harahap II) h. 23; Bandingkan dengan: Sudikno
Mertokusumo,Op.cit., h. 200 yang membagi eksekusi dalam putusan pengadilan perdata menjadi: eksekusi
membayar sejumlah uang, melaksanakan suatu perbuatan, dan eksekusi riil.
6  M. Yahya Harahap II, Loc.cit., h. 22
7  R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Cetakan Kedua, Binacipta, Jakarta, 1982, h. 44
8  M. Yahya Harahap I, Op.cit., h. 282

230 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 227–244


Berdasarkan makna yang terkandung campur tangan di dalam suatu penyelesaian
dalam tindakan penyitaan – dalam hal ini sengketa yang telah ditetapkan melalui
termasuk sita jaminan – maka ia merupakan arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu
tindakan paksa yang hanya dapat dijalankan yang ditetapkan dalam undang-undang
oleh negara melalui organnya yang diberikan ini.” Dengan demikian, campur tangan
kewenangan untuk itu, dan dalam hal pengadilan masih memungkinkan dalam
ini adalah pengadilan sebagai pelaksana hal-hal tertentu yang ditetapkan oleh
kekuasaan kehakiman. undang-undang. Beberapa hal di mana
Arbitrase berdasarkan Pasal 1 angka 1 campur tangan pengadilan diperbolehkan
UU No. 30/ 1999 adalah “cara penyelesaian dalam UU No. 30/ 1999 adalah:
suatu sengketa perdata di luar peradilan a. Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) mengenai
umum yang didasarkan pada perjanjian keadaan tidak adanya kesepakatan
arbitrase yang dibuat oleh para pihak yang mengenai pemilihan arbiter atau tidak
bersengketa.” Meskipun sebagai salah satu ada ketentuan mengenai pengangkatan
model penyelesaian sengketa alternatif, arbiter; dan tidak adanya kesepakatan
arbitrase memiliki kemiripan proses dan dalam penunjukan arbiter dalam suatu
hasil dengan litigasi. arbitrase ad hoc;
Keberadaan arbitrase sebagai forum b. Pasal 14 ayat (3) mengenai tidak adanya
penyelesaian sengketa harus didahului kesepakatan dalam penentuan arbiter
dengan adanya kesepakatan di antara para tunggal;
pihak untuk menyerahkan sengketa yang c. Pasal 15 ayat (4) mengenai tidak adanya
terjadi di antara mereka kepada forum kesepakatan dalam penunjukan arbiter
arbitrase, kesepakatan mana dituangkan ketiga dalam hal arbiter berbentuk
dalam perjanjian arbitrase. Perjanjian majelis;
arbitrase inilah yang menjadi dasar d. Pasal 19 ayat (4) mengenai penarikan diri
kewenangan arbiter untuk memeriksa sebagai arbiter yang tidak mendapatkan
dan memutus sengketa.9 Dengan adanya persetujuan dari para pihak yang
perjanjian arbitrase tersebut membawa bersengketa;
akibat hukum bahwa pengadilan tidak e. Pasal 23 ayat (1) mengenai tuntutan hak
lagi memiliki kewenangan absolut untuk ingkar yang ditujukan kepada arbiter
memeriksa dan memutus sengketa yang yang diangkat oleh Ketua Pengadilan
timbul dari perjanjian pokok yang terkait Negeri;
dengan perjanjian arbitrase tersebut, hal ini f. Pasal 25 ayat (1) mengenai tuntutan hak
sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No. ingkar yang tidak disetujui oleh pihak
30/ 1999. lain dan arbiter yang bersangkutan tidak
Meskipun demikian campur tangan bersedia mengundurkan diri;
pengadilan dalam proses pemeriksaan g. Pasal 59 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
sengketa diforum arbitrase tidaklah berlaku mengenai penyerahan dan pendaftaran
absolut. UU No. 30/ 1999 dalam Pasal 11 putusan arbitrase kepada Panitera
ayat (2) menentukan bahwa “Pengadilan Pengadilan Negeri;
Negeri wajib menolak dan tidak akan

9  Basuki Rekso Wibowo, Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase, Materi Presentasi Kuliah, disampaikan

pada Program Sarjana Ilmu Hukum (S1), Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2007, slide 101
– 116

Pelaksanaan Sita Jaminan: (Sujayadi dan Yuniarti) 231


h. Pasal 61 mengenai perintah pelaksanaan undang tidak memberikan kewenangan
putusan arbitrase oleh Ketua Pengadilan upaya paksa kepada lembaga arbitrase,
Negeri (eksekuatur); karena bagaimanapun ia merupakan
i. Pasal 62 ayat (1), ayat (2), ayat (3), “pengadilan swasta” dan salah satu bentuk
dan ayat (4) mengenai prosedur dari private dispute resolution.
pengajuan permohonan eksekusi putusan Di lain pihak dalam Pasal 32 ayat
arbitrase; (1) UU No. 30/ 1999, secara tegas diatur
j. Pasal 63 mengenai bentuk eksekuatur; bahwa arbiter atau majelis arbitrase dapat
k. Pasal 64 mengenai prosedur pelaksanaan memberikan penetapan sita jaminan atas
putusan arbitrase yang telah dibubuhi permohonan salah satu pihak. Ketentuan
eksekuatur; ini tidak diikuti dengan prosedur peletakan
l. P a s a l 6 5 m e n g e n a i p e n g a k u a n sita jaminan yang dilakukan oleh lembaga
dan pelaksanaan putusan arbitrase arbitrase, dan tidak juga terdapat campur
internasional; tangan pengadilan dalam proses peletakan
m. Pasal 67 ayat (1) dan ayat (2) mengenai sita jaminan yang diatur dalam undang-
penyerahan dan pendafataran putusan undang tersebut. Apabila ketentuan tersebut
arbitrase internasional; dijalankan tentu saja akan bertentangan
n. Pasal 68 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan dengan prinsip bahwa upaya paksa
ayat (4) mengenai upaya hukum terhadap dalam proses penegakan hukum hanya
penetapan pengakuan dan pelaksanaan dapat dijalankan oleh organ negara yang
putusan arbitrase internasional; kewenangannya diberikan oleh undang-
o. Pasal 69 ayat (1) mengenai pendelegasian undang.
pelaksanaan putusan arbitrase
internasional; Hakikat Sita dalam Penegakan Hukum
p. Pasal 72 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat Perdata Materiil
(4), dan ayat (5) mengenai pembatalan Penyitaan atau beslag (Belanda), 10
putusan arbitrase. memiliki pengertian sebagai tindakan
Hanya dalam hal-hal tersebut di atas menempatkan harta kekayaan tergugat
saja pengadilan dapat melakukan campur berupa barang yang disengketakan, atau
tangan dalam proses arbitrase, selain barang yang akan dijadikan sebagai
daripada hal-hal tersebut undang-undang pelunasan secara paksa ke dalam penjagaan
tidak memberikan kewenangan. selama proses pemeriksaan berlangsung
Sebagaimana dipahami bahwa yang dilakukan secara resmi atas perintah
arbitrase tidak diberikan kewenangan untuk Hakim atau pengadilan, sampai adanya
melakukan eksekusi atas putusan yang ia putusan pengadilan yang berkekuatan
jatuhkan. Pelaksanaan putusan arbitrase hukum tetap.11 Dari pengertian tersebut
sepenuhnya diberikan kepada pengadilan dapat diketahui hakikat dari adanya tindakan
setelah proses penyerahan dan pendafataran penyitaan, yaitu:
putusan arbitrase, dan setelah adanya 1. Tindakan yang dilakukan secara paksa
permohonan eksekusi dari pihak yang 2. Penempatan harta kekayaan tergugat
dimenangkan. Hal ini dikarenakan undang- dalam penjagaan

10  Marianne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999, h. 49, sebagaimana

dikutip oleh Yahya Harahap I, h. 282.


11  Yahya Harahap I, Ibid.

232 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 227–244


3. Dilakukan atas perintah pengadilan penyitaan itu dilakukan secara lisan,
4. Sampai adanya putusan tetap maka permintaan itu dicatat dalam
berita acara sidang, dan berdasarkan
Hukum acara perdata mengatur secara
permintaan itulah hakim mengeluarkan
formal mengenai adanya tindakan penyitaan
perintah sita apabila pemohon dinilai
yaitu sebagaimana diatur dalam pasal 227
memiliki alasan hukum yang kuat.14
HIR jo. Pasal 720 Rv tentang kebolehan
Permohonan sita dapat dilakukan secara
penyitaan dalam bab yang diberi judul
tertulis – dan dianggap merupakan
sebagai “Tentang beberapa hal mengadili
bentuk permohonan sita yang paling
perkara yang istimewa”. Pelaksanaan
tepat demi kepentingan administrasi
tindakan penyitaan tersebut dilakukan
yustisial – Pasal 227 HIR mengatur
setelah adanya penetapan dari hakim
lebih lanjut bentuk permohonan sita
terhadap barang yang disengketakan atau
dengan format tertulis. Pengajuan
barang yang akan digunakan sebagai
sita dengan format tertulis dilakukan
pelunasan hutang agar tidak putusan yang
dengan bentuk surat permintaan yang
dijatuhkan tidak illusoir atau kosong. Secara
dapat dilakukan dengan disatukan
materiil perihal penyitaan juga diatur dalam
dengan surat gugatan maupun secara
pasal 1131 BW, yaitu bahwa Segala barang-
terpisah dengan surat gugatan, yaitu
barang bergerak dan tak bergerak milik
dengan diajukan dalam surat tersendiri
debitur, baik yang sudah ada maupun yang
secara terpisah dari pokok perkara.
akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan
Pada dasarnya permohonan sita kepada
perorangan debitur itu. Isi pasal 1131 BW
merupakan acara voluntair, yaitu hakim
tersebut dikenal sebagai asas sita jaminan
tidak diperkenankan mengeluarkan
umum, sehingga secara otomatis segala
penetapan sita tanpa permohonan
kebendaan milik debitur akan menjadi
dari penggugat. Meskipun merupakan
jaminan untuk pelunasan hutangnya.
acara voluntair, permohonan sita selalu
Terdapat beberapa prinsip pokok sita
melekat dengan acara contentiosa
secara umum yang harus ditaati, secara
(acara sengketa).
khusus sita memiliki beberapa perbedaan
2. Permohonan Sita Berdasarkan Alasan
secara bergantung pada jenis sita yang
Penyitaan merupakan tindakan
diajukan. Namun, berdasarkan bentuknya
perampasan harta kekayaan dari
undang-undang mengenal beberapa jenis
kekuasaan tergugat sebelum adanya
sita, yaitu: sita revindikasi (revindicatoir
putusan yang berkekuatan hukum tetap,
beslag), sita jaminan (conservatoir beslag)
sehingga harus benar-benar dilakukan
dan sita eksekusi (executorial beslag).
secara cermat dan berdasarkan alasan
Prinsip-prinsip pokok penyitaan adalah:12
yang kuat. Pasal 227 HIR mengatur
1. Sita Berdasarkan Permohonan
mengenai alasan-alasan yang harus
Pasal 226 ayat (1) HIR menyatakan
dipenuhi sebelum sita dilakukan, yaitu:
bahwa proses beracara dalam
adanya sangkaan bahwa tergugat akan
permohonan pengajuan sita boleh
mengasingkan hartanya selama proses
dilakukan secara tertulis maupun
pemeriksaan perkara berlangsung yang
secara lisan.13 Apabila permohonan

12  Ibid. h. 287-324


13  Tresna, Komentar HIR, Pradyana Paramita, Jakarta 2001
14  Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Jakarta, 1977, h. 49; Yahya Harahap I, Loc Cit.

Pelaksanaan Sita Jaminan: (Sujayadi dan Yuniarti) 233


harus ditunjukkan dengan adanya fakta objektif. Penggugat harus memberikan
dan bukti objektif bahwa tergugat akan alasan bahwa objek sita terkait erat
mengalihkan hartanya. Alasan-alasan dengan pokok perkara, yaitu untuk
yang telah diutarakan oleh penggugat melindungi kepentingan penggugat
akan dinilai oleh hakim sebagai pihak pada saat putusan ditetapkan oleh
yang memiliki kewenangan untuk pengadilan.
menerima maupun menolak alasan 6. Larangan penyitaan milik pihak
sita dengan didasarkan atas bukti-bukti ketiga
yang objektif. Penyitaan hanya dibatasi pada barang
3. Penggugat wajib menunjukkan barang milik tergugat, tidak diperkenankan
objek sita adanya penyitaan terhadap barang milik
Pasal 1131 BW menegaskan bahwa pihak ketiga, karena akan merugikan
segala harta kekayaan si berhutang pihak ketiga. Namun, apabila terbukti
menjadi jaminan bagi pelunasan ada kepentingan pihak ketiga yang
hutangnya, namun, hal ini tidak berarti dirugikan oleh adanya penyitaan
bahwa semua harta tergugat merupakan tersebut maka dimungkinkan derden
objek sitaan. Pada proses pengajuan verzet, yaitu bentuk perlawanan yang
sita, penggugat harus menyebutkan dilakukan oleh pihak ketiga apabila ada
secara definitif mengenai barang yang kepentingannya yang dilanggar dalam
menjadi akan menjadi objek sita. rangka dilakukan penyitaan.16 Apabila
4. Permintaan dapat diajukan sepanjang pihak ketiga mampu membuktikan
pemeriksaan sidang bahwa objek yang disita adalah hak-
Pasal 127 HIR mengatur mengenai nya, maka hakim harus mengangkat
permohonan sita yang hanya dapat sita yang membebani objek tersebut.
dilakukan selama putusan yang 7. Penyitaan berdasarkan nilai objektif
berkekuatan hukum tetap belum dan proporsional berdasarkan jumlah
dijatuhkan. Hal ini berarti bahwa tuntutan
permohonan sita dapat diajukan di Penyitaan yang dilakukan atas barang
tengah proses pemeriksaan perkara tergugat untuk melindungi kepentingan
di Pengadilan berlangsung, sehingga penggugat agar eksekusi putusan
tidak harus selalu diajukan diawal dapat dilaksanakan tidak boleh
persidangan, sebagaimana ditegaskan melebihi nilai dari sengketa. Sehingga
dalam putusan MA No. 371 K/ sebelum dilakukan penyitaan harus
Pdt/1984.15 dilakukan taksiran atas barang yang
5. Pengabulan sita berdasarkan dimohonkan sita, penetapan penyitaan
pertimbangan objektif adalah berdasarkan nilai objektif dan
Prinsip ini berkaitan dengan prinsip proporsional berdasarkan jumlah
alasan pengajuan sita harus berdasarkan tuntutan.
alasan yang cukup dan objektif, 8. Mendahulukan penyitaan benda
sehingga alasan pengabulan sita bergerak
harus berdasarkan pertimbangan yang Permohonan sita yang diajukan oleh

15  Yahya Harahap I, Op Cit, h. 292.


16  Yuniarti,Skripsi “Kedudukan kreditur preferen sebagai pihak ketiga dalam sita jaminan hak atas tanah
pada sengketa hutang piutang”, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, 2006, h. 76 ;baca juga, Yahya HarahapI,
Op Cit,, h. 299.

234 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 227–244


tergugat harus didahulukan pada pengaturan dalam pasal 198 HIR dan
barang-barang bergerak milik tergugat, 199 HIR.
apabila nilai barang bergerak tidak 12. Sita penyesuaian
mencukupi nilai objek sengketa, maka Terhadap barang milik tergugat hanya dapat
permohonan sita dapat diajukan atas diterapkan sita penyesuaian apabila pada
benda tidak bergerak. barang yang bersangkutan sebelumnya
9. Dilarang menyita barang tertentu telah dikenakan sita jaminan atau
Semua barang milik kreditur atau sita eksekusi atau sita revindikatoir
orang yang berhutang dalam hal ini sebelumnya, hal ini adalah untuk
adalah tergugat menjadi jaminan melindungi kepentingan pemegang
bagi pelunasan hutangnya, tetapi, sita yang pertama, sehingga urutan
ada benda tertentu yang tidak dapat yang digunakan adalah berdasarkan
dikenai sita. Pasal 197 HIR mengatur tanggal pertama pengenaan sita yang
lebih lanjut mengenai barang-barang dapat dilihat dari masa pendaftaran
ini, di antaranya adalah bahwa benda dan pengumuman. Terhadap barang
yang menjadi modal dalam melakukan yang telah diletakkan agunan juga
pekerjaan seseorang tidak dapat dikenai diberlakukan hal yang serupa. Barang
sita. yang telah diletakkan hak tanggungan,
10. Penjagaan sita tidak boleh diberikan fidusia maupun gadai tidak boleh
kepada penggugat diletakkan sita jaminan, namun
Barang yang dikenai sita berada dapat diletakkan sita penyesuaian.
dalam kekuasaan pengadilan negeri Hal ini dilakukan untuk kepastian
yang pelaksanaan sitanya dilakukan hukum pemegang agunan sebagai
oleh seorang juru sita. Penempatan kreditur preferen, dengan diletakkan
kekuasaan atas barang tergugat dalam sita penyesuaian maka pemegang
kekuasaan pengadilan merupakan hak jaminan tetap didahulukan dari
salah satu cara untuk menghindarkan pemegang sita penyesuaian.
kemungkinan barang atau objek
Apabila permohonan sita dikabulkan
sengketa akan dialihkan kepada pihak
oleh pengadilan, tergugat masih
ketiga.
dapat menghindari penyitaan dengan
11. Kekuatan mengikat sita sejak
menyerahkan sejumlah uang atau barang
diumumkan
dalam nilai tertentu sebagai jaminan kepada
Pengumuman Sita kepada pihak
pengadilan.
ketiga merupakan syarat formil untuk
Penyitaan dalam sita jaminan bukan
mendukung keabsahan dan kekuatan
dimaksudkan untuk melelang, atau menjual
sita terhadap pihak ketiga. Pada sita
barang yang disita, namun hanya disimpan
yang telah dilakukan pendaftaran
(conserveer) oleh pengadilan dan tidak
dan pengumuman maka berlaku asas
boleh dialihkan atau dijual oleh termohon/
publisitas, yaitu apabila pengumuman
tergugat, sita ini disebut dengan sita
mengenai sita telah dilakukan maka
jaminan (conservatoir beslag). Dengan
pihak ketiga dianggap telah mengetahui
adanya penyitaan, tergugat kehilangan
bahwa barang yang disita berada dalam
kewenangannya untuk bertindak secara
kekuasaan Pengadilan, sehingga segala
bebas atas barangnya yang menjadi objek
macam tindakan pengalihan barang
sita, sehingga seluruh tindakan tergugat
kepada pihak ketiga menjadi batal
untuk mengasingkan, atau mengalihkan
demi hukum, hal ini sesuai dengan

