Anda di halaman 1dari 25

UPDATE TREATMENT IN INGUINAL INTERTRIGO

AND ITS DEFFERENTIAL DIAGNOSIS

Made Swastika Adiguna

Bagian/SMF Imu Kesehatan Kulit dan Kelamin


FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar

ABSTRAK
Intertrigo adalah penyakit kulit yang timbul pada daerah lipatan , apabila terjadi
didaerah inguinal : yaitu daerah dibagian perut bawah sekitar kanalis inguinalis
hingga daerah lipatan paha atas maka disebut golongan penyakit inguinal
intertrigo. Ada beberapa penyakit yang tergolong kedalamnya, antara lain yang
paling sering adalah tinea kruris, kandidosis intertriginosa, eritrasma, dermatitis
seboroik, scabies, psoriasis inversa serta folikulitis. Beberapa penyakit tersebut
mempunyai tampilan klinis yang mirip sehingga diperlukan pemahaman yang
baik mengenai diagnosis dan diagnosis banding, sehingga dapat melakukan
penanganan yang tepat terhadap penyakit-penyakit tersebut.

ABSTRACT
Intertrigo is skin desease that arises in the crease area. The terms Inguinal
intertrigo desease are used if the lesion spread from lower abdominal around the
canalis ingunalis to the groin area. There are several diseases that belong to them,
among others, which much often are tinea cruris, intertriginous candidiasis,
erythrasma, seborrheic dermatitis, scabies, inverse psoriatic and foliculitis. Some
of this diseases have similar clinical manifestation, that required a good
understanding about the diagnosis and differential diagnosis, so it can perform the
proper handling of such diseases.

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 309
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
PENDAHULUAN
Penyakit kulit dapat mengenai berbagai regio pada tubuh manusia, mulai dari
ujung kepala hingga ujung kaki, termasuk juga pada daerah lipatan. Penyakit-
penyakit ini dapat menimbulkan inflamasi, dapat juga tidak. Penyakit kulit
inflamasi yang timbul pada daerah lipatan disebut juga sebagai intertrigo. Apabila
terjadi di daerah inguinal, yaitu di bagian perut bawah sekitar kanalis inguinalis
hingga daerah lipatan paha atas, maka penyakit tersebut sering dimasukkan ke
dalam golongan penyakit yang disebut inguinal intertrigo.¹
Terdapat banyak penyakit yang tergolong ke dalam inguinal intertrigo, beberapa
yang paling sering diantaranya adalah tinea kruris, kandidiasis intertriginosa,
eritrasma, dermatitis seboroik, skabies, psoriasis inversa serta folikulitis. Beberapa
penyakit ini mempunyai tampilan klinis yang mirip sehingga diperlukan
pemahaman yang baik mengenai diagnosis dan diagnosis banding sehingga bisa
melakukan penanganan yang tepat terhadap penyakit-penyakit ini.

TINEA KRURIS

Dermatofita adalah suatu kelompok taksonomi jamur yang menyerang kulit


superfisial. Kemampuannya untuk membentuk ikatan molekuler terhadap keratin
dan menggunakannya sebagai sumber makanan menyebabkan mereka mampu
berkolonisasi pada jaringan keratin, termasuk juga pada stratum korneum
epidermis di inguinal dan rambut pubis. Tinea kruris merupakan dermatofitosis
yang sering ditemukan pada kulit lipat paha, genitalia, daerah pubis, perineum dan
perianal. Penamaan penyakit ini merupakan istilah yang tidak cocok, karena
dalam bahasa Latin “kruris” berarti kaki. Penyakit ini merupakan penyakit
terbanyak yang ditemukan di daerah inguinal, yaitu sekitar 65-80% dari semua
penyakit kulit di inguinal, sehingga beberapa kepustakaan menyatakan inguinal
intertrigo sebagai sinonim dari tinea kruris.2,3

Kebanyakan tinea kruris disebabkan oleh Tricophyton rubrum dan


Epidermophyton floccosum, dimana E. floccosum merupakan spesies yang paling
sering menyebabkan terjadinya epidemi. T. mentagrophytes dan T. verrucosum
jarang menyebabkan tinea kruris.2 Seperti halnya tinea korporis, tinea kruris

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 310
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
menyebar melalui kontak langsung ataupun kontak dengan peralatan yang
terkontaminasi, dan dapat mengalami eksaserbasi karena adanya oklusi dan
lingkungan yang hangat, serta iklim yang lembab. Kelainan ini terjadi tiga kali
lebih sering pada pria bila dibandingkan dengan wanita, dan orang dewasa lebih
sering menderita penyakit ini bila dibandingkan dengan anak-anak. Autoinfeksi
dari sumber penularan yang jauh letaknya seperti halnya tinea pedis yang
disebabkan oleh T. rubrum atau T. mentagrophytes sering kali terjadi.2

Tinea kruris biasanya tampak sebagai papulovesikel eritematosa yang multipel


dengan batas tegas dan tepi meninggi. Pruritus sering ditemukan, seperti halnya
nyeri yang disebabkan oleh maserasi ataupun infeksi sekunder. Tinea kruris yang
disebabkan oleh E. floccosum paling sering menunjukkan gambaran central
clearing, dan paling sering terbatas pada lipatan genitokrural dan bagian
pertengahan paha atas. Sebaliknya, infeksi oleh T. rubrum sering memberikan
gambaran lesi yang bergabung dan meluas sampai ke pubis, perianal, pantat, dan
bagian abdomen bawah. Tidak terdapat keterlibatan pada daerah genitalia.2,4

Pada sediaan KOH 10 sampai 20 persen, tampak hifa bersepta dan bercabang
tanpa penyempitan; akan tetapi kultur perlu dilakukan untuk menentukan
spesiesnya karena semua spesies dermatofita tampak identik pada sediaan
langsung.5

Sangat penting bagi masing-masing laboratorium untuk menggunakan media


standar yakni tersedia beberapa varian untuk kultur. Media kultur diinkubasi pada
suhu kamar (260C (78,80F)) maksimal selama 4 minggu, dan dibuang oleh bila
tidak ada pertumbuhan.2,6

Diagnosis banding

Kandidiasis intertriginosa
Gambaran klinis kandidiasis berupa pruritus, eritema, maserasi pada daerah
intertriginosa dengan lesi satelit berupa vesikopustula. Pustul ini pecah
meninggalkan dasar eritema dengan koloret dari epidermis yang mengalami
nekrosis yang mudah dilepaskan. Diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan KOH dari kerokan kulit. Pemeriksaan mikroskop langsung untuk

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 311
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
menemukan jamur merupakan cara cepat untuk menegakkan diagnosis klinis.
Bahan kerokan jaringan harus diberi zat pembersih seperti KOH 10% atau tinta
sebelum bahan-bahan tersebut diperiksa. Jamur kandida akan menunjukkan
penampakan sel bertunas berbentuk oval, sel-sel dengan filamen yang memanjang
berhubungan seperti bentuk sosis atau seperti hifa bersepta (pseudohifa).2,6

Eritrasma
Eritrasma tidak menimbulkan keluhan subyektif, kecuali bila terjadi ekzematisasi
oleh karena penderita berkeringat banyak atau terjadi maserasi pada kulit.
Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginosa.1Pada
pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah membara
(coral-red). Fluoresensi ini terlihat karena adanya porfirin. Pencucian atau
pembersihan daerah lesi sebelum diperiksa akan mengakibatkan hilangnya
fluoresensi. Pada pemeriksaan sediaan langsung didapatkan mikroorganisme yang
terlihat sebagai batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1u atau kurang, yang
mudah putus sebagai bentuk basil kecil atau difteroid. Kultur biasanya tidak
diperlukan.6

Dermatitis kontak
Tanda dan gejala dermatitis kontak sangat tergantung dari bahan kontaktan.
Dermatitis kontak alergi biasanya terbatas pada daerah kontak yang memicu
keradangan kulit, sedangkan dermatitis kontak iritan mungkin melibatkan area
yang lebih luas. Secara subjektif dermatitis kontak iritan cenderung lebih
menyebabkan perih daripada gatal, sementara dermatitis kontak alergi lebih sering
gatal. Keduanya memberikan tampilan efloresensi yang polimorfik. Kedua bentuk
dermatitis kontak dapat mempengaruhi setiap bagian tubuh, tidak ada predileksi
yang khas untuk penyakit ini. Pemeriksaan mikologis memberikan hasil yang
negatif.2,6

Akantosis nigrikan
Secara subjektif biasanya asimtomatik dengan hiperpigmentasi dan penebalan
kulit. Pruritus sesekali mungkin muncul. Lesi makula hiperpigmentasi dapat
membentuk palpable patch atau plak yang tersusun simetris. Onset penyakit ini

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 312
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
mungkin berhubungan dengan penggunaan obat atau suplemen tertentu. Paling
sering muncul pada daerah intertriginosa dari ketiak, pangkal paha, dan leher
posterior. Leher posterior adalah tempat yang paling sering terkena pada anak-
anak. Acrochordons (skin tag) sering ditemukan disekitar daerah yang terkena.
Kadang-kadang, lesi akantosis nigrikan dapat muncul pada selaput lendir rongga
mulut, hidung, mukosa laring dan kerongkongan. Areola mamae juga dapat
terkena. Keterlibatan mata, termasuk lesi papillomatous pada kelopak mata dan
konjungtiva, mungkin terjadi. Perubahan kuku, seperti leukonikia dan
hiperkeratosis, telah dilaporkan. Pada penyakit ini, semua pemeriksaan mikologis
memberikan hasil yang negatif, kecuali terjadi koinfeksi.2,5,6

Penatalaksanaan

Untuk lesi yang kecil, obat topikal seperti derivat alilamin (naftifin,terbinafin),
derivat imidazol(mikonazol, klotrimazol, ketekonazol, ekonazol, sulkonazol,
bifonazol dan oksikonazol), tolnaftat, hidroksipiridon (siklopirosolamin) ataupun
butenafin merupakan obat yang efektif. Kebanyakan obat tersebut diberikan dua
kali sehari selama 2 sampai 4 minggu. Beberapa penelitian telah membuktikan
terbinafin efektif dan ditoleransi dengan baik pada anak-anak, dan terbinafin gel
emulsi 1% ditemukan lebih efektif daripada krim ketokonazol 2% pada
pengobatan tinea kruris.2,7

Antijamur oral diberikan pada infeksi yang luas ataupun lesi yang tidak membaik
dengan pengobatan topikal. Penelitian perbandingan pada orang dewasa
menunjukkan bahwa pemberian flukonazol dengan dosis 150 mg setiap minggu
selama 4 sampai 6 minggu, itrakonazol dengan dosis 100 mg setiap hari selama 15
hari, dan terbinafin dengan dosis 250 mg setiap hari selama 2 minggu, merupakan
pengobatan yang memiliki keefektifan serupa dengan griseofulvin dosis 500 mg
setiap hari selama 2 sampai 6 minggu, dengan efek samping yang tidak berbeda
secara signifikan. Regimen pengobatan yang aman dan efektif pada anak-anak
adalah griseofulvin dengan dosis 10 sampai 20 mg/kg/hari selama 6 minggu,
itrakonazol dengan dosis 5mg/kg/hari selama 1 minggu, dan terbinafin dengan
dosis 3 sampai 6 mg/kg/hari selama 2 minggu. Griseofulvin, yang mempunyai

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 313
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
aktivitas fungistatik dengan menghambat pembelahan sel jamur melalui hambatan
pada mikrotubulus, saat ini dihubungkan dengan resistensi jamur yang makin
lama makin tinggi. Beberapa penelitian jangka panjang menemukan griseofulvin
kurang efektif dibandingkan itrakonazol dalam pengobatan tinea kruris.2,8

Pencegahan reinfeksi tinea kruris merupakan komponen yang sangat penting dari
manajemen penyakit. Pasien dengan tinea kruris sering mengalami infeksi
dermatofita lain pada kaki dan tangan secara bersamaan.9

Mengobati semua daerah infeksi aktif secara bersamaan untuk mencegah infeksi
ulang pada inguinal yang berasal dari daerah tubuh lainnya. Menyarankan pasien
dengan tinea pedis untuk mengenakan kaus kaki mereka sebelum mengenakan
celana dapat mengurangi kemungkinan kontaminasi langsung. Sarankan pasien
untuk mengeringkan daerah inguinal sepenuhnya setelah mandi dan menggunakan
handuk terpisah untuk pengeringan pangkal paha dan bagian tubuh lainnya, serta
menggunakan celana yang longgar dan mudah menyerap keringat. Disarankan
untuk menurunkan berat badan pada pasien tinea kruris yang mengalami
obesitas.8,9

KANDIDIASIS INTERTRIGINOSA

Kandidiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur kandida. Jamur
ini biasanya menginfeksi kulit, kuku, membran mukosa, dan traktus
gastrointestinal, bahkan juga dapat menyebabkan infeksi sistemik. Penyebab
kandidiasis adalah dari jenis spesies C. albicans, C. tropicalis, C. parapsilosis
ataupun C. glabrata. Candida albicans merupakan spesies yang tersering
menyebabkan penyakit ini, yaitu sebesar 80-85%.5,10
Jamur kandida dapat ditemukan di mana-mana sebagai mikroorganisme yang
menetap di dalam rongga tubuh yang berhubungan langsung dengan lingkungan
luar (rektum, rongga mulut dan vagina). Prevalensi kandidiasis pada manusia
dihubungkan dengan kekebalan tubuh yang menurun, sehingga invasi dapat
terjadi. Meningkatnya prevalensi infeksi kandida dihubungkan dengan kelompok
penderita dengan gangguan sistem imunitas seperti pada penderita AIDS,

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 314
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
penderita yang menjalani transplantasi organ, penderita penyakit kronis,
penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan kemoterapi. Selain itu makin
meningkatnya tindakan invasif, seperti penggunaan kateter dan jarum infus sering
dihubungkan dengan terjadinya invasi Candida albicans ke dalam jaringan.
Edward (1990) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari 344.610 kasus
infeksi nosokomial yang ditemukan, 27.200 kasus (7,9 %) disebabkan oleh jamur
dan 21.488 kasus (79%) diantaranya disebabkan oleh kandida. Penelitian lain oleh
Odds dkk. (1990) mengemukakan bahwa diantara 6.545 penderita AIDS, sekitar
44,8 % nya adalah penderita kandidiasis. Banyak studi epidemiologi melaporkan
bahwa terjadinya kasus-kasus kandidiasis tidak dipengaruhi oleh iklim dan
geografis. Hal itu menunjukkan bahwa Candida albicans sebagai penyebab
kandidiasis dapat ditemukan di berbagai negara. Penyakit ini dapat mengenai laki-
laki dan perempuan dengan rasio yang sama.10,11
Candida albicans sering ditemukan sebagai saprofit dan membentuk koloni pada
permukaan membran mukosa pada binatang berdarah hangat. Hingga 50%
individu normal, terjadi kolonisasi di orofaring. Perlu diketahui juga, C.albicans
dapat sebagai organisme komensal pada mukosa vagina sekitar 20-25% bersifat
asimtomatis pada wanita sehat dan mencapai 30% pada wanita hamil. Jamur ini
jarang dapat diisolasi dari kulit manusia yang normal kecuali pada daerah lipatan.
Organisme ini jarang dapat diisolasi dari tanah, tumbuhan, atau dari sampel
udara.10,11
Jamur kandida mempunyai predileksi pada tempat-tempat yang lembab serta
lipatan kulit yang mengalami maserasi. Lipatan kulit merupakan tempat yang
paling sering mengalami kandidiasis terutama kulit yang tidak berambut. Lokasi
intertrigo pada daerah genitokruris, aksila, gluteal, interdigital, dan daerah
dibawah mamae dan diantara lipatan kulit dari dinding abdomen adalah predileksi
yang paling sering. Keadaan predisposisi lain termasuk obesitas dan pakaian yang
bersifat oklusif. Gambaran klinis kandidiasis intertriginosa menunjukan adanya
pruritus, eritema, maserasi pada daerah intertriginosa dengan lesi satelit
vesikopustula. Pustul ini pecah meninggalkan dasar eritema dengan koloret dari
epidermis yang mengalami nekrosis yang mudah dilepaskan. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis suatu kandidiasis

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 315
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
adalah dengan melakukan pemeriksaan sediaan langsung yang ditetesi KOH untuk
menemukan adanya pseudohifa dan blastospora. Suatu pemeriksaan kultur tidak
banyak membantu oleh karena C. albicans dapat ditemukan sebagai flora normal
pada kulit.5,10,11

Diagnosis banding

Tinea kruris

Pada tinea kruris akut, lesi dimulai dengan suatu makula dan papul eritema di
lipatan pangkal paha, biasanya pada kedua sisi. Lesi kemudian lama kelamaan
membesar dan dapat berkembang dalam pola yang tidak tertentu. Ruam kemudian
menjadi makula eritema bentuknya semilunar dan berskuama dengan batas tegas,
tepi lesi tampak lebih eritema. Tidak ditemukan adanya maserasi dan lesi satelit.
Jika terdapat koinfeksi dengan organisme kandida, ruam cenderung lebih merah
dan basah. Kulit penis mungkin terlibat. Pemeriksaan laboratorium, baik sediaan
langsung dengan KOH 10-20% maupun histopatologi dengan pengecatan PAS
akan ditemukan adanya elemen-elemen dermatofita seperti hifa dan spora, sedang
pemeriksaan kultur dengan SDA dapat dibiakkan spesies dermatofita.2,5

Folikulitis

Pada folikulitis, keradangan terjadi pada folikel rambut, berisi cairan yang dengan
cepat berubah menjadi pustul. Pada daerah inguinal, pustul ini sering pecah dan
mengering membentuk krusta. Pada pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH
tidak ditemukan elemen jamur. Untuk memastikan agen penyebab, bisa dilakukan
pengambilan sediaan langsung dan dilakukan pengecatan gram serta pembiakan
contoh jaringan yang terinfeksi di laboratorium.12

Dermatitis seboroik

Dermatitis seboroik secara klinis, ditandai dengan dengan adanya rasa perih atau
gatal, kadang disertai maserasi. Berbeda dengan kandidiasis intertriginosa, disini
biasanya dijumpai adanya eritema yang ditutupi skuama berminyak berwarna

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 316
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
putih kekuningan. Keparahan bervariasi dari skuama ringan sampai eritroderma
eksfoliatif. Selain di inguinal, biasanya lesi juga dijumpai di area seboroik lain.
Pemeriksaan KOH tidak dijumpai pseudohifa ataupun blastospora.5

Eritrasma

Pada eritrasma akan sama-sama terdapat peradangan dengan klinis yang dominan
adalah eritema. Tempat predileksi yang paling sering adalah pada toe webspaces
(di antara jari kaki), lipat paha, aksila. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang
eritematosa dan serpiginosa, tidak terlihat vesikulasi. Eritrasma tidak
menimbulkan keluhan subyektif, kecuali bila terjadi terjadi maserasi pada kulit.
Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah
membara (coral-red). Pada sediaan langsung dari hasil kerokan lsi tampak
organisme berupa batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1µm atau kurang
dengan bentuk basil kecil atau difteroid.13

Psoriasis inversa

Gejala subjektif seperti gatal dan nyeri pada psoriasis inversa dapat sangat
mengganggu. Secara klinis, penyakit ini pertama muncul sebagai lesi yang sangat
merah pada lipatan tubuh, dapat tampak halus dan mengkilat. Biasanya juga
dijumpai lesi psoriasis di bagian tubuh yang lain selain inguinal. Pemeriksaan
KOH tidak menunjukkan adanya pseudohifa dan blastospora.14

Penatalaksanaan

Pengobatan ditujukan untuk menjaga kulit kering, dengan penambahan bedak atau
krim nistatin, klotrimazol, mikonazol atau ketokonazol dua kali sehari, pada
keadaan yang sangat inflamasi dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid
potensi rendah atau sedang dalam waktu singkat 5-10 hari. Pasien dengan infeksi
yang luas mungkin memerlukan penambahan flukonazol (100 mg oral selama 1-2
minggu) atau itrakonazol (100 mg oral selama 1-2 minggu).2

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 317
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
Perkembangan terbaru pada perawatan kasus-kasus kandidiasis intertriginosa
disesuaikan berdasarkan apakah terdapat peradangan akut (basah dan eritema),
subakut (eritema dan maserasi), atau kronis (eritema yang kering). Untuk kasus
akut, larutan Domeboro, cat Castellani, atau larutan cuka dan air dengan
perbandingan 4:1 dapat diterapkan dua kali per hari selama 5-10 menit selama 3-5
hari sesuai kebutuhan. Daerah lesi dapat dikeringkan dengan pengering rambut.
Dapat dioleskan lotion kocok dua kali per hari dengan campuran sederhana 40 g
bedak, 40 g seng oksida, 10 g gliserin; tambahkan air suling sebanyak 100-120
mL. Beberapa pasien menunjukkan respon yang baik untuk pemberian krim
triamsinolon-nistatin selama 7 hari.15,16

Untuk kasus subakut, benzoil peroksida dapat digunakan untuk membersihkan


daerah lesi. Obat topikal golongan azol mempunyai efektifitas yang tinggi, dengan
kesembuhan mikologis dicapai dalam 10-21 hari. Penambahan steroid hanya
disarankan dalam potensi yang rendah.17

Untuk kasus kronis, bedak kocok yang mengandung seng dapat digunakan satu
atau dua kali sehari, dan krim antijamur dapat dipakai pada malam hari.
Hiperhidrosis lokal dapat diatasi dengan antiperspirant. Nistatin dalam bedak
(100.000 U / g) dapat diterapkan dua kali per hari selama beberapa hari, kemudian
diganti dengan bedak bayi.17

Pengobatan untuk dermatitis popok akibat kandida juga mencakup langkah-


langkah untuk mengurangi kondisi panas dan lembab di area popok. Jaga popok
tetap kering, sering mengganti popok, dan penggunaan bedak bayi adalah
tindakan pencegahan yang biasa dilakukan. Untuk terapi topikal dapat digunakan
nistatin, amfoterisin B, mikonazol, klotrimazol dan ketokonazol. Obat-obat
topikal ini mempunyai efektifitas yang hampir setara.2,17

ERITRASMA
Eritrasma merupakan infeksi pada lapisan kulit superfisial yang disebabkan oleh
Corynebacterium minutissimum. Bakteri ini adalah bakteri gram positif
(difteroid), tidak membentuk spora dan merupakan basil yang bersifat aerob atau

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 318
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
anaerob yang fakultatif. Corynebacterium minitussismum merupakan flora normal
di kulit yang dapat menyebabkan infeksi epidermal superfisial pada keadaan-
keadaan tertentu.13
Eritrasma banyak menyerang orang dewasa, penderita diabetes, dan banyak
ditemukan di daerah tropik. Penyakit ini sering ditemukan pada regio tubuh
dimana kulit bersentuhan dengan kulit, misalnya di bawah payudara dan ketiak,
sela-sela jari kaki dan daerah inguinal. Gambaran klinis yang dominan dari
penyakit ini adalah adanya lesi berupa eritema dan skuama halus di tempat
predileksi. Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi
eritoskuamosa, berskuama halus kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklat-
coklatan. Variasi ini tergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat
predileksi dimulai dari tempat yang paling sering, yakni toe webspaces (di antara
jari kaki), lipat paha, aksila. Selain itu, juga bisa ditemukan di daerah
intertriginosa lain (terutama pada penderita gemuk), intergluteal, inframamary
(submammary). Lesi di daerah lipat paha dapat menunjukkan gejala berupa gatal
dan terasa terbakar. Sedangkan lesi pada tempat lain asimtomatik. Perluasan lesi
terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginosa. Lesi tidak menimbul dan
tidak terlihat vesikulasi. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada
perabaan terasa berlemak. Eritrasma di tempat selain inguinal biasanya tidak
menimbulkan keluhan subyektif, kecuali bila terjadi terjadi maserasi pada
kulit.13,18,19
Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah
membara (coral-red). Fluoresensi ini terlihat karena adanya porfirin. Pencucian
atau pembersihan daerah lesi sebelum diperiksa akan mengakibatkan hilangnya
fluoresensi. Bahan untuk sediaan langsung didapat dengan cara mengerok lesi dan
bahan kerokan ditambahkan dengan metilen biru atau laktofenol biru. Organisme
terlihat sebagai batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1u atau kurang
dengan bentuk basil kecil atau difteroid. Kultur bukanlah baku emas untuk
menunjang diagnosis.13,20

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 319
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
Diagnosis Banding

Tinea kruris

Pada tinea kruris, awalnya dijumpai ruam berupa eritema yang kemudian dapat
berubah menjadi plak dan berskuama dengan batas tegas, tepi lesi tampak lebih
eritama dan terdapat central clearing. Lesi anular dan sirsinar dapat bersatu
membentuk pola geografika. Kulit penis mungkin terlibat. Pemeriksaan
laboratorium, baik sediaan langsung dengan KOH 10-20% maupun histopatologi
dengan pengecatan PAS akan ditemukan adanya elemen-elemen dermatofita
seperti hifa dan spora, sedang pemeriksaan kultur dengan SDA dapat dibiakkan
spesies dermatofita.2

Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik biasanya dijumpai adanya eritema yang ditutupi skuama
berminyak berwarna putih kekuningan. Keparahan bervariasi dari skuama ringan
sampai eritroderma eksfoliatif. Selain di inguinal, biasanya lesi juga dijumpai di
area seboroik lain. Pemeriksaan sediaan langsung tidak dijumpai
Corynebacterium minutissimum.20,21

Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan eritrasma adalah untuk mengurangi morbiditas,
memberantas infeksi, dan mencegah komplikasi. Sediaan antibiotika dan / atau
antijamur yang digunakan untuk memberantas infeksi C. minutissimum dapat
digunakan secara tunggal atau bersamaan sebagai kombinasi. Eritromisin masih
merupakan obat pilihan, yang digunakan secara topikal dan / atau oral, yang
bekerja dengan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghalangi disosiasi
peptidil t-RNA dari ribosom sehingga menghambat sintesis protein bakteri. C.
minutissimum umumnya juga rentan terhadap penisilin, sefalosporin generasi
pertama, klindamisin, siprofloksasin, tetrasiklin, dan vankomisin. Namun, saat ini
strain multiresistant ternyata telah diisolasi dari beberapa lesi eritrasma.22
Untuk eritrasma lokal, gel benzoil peroksida 5% efektif dalam kebanyakan
kasus. Klindamisin (larutan 2%) atau krim azol adalah beberapa dari banyak agen

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 320
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
topikal yang efektif. Pada lesi dengan keterlibatan kulit yang luas, klaritromisin 1
g dosis tunggal mempunyai efektivitas yang hampir setara dengan eritromisin.
Untuk mencegah kekambuhan, penggunaan benzoil peroksida saat mandi adalah
cara yang efektif dan murah.20,23

DERMATITIS SEBOROIK

Dermatitis seboroik adalah lesi papulosquamous pada daerah yang kaya sebum,
terutama di kulit kepala, wajah, badan dan inguinal. Selain produksi sebum,
penyakit ini juga terkait dengan jamur golongan Malassezia, kelainan imunologi,
dan aktivasi komplemen. Hal ini biasanya diperparah oleh perubahan kelembaban,
perubahan musim, trauma (misalnya garukan), atau stres emosional. Keparahan
bervariasi dari skuama ringan sampai eritroderma eksfoliatif. Dermatitis seboroik
dapat memburuk pada penyakit Parkinson dan AIDS.24

Pada beberapa kepustakaan, dermatitis seboroik dikaitkan dengan tingkat normal


Malassezia, tetapi respon imun yang abnormal. Produksi sel T helper,
phytohemagglutinin dan stimulasi concanavalin, dan titer antibodi yang tertekan
juga dikaitkan dengan penyakit ini. Peranan Malassezia pada dermatitis seboroik
mungkin berasal dari aktivitas lipase jamur yang melepaskan asam lemak bebas
dan dari kemampuannya untuk mengaktifkan jalur alternatif komplemen.25,26

Tingkat prevalensi dermatitis seboroik adalah 3-5% dari populasi, dengan


distribusi di seluruh dunia. Ketombe, bentuk paling ringan dari dermatitis
seboroik, mungkin jauh lebih umum dan diperkirakan mengenai15-20% dari
populasi. Onset lebih sering terjadi pada usia pubertas. Pada bayi, penyakit ini
dapat membentuk cradle cap dan pada keadaan yang jarang dapat menyebabkan
eritroderma.24

Secara klinis, ditandai dengan dengan adanya rasa perih, gatal, adanya eritema
yang ditutupi skuama berminyak berwarna putih kekuningan. Aktivitas meningkat
pada musim dingin, dengan remisi sering terjadi di musim panas, akan tetapi pola
ini sepertinya tidak dijumpai di negara-negara tropis. Fase aktif dermatitis
seboroik dapat dipersulit dengan adanya infeksi sekunder di daerah intertriginosa.

