Disusun Oleh :
Nur Aprilianingsih (108118069)
Dias Rizki Yuliannisa (108118045)
Feliyah (108118062)
Meisi Awandani (108118050)
Ikhsan Kurniawan (108118051)
Emilia Martina A (108118059)
Muhammad Farhan M (108118078)
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYAH
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Benigna
Prostat Hiperplasia tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah
satu tugas KMB 2.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai
pihak, penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Oleh
karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua elemen yang
turut membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, dan
dapat memberikan tambahan wawasan bagi para pembaca. Meskipun penulis
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, karena tak ada satupun
yang sempurna di dunia ini, demikian dengan tulisan ini. Oleh karena itu, kritik yang
membangun kami harapkan dari para pembaca, demi penulisan makalah selanjutnya
yang lebih baik. Terima Kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
Contents
JUDUL MAKALAH......................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................2
C. TUJUAN........................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI.......................................................................................................3
A. PENGERTIAN..............................................................................................3
B. ETIOLOGI....................................................................................................3
C. MANIFESTASI KLINIS..............................................................................5
D. PATOFISIOLOGI........................................................................................6
E. PATHWAY..................................................................................................10
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG...............................................................11
G. KOMPLIKASI............................................................................................12
H. PENATALAKSANAAN MEDIS...............................................................13
I. PENGELOLAAN PASIEN........................................................................16
J. ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................18
BAB III PENUTUP.....................................................................................................28
A. KESIMPULAN...........................................................................................28
B. SARAN.........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari BPH
2. Untuk mengetahui Etiologi dari BPH
3. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari PBH
4. Untuk mengetahui Patofisiologi BPH
5. Untuk mengetahui Pathway dari BPH
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang dari BPH
7. Untuk mengetahui Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita BPH
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Medis pada pasien BPH
9. Untuk mengetahui Pengelolaan pasin BPH
10. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pasien BPH
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat
nonkanker, (Corwin, 2000).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan. Price&Wilson (2005).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak
bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun
orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi yang
dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,2004)
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan
kondisi patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002)
Menurut Doengoes, 2000 benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran
progresif pada kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih dari 50 tahun) yang
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius.
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya denganBPH adalah proses penuaan Ada beberapa
factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen
dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
C. MANIFESTASI KLINIS
D. PATOFISIOLOGI
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun.
Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi
anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan
hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular pada prostat.
2. Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia
yamg disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen
bertambah relatif atau aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan
perkembangan hiperplasi prostat.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG,
dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat
disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya
batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga
dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta
osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat
supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran
ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat
diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu
urin dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah
terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat
/mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli
dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum
kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi kencing
(viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin. Sesudah
kencing adalah untuk menilai residual urin
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesika urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005)
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan
kondisi pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat karena ia tidak
dapat berkemih maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat
mungkin digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu
insisi dibuat ke dalam kandung kemih (sitostomi supra pubik) untuk drainase
yang adekuat.
2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik a (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor
pada otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini
akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga
gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
b. Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
3. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk
terapi bedah yaitu :
a. Retensi urin berulang
b. Hematuri
c. Tanda penurunan fungsi ginjal
d. Infeksi saluran kemih berulang
e. Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
f. Ada batu saluran kemih.
4. Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen
bedah dan optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam
prostat yang kemudian dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat
dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik. Prostatektomi transuretral
jarang menimbulakan disfungsi erektil tetapi dapat menyebabkan ejakulasi
retrogard karena pengangkatan jaringan prostat pada kolum kandung kemih
dapat menyebabkan cairan seminal mengalir ke arah belakang ke dalam
kandung kemih dan bukan melalui uretra.
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi
abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih
dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam
perineum. Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan
sangat berguna untuk biopsi terbuka. Lebih jauh lagi inkontinensia,
impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini.
Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan
spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar
prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa
memasuki kandung kemih. Keuntungannya adalah periode
pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih
lebih sedikit.