Pelaksanaan Sita Jaminan: (Sujayadi dan Yuniarti) 235


barang-barang yang dikenakan sita tersebut jaminan bahwa putusan tersebut tidak hampa
adalah tidak sah dan merupakan tindak (illusoir) dan penggugat dapat meminta
pidana yang dapat dikenakan pidana pasal pengadilan untuk melaksanakan secara
231dan 232 KUHP. Prosedur penyitaan ini paksa putusan tersebut atas tergugat apabila
dilakukan dengan memohonkan penetapan tergugat tidak secara sukarela melaksanakan
kepada hakim yang diikuti dengan adanya isi putusan.
penetapan yang berupa putusan sela. Permohonan sita merupakan tindakan
Tujuan utama sita adalah agar tergugat eksepsional yang tidak perlu dimohonkan
tidak memindahkan atau membebankan apabila tidak terdapat indikasi yang
hartanya kepada pihak ketiga, sehingga cukup tergugat hendak mengasingkan
keberadaan harta terperkara atau harta atau mengalihkan harta kekayaannya
kekayaan tergugat selama proses pemeriksaan selama pemeriksaan perkara dengan
sengketa sampai dengan eksekusi putusan, maksud untuk merugikan penggugat. 18
dapat terjaga keutuhannya. Hal ini untuk Dengan diletakkannya sita atas harta
menjaga agar gugatan penggugat tidak kekayaan tertentu milik tergugat, maka
sia-sia, ketika putusan dijatuhkan17 atau berakibat hukum tergugat kehilangan
apabila perkara yang disengketakan hak kebebasannya untuk mengalihkan,
mengenai pembayaran sejumlah uang, memindahtangankan, atau membebani
harta yang disita tetap utuh sampai adanya harta kekayaannya tersebut dengan suatu
putusan hukum yang berkekuatan hukum jaminan kebendaan. Hak kebebasan pemilik
tetap, sehingga apabila tergugat tidak atas suatu kebendaan miliknya merupakan
melaksanakan pemenuhan secara sukarela hak yang dijamin oleh undang-undang,
maka, pemenuhan dapat dilaksanakan oleh karena itu penerapan sita dalam
dengan jalan menjual lelang barang yang hukum acara perdata harus dilaksanakan
disita. secara proporsional dan hati-hati untuk
Sehingga dapat disimpulkan bahwa menghindari kesalahan penerapan yang
jaminan berupa uang atau barang yang dapat melanggar hak tergugat sehingga
dimintakan oleh penggugat kepada menimbulkan kerugian kepadanya.
pengadilan untuk memastikan agar Berdasarkan ketentuan hukum acara
tuntutan penggugat terhadap tergugat dapat perdata, kewenangan penyitaan hanya
dilaksanakan/ dieksekusi kalau pengadilan diberikan kepada pengadilan saja sebagai
mengabulkan tuntutan tersebut. institusi negara pelaksana kekuasaan
Penyelesaian sengketa melalui forum kehakiman (judiciary power). Penyitaan
arbitrase memiliki hukum acara yang mirip oleh salah satu pihak atas harta kekayaan
dengan hukum acara perdata di pengadilan, pihak lain merupakan perbuatan bertindak
termasuk di antaranya mengenai penyitaan sebagai hakim sendiri (eigenrichting) yang
terhadap harta kekayaan termohon. merupakan perbuatan melanggar hukum
Penyitaan dalam perkara perdata memiliki (onrechtmatigedaad).
tujuan untuk menjamin bahwa kelak apabila Berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (1)
putusan atas perkara a quo memenangkan UU No. 30/ 1999, arbitrase juga diberikan
pihak penggugat, maka penggugat memiliki kewenangan untuk mengambil putusan

17  M. Yahya Harahap, Permasalahan dan penerapan sita jaminan (conservatoir beslag), , Pustaka, Bandung,

1990 (selanjutnya disebut sebagai Yahya Harahap III), h. 8


18  Yahya Harahap I, Op Cit, h. 282-283

236 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 227–244


provisional atau putusan sela lainnya, arbiter atau majelis arbitrase tidak dapat
menetapkan sita jaminan, memerintahkan mengeluarkan penetapan sita jaminan.
penitipan barang atau menjual barang yang Permohonan sita jaminan ini dapat
mudah rusak. Sita jaminan dalam arbitrase diajukan bersama-sama dengan surat tuntutan
memiliki kesamaan dengan sita jaminan (statement of claim) ataupun diajukan
di pengadilan, hanya saja kewenangan- secara terpisah, asalkan permohonan itu
kewenangannya dalam pelaksanaan sita diajukan sebelum dijatuhkannya putusan
jaminan terbatas, mengingat arbitrase arbitrase.19 Namun, undang-undang tidak
bukanlah bagian dari kekuasaan negara mengatur lebih lanjut mengenai prosedur
yang bersifat judisial dan oleh karenanya ia peletakan sita jaminan dalam hukum
tidak berwenang untuk melaksanakan sita acara arbitrase, undang-undang sebatas
jaminan, kewenangan mana dimiliki oleh mengatur kewenangan arbitrase untuk
lembaga peradilan. mengeluarkan penetapan sita jaminan. Di
sinilah problematika mengenai prosedur
Syarat-syarat Peletakan Sita Jaminan peletakan sita jaminan muncul, karena
dalam Hukum Acara Arbitrase dan arbitrase sebagai “pengadilan privat” tidak
Problematika Penerapannya memiliki kewenangan lengkap – hanya
kewenangan untuk mengeluarkan penetapan
Pada bagian ini penulis akan sita jaminan, tanpa kewenangan untuk
mengemukakan syarat-syarat peletakan sita melaksanakan peletakan sita jaminan – dan
jaminan dalam hukum acara arbitrase, proses juga tidak memiliki perangkat pelaksana sita
peletakan sita jaminan dalam hukum acara jaminan, dalam hal ini juru sita.
arbitrase dengan memperbandingkannya Apabila menengok beberapa ketentuan
dalam ketentuan UNCITRAL Model Law arbitrase yang telah menjadi acuan baku
on International Commercial Arbitration praktik arbitrase internasional – dan tanpa
(UNCITRAL MAL) dan ICC Arbitration bermaksud menarik pembahasan dalam
Rules. penelitian ini ke dalam pembahasan
Pasal 32 UU No. 30/ 1999 yang mengenai arbitrase dagang internasional
menjadi dasar kewenangan arbitrase untuk – sita jaminan oleh arbitrase masuk dalam
menjatuhkan penetapan sita mengatur tindakan interim measures. Dalam Chapter
sebagai berikut: “Atas permohonan salah IV, Article 17, paragraph 2 mengenai
satu pihak, arbiter atau majelis arbitrase interim measure and preliminary order,
dapat mengambil putusan provisionil atau UNCITRAL MAL mendefinisikan interim
putusan sela lainnya termasuk penetapan measures sebagai berikut:20
sita jaminan.” Dengan demikian syarat “An interim measure is any temporary
peletakan sita jaminan dalam hukum acara measure, whether in the form of an award or
arbitrase – sama halnya dalam proses in another form, by which, at any time prior
di pengadilan – harus didahului dengan to the issuance of the award by which the
dispute is finally decided, the arbitral tribunal
permohonan sita jaminan dari pemohon.
orders a party to:
Tanpa adanya permohonan tersebut,

