Anda di halaman 1dari 11

“ Produksi Bioetanol dari Bonggol Jagung sebagai Bioenergi Alternatif Terbarukan”

Oleh:

Mariati Batma A S, Melika S Simbolon, Raudah Ansari Siregar

Mahasiswi Kimia 2011 FMIPA Universitas Negeri Medan

Jln Willem Iskandar Pasar V, Medan Estate.

ABSTRAK

Bioenergi berperan penting pada pencapaian target dalam menggantikan petroleum didasarkan pada
bahan bakar transportasi dengan bahan bakar alternatif dan pereduksian emisi karbon dioksida dalam
jangka panjang. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman yang
memiliki kadar karbohidrat tinggi (gula, pati, selulosa, dan hemiselulosa), seperti tebu, nira, aren,
sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol
jagung, jerami, dan bagas (ampas tebu). Di Indonesia penghasil jagung terbesar adalah Jawa Timur
sebanyak 5,5 juta ton diikuti Jawa Tengah 3 juta ton; Lampung 2,1 juta ton; Sulawesi Selatan 1,3 juta
ton; Sumatera Utara 1,4 juta ton; Jawa Barat : 900 ribu ton. (BPS, 2010). Secara umum produksi
bioetanol biasanya melalui 3 proses penting yaitu: Pretreatment (Delignifikasi), Produksi Gula
(Sakarifikasi/ Hidrolisis) dan Produksi Etanol (Proses Fermentasi).

Kata kunci: Bioetanol, Bioenergi, Bongkol jagung.

PENDAHULUAN

Bioteknologi merupakan kumpulan peralatan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti
peningkatan genetik varietas tanaman dan populasi hewan terhadap kenaikan yield-nya atau
karakteristik genetik dan konservasi sumber daya genetik. Saat ini kontribusi dan aplikasi
bioteknologi telah dapat diterapkan pada produksi bioenergi seperti produksi biomassa dan konversi
dari biomassa untuk generasi pertama atau biofuel cair pada generasi kedua, selain produksi biodiesel
dari mikro alga dan produksi biogas (Ruane et al.,2010).
Bioenergi adalah energi yang diperoleh dari biomassa sebagai fraksi produk biodegradasi, limbah, dan
residu dari pertanian (berasal dari nabati dan hewani), industri kehutanan dan terkait, dan sebagian kecil
biodegradasi dari limbah industri dan kota (FAO). Bioenergi berperan penting pada pencapaian target
dalam menggantikan petroleum didasarkan pada bahan bakar transportasi dengan bahan bakar
alternatif dan pereduksian emisi karbon dioksida dalam jangka panjang. Berbagai sumber biomassa
dapat digunakan untuk menghasilkan bioenergi berbagai bentuk. Contohnya,makanan, serat dan kayu
sebagai residu dari sektor industri, energi dan rotasi pendek tanaman dan limbah pertanian,dan hutan
dan hutan pertanian (agroforestry) sebagai residu dari sektor kehutanan dimana seluruhnya dapat
digunakan untuk menghasilkan listrik,panas, gabungan panas dan tenaga, dan bentuk-bentuk
bioenergi. Dalam bentuk bioenergi modern, etanol, biodiesel, dan biogas adalah produk utama
bioenergi. Etanol dan biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar transportasi, dan etanol juga
produk mentah penting dalam industri kimia. Produksi etanol berperan penting dalam transformasi
petroleum terhadap biomassa berdasarkan ekonomi, ketahanan pangan, dan lingkungan. Etanol yang
diproduksi dari tumbuh-tumbuhan (nabati) biasanya lebih dikenal dengan sebutan Bioetanol.

Bioetanol dapat dikonversi dari sumber daya alam terbarukan yang mengandung bahan lignoselulosa.
Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman yang memiliki kadar
karbohidrat tinggi (gula,pati,selulosa, dan hemiselulosa), seperti tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu,
jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung, jerami, dan
bagas (ampas tebu).

