PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kaempferia galanga (kencur) adalah ramuan obat berharga yang dikenal
karena sejumlah khasiat obatnya di seluruh dunia. Kencur memiliki potensi anti
inflamasi, analgesik, pengusir nyamuk, larvicidal, nematicidal, vasorelaxant, dan
kegiatan pro-apoptosis. Ekstrak dari kencur telah dilaporkan memiliki sifat
antiinflamasi dan analgesik. Efek anti-inflamasi dari kencur terutama disebabkan
oleh konstituen aktifnya, yaitu etil-p-metoksisinamat (EPMS) (Ihtisam, et al.,
2014).
EPMS berpotensi digunakan dalam bentuk sediaan oral, tetapi memiliki
kelarutan yang rendah dalam air karena sifat esternya. Kelarutan yang buruk dapat
menyebabkan tingkat disolusi dan bioavailabilitas yang rendah karena penyerapan
yang buruk dalam tubuh (Ekowati, et al., 2017). Oleh sebab itu, kristal EPMS
harus ditingkatkan kelarutannya untuk mencapai konsentrasi terapeutik dan
mempercepat timbulnya efek antiinflamasi. Kelarutan obat dapat ditingkatkan
dengan memperbaiki sifat fisikokimia. Salah satu cara meningkatkan kelarutan
obat adalah dengan suatu rekayasa atau modifikasi EPMS agar kelarutan kristal
EPMS dapat meningkat. Teknologi rekayasa kristal dapat dilakukan dengan
beberapa cara seperti teknik rekristalisasi, kokristalisasi, dan kompleks inklusi
(Bavishi, 2016).
Teknik kokristalisasi dipilih untuk meningkatkan kelarutan kristal EPMS
karena tidak perlu membuat atau menghancurkan ikatan kovalen dan kemampuan
teoritis dari semua tipe molekul API (dapat diionisasi atau tidak dapat diionisasi)
dapat terbentuk kokristal (Bavishi, 2016).
BAB III
TATA KERJA
3.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan analitik (Ohaus),
mortir, stemper, vortex, sentrifugasi, orbital shaker (IKA KS 130 basic), fourier
transform infra red (IRP PRESTIGE-21), autometic melting point (Buchi),
Powder x-ray diffraction (Rigaku), high performance liquid chromatography,
scanning electron microscopy (JSM-6360LA, JEOL), micro pipette (Thermo
scientific, Finn pipette F3), serta alat-alat gelas (Pyrex) yang biasa digunakan
dalam laboratorium.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kristal etil p-metoksi
sinamat (STFI Bandung), aquadest, aqua pro injection, asam tartrat (Merck),
metanol PA (Fulltime), metanol pro HPLC (Merck), dapar HCL pH 1,2, dapar
asetat pH 4,5, dan dapar fosfat 6,8.
3.3 Metode
3.3.1 Pembuatan kokristal etil p-metoksisinamat-asam tartat dengan metode
solvent drop grinding
Pembuatan kokristal etil p-metoksisinamat-asam tartat dilakukan
dengan rasio perbandingan stoikiometri 1:1, 1:2, dan 1:3 menggunakan
metode kokristalisasi solvent drop grinding. Etil p-metoksisinamat dan asam
tartat digerus terpisah kemudian dicampurkan dalam mortir dan digerus
kembali selama 4 menit kemudian ditambahkan pelarut metanol (0,25
µL/mg kokristal) kemudian diuapkan pada suhu ruangan. Sebagai
pembanding Etil p-metoksisinamat dilakukan penggerusan secara fisik
menggunakan mortir selama 4 menit.