19  Wawancara dengan BANI Surabaya, tanggal 27 Agustus 2010.


20  Chapter IV, Article 17 (2) of UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration as revised
in 2006

Pelaksanaan Sita Jaminan: (Sujayadi dan Yuniarti) 237


(a) Maintain or restore the status quo 2. The party who is seeking or has obtained
pending determination of the dispute; recognition or enforcement of an interim
(b) Take action that would prevent, or refrain measure shall promptly inform the
from taking action that is likely to cause, court of any termination, suspension or
current or imminent harm or prejudice
modification of that interim measure.
to the arbitral process itself;
(c) Provide a means of preserving assets 3. The court of the State where recognition
out of which a subsequent award may or enforcement is sought may, if it
be satisfied; or considers it proper, order the requesting
(d) Preserve evidence that may be relevant party to provide appropriate secutiry if
and material to the resolution of the the arbitral tribunal has not already made
dispute.” a determination with respect to security
or where such a decision is necessary to
Dalam definisi yang dibuat oleh protect the rights of third parties.
UNCITRAL, termasuk dalam tindakan
interim measures adalah: tindakan Berdasarkan ketentuan tersebut,
pengadilan untuk memberikan perlindungan pelaksanaan sita jaminan yang telah
atau jaminan kepada salah satu pihak ditetapkan oleh arbitrase dijalankan
akan terlaksananya putusan (conservatory atau dilaksanakan oleh pengadilan yang
measure), anti suit injunction, 21 dan berwenang, dan kiranya ketentuan ini
penetapan untuk memerintahkan salah satu sejalan dengan prinsip bahwa pelaksanaan
pihak menyerahkan bukti-bukti materiil sita jaminan hanya dapat dilakukan oleh
yang relevant. 22 Berkaitan dengan sita badan kekuasaan negara dalam hal ini
jaminan, maka ia termasuk dalam interim kekuasaan judisial.
measures sebagaimana dimaksud dalam ICC Arbitration Rules dalam Artikel
Artikel 17 paragraph 2 sub paragraph (a) 23 di bawah titel Conservatory and Interim
dan (b) dari UNCITRAL MAL. Measures mengatur sebagai berikut:
Lebih lanjut mengenai pelaksanaan 1. Unless the parties have otherwise agreed,
interim measures dalam UNCITRAL as soon as the file has been transmitted
MAL diatur dalam Artikel 17 H, di bawah to it, the Arbitral Tribunal may, at the
titel Recognition and enforcement yang request of a party, order any interim
mengatur sebagai berikut: or conservatory measure it deems
1. An Interim measures issued by an appropriate. The Arbitral Tribunal may
arbitral tribunal shall be recognized as make the granting of any such measure
binding and, unless otherwise provided subject to appropriate security being
by the arbitral tribunal, enforced upon furnished by the requesting party. Any
application to the competent court, such measure shall take the form of an
irrespective of the country in which it order, giving reasons, or of an Award,
was issued, subject to the provisions of as the Arbitral Tribunal considers
article 17 I. appropriate.

21  Anti suit injuction adalah penetapan pengadilan atau arbitrase yang melarang atau mencegah salah satu pihak

untuk menempuh upaya hukum parallel selain upaya hukum di pengadilan atau arbitrase yang sedang berjalan.
Praktek ini banyak berkembang di negara-negara Common Law System
22  Margaret L. Moses, The Principles and Practice of International Commercial Arbitration, Cambridge

University Press, New York, 2008, h. 101

238 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 227–244


2. Before the file is transmitted to the Posisi pengadilan dalam pelaksanaan
Arbitral Tribunal, and in appropriate sita jaminan di dalam hukum acara arbitrase
circumstances even thereafter, the parties adalah sebagai institusi pembantu (judicial
may apply to any competent judicial assistance for arbitration).
authority for interim or conservatory Dengan demikian, seharusnya
measures. The application of a party to pelaksanaan peletakan sita jaminan dalam
a judicial authority for such measures proses arbitrase berada di tangan pengadilan,
or for the implementation of any such namun agar pengadilan dapat masuk
measures ordered by an Arbitral Tribunal menjadi bagian dari proses arbitrase ia
shall not be deemed to be an infringement memerlukan kewenangan yang diberikan
or a waiver of the arbitration agreement oleh undang-undang mengingat ketentuan
and shall not affect the relevant powers dalam Pasal 11 ayat (2) UU No. 30/ 1999
reserved to the Arbitral Tribunal. Any yang menyatakan “Pengadilan Negeri wajib
such application and any measures menolak dan tidak akan campur tangan di
taken by the judicial authority must be dalam suatu penyelesaian sengketa yang
notified without delay to the Secretariat. telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali
The Secretariat shall inform the Arbitral dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam
Tribunal thereof. undang-undang ini”. Berdasarkan ketentuan
tersebut, pengadilan hanya diberikan
Dalam ketentuan tersebut tindakan
kewenangan untuk campur tangan dalam
sita jaminan dalam arbitrase termasuk
proses arbitrase apabila undang-undang
dalam conservatory yang juga merupakan
memberikannya; dan dalam pelaksanaan sita
bagian dari kewenangan arbitrase untuk
jaminan, tidak satu pasal pun dalam UU No.
mengeluarkan penetapan (atau dalam bentuk
30/ 1999 mengatur mengenai hal itu.
yang lain menurut pertimbangan arbiter)
Dalam praktek, arbitrase jarang sekali
berdasarkan permohonan salah satu pihak
mengeluarkan penetapan sita jaminan, hal
(Artikel 23 paragraph 1 ICC Arbitration
ini dikarenakan para pihak yang hadir dan
Rules).
menyelesaikan sengketa di arbitrase dianggap
Lebih lanjut Artikel 23 paragraph
telah dan saling memiliki itikad baik untuk
2 ICC Arbitration Rules mengatur
menyelesaikan sengketa. Arbitrase – dalam
mengenai pelaksanaan conservatory
hal ini BANI – baru mengeluarkan sita
dan interim measures, di mana setelah
jaminan apabila termohon, setelah diberi
arbitrase mengeluarkan penetapan (order
pemberitahuan yang patut, tetap tidak
of arbitration) pemohon dapat memintakan
menghadiri persidangan arbitrase dan untuk
pelaksanaan conservatory atau interim
menjamin pelaksanaan putusan, pemohon
measures tersebut kepada pengadilan
mengajukan permohonan sita jaminan.
yang berwenang (any competent judicial
Setelah penetapan dikeluarkan oleh arbiter
authority). Men genai permohonan
atau majelis arbitrase, penetapan tersebut
conservatory dan interim measures dalam
dibawa ke pengadilan untuk dimohonkan
ketentuan ICC Arbitration Rules, pemohon
pelaksanaan, dan sejauh ini pengadilan
dapat meminta secara langsung terlebih
tidak menolak dan memberikan bantuannya
dahulu – tanpa permohonan kepada arbitrase
dalam pelaksanaan sita jaminan.23 Namun,
– kepada pengadilan yang berwenang.

23  Wawancara dengan BANI Surabaya, tanggal 27 Agustus 2010.

Pelaksanaan Sita Jaminan: (Sujayadi dan Yuniarti) 239


menurut hemat penulis tindakan yang memaksa (dwingendrecht), sifat ini
dilakukan oleh pengadilan tidak memiliki diberikan agar dalam penegakan hukum
dasar kewenangan, dan oleh karenanya sita materiil tidak terjadi kesewenang-wenangan
jaminan yang diletakkan pun batal demi dari salah satu pihak maupun dari pihak
hukum dan dengan sendirinya menjadi tidak penegak hukum itu sendiri.24 Oleh karena
sah dan tidak berharga. itu, pelaksanaan sita yang tidak memiliki
Pelaksanaan sita jaminan dalam dasar hukum tidak dapat dilaksanakan dan
arbitrase yang dilakukan oleh pengadilan di karenanya tidak sah dan tidak berharga.
Indonesia, sangat mungkin dan sangat layak Pada bagian ini penulis akan
untuk dilawan oleh termohon. Termohon mengemukakan langkah yang sekiranya
dapat mengajukan perlawanan atas dasar dapat ditempuh agar sita jaminan yang
ketidakwenangan pengadilan untuk diperlukan dalam proses arbitrase dapat
melaksanakan sita jaminan yang ditetapkan memiliki dasar legalitas sehingga ia dapat
oleh arbiter atau majelis arbitrase, karena dilaksanakan.
kewenangan pengadilan dalam proses
arbitrase telah dibatasi oleh Pasal 11 ayat Mengajukan Permohonan Sita Jaminan
(2) UU No. 30/ 1999, di luar itu arbitrase Secara Terpisah Langsung kepada
tidak memiliki kewenangan. Demikian Pengadilan yang Berwenang
pula halnya pengadilan, hakim karena Beranjak dari prinsip umum arbitrase
jabatannya (ex officio) wajib menolak untuk yaitu prinsip otonomi para pihak (party
melaksanakan sita jaminan karena tidak ada autonomy), penulis menyarankan agar dalam
kewenangan untuk itu. klausula arbitrase dapat disepakati klausula
Apa yang terjadi sebagaimana tambahan yang membolehkan salah satu
dikemukakan di atas tidak lain karena pihak untuk meminta penetapan pengadilan
adanya kekosongan hukum mengenai apabila memang diperlukan dalam rangka
pelaksanaan sita jaminan dalam hukum proses arbitrase dan perlindungan atas hak-
acara arbitrase. hak dari salah satu pihak. Klausula tersebut
sekiranya dapat berbentuk sebagai berikut:
Langkah-langkah Agar Sita Jaminan
1. Segala sengketa dan perbedaan pendapat
dalam Arbitrase Dapat Dilaksanakan
yang timbul dari atau berkaitan dengan
dan Sah
perjanjian ini akan diselesaikan dalam
Sebagaimana dikemukakan di atas, forum arbitrase dengan arbiter berbentuk
selama ini praktek sita jaminan dalam majelis berjumlah tiga orang menurut
arbitrase telah menggunakan bantuan Peraturan dan Prosedur BANI dan
pengadilan sebagai institusi pelaksananya, berkedudukan di Jakarta Selatan.
namun tentu saja kewenangan pengadilan 2. Dalam hal dianggap perlu untuk kelancaran
tersebut tidak memiliki dasar legalitas pelaksanaan proses arbitrase, salah satu
menurut ketentuan dalam peraturan pihak diperbolehkan untuk mengajukan
perundang-undangan. Sehingga seyogianya permohonan kepada pengadilan yang
praktek demikian ini dihindari. berwenang untuk penetapan-penetapan
Soedikno Mertokusumo berpendapat, termasuk namun tidak terbatas pada
bahwa hukum acara memiliki sifat yang permohonan sita jaminan.