Sangat jelas diketahui bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam yang
sangat berlimpah, baik sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat
diperbaharui. Kesemuanya itu akan saling melengkapi dan berpotensi sebagai wadah yang baik untuk
kemakmuran dan kesejahteraan bangsa ini jika Indonesia mampu mengoptimalkan keseimbangan
pengolahannya.

Saat ini terdengar kabar bahwa bangsa Indonesia sedang mengalami penipisan sumber daya alam tak
terbaharukan terutama pada bahan bakar fosil. Hal ini dipicu akibat meningkatnya pertumbuhan
penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan wilayah dari tahun ke tahun yang otomatis ikut
menaikkan ekploitasi kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan juga bahan bakar secara nasional.
Karena kelemahan dari minyak bumi atau bahan bakar fosil adalah sifatnya yang tidak mudah
diperbaharui, sehingga untuk mengatasinya perlu adanya bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi
yang tebarukan dan lebih ramah lingkungan. Sehingga peran bioteknologi khusunya dalam sektor
bioenergi ini perlu diterapkan di Indonesia untuk memecahkan permasalahan kita saat ini, salah
satunya adalah dengan mengembangkan dan meningkatkan produksi bioetanol dari SDA kita.
(Simamora,2008 dalam Fitriani dkk, 2013)

Jagung adalah salah satu produk pertanian yang banyak dihasilkan di negara Indonesia khususnya di
Sumatera Utara. Kinerja produksi jagung Indonesia cenderung meningkat. Berdasarkan data dari BPS
(Badan Pusat Statistik) produktivitas jagung ditahun 2011 mencapai 17,92 juta ton sedangkan di tahun
2013 meningkat menjadi 18,51 juta ton (http://www.bps.go.id/-download_file/IP_Februari_2014.pdf).
Buah jagung terdiri dari 30% limbah yang berupa bonggol jagung (Irawadi, 1990 dalam Subekti, 2006).
Jadi jika dikonversikan dengan jumlah produksi jagung pada tahun 2013, maka negara Indonesia
berpotensi menghasilkan bonggol jagung sebanyak ± 5,553 juta ton. Jumlah limbah tersebut dapat
dikatakan sangat banyak dan akan menjadi sangat potensial jika dapat di biotransformasi menjadi
sesuatu yang bermanfaat secara tepat. Salah satu transformasi yang dibuat dari limbah jagung ini
adalah menjadikan bonggol jagung sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol. Hal ini dapat dilakukan
mengingat kandungan senyawa bonggol jagung juga menjadikan bonggol jagung berpotensi sebagai
penghasil bioetanol. Dan telah banyak jurnal-jurnal penelitian yang melakukan percobaan untuk
mendapatkan hasil optimal dalam proses pengolahan limbah jagung ini menjadi bioetanol yang
berkualitas baik.

Untuk itu penulis melakukan mini riset terhadap pembuatan bioetanol dari bonggol jagung sebagai
bioenergi alternatif terbarukan dan perkembangan produksinya di masyarakat Indonesia saat ini
khususnya di Sumatera Utara.

METODE

Metode yang digunakan dalam mini riset ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan
kajian teori dari berbagai literatur media massa yang diperoleh dari Internet sebagai salah satu sumber
informasi utama. Digunakan juga lembar pertanyaan (observasi) yang langsung dijelaskan/dijawab
langsung oleh penulis berdasarkan informasi kajian literatur yang telah dilakukan penulis di berbagai
media massa baik media massa online maupun tidak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah dijelaskan diawal bahwa fokus mini riset ini adalah membahas mengenai produksi bioetanol dari
limbah jagung yaitu bonggol/tongkol jagung sebagai bioenergi alternatif terbarukan dan perkembangan
produksinya di masyarakat dan Industri untuk alasan menanggulangi persoalan kurangnya pasokan BBM
di Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Berikut hasil mini riset yang telah kami lakukan melalui kajian
teori dari berbagai sumber literatur.