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 321
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
Eritroderma generalisata seboroik jarang terjadi. Hal ini terjadi lebih sering terkait
dengan AIDS, gagal jantung kongestif, penyakit Parkinson, dan imunosupresi
pada bayi prematur. Efloresensi bentuk plakat jarang ditemukan. Makula
hipopigmentasi sering terlihat pada orang kulit hitam.24

Berbagai obat dikatakan dapat menginduksi terjadinya dermatitis seboroik. Obat-


obat ini termasuk auranofin, aurothioglucose, buspirone, chlorpromazine,
cimetidine, etionamid, emas, griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, lithium,
methoxsalen, metildopa, fenotiazin, psoralen, stanozolol, thiothixene, dan
trioxsalen.24,25

Diagnosis banding

Kandidiasis intertriginosa

Gambaran klinis kandidiasis intertriginosa yang dominan adalah adanya eritema


dan maserasi pada daerah intertriginosa dengan lesi satelit vesikopustula. Pustul
dapat pecah meninggalkan dasar eritema dengan koloret dari epidermis yang
mengalami nekrosis yang mudah dilepaskan. Pemeriksaan penunjang sediaan
langsung yang ditetesi KOH ditemukan adanya pseudohifa dan blastospora.10

Eritrasma

Pada eritrasma tidak terdapat adanya skuama berminyak di atas kulit yang
eritema. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginosa.
Eritrasma tidak menimbulkan keluhan subyektif, kecuali bila terjadi terjadi
maserasi pada kulit. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat
berfluoresensi merah membara (coral-red). Pada sediaan langsung dari hasil
kerokan lsi tampak organisme berupa batang pendek halus, bercabang,
berdiameter 1µm atau kurang dengan bentuk basil kecil atau difteroid.13

Dermatitis kontak

Predileksi tidak terbatas pada daerah seboroik. Pada umumnya kulit akan tampak
kemerahan, dapat disertai dengan vesikulasi atau bula. Kemudian akan timbul
papul eritema. Vesikel atau bula dapat pecah memberikan gambaran erosi disertai

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 322
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
dengan krusta. Pada keadaan yang kronis menunjukkan gambaran plak dan
skuama. Menemukan adanya riwayat kontak sangat penting. Bila diperlukan dapat
dilakukan tes tempel untuk memastikan diagnosis.24

Penatalaksanaan

Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan penyakit, tapi dihubungkan dengan


tingkat kekambuhan yang cukup tinggi, menimbulkan ketergantungan karena efek
rebound, terutama pada penggunaan jangka panjang. Penyakit ini juga
memberikan respon terhadap ketoconazol, naftifin dan krim atau gel ciclopirox.
Kalsineurin inhibitor (pimecrolimus, tacrolimus), kombinasi sulfur atau
sulfonamida, atau propilen glikol juga efektif sehingga dapat dijadikan sebagai
terapi alternatif.26 Kortikosteroid kelas IV atau yang lebih rendah dapat digunakan
untuk keadaan yang akut. Ketokonazol sistemik atau flukonazol dapat membantu
pada dermatitis seboroik berat atau tidak responsif terhadap pengobatan
konvensional. Shampoo selenium sulfida (2,5%), ketoconazol, dan ciclopirox
dapat membantu dengan mengurangi reservoir ragi Malassezia kulit kepala tetapi
dapat menyebabkan peradangan di daerah intertriginosa atau wajah.27,28

SKABIES

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabei var, hominis dan produknya. Penyakit ini sangat mudah
sekali menular dan sangat gatal terutama pada malam hari. Faktor yang
mempengaruhi ialah hygiene yang kurang baik. Penyakit ini sangat mudah
menular baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya
ibu yang menggendong anaknya yang menderita scabies atau penderita yang
bergandengan tangan dengan teman-temannya. Secara tidak langsung misalnya
melalui tempat tidur, handuk, pakaian dan lain-lain. Karena sifatnya yang sangat
menular, maka skabies ini populer dikalangan masyarakat padat. Distribusi
epidemiologisnya kosmopolitan terutama pada penduduk dengan keadaan sosial
ekonomi rendah. Predileksi dari skabies biasanya adalah pada daerah dengan kulit
yang tipis, seperti pada daerah lipatan kulit di inguinal.29-31

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 323
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
Kelainan kulit tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies, tetapi juga pada
penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul
erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.29

Terdapat empat tanda kardinal untuk skabies yaitu pruritus nokturna, yaitu gatal
pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada
malam hari yang lebih lembab; mengenai secara kelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga serumah atau pada bangsal militer; adanya terowongan (borrow)
pada tempat-tempat predileksi, yang berbentuk garus lurus atau berkelok, dengan
papul atau vesikel pada ujung vesikel.; menemukan tungau, merupakan hal yang
dianggap paling dapat menentukan diagnosis. Diagnosis dapat dibuat dengan
menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.32,33

Khas untuk skabies adalah rasa gatal yang amat sangat terutama pada malam hari.
Hal ini dikarenakan pada malam hari suasananya lebih hangat, sehingga larva
aktif akan keluar dari sarangnya. Efflorosensinya berupa papula atau vesikel
dimana puncaknya terdapat gambaan yang sebenarnya merupakan lorong-lorong
rumah sarcoptes yang biasanya disebut dengan istilah burrows atau kunikulus.
Kunikulus ini pada pemeriksaan fisik kadang tidak terlihat (tidak ditemukan)
karena sudah hilang akibat garukan kronis. Jika terjadi infeksi sekunder, kunikilus
ini dapat menjadi pustula. Apabila skabies mengenai gland penis, maka akan
terbentuk papula-papula eritematus yang jelas. Papula ini mirip dengan papula
pada sifilis, hanya bedanya bahwa papula pada skabies tersebut terasa gatal sekali.
Jika skabies terjadi pada skrotum, maka gambarannya akan semakin jelas lagi. Hal
ini dikarenakan stratum korneum skrotum lebih tipis. Sehingga papula akan
semakin jelas terlihat. Didaerah lain, stratum korneumnya biasanya lebih tebal,
sehingga papulanya akan lebih tidak terlihat. Apabila seseorang pernah terkena
skabies, maka pada penularan yang kedua telah terjadi sensitisasi sehingga gejala
klinis biasanya lebih berat dan dapat berupa nodul yang teraba keras.32,33

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 324
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
Diagnosis banding

Folikulitis
Pada kulit yang terkena akan timbul ruam kemerahan dan rasa gatal. Folikel
rambut akan tampak mengalami keradangan, berisi cairan yang dengan cepat
berubah menjadi pustula, bisa pecah dan mengering membentuk krusta. Tidak
dijumpai gejala pruritus nokturnal, tidak meyerang kelompok dan pada
pemeriksaan tidak dijumpai adanya terowongan dan tungau.12,32

Gigitan serangga
Selain gatal atau perih, reaksi terhadap gigitan serangga meliputi tiga tanda yang
khas. Pada daerah gigitan ditemukan adanya flare berbatas tegas, adanya lubang
bekas gigitan dan predileksi yang khas adalah di daerah terpapar, tidak hanya di
kulit-kulit yang tipis. Reaksi lokal yang berat dipertimbangkan bila ditemukan
daerah pembengkakan yang lebih besar dari 5 cm. Kadang dapat menimbulkan
reaksi sistemik yang dipicu oleh reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Tidak dijumpai
gejala pruritus nokturnal, tidak meyerang kelompok dan pada pemeriksaan tidak
dijumpai adanya terowongan dan tungau.32