24  Sudikno Mertokusumo, Actio Popularis, dalam http://sudiknoartikel.blogspot.com/2008/03/actio-popularis.

html, diposting 19 Maret 2008, diakses 22 November 2010

240 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 227–244


3. Permohonan sebagaimana dimaksud sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka
dalam ayat 2 tidak dapat diartikan sebagai 4 UU No. 30/ 1999, di mana pengadilan yang
pelanggaran dari klausula arbitrase berwenang sebagai supporting institution
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, adalah pengadilan yang wilayah hukummnya
dan tidak mengurangi kewenangan- meliputi tempat tinggal termohon. Ke depan,
kewenangan dari majelis arbitrase yang dalam rangka pengembangan hukum acara
ditunjuk untuk memeriksa dan memutus arbitrase, hendaknya dipertimbangkan pula
sengketa. untuk menunjuk pengadilan yang wilayah
hukumnya meliputi tempat arbitrase bersidang
Berdasarkan klausula tersebut, salah
(seat of arbitration) yang dipilih oleh para
satu pihak dapat mengajukan permohonan
pihak sebagai supporting institution.
sita jaminan kepada pengadilan yang
Setelah arbitrase memutus pokok
berwenang secara terpisah dari tuntutan
sengketa dan memenangkan tuntutan
yang diajukan kepada arbitrase; sedangkan
pemohon, maka pemohon dapat mengajukan
tuntutan pokok perkaranya tetap diajukan
permohonan kepada pengadilan agar
kepada arbitrase.
sita jaminan yang sudah diletakkan dan
Lebih lanjut, pengadilan berdasarkan
dibebankan selama proses arbitrase
Pasal 227 ayat (1) HIR akan memeriksa alasan-
berlangsung dinyatakan sah dan berharga.
alasan permohonan tersebut. Akan tetapi,
Proses sebagaimana diuraikan di atas
pengadilan tidak perlu memeriksa alasan-
tidak menerapkan Pasal 32 ayat (1) UU No.
alasan dalam pokok perkara. Apabila alasan-
30/ 1999, tetapi menggunakan dasar Pasal
alasan yang dikemukakan pemohon dalam
227 ayat (1) HIR. Hal ini dikarenakan apabila
permohonannya dapat diterima (admissible),
menggunakan Pasal 32 ayat (1) UU No.
maka pengadilan akan mengeluarkan
30/ 1999, dan arbiter atau majelis arbitrase
penetapan sita jaminan. Pengadilan tidak
mengeluarkan penetapan sita jaminan
perlu memeriksa dan tidak dapat memeriksa
kemudian pelaksanaannya oleh pengadilan,
pokok perkara yang diperiksa di pengadilan
maka campur tangan pengadilan itu akan
dalam mempertimbangkan permohonan
terhalang oleh ketentuan Pasal 11 ayat (2)
sita jaminan tersebut, ini untuk menjamin
UU No. 30/ 1999. Penerapan Pasal 227 ayat
tegaknya prinsip independensi arbitrase.25
(1) HIR dengan mengajukan permohonan
Selanjutnya pengadilan melalui juru sita
sita jaminan langsung kepada pengadilan
memerintahkan agar sita jaminan itu
sangat memungkinkan, karena dalam hukum
dilaksanakan sebagaimana ketentuan dalam
acara perdata, permohonan sita jaminan
Hukum Acara Perdata. Tindakan pengadilan
merupakan acara voluntair (non-sengketa),
demikian ini bukan mengintervensi proses
sedangkan gugatan – atau dalam arbitrase
arbitrase dan juga bukan judicial assistance,
dikenal sebagai tuntutan (statement of claim)
tapi merupakan kewenangan sendiri dari
– merupakan acara contentiosa (sengketa);
pengadilan berdasarkan Pasal 227 ayat (1)
sehingga sita jaminan sebagai acara voluntair
HIR.
dapat dipisahkan dari gugatannya sebagai
Perlu juga memperhatikan hendaknya
acara contentiosa; meskipun pada hakikatnya
pengadilan yang berwenang adalah pengadilan
sita jaminan tidak dapat diajukan tanpa
di mana wilayah hukumnya meliputi domisili
adanya suatu sengketa (gugatan). Hanya
hukum termohon (prinsip forum rei) yang

25  Prinsip independensi arbitrase diakui dalam UU No. 30/ 1999 sebagaimana ditegaskan dalam Penjelasan

Pasal 62 ayat (4) UU No. 30/ 1999

Pelaksanaan Sita Jaminan: (Sujayadi dan Yuniarti) 241


saja di sini untuk permohonan sita jaminan berwenang. Sementara sambil menunggu
diperiksa dan ditetapkan oleh pengadilan; perubahan atau penggantian undang-undang
sedangkan sengketanya sendiri diperiksa dan mengenai arbitrase, Mahkamah Agung
diputus oleh pengadilan. Teknik demikian sebagai lembaga peradilan tertinggi di
ini sejalan dalam Artikel 23 ayat 2 dari ICC Indonesia dapat mengatur melalui suatu
Arbitration Rules di mana pemohon dapat Peraturan Mahkamah Agung mengenai
mengajukan secara langsung conservatory pelaksanaan sita jaminan oleh pengadilan
atau interim measures kepada pengadilan dalam rangka judicial assistance terhadap
yang berwenang. proses arbitrase.
Apakah ada kemungkinan terjadi putusan Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal
yang saling bertentangan (irreconcible 79 UU No. 14/ 1985 (sebagaimana dirubah
judgement)? Tidak mungkin, kalaupun beberapa kali terakhir dengan UU No.
ada perbedaan yang terjadi bukanlah 3/ 2009 yang menyatakan Mahkamah
suatu putusan yang saling bertentangan, Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-
kemungkinan tersebut adalah: hal yang diperlukan bagi kelancaran
1. pengadilan menolak permohonan penyelenggaraan peradilan apabila terdapat
sita jaminan pemohon; dan arbitrase hal-hal yang belum diatur dalam undang-
mengabulkan tuntutan pemohon. Dalam undang.
hal ini pemohon dapat langsung meminta Kedudukan peraturan Mahkamah
eksekusi putusan arbitrase kepada Agung dalam sistem perundang-undangan di
pengadilan yang berwenang, meskipun Indonesia mendapatkan tempat sebagaimana
ada kemungkinan putusan itu hampa diatur dalam Pasal 7 ayat (4) UU No. 10/
(illusoir) karena tidak disertai adanya 2004.26 Peraturan Mahkamah Agung dalam
sita jaminan; atau hal ini hanya sebatas pada penyelenggaraan
2. pengadilan mengabulkan permohonan peradilan saja, terutama apabila tidak
sita jaminan pemohon; dan arbitrase mendapatkan pengaturan dalam undang-
menolak tuntutan pemohon. Dalam hal undang.
ini dengan sendirinya penetapan sita Sebagaimana Peraturan Mahkamah
jaminan menjadi gugur. Agung No. 1/ 1990 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing yang
Dengan demikian yang terjadi di sini
dikeluarkan karena peradilan tidak dapat
bukanlah putusan yang saling bertentangan,
menerapkan secara langsung Konvensi
karena bagaimanapun substansi yang
New York 1958 tentang Pengakuan dan
diperiksa dan ditetapkan atau diputus adalah
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing
berbeda.
walaupun sudah diratifikasi dengan
Pengaturan Melalui Peraturan Keputusan Presiden No. 34/ 1981, di
Mahkamah Agung mana pengadilan berpendapat terjadi
kekosongan hukum mengenai pengakuan
Bagaimanapun penyelesaian terbaik dan pelaksanaan arbitrase asing. Untuk
yang dapat memberikan kepastian hukum itulah Mahkamah Agung melalui Peraturan
adalah suatu peraturan perundang-undangan Mahkamah Agung No. 1/ 1990 mengisi
yang ditetapkan oleh organ negara yang kekosongan hukum tersebut. 27 Dengan