Jagung

Screenshot_1

Sistematika klasifikasi tanaman jagung (Zea mays L) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae – Plants

Subkingdom :Tracheobionta – Vascular plants

Superdivision :Spermatophyta – Seed plants

Division : Magnoliophyta – Flowering plants

Class :Liliopsida – Monocotyledons

Subclass :Commelinidae

Ordo :Cyperales

Family : Poaceae – Grass family


Genus : Zea L. – corn

Species : Zea mays L. – corn (http://plants.usda.gov/java/profile?symbol=ZEMA)

Di Indonesia penghasil jagung terbesar adalah Jawa Timur sebanyak 5,5 juta ton diikuti Jawa Tengah
3 juta ton; Lampung 2,1 juta ton; Sulawesi Selatan 1,3 juta ton; Sumatera Utara 1,4 juta ton; Jawa
Barat : 900 ribu ton. (BPS, 2010) Dan hingga saat ini komoditas jagung di Sumatera Utara masih berada
di 5 besar produksi komoditas jagung terbanyak.

Screenshot_2

Tongkol pada jagung adalah bagian dalam organ betina tempat bulir duduk menempel. Istilah ini juga
dipakai untuk menyebut seluruh bagian jagung betina (buah jagung). Tongkol terbungkus oleh kelobot
(kulit “buah jagung”). Secara morfologi, tongkol jagung adalah tangkai utama malai yang termodifikasi.
Malai organ jantan pada jagung dapat memunculkan bulir pada kondisi tertentu. Tongkol jagung muda,
disebut juga babycorn, dapat dimakan dan dijadikan sayuran. Tongkol yang tua ringan namun kuat, dan
menjadi sumber furfural, sejenis monosakarida dengan lima atom karbon. Tongkol jagung merupakan
salah satu limbah lignoselulosik yang banyak tersedia di Indonesia. Limbah lignoselulosik adalah limbah
pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Masing-masing merupakan senyawa-
senyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa lain secara biologi. Selulose merupakan
sumber karbon yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai substrat dalam proses fermentasi untuk
menghasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Suprapto dan Rasyid, 2002 dalam Puji,
Astuti dkk, 2008)

Bioetanol

Etanol atau etil alkohol, C2H5OH merupakan suatu senyawa organik yang tersusun dari unsur-unsur
karbon, hidrogen dan oksigen. Etanol dapat diperoleh dari bahan baku nabati dengan melalui proses
fermentasi sehingga lebih dikenal dengan sebutan bioetanol. Berdasarkan berbagai penelitian diperoleh
bahwa bahan lignoselulosa yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin juga dapat dikonversi menjadi etanol
yang dapat digunakan untuk mensubtitusikan bahan bakar minyak/bensin. Ketika etanol dihasilkan dari
biomassa yang mengandung pati atau selulosa (Lignoselulosa), maka etanol mampu menjadi bioenergi.
Atau seperti yang dijelaskan diatas dikenal dengan istilah bioetanol. Namun pada intinya bahan dasar
pembuatan bioetanol adalah sumber daya alam nabati yang mengandung komponen pati, gula atau
serat selulosa (Hambali dkk, 2007).

Berdasarkan rujukan tersebut jelas bahwa tongkol jagung yang merupakan salah satu limbah
ligoselulosik (limbah pertanian yang banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin) memanglah
cocok digunakan sebagai bahan dasar dari pembuatan bioetanol.

Pembuatan Bioetanol dari bahan Baku Bonggol Jagung

Secara umum produksi bioetanol biasanya melalui 3 proses penting yaitu :

Pretreatment (Delignifikasi)

Produksi Gula (Sakarifikasi/ Hidrolisis)

Produksi Etanol (Proses Fermentasi)

Alat dan Bahan yang digunakan :

Alat yang digunakan adalah talang, baskom plastik besar, neraca analitik (Adventure ohaus), blender
(panasonic), ayakan 60 mesh, kertas saring, pH meter digital, injector, sakarometer, alkoholmeter,
autoclave (hiclave HTV 50), dan alat-alat gelas (pyrex)

Bahan yang digunakan adalah limbah jagung berupa tongkol jagung, asam sulfat, natrium hidroksida,
ragi roti, aquadests, alginat dan kalsium klorida.