Urtikaria papular
Apabila dijumpai di daerah inguinal, penyakit ini sangat mirip dengan skabies.
Secara klinis berupa episode kronis atau berulang dari erupsi papular yang
cenderung berkelompok disertai dengan adanya pruritus yang berat. Erupsi ini
ditandai dengan adanya papul atau papulovesikel pruritus terdistribusi simetris,
terutama di daerah yang tertutup pakaian. Sering terdapat bekas garukan berupa
erosi dan ulserasi. Kelainan ini sering disertai dengan infeksi sekunder. Tidak
dijumpai gejala pruritus nokturnal, tidak meyerang kelompok dan pada
pemeriksaan tidak dijumpai adanya terowongan dan tungau.33

Penatalaksanaan

Ada beberapa pengobatan yang efektif untuk skabies. Pemilihan obat tergantung
terutama pada biaya, efektivitas dan efek samping obat. Pilihan obat topikal

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 325
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
diantaranya adalah krim permetrin, lindane, benzil benzoat, lotion dan krim
crotamiton, belerang, minyak pohon teh, atau minyak dari daun Lippia multiflora.
Pilihan obat oral yang bersifat skabisidal adalah ivermectin akan tetapi obat ini
tidak disetujui oleh FDA untuk pengobatan skabies. Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit Amerika merekomendasikan pengobatan skabies
menggunakan lindane, permetrin atau ivermectin. Permetrin adalah obat pilihan di
Amerika Serikat dan Inggris. Dalam beberapa penelitian, obat ini telah terbukti
lebih efektif daripada ivermectin oral dosis tunggal, meskipun memiliki
efektivitas setara ketika 2 dosis ivermectin digunakan dua minggu kemudian. Hal
ini juga didukung oleh sebuah tinjauan pustaka Cochrane pada tahun 2007 yang
berfokus pada intervensi untuk mengobati skabies, yang merekomendasikan
permetrin topikal sebagai pengobatan yang paling efektif untuk skabies. Permetrin
topikal juga lebih efektif daripada lindane topikal, dan crotamiton topikal. Obat
harus dioleskan secara menyeluruh ke daerah belakang telinga dan dari leher
sampai telapak tangan dan kaki, terutama daerah intertrigenous seperti antara jari
dan jari-jari kaki, umbilikus, pangkal paha, di antara pantat, dan di bawah kuku.
Obat harus dicuci setelah 10-12 jam. Belum ada resistensi klinis yang
didokumentasikan pada permetrin.34,35
Beberapa penulis merekomendasikan pengobatan terhadap populasi khusus adalah
sebagai berikut: bayi dapat diberikan krim permetrin 5% (usia lebih dari 2 bulan),
ivermectin dan lindane adalah kontraindikasi; anak-anak dapat diberikan krim
permetrin 5% atau benzil benzoat 12,5%; bayi usia kurang dari 2 bulan, wanita
hamil dan menyusui diberikan sulfur 6%, sedangkan Ivermectin permetrin, dan
lindane adalah kontraindikasi; pada kasus-kasus skabies yang berat dapat
diberikan ivermectin oral dengan dosis 0,2 mg/kg berat badan dosis tunggal dan
dapat diulang dalam dua minggu, digunakan sebagai monoterapi atau dalam
kombinasi dengan obat skabisidal topikal tergantung pada tingkat keparahan
infeksi. Pada kasus dengan hiperkeratosis diperlakukan penambahan agen
keratolitik seperti asam salisilat 5-10% dalam petrolatum untuk meningkatkan
penetrasi agen topikal.35
Pakaian, seprei dan handuk harus dicuci dan dikeringkan. Beberapa penulis
menyarankan semua orang yang serumah dengan pasien harus menerima

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 326
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
pengobatan topikal, meskipun beberapa dokter mengobati hanya orang-orang
yang berhubungan intim dengan pasien, misalnya yang berbagi tempat tidur atau
melakukan kontak seksual dengan pasien.

Pruritus dan keradangan pada skabies sering berlangsung selama beberapa minggu
setelah terapi. Memberikan antihistamin dapat mengurangi pruritus, tapi
glukokortikoid topikal atau sistemik jangka pendek umumnya lebih efektif. Pada
anak-anak, krim hidrokortison 1% dapat membantu; pada orang dewasa krim
triamsinolon 0,1% dapat digunakan. Untuk gatal lebih berat, prednison 40 sampai
60 mg yang digunakan selama 7 - 14 hari dapat membantu. Pada kasus-kasus
dengan infeksi sekunder dapat dikombinasikan dengan antibiotika oral spektrum
luas.34,35

PSORIASIS INVERSA

Psoriasis inversa sering dianggap sebagai psoriasis yang tersembunyi. Penyakit ini
jarang menampakkan tampilan klinis seperti psoriasis pada umumnya dan terjadi
pada daerah lipatan kulit, seperti ketiak dan selangkangan. Gejala subjektif seperti
gatal dan nyeri dapat sangat mengganggu. Kondisi ini biasanya terjadi pada
sekitar 2% sampai 6% dari pasien-pasien dengan psoriasis, lebih sering pada
pasien dengan kelebihan berat badan dan dengan lipatan kulit yang dalam.
Psoriasis pada bagian tubuh yang lain dapat sangat ringan, bahkan mungkin
dianggap sebagai ketombe biasa. Secara klinis, penyakit ini pertama muncul
sebagai lesi yang sangat merah pada lipatan tubuh, dapat tampak halus dan
mengkilat. Predileksi utama ditemukan pada ketiak, selangkangan, di bawah
payudara dan di lipatan kulit lainnya pada tubuh. Hal ini terutama diakibatkan
oleh iritasi karena gesekan dan berkeringat karena lokasinya di lipatan kulit dan
daerah dengan kulit yang relatif lembut. Biasanya tidak berskuama seperti
psoriasis pada umumnya karena lingkungan yang lembab. Berdner pada tinajuan
klinisnya mengatakan, pada beberapa keadaan, penyakit ini sangat sulit untuk
dibedakan dengan penyakit lain, terutama bila tidak ditemukan adanya lesi
psoriasis yang khas di tempat lain. Terkadang satu-satunya cara untuk
menyingkirkan diagnosis adalah dengan pemeriksaan histopatologi.36-38

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 327
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
Diagnosis banding

Kandidiasis intertriginosa

Kandidiasis Intertriginosa ditandai dengan lesi di daerah lipatan berupa lesi yang
berbatas tegas, berskuama, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh
lesi satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah
meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang
seperti lesi primer. Pemeriksaan penunjang sediaan langsung yang ditetesi KOH
ditemukan adanya pseudohifa dan blastospora. Tidak ditemukan adanya lesi
psoriasis di tempat lain.10,37

Dermatitis kontak

Klinis dari dermatitis kontak sangat bervariasi, mulai dari kemerahan yang ringan
dan hanya berlangsung singkat sampai kepada pembengkakan hebat dan bula.
Gambaran yang umum adalah ditemukannya klinis dengan efloresensi yang
polimorfik di daerah kontak di ingunal. Menemukan adanya riwayat kontak sangat
penting. Uji tempel dan pemeriksaan histopatologi dapat membantu memastikan
diagnosis.37