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang
jaringan prostat yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang
mungkin terjadi pasca prostatektomi mencakup perdarahan,
infeksi, retensi oleh karena pembentukan bekuan, obstruksi kateter
dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak
menyebabkan impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal
dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal.
Pada kebanyakan kasus aktivitas seksual dapat dilakukan kembali
dalam 6 sampai 8 minggu karena saat itu fossa prostatik telah
sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan seminal mengalir ke dalam
kandung kemih dan diekskresikan bersama uin. Perubahan
anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard.
I. PENGELOLAAN PASIEN
1. Pre operasi
a. Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT,
BT, AL)
b. Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
c. Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
d. Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya
udara.
2. Post operasi
a. Irigasi/Spoling dengan Nacl
1) Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
2) Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
3) Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
4) Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
5) Hari ke 4 post operasi diklem
6) Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah
(urin dalam kateter bening)
7) Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah
(cairan serohemoragis < 50cc)
b. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi
selama 2 hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan
baik obat injeksi bisa diganti dengan obat oral.
c. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post
operasi
d. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi
dengan betadin
e. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
f. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
g. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
h. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
i. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan
untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih
dan perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat
melemaskan otot polos dapat membantu mengilangkan spasme.
Kompres hangat pada pubis dapat membantu menghilangkan spasme.
j. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan
tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan
abdomen, perdarahan
k. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai
kontrol berkemih.
l. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan
kemudian jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah
pembedahan.
m. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan
sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena
tampak lebih gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan
memasang traksi pada kateter sehingga balon yang menahan kateter
pada tempatnya memberikan tekannan pada fossa prostatik.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Sebelum Operasi
a. Data Subyektif
1) Klien mengatakan nyeri saat berkemih
2) Sulit kencing
3) Frekuensi berkemih meningkat
4) Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
5) Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
6) Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
7) Pancaran urin melemah
8) Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong
dengan baik
9) Kalau mau miksi harus menunggu lama
10) Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
11) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
12) Urin terus menetes setelah berkemih
13) Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
14) Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
b. Data Obyektif
1) Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
2) Terpasang kateter
Sesudah Operasi
a. Data Subyektif
1) Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
2) Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah
operas
b. Data Obyektif
1) Ekspresi tampak menahan nyeri
2) Ada luka post operasi tertutup balutan
3) Tampak lemah
4) Terpasang selang irigasi, kateter, infus
c. Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya
hidup, apakah masalah urinari yang dialami pasien
d. Pengkajian fisik
1) Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra
pubik (buli-buli penuh / kosong ).
2) Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan
rangsangan ingin kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa
massa yang kontraktil dan “Ballottement”.
3) Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.
4) Colok dubur.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus
sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di
dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur
harus di perhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat
jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetris adakah nodul pada
prostat , apa batas atas dapat diraba. Dengan colok dubur besarnya
prostat dibedakan :
a) Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
b) Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
c) Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.
f. Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan
rasa tidak nyaman pada epigastrik
g. Kaji status emosi : cemas, takut
h. Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
i. Kaji tanda vital
j. Kaji pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiografi
2) Urinalisa
3) Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urin
k. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
keadaan dan proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di
rumah.
b. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan agen injuri fisik (insisi sekunder pada TURP)
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv pembedahan
3) Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan b.d
kurangnya paparan informasi.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi pasca operasi
5) Disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten dari
TURP
3. Rencana keperawatan
N Diagnosa
Tujuan Intervensi Keperawatan
o Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Manajemen Nyeri
Definisi : Sensori asuhan keperawatan Definisi : perubahan atau
dan pengalaman selama ….x 24 jam, pengurangan nyeri ke tingkat
emosional yang tidak klien dapat: kenyamanan yang dapat
menyenangkan yang 1. Mengontol nyeri diterima pasien
timbul dari Definisi : tindaka Intervensi:
kerusakan jaringan n seseorang untuk - Kaji secara menyeluruh
aktual atau potensial, mengontrol nyeri tentang nyeri, meliputi: lokasi,
muncul tiba-tiba atau ndikator: karakteristik, waktu kejadian,
lambat dengan Mengenal lama, frekuensi, kualitas,
intensitas ringan faktor-faktor intensitas/beratnya nyeri, dan
sampai berat dengan penyebab faktor-faktor pencetus
akhir yang bisa Mengenal - Observasi isyarat-isyarat non
diantisipasi atau onset/waktu verbal dari ketidaknyamanan,
diduga dan kejadian nyeri khususnya dalam
berlangsung kurang tindakan ketidakmampuan untuk
dari 6 bulan. pertolongan komunikasi secara efektif
non-analgetik - Berikan analgetik sesuai
Faktor yang Menggunakan dengan anjuran
berhubungan : Agen analgetik - Gunakan komunkasi
injuri (biologi, melaporkan terapeutik agar klien dapat
kimia, fisik, gejala-gejala mengekspresikan nyeri
psikologis) kepada tim - Kaji latar belakang budaya
kesehatan klien
Batasan karakteristik (dokter, - Tentukan dampak dari
: perawat) ekspresi nyeri terhadap
- Laporan secara nyeri terkontrol kualitas hidup: pola tidur,
verbal atau non nafsu makan, aktifitas mood,
verbal adanya nyeri hubungan, pekerjaan,
- Fakta dari 2. Menunjukkan tanggungjawab peran
observasi tingkat nyeri - Kaji pengalaman individu
- Posisi untuk Definisi : tingkat terhadap nyeri, keluarga
menghindari nyeri keparahan dari nyeri dengan nyeri kronis
- Gerakan yang dilaporkan - Evaluasi tentang keefektifan
melindungi atau ditunjukan dari tindakan mengontrol
- Tingkah laku nyeri yang telah digunakan
berhati-hati Indikator: - Berikan dukungan terhadap
- Muka topeng Melaporkan klien dan keluarga
- Gangguan tidur nyeri
(mata sayu, tampak Frekuensi nyeri 2. Pemberian Analgetik
capek, sulit atau Lamanya Definisi : penggunaan agen
gerakan kacau, episode nyeri farmakologi untuk
menyeringai) Ekspresi nyeri: mengurangi atau
- wajah menghilangkan nyeri
Posisi Intervensi:
melindungi - Tentukan lokasi nyeri,
tubuh karakteristik, kualitas,dan
Kegelisahan keparahan sebelum
pengobatan
Perubahan
- Berikan obat dengan prinsip
Respirasirate
5 benar
Perubahan
- Cek riwayat alergi obat
Heart Rate
- Libatkan klien dalam
Perubahan
pemilhan analgetik yang akan
tekanan Darah
digunakan
Perubahan
- Pilih analgetik secara tepat
ukuran Pupil
/kombinasi lebih dari satu
Perspirasi analgetik jika telah diresepkan
Kehilangan - Tentukan pilihan analgetik
nafsu makan (narkotik, non narkotik,
NSAID) berdasarkan tipe dan
keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda vital,
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
- Monitor reaksi obat dan
efeksamping obat
3. Manajemen lingkungan :
kenyamanan
Definisi : memanipulasi
lingkungan untuk kepentingan
terapeutik
Intervensi :
- Pilihlah ruangan dengan
lingkungan yang tepat
- Batasi pengunjung
4. Implementasi
Merupakan tahap keempat dari proses perawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan, melaksanakan intervensi/ aktivitas yang telah
ditentukan (Doenges, Moorhous, & Burley, 2000).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, yakni
proses yang dilakukan secara terus-menerus dan penting untuk menjamin
kualitas serta ketepatan perawatan yang diberikan dan dilakukan dengan
meninjau respon untuk menentukan keefektifan rencana keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan pasien (Doenges, Moorhous, & Burley, 2000).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Smeltzer, S.C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
Vol 2, EGC, Jakarta
Anonym. 2010. http://asuhankeperawatans.blogspot.com/2010/10/asuhan-
keperawatan-benigna-prostat.html