Tahapan Kerja :

Persiapan Bahan Baku (Preparasi Bahan):


Perlakuan awal terhadap tongkol jagung meliputi pencucian, pengeringan, dan pengayakan.
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan bahan-bahan yang terikut dalam tongkol seperti tanah,
cangkang dan kotoran lain pengeringan dilakukan dengan menggunakan sinar matahari langsung.
Pengeringan dilakukan untuk memudahkan dalam proses penggilingan serat tongkol jagung, karena
pada keadaan lembab tongkol jagung sukar untuk dihancurkan. Tahap penghancuran bertujuan untuk
memperkecil ukuran tongkol jagung. Alat yang digunakan adalah blender. Tongkol yang sudah
dihancurkan kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh.

Pretreatment (Delignifikasi)

Menimbang serbuk tongkol jagung sebanyak 10gram, kemudian dimasukkan ke dalam wadah berupa
gelas/baskom kaca. Larutan natrium hidroksida dengan konsentrasi 10%. Sebanyak 100 mL NaOH
ditambahkan ke dalam gelas kimia yang berisi serbuk tongkol jagung, kemudian diaduk dengan rata
sampai merendam serbuk tongkol jagung. Perendaman dilakukan selama 28 jam. Setelah itu, disaring
dengan menggunakan kain saring. Endapan dicuci dengan air sampai pH 7 selanjutnya dimasukkan
ke dalam cawan petri (wadah yang bersih), dikeringkan pada suhu ruang.

Fungsi Delignifikasi ini adalah untuk melepas lignin dari selulosa dengan merusak struktur lignin
sehingga membebaskan selulosa tanpa merusak karbohidrat. Dapat digunakan NaOH, NaOCl, atau juga
NH4OH. Namun yang paling optimum digunakan sesuai literatur yang diperoleh adalah larutan NaOH 10
%.

Produksi Gula (Sakarifikasi/ Hidrolisis)

Perlakuan hasil delignifikasi waktu dan konsentrasi terbaik dilakukan pada proses hidrolisis.
Menimbang serbuk tongkol jagung yang telah didelignifikasi sebanyak 5 gram, dimasukkan ke dalam
wadah erlenmeyer. Ditambahkan larutan asam sulfat 10% sebanyak 75 mL. Proses hidrolisis
dilakukan pada suhu 1000C selama 210 menit. Produk hasil hidrolisis disaring dan ditambahkan
dengan natrium hidroksida sampai pH 4,5. Selanjutnya ditambahkan larutan kalsium klorida jenuh
untuk menghilangkan sulfat pada hidrolisat. Parameter yang diamati adalah kadar glukosa. Pengukuran
kadar glukosa dengan menggunakan sakarometer. Setelah dilakukan proses hidrolisis selanjutnya
akan dilakukan proses netralisasi menggunakan natrium hidroksida untuk mempertahankan pH
optimum, yaitu pH 4,5-5. Selanjutnya, larutan hasil netralisasi ditambahkan kalsium klorida untuk
menghilangkan sisa sulfat yang ada pada larutan.
Produksi Bioetanol

Tahapan Kerja produksi bioetanol dengan menggunakan sel amobil, diawali dengan tahapan kerja
imobilisasi sel. Sel amobil yang dibuat selanjutnya digunakan untuk produksi bioetanol.

Imobilisasi Sel

Sel yang digunakan dalam imobilisasi adalah sel khamir Sacharomises cereviceae, sedangkan bahan
pengimobilsasi digunakan larutan alginate 2%. Pembuatan natrium alginate 2 % adalah natrium
alginat 2 gram ditambahkan 100 ml akuades dan dipanaskan hingga alginat larut. Campuran ditutup
dengan kapas dan disterilkan selama 15 menit. Larutan alginat yang telah dingin, dicampur
dengan suspensi ragi roti (10 gram ragi ditambahkan akuades 30 ml, diaduk hingga membentuk
larutan suspensi). Campuran dimasukkan ke dalam injektor, kemudian diteteskan ke dalam larutan
kalsium klorida 1M sambil diaduk. Setelah itu amobil telah siap untuk digunakan pada proses
fermentasi (Mappiratu,dkk. 1993 dalam Fitriani,dkk.2013).

