DOSEN PENGAJAR : NS. Yafet Pradikatama Prihanto M.K
DISUSUN OLEH : LELIANA NAINOE NIM: 181482
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI WALUYA MALANG 2020 APLIKASI KONSEP CALLISTA ROY DI PANTI WERDAH Pada banyak realitas yang terjadi. Seorang lansia lebihlah nyaman bila tinggal dan hidup bersama dengan keluarga dan cucu – cucunya. Ia akan merasa lebih nyaman berada di sekitar orang – orang yang dicintainya. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahwa karena situasi dan kondisi, terkadang mengharuskan lansia harus ditempatkan di Panti Jompo dengan harapan lebih terurus dan diberi perhatian khusus dalam menjaga kesehatannya. Hal ini tidaklah mudah bagi lansia. Aplikasi dari konsep Calista Roy Oleh menuntut perlunya kepekaan dari seorang perawat dalam mendampingi lansia tersebut dengan cara peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, optimalisasi fungsi mental, dan mengatasi gangguan kesehatan masalah yang umum. Untuk melakukan itu semua, saya perlu mengetahui fokus keperawatan pada lansia tersebut, tujuannya, landasan, apa saja lingkup askepnya, peran sebagai perawat, alasan timbulnya perhatian pada lansia tersebut. Lansia dengan perpindahan dari rumahnya sendiri ke Panti Werdah tersebut tentunya membutuhkan adaptasi. Sebagai seorang perawat, maka saya harus benar – benar memahami situasi lansia tersebut yang harus meninggalkan rumahnya dan tinggal di Panti Werdah. Saya harus mempunyai sikap mendengarkan apa yang diungkapkannya. Meskipun dengan tinggal di Panti Werdha para lansia memiliki kesempatan untuk tinggal secara temporer dengan teman yang seusia, hal tersebut tidak membuat para lansia menghilangkan rasa kesepian yang dirasakannya. Berbagai aktifitas dan kegiatan yang terdapat di dalam Panti Werdha cenderung dilakukan bersama-sama, akan tetapi dalam aktifitas tersebut tidak ada tuntutan untuk dapat berinteraksi antara satu lansia dengan lainnya, sehingga hal tersebut membuat para lansia tidak memiliki hubungan pertemanan ataupun relasi yang cukup baik antara satu lansia dengan lainnya. Kondisi tersebut secara tidak langsung memicu munculnya rasa kesepian dalam diri seorang lansia, sehingga pendekatan Calista Roy sangatlah penting dari berbagai aspek. Menempatkan para lansia di Panti Werdha oleh anak dan keluarga dari para lansia yang dianggap sebagai suatu alternatif bagi penempatan para lansia di masa tuanya tidaklah sepenuhnya tepat. Segala fasilitas, situasi juga kegiatan yang terdapat di dalam Panti Werdha ternyata tidak dapat menggantikan suasana rumah. Suasana rumah yang didalamnya terdapat interaksi dengan anak dan keluarga yang termasuk adanya kehangatan dalam interaksi tersebut tidak dapat ditemukan, dimiliki juga dirasakan oleh para lansia yang tinggal di Panti Werdha. Kesepian yang dirasakan oleh para lansia sedikit banyak memicu munculnya berbagai perasaan negatif dalam diri lansia. Dari berbagai perasaan negatif yang muncul dalam diri lansia, lingkungan baru yaitu Panti Werdha sebagai salah satu bentuk stressor yang membutuhkan penyesuaian dalam diri lansia, sedikit banyak berbagai kondisi yang terjadi berhubungan pada kepuasan hidup yang dimiliki oleh para perempuan lansia di Panti Werdha. Para lansia cenderung pasrah atas apa yang terjadi dalam diri mereka ke depannya, adanya kecenderungan untuk tidak memiliki harapan, rasa optimis serta tidak berusaha untuk melakukan sesuatu untuk dapat meminimalkan perasaan kesepian dan kepuasan hidup yang mereka miliki saat ini. Lansia tetap membutuhkan orang lain, jadi jangan mengucilkan lansia. Lansia perlu diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan dunia luar. Bagi yang tidak memiliki minat untuk menjalin interaksi dengan dunia luar karena merasa sudah tua, maka harus dirangsang untuk mengetahui dunia luar dengan cara menonton televisi, mendengarkan radio atau membaca materi bacaan sesuai dengan kesenangan lansia. Intinya jangan sampai kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain menjadi terputus karena keterbatasan yang dimiliki oleