ACARA ARBITRASE
Oleh:
Sujayadi dan Yuniarti*
Abstrak
227
4. Kontrol tentang kebutuhan organisasi “pengadilan swasta”. Karena lebih bersifat
5. Prosedur rahasia formal dibandingkan dengan model
6. Fleksibilitas dalam merancang syarat- penyelesaian sengketa alternatif yang lain,
syarat penyelesaian masalah maka proses pemeriksaan perkara dalam
7. Hemat waktu forum arbitrase juga harus didasarkan pada
8. Hemat biaya suatu hukum acara yang telah ditetapkan,
9. Pemeliharaan hubungan di mana di Indonesia berlaku UU No. 30
10. Tingginya kemungkinan untuk Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
melaksanakan kesepakatan Penyelesaian Sengketa (selanjutnya cukup
11. Kontrol dan lebih mudah untuk disebut sebagai UU No. 30/ 1999 ).
memperkirakan hasil; dan Penyelesaian sengketa melalui forum
12. Keputusan bertahan sepanjang waktu. arbitrase memiliki hukum acara yang mirip
dengan hukum acara perdata di pengadilan,
Model-model penyelesaian sengketa
termasuk di antaranya mengenai penyitaan
alternatif cukup beragam, dan dapat
terhadap harta kekayaan termohon.
disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter
Penyitaan dalam perkara perdata memiliki
sengketa yang dihadapi para pihak yang
tujuan untuk menjamin bahwa kelak apabila
bersengketa. Model penyelesaian sengketa
putusan atas perkara a quo memenangkan
yang berkembang dan banyak dipraktekkan
pihak penggugat, maka penggugat memiliki
di Indonesia antara lain negosiasi, mediasi,
jaminan bahwa putusan tersebut tidak hampa
konsiliasi, pendapat ahli dan arbitrase.
(illusoir) dan penggugat dapat meminta
Sebagai salah satu model penyelesaian
pengadilan untuk melaksanakan secara
sengketa alternatif, arbitrase merupakan
paksa putusan tersebut atas tergugat apabila
model penyelesaian sengketa determinative
tergugat tidak secara sukarela melaksanakan
p ro c e s s a t a u d i s e b u t j u g a d e n g a n
isi putusan.
adjudication process. 2 Hal ini karena
Permohonan sita merupakan tindakan
proses arbitrase memiliki kemiripan dengan
eksepsional yang tidak perlu dimohonkan
proses pemeriksaan perkara di pengadilan,
apabila tidak terdapat indikasi yang
hanya saja pelaksanaan arbitrase harus
cukup tergugat hendak mengasingkan
didasarkan pada suatu perjanjian arbitrase
atau mengalihkan harta kekayaannya
yang disepakati oleh para pihak terlebih
selama pemeriksaan perkara dengan
dahulu, arbiter atau majelis arbitrase yang
maksud untuk merugikan penggugat. 3
memeriksa dan memutus perkara tersebut
Dengan diletakkannya sita atas harta
dapat dipilih oleh para pihak sendiri,
kekayaan tertentu milik tergugat, maka
dan pemeriksaan perkara berlangsung
berakibat hukum tergugat kehilangan
secara tertutup. Adapun hasil akhirnya
hak kebebasannya untuk mengalihkan,
berupa putusan arbitrase yang didasarkan
memindahtangankan, atau membebani
pada fakta dan hukum yang bersifat final
harta kekayaannya tersebut dengan suatu
dan mengikat serta dapat dipaksakan
jaminan kebendaan. Hak kebebasan
pelaksanaannya. Oleh karena itu beberapa
pemilik atas suatu kebendaan miliknya
pihak juga menyebut arbitrase sebagai
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian,
3
dan Putusan Pengadilan), Sinar Grafika, Cetakan Keempat, Jakarta, 2006 (selanjutnya disebut sebagai M. Yahya
Harahap I), h. 282-283
4 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cetakan Pertama Edisi Kelima, Liberty,
Yogyakarta, 1998, h. 2
5 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Cetakan Kedua, Sinar
Grafika, Jakarta, 2006, (selanjutnya disebut sebagai M. Yahya Harahap II) h. 23; Bandingkan dengan: Sudikno
Mertokusumo,Op.cit., h. 200 yang membagi eksekusi dalam putusan pengadilan perdata menjadi: eksekusi
membayar sejumlah uang, melaksanakan suatu perbuatan, dan eksekusi riil.
6 M. Yahya Harahap II, Loc.cit., h. 22
7 R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Cetakan Kedua, Binacipta, Jakarta, 1982, h. 44
8 M. Yahya Harahap I, Op.cit., h. 282
9 Basuki Rekso Wibowo, Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase, Materi Presentasi Kuliah, disampaikan
pada Program Sarjana Ilmu Hukum (S1), Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2007, slide 101
– 116
10 Marianne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999, h. 49, sebagaimana
17 M. Yahya Harahap, Permasalahan dan penerapan sita jaminan (conservatoir beslag), , Pustaka, Bandung,
21 Anti suit injuction adalah penetapan pengadilan atau arbitrase yang melarang atau mencegah salah satu pihak
untuk menempuh upaya hukum parallel selain upaya hukum di pengadilan atau arbitrase yang sedang berjalan.
Praktek ini banyak berkembang di negara-negara Common Law System
22 Margaret L. Moses, The Principles and Practice of International Commercial Arbitration, Cambridge
25 Prinsip independensi arbitrase diakui dalam UU No. 30/ 1999 sebagaimana ditegaskan dalam Penjelasan
26 Lebih lanjut periksa Penjelasan Pasal 7 ayat (4) UU No. 10/ 2004
27 Yahya HarahapII, Op Cit, h. 334-336.