Eritrasma

Eritrasma disebabkan oleh Corynebacterium minutissimum, yang banyak


menyerang orang dewasa, penderita diabetes, dan banyak ditemukan di daerah
tropik. Mirip dengan psoriasis inversa, pada penyakit ini juga ditemukan adanya
lesi berupa eritema dan skuama halus di tempat predileksi. Lesi kulit dapat
berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi eritoskuamosa, berskuama halus
kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklat-coklatan. Akan tetapi lesi psoriasis
inversa biasanya juga disertai lesi psoriasis di tempat lain. Pada pemeriksaan
dengan lampu Wood, lesi eritrasma terlihat berfluoresensi merah membara (coral-
red) dan pada pemeriksaan sediaan langsung ditemukan C. minutissimum.13

Penatalaksanaan

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 328
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
Krim dan salep steroid dianggap sangat efektif, tetapi mereka tidak boleh
dilakukan dalam oklusi dengan dressing plastik. Penyalahgunaan atau
penggunaan steroid yang berlebihan dapat mengakibatkan efek samping seperti
penipisan kulit dan striae. Harus dipertimbangkan bahwa psoriasis inversa
biasanya mengenai daerah-daerah dengan kulit yang tipis. Hal ini meningkatkan
risiko efek samping dari obat topikal. Karena daerah ini rentan terhadap koinfeksi
ragi dan jamur, biasanya pengobatan juga dikombinasi dengan sediaan antijamur
topikal, misalnya hidrokortison 1% atau 2% yang dikombinasikan dengan
mikonazol 2%. Obat topikal lainnya, seperti Calcipotriene , coal tar atau
anthralin, juga cukup efektif dalam mengobati psoriasis pada lipatan kulit, namun
obat-obat ini juga bisa menyebabkan iritasi dan harus digunakan dengan hati-hati
di bawah arahan dokter. Tacrolimus dan pimecrolimus adalah dua obat topikal
yang disetujui oleh US Food and Drug Administration untuk pengobatan psoriasis
inversa yang tidak mempan atau kontraindikasi dengan pengobatan steroid. Cat
Castellani juga dapat digunakan untuk mengobati psoriasis inversa karena dapat
membantu untuk mengeringkan lesi psoriasis yang lembab pada lipatan kulit.
Penggunaan bedak juga ditujukan untuk membantu mengeringkan lesi yang
lembab, dan beberapa penulis menyarankan kombinasi penggunaan krim pada
malam hari dan bedak pada pagi hari. Pasien dengan psoriasis inversa yang parah
mungkin memerlukan kombinasi dengan fototerapi UVB untuk mengontrol
penyakit.40,41

FOLIKULITIS

Folikulitis adalah peradangan pada folikel rambut. Sekitar 80-85% penyakit ini
disebabkan oleh infeksi bakteri stafilokokus. Folikulitis dapat terjadi di bagian
kulit manapun, termasuk di inguinal, dan biasanya merupakan akibat dari
kerusakan folikel rambut karena bergesekan dengan pakaian, adanya sumbatan
pada folikel rambut, trauma akibat pencukuran serta reaksi imunologis. Selain
stafilokokus, penyebab folikulitis di inguinal adalah ragi Malassezia, infeksi virus
(herpetic folliculitis), deposit eosinofil serta keganasan. Pada kulit yang terkena
akan timbul ruam kemerahan dan rasa gatal. Folikel rambut akan tampak

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 329
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
mengalami keradangan, berisi cairan yang dengan cepat berubah menjadi pustula,
bisa pecah dan mengering membentuk krusta.42-44

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Untuk memastikan agen


penyebab, bisa dilakukan pengambilan sediaan langsung dan dilakukan
pengecatan gram serta pembiakan contoh jaringan yang terinfeksi di
laboratorium.42

Diagnosis banding

Skabies

Apabila terdapat infeksi sekunder, tampilan klinis skabies dapat menyerupai


folikulitis. Ciri utama dari skabies adalah pruritus hebat, yang biasanya semakin
memburuk pada malam hari (pruritus nokturnal). Terdapat lubang tungau yang
tampak sebagai garis bergelombang dengan panjang sampai 2,5 cm, kadang pada
ujungnya terdapat papul atau vesikel kecil, akan tetapi lama kelamaan terowongan
ini akan sulit untuk dilihat karena tertutup oleh peradangan yang terjadi akibat
penggarukan. Menemukan tungau adalah temuan yang paling dianggap bermakna
untuk membedakan diagnosis banding.32,43

Kandidiasis intertriginosa

Kandidiasis pada lipatan kulit memberikan keluhan berupa gatal dan perih.
Kelainannya berupa bercak merah dengan maserasi dan dijumpai lesi satelit
berupa vesikopustula yang tersebar mengelilingi lesi utama. Pada masa awal
infeksi kandida, pustul ini belum menyatu dan mungkin dikelirukan dengan
folikulitis akibat penyebab lain. Akan tetapi keradangan pada folikulitis hanya
terjadi pada folikel rambut. Diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan Gram dan pemeriksaan KOH dari kerokan kulit.10,43

Penatalaksanaan

Pada kasus-kasus folikulitis yang terjadi di inguinal, yang paling penting adalah
menjaga kebersihan di daerah inguinal, menjaga kulit tetap kering dan
menghindari adanya gesekan dengan pakaian. Antiseptik topikal yang

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 330
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
dikombinasi dengan pemberian bedak adalah pengobatan yang paling
direkomendasikan pada kebanyakan kasus folikulitis yang terbatas di inguinal.
Antibiotika topikal seperti neomisin atau mupirosin hanya diberikan apabila
dianggap perlu. Folikulitis yang disebabkan oleh jamur dapat memburuk dengan
pemberian antibiotika dan mungkin memerlukan antijamur oral seperti
Flukonazol, yang diberikan 1x150 mg/minggu selama 2-3 minggu. Antijamur
topikal seperti ekonazol nitrat juga efektif.43,45,36

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson JS, Williams R. Human Region. In: Pocket Medical Dictionary. 1st ed.
USA : McGraw-Hill Companies 2007; p:72
2. Verma S, Heffeman MP. Superficial Fungal Infection: Dermatophytosis,
Onychomycosis, Tine Nigra, Piedra. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, editor.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th. New York: McGraw-Hill,
2008:1807-1822.
3. Koksal F, Er E, Samasti M. Causative agents of superficial mycoses in Istanbul,
Turkey: retrospective study. Mycopathologia. Sep 2009;168(3):117-23.
4. Yehia MA, El-Ammawi TS, Al-Mazidi KM, Abu El-Ela MA, Al-Ajmi HS. The
Spectrum of Fungal Infections with a Special Reference to Dermatophytoses in the
Capital Area of Kuwait During 2000-2005: A Retrospective Analysis.
Mycopathologia. Nov 17 2009
5. Grekin RC, Neuhaus IM, Wei ML. Diseases Resulting from Fungi and Yeasts In:
James WD, Berger TG, Elston DM. In: Andrew’s Desease of the Skin, Clinical
Dermatology 10th ed. Philadelphia: WB Saunders, 2006; 297-333.
6. Gupta AK, Tu LQ. Dermatophytes: diagnosis and treatment. J Am Acad Dermatol.
Jun 2006;54(6):1050-5.
7. Jancin B. Topical Antifungals: Some Oldies Are Still Goodies. Skin Allergy New.
May 2007;38(5):23.
8. Zhang AY, Camp WL, Elewski BE. Advances in topical and systemic antifungals.
Dermatol Clin. Apr 2007;25(2):165-83
9. Nadalo, D; Montoya, C; Hunter-Smith, D. "What is the best way to treat tinea
kruris?". The Journal of Family Practice. March 2010; 55 (3): 256–8.
10. Janik MP, Heffernan MP.Yeast Infections: Candidiasis and Tinea (Pityriasis)
Versicolor. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ eds. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 7th ed. New York:
McGraw-Hill, 2008; 1822-30.
11. Anaissie EJ. The Changing Epidemiology of Candida Infection. Available at:
http://www.medscaoe.com/viewprogram/7208_pnt. Mei 31 2007: 2-6; 10-15.