2. Proses Fermentasi

Hasil hidrolisis kemudian di tambahkan sel khamir yang telah di imobilisasi dan dibiarkan selama ± 1
hari.

Screenshot_3

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi :

Konsentrasi Gula : Apabila dipergunakan konsentrasi gula terlalu tinggi hal ini akan dapat menurukan
pertumbuhan ragi sehingga waktu fermentasi akan lebih lama.

Bahan nutrien : Bahan nutrien yang bisa ditambahkan kedalam bahan yang difermentasi adalah zat-zat
yang mengandung fosfor dan nitrogen, seperti super fosfat, amonium sulfat, ammonium fosfat, urea dll
(Prescott dan Dunn, 1959 dalam Astuti, Puji dkk, 2013)
pH Fermentasi : Pada keasaman dibawah pH 0,3 proses fermentasi akan berkurang kecepatannya, pH
optimum pada pH 4,5-5,0. Bila medium fermentasi mempunyai kapasitas buffer yang tinggi, hasil
fermentasi terbaik tercapai bila pH awal pada pH 4,5-4,7 sedangkan pada medium berkapasitas buffer
rendah, nilai pH awal yang paling baik pH 5,5. Pemberian asam sulfat dan pemanasan dapat digunakan
untuk mengurangi kontaminan akan mengendapkan garam-garam yang tidak dikehendaki, sehingga
mempertinggi kemurnian alkohol.

Temperatur : Temperatur berpengaruh terhadap proses fermentasi melalui dua hal yaitu secara
langsung mempengaruhi aktivitas enzim khamir dan secara tidak langsung mempengaruhi hasil alkohol
karena penguapan.

Pemurnian

Pemurnian merupakan proses terakhir yang bisa dilakukan untuk pemurnia alkohol (bioetanol) hasil
fermentasi. Untuk pemurnian dapat dilakukan dengan destilasi yang merupakan metode pemisahan
yang didasarkan atas perbedaan titik didih. Proses ini dilakukan untuk mengambil alkohol dari hasil
fermentasi pada suhu ±78-800C.

Screenshot_4

Gambar Bagan Alir Proses Produksi Bioetanol Secara Umum

Berdasarkan studi literatur di peroleh bahwa ada beberapa industri bioetanol yang telah dikembangkan
di Indonesia, namun kebanyakan produksi bietanol tersebut dari tebu, pepaya, sagu, nira,dan aren dan
produksi nya dalam skala home industri bukan merupakan industri skala besar. Hanya ada satu industri
bioetanol yang penulis ketahui dengan berbahan dasar bonggol jagung yaitu Pabrik Bioetanol di Tuban
provinsi jawa timur. Tetapi karena lokasi yang jauh dan tidak adanya informasi lebih dari internet
maupun literatur lainnya mengenai proses produksi Pabrik Bioetanol Bonggol Jagung di Tuban Jawa
Timur tersebut penulis tidak bisa melakukan miniriset secara langsung. Sosialisasi pemanfaatan
Bioetanol dari bonggol jagung juga belum maksimal, khususnya di Sumatera Utara, padahal Sumatera
Utara masuk kedalam 5 besar penghasil komoditas jagung terbesar di Indonesia. Masyarakat di
Sumatera Utara hanya membuang, membakar bonggol jagung untuk pupuk atau dibuat sebagai pakan
ternak seperti yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Karo mereka membuang bonggol jagung
disekitaran lahan pertanian dengan harapan dapat menyuburkan lahan pertanian. Akan tetapi saat ini
peneliti dari mahasiswa bahkan sainstist lainnya telah banyak melakukan penelitian mengenai produksi
bioetanol dari bonggol jagung. Salah satu literatur menerangkan bahwa energi bioetanol yang dihasilkan
dari bonggol jagung memiliki nilai energi sebesar 122 MJ/kg. Dengan banyaknya mahasiswa yang
mengetahui mengenai potensi bonggol jagung sebagai bahan bakar alternatif berupa bioetanol akan
berdamapak positif bagi lingkungan masyarakat disekitaran kampus. Mahasiswa/i dapat membagikan
informasi dan sosialisasi bahkan mengabdi untuk mengembangkan potensi ini melalui pembuatan PKM-
Pengabdian disuatu daerah penghasil komoditas jagung terbesar di berbagai kawasan Indonesia.