26  Lebih lanjut periksa Penjelasan Pasal 7 ayat (4) UU No. 10/ 2004
27  Yahya HarahapII, Op Cit, h. 334-336.

242 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 227–244


konvensi ini diharapkan semua negara diperiksa oleh arbitrase, apabila
dapat “mengakui” (recognition) dan pemohon dimenangkan dalam
“mengeksekusi” (enforcement) setiap tuntutannya, maka sita jaminan
putusan arbitrase asing. menjadi sah dan berharga, apabila
tuntutan ditolak, maka sita jaminan
Kesimpulan dengan sendirinya gugur.
1. Kewenangan arbitrase untuk menetapkan Dengan demikian pelaksanaan sita
sita jaminan didasarkan pada Pasal jaminan dalam arbitrase sudah seharusnya
32 ayat (1) UU No. 30/ 1999. Akan tetap berada di dalam kekuasaan badan
tetapi penetapan tersebut tidak peradilan, namun tidak ada ketentuan
memungkinkan untuk dilaksanakan undang-undang yang memungkinkan bagi
karena arbitrase adalah pengadilan pengadilan di Indonesia untuk turut campur
privat yang tidak memiliki kelengkapan tangan (intervensi) dalam hal tersebut.
untuk melaksanakan sita jaminan, dan
lebih lanjut karena tidak ada ketentuan DAFTAR BACAAN
dari undang-undang yang memberikan
kewenangan kepada pengadilan Attorney General’s Chambers, Review of
Arbitration Laws, Law Reform and
untuk melaksanakan penetapan sita
Revision Division, Singapore, Revised 4th
jaminan yang ditetapkan oleh arbitrase, October 2001
pembatasan mana sudah ditetapkan
Basuki Rekso Wibowo, 2007, Penyelesaian
dalam Pasal 11 ayat (2) UU No. 30/ Sengketa Melalui Arbitrase, Materi
1999. Presentasi Kuliah, disampaikan pada
2. Dari dua prosedur arbitrase yang Program Sarjana Ilmu Hukum (S1),
menjadi acuan dalam arbitrase dagang Fakultas Hukum Universitas Airlangga,
internasional yaitu UNCITRAL MAL Surabaya
dan ICC Arbitration Rules, pelaksanaan Garner, Bryan A., Ed., Black’s Law Dictionary,
sita jaminan (interim measures atau Eighth Edition, Thomson West, 2004
conservatory) dilaksanakan sebagai Harahap, M. Yahya, 2004, Arbitrase, Edisi
berikut: Kedua, Sinar Grafika, Jakarta
a. permohonan diajukan kepada ____, 2006, Hukum Acara Perdata (Tentang
arbitrase, apabila arbitrase Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
mengabulkan permohonan tersebut Pembuktian, dan Putusan Pengadilan),
maka ia akan mengeluarkan Sinar Grafika, Cetakan Keempat, Jakarta
penetapan (arbitration order), ____, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi
penetapan ini kemudian dimohonkan Bidang Perdata, Cetakan Kedua, Sinar
pelaksanaannya kepada pengadilan Grafika, Jakarta, 2006
yang berwenang (Artikel 17 dan ____, Permasalahan dan penerapan sita
Artikel 17 H UNCITRAL MAL); jaminan (conservatoir beslag), Pustaka,
atau Bandung, 1990
b. permohonan diajukan langsung Marshall, Enid A., Gill: the Law of Arbitration,
kepada pengadilan yang berwenang, Fourth Edition, Sweet & Maxwell, London,
apabila permohonan dikabulkan, 2001
maka penetapan dilaksanakan oleh Marianne Termorshuizen, Kamus Hukum
pengadilan. Tuntutan (statement of Belanda-Indonesia, Djambatan, Jakarta,
claim) sebagai pokok perkara tetap 1999

Pelaksanaan Sita Jaminan: (Sujayadi dan Yuniarti) 243


Margaret L. Moses, The Principles and Sourdin, Tania, 2002, Alternative Dispute
Practice of International Commercial Resolution, Lawbook Co., Sydney
Arbitration, Cambridge University Press, Subekti, R & R. Tjitrosudibio, 1999, Kitab
New York, 2008 Undang-undang Hukum Perdata,
Niewenhuis, J.H., Pokok-pokok Hukum cetakan XXIX, terjemahan dari Burgerlijk
Perikatan, terjemahan Djasadin Wetboek, Pradnya Paramita, Jakarta
Saragih dari judul asli Hoofdstukken Subekti, R., 1982, Hukum Acara Perdata,
Verbintenissenrecht, Fakultas Hukum Cetakan Kedua, Binacipta, Jakarta
Universitas Airlangga, Surabaya, 1985
Sudikno Mertokusumo, 1998, Hukum Acara
Parris, John, Arbitration Principles and Perdata Indonesia, Cetakan Pertama Edisi
Practice, Granada Publishing Ltd., London, Kelima, Liberty, Yogyakarta
1983
Sudikno Mertokusumo, Actio Popularis,
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, dalam http://sudiknoartikel.blogspot.
Yuridika, Vol. 16, No. 2, Maret 2001 com/2008/03/actio-popularis.html,
Prodjodikoro, R. Wirjono, 1984, Hukum Acara diposting 19 Maret 2008
Perdata di Indonesia, Sumur Bandung, Tresna, Komentar HIR, Pradyana Paramita,
Bandung Jakarta 2001
Rau, Alan Scott et.al., Processes of Dispute Yuniarti, Skripsi “Kedudukan kreditur preferen
Resolution: the Role of Lawyers, Third sebagai pihak ketiga dalam sita jaminan
Edition, University Casebook Series, hak atas tanah pada sengketa hutang
Foundation Press, New York, 2002 piutang”, Fakultas Hukum, Universitas
Satrio, J., Hukum Perikatan: Tentang Airlangga, 2006
Hapusnya Perikatan, Bagian 2, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1996

244 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 227–244

Anda mungkin juga menyukai