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 331
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
12. Boer A, Herder N, Winter K, Falk T. Folliculitis: clinical, histopathological, and
molecular pathologic observations. Br J Dermatol. Apr 2006;154(4):743-6.
13. Sarkani I, Taplin D, Blank H. Organism causing erythrasma. Revisited. Lancet.
Aug 1988; 2: 304
14. Krueger JG, Bowcock A. Psoriasis pathophysiology: current concepts of
pathogenesis. Ann Rheum Dis. Mar 2005;64 Suppl 2:ii30-6.
15. Sheppard D, Lampiris HW. Antifungal Agents. In: Katzung BG eds Basic and
Clinical Pharmacology 9th ed. New York: Mc Graw Hill, 2004: 792-800.
16. Seebacher C, Abeck D, Brasch J, et al. Candidiasis of the skin. J Dtsch Dermatol
Ges. Jul 2006;4(7):591-6.
17. Pappas PG, Kauffman CA, Andes D, et al. Clinical practice guidelines for the
management of candidiasis: 2009 update by the Infectious Diseases Society of
America. Clin Infect Dis. March 1 2009;48(5):503-35.
18. Aperis G, Moyssakis I. Corynebacterium minutissimum endocarditis: a case report
and review. J Infect. Feb 2007;54(2):e79-81.
19. Ahmad NM, Ahmad KM. Corynebacterium minutissimum pyelonephritis with
associated bacteraemia: a case report and review of literature. J Infect. Dec
2005;51(5):e299-303.
20. Morales-Trujillo ML, Arenas R, Arroyo S. Interdigital erythrasma: clinical,
epidemiologic, and microbiologic findings. Actas Dermosifiliogr. Jul-Aug
2008;99(6):469-73.
21. Schwartz RA, Janusz CA, Janniger CK. Seborrheic dermatitis: an overview. Am
Fam Physician. Jul 1 2006;74(1):125-30.
22. Dalal A, Likhi R. Corynebacterium minutissimum bacteremia and meningitis: a
case report and review of literature. J Infect. Jan 2008;56(1):77-9.
23. Darras-Vercambre S, Carpentier O, Vincent P, Bonnevalle A, Thomas P.
Photodynamic action of red light for treatment of erythrasma: preliminary results.
Photodermatol Photoimmunol Photomed. Jun 2006;22(3):153-6.
24. Zisova LG. Malassezia species and seborrheic dermatitis. Folia Med (Plovdiv). Jan-
Mar 2009;51(1):23-33.
25. Tajima M, Sugita T, Nishikawa A, Tsuboi R. Molecular analysis of Malassezia
microflora in seborrheic dermatitis patients: comparison with other diseases and
healthy subjects. J Invest Dermatol. Feb 2008;128(2):345-51.
26. Tatlican S, Eren C, Eskioglu F. Insight into pimecrolimus experience in seborrheic
dermatitis: close follow-up with exact mean cure and remission times and side-
effect profile. J Dermatolog Treat. 2009;20(4):198-202.
27. Cook BA, Warshaw EM. Role of topical calcineurin inhibitors in the treatment of
seborrheic dermatitis: a review of pathophysiology, safety, and efficacy. Am J Clin
Dermatol. 2009;10(2):103-18.
28. Ozden MG, Tekin NS, Ilter N, Ankarali H. Topical pimecrolimus 1% cream for
resistant seborrheic dermatitis of the face: an open-label study. Am J Clin
Dermatol. 2010;11(1):51-4.
29. Hay RJ. Scabies and pyodermas, diagnosis and treatment. Dermatol Ther. Nov-Dec
2009;22(6):466-74.

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 332
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 
30. Odom RB. Seborrheic dermatitis in AIDS. Revisited.. J Int Postgrad Med.
2002;2:18-20.
31. Chosidow O. Clinical practices. Scabies. N Engl J Med. Apr 20
2006;354(16):1718-27.
32. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatol Ther. Jul-Aug 2009;22(4):279-92.
33. Hong MY, Lee CC, Chuang MC, Chao SC, Tsai MC, Chi CH. Factors related to
missed diagnosis of incidental scabies infestations in patients admitted through the
emergency department to inpatient services. Acad Emerg Med. Sep
2010;17(9):958-64.
34. Currie BJ, McCarthy JS. Permethrin and ivermectin for scabies. N Engl J Med. Feb
25 2010;362(8):717-25.
35. Strong M, Johnstone PW. Interventions for treating scabies. Cochrane Database
Syst Rev. Jul 18 2007;CD000320.
36. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, editor.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th. New York: McGraw-Hill,
2008:169-194.
37. Gulliver W. Long-term prognosis in patients with psoriasis. Br J Dermatol. Aug
2008;159 Suppl 2:2-9.
38. Grekin RC, Neuhaus IM, Wei ML. Seborrheic Dermatitis, Psoriasis, Recalcitrant
Palmoplantar Eruptions, Pustular Dermatitis, and Erythroderma. In: James WD,
Berger TG, Elston DM. In: Andrews’ Desease of the Skin, Clinical Dermatology
10th ed. Philadelphia: WB Saunders, 2006; 191-207.
39. Krueger JG, Bowcock A. Psoriasis pathophysiology: current concepts of
pathogenesis. Ann Rheum Dis. Mar 2005;64 Suppl 2:ii30-6.
40. Sampogna F, Tabolli S, Söderfeldt B, Axtelius B, Aparo U, Abeni D. Measuring
quality of life of patients with different clinical types of psoriasis using the SF-36.
Br J Dermatol. May 2006;154(5):844-9.
41. Menter A, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfand JM, Gordon KB, et al.
Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriatic arthritis Section 6.
Guidelines of care for the treatment of psoriasis and psoriatic arthritis: Case-based
presentations and evidence-based conclusions. J Am Acad Dermatol. Feb 7 2011
42. Eley CD, Gan VN. Folliculitis, furunculosis, and carbuncles Rev. Arch Pediatr
Adolesc Med. Jun 2007;151(6):625-6.
43. Craft N, Lee KL, Zipoli MT, Weinberg AN, Scwartz MN, Johnson RA. Superficial
Bacterial Infection and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, editor.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th. New York: McGraw-Hill,
2008:1694-1710.
44. Satoh T, Shimura C, Miyagishi C, Yokozeki H. Indomethacin-induced reduction in
CRTH2 in eosinophilic pustular folliculitis (Ofuji's disease): a proposed mechanism
of action. Acta Derm Venereol. 2010;90(1):18-22.
45. Gisby J, Bryant J: Efficacy of a new cream formulation of mupirocin: Comparison
with oral and topical agents in experimental skin infections. Antimicrob Agents
Chemother 44:255, 2008
46. Bradley SF: Staphylococcus aureus infections and antibiotic resistance in older
adults. Clin Infect Dis. 2002; 34:211.

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries 333
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
 

Anda mungkin juga menyukai