Hal ini sangatlah penting karena pengunaan Bioetanol sebagai bahan bakar baik sebagai campuran
bahan bakar bensin atau solar atau sebagai pengganti bensin telah dahulu dilakukan dibeberapa negara
seperti Australia, dan Brazil dan mendapatkan posisi baik sebagai alternatif kurangnya pasokan minyak
fosil.Dan hingga saat ini di Indonesia belum bisa memanfaatan bonggol jagung sebagai bahan bakar
alternatif. Pemerintah sepertinya perlu memperhatikan petani jagung dan kualitas produksi komoditas
jagung di Indonesia dengan kawasan yang terintegritas sehingga persediaanya tetap meningkat dengan
biaya produksi stabil. Serta membuat suatu kebijakan dalam penanganan limbah bonggol jagung agar
bernilai ekonomis dalam proses pengadaan bioetanol sebagai alternatif bahan bakar yang ramah
lingkungan. Dengan adanya perhatian dari pemerintah dan sosialisasi yang maksimal tentang proses
produksi bioetanol dari bongggol jagung kepada masyarakat dapat dipastikan permasalahan akan
kurangnya bahan bakar minyak (BBM) dapat diatasi dengan Bahan Bakar Nabati (BBN) seperti bioetanol
dari bonggol jagung.

Kesimpulan

Bonggol jagung merupakan limbah jagung yang belum dimanfaatkan secara maksimal dan tidak memiliki
nilai jual lebih memiliki karakteristik sifat kimia yang menganadung bahan lignoselulosa yang berpotensi
sebagai bioenergi terbarukan berupa bioetanol yang dapat dijadikan sebagai alternatif bahan bakar.
Bioetanol dari Bojag ini bersifat ramah lingkungan dibanding bahan bakar fosil dengan nilai energi
sebesar 122 MJ/kg

Proses produksi bonggol jagung sebagai Bioetanol di lakukan melalui 5 tahapan yaitu
persiapan/preparasi bahan baku, pretreatment (delignifikasi), produksi gula (hidrolisis/sakarifikasi),
produksi etanol (Fermentasi) dan terakhir pemurnian melalui destilasi.

Banyak penelitian mengenai pemanfaatan bonggol jagung sebagai Bioetanol, namun hingga saat ini
dikalangan masyarakat masih banyak yang belum mengetahui potensi tersebut terutama masyarakat di
Sumatera Utara padahal termasuk 5 besar daerah komoidtif penghasil jagung.

Daftar Pustaka :
Astuti,Puji,dkk.2013. Pembuatan Bietanol Dari Limbah Tongkol Jagung Dengan Variasi Konsentrasi Asam
Klorida Dan Waktu Fermentasi.Palembang:UNSRI

Fitriani,dkk.2013.Produksi Bioetanol Tongkol Jagung (Zea Mays) dari Hasil Proses Delignifikasi.Online
Jurnal Of Natural Science: Vol 2 (3) :66-74

Ruane,et. 2010. Bioenergy And The Potential Contribution Of Agricultural Biotechnologies In


Developing Countries. ScienceDirect. Biomas & Bioenergy.

Subekti, H.2006.Produksi Etanol dari Hidrolisat Fraksi Selulosa Tongkol Jagung oleh Saccharomyces
cerevisiae. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian ITB

Anda mungkin juga menyukai