Tabel 3.1. Rasio Perbandingan Etil p-metoksisinamat dengan asam tartrat
Rasio Bobot (Konsentrasi)
Metanol
perbandingan Etil p-metoksisinamat Asam tartrat
1:1 0,800g (1mmol) 0,582g (1mmol) 345,5μL
1:2 0,800g (1mmol) 1,164g (2mmol) 491μL
1:3 0,800g (1mmol) 1,746g (3mmol) 636,5μL
3.3.2 Karakterisasi Fisik
A. Pengujian Kadar EPMS dalam Kokristal
Pengujian kadar EPMS dilakukan menggunakan HPLC dengan
menimbang kokristal EPMS sebanyak 50 mg lalu dilarutkan dengan
metanol pro analysis lalu divortex dan disentrifugasi selama 10 menit
dengan kecepatan 3000 rpm, supernatan diambil menggunakan
membran milipore 0,45 μm. Selanjutnya sampel diukur pada panjang
gelombang EPMS dengan fase gerak yang digunakan metanol :
aquabidet (80:20) dan fase diam kolom C18 untuk menghitung kadar
EPMS dengan menggunakan persamaan regresi linear.
B. Pengujian kelarutan etil p-metoksisinamat dan kokristal etil p-
metoksisinamat-asam tartrat
Masing-masing sampel dilarutkan dalam akuades kemudian
diagitasi menggunakan orbital shaker pada temperatur 250C selama 24
jam dengan kecepatan 240 rpm. Larutan diambil sebanyak 5 ml dan
disaring menggunakan membran filter 0,45µm. Larutan diukur
menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang
maksimum etil p-metoksisinamat 310 nm.
C. Analisis gugus fungsi dengan spektroskopi Fourier Transform
Infra Red (FTIR)
Sampel yang telah digerus dengan 100 mg KBr lalu dibuat pelet
kemudian di-scan pada bilangan gelombang 400-4400 cm-1
D. Karakteristik kristal menggunakan Powder X-Ray Diffrection
(PXRD)
Sebesar 200 mg sampel kokristal etil p-metoksisinamat
diletakan pada wadah sampel dan diratakan dengan spatula. Pola
difraksi serbuk direkam dengan difraktometer sinar-X menggunakan
logam Cu, filter Kα sebagai sumber. Difraktogram dicatat pada
kondisi voltase 45 kV, arus 25 mA, dan kecepatan scanning 0,05 0C
per detik.
E. Karakterisasi kristal menggunakan Scanning Electron
Microscopy (SEM)
Sampel dipasang pada pemegang sampel logam dengan
diameter 12 mm menggunakan pita perekat sisi ganda dan dilapisi
dengan paladium emas di bawah vakum.
F. Karakterisasi titik leleh kristal menggunakan Automatic Melting
Point
Sejumlah sampel dimasukkan kedalam pipa kapiler kemudian
ditempatkan pada alat automatic melting point. Sampel diberi panas
dengan kenaikan suhu konstan (5oC/menit) hingga sampel meleleh
sempurna dan keluar hasil pembacaan titik lelehnya.
3.3.3 Disolusi
Kokristal EPMS sebanyak 50 mg diuji disolusi dengan menggunakan
alat disolusi (Flight RC-3) tipe II atau tipe dayung (padlle). Media disolusi
yang digunakan adalah 900 ml dapar HCl 0,1 N, dapar asetat pH 4,5, dan
dapar fosfat pH 6,8 dengan temperatur 37 ± 0,5oC. Kecepatan putaran
dayung dalam labu disolusi adalah 75 rpm. Kokristal EPMS yang telah
bercampur dengan media disolusi dalam labu disolusi diambil 5 ml pada
menit ke-5, 10, 15, 20, 30, 45, dan 60 menggunakan syringe yang
dilengkapi membran filter 0,45 µm. Sebanyak 5 ml media disolusi murni
ditambahkan ke dalam campuran kokristal EPMS dan media disolusi dalam
labu disolusi setiap saat setelah pengambilan 5 ml hasil disolusi. Larutan
yang lolos dari filter dianalisis menggunakan spektrofotometer uv-vis pada
panjang gelombang maksimum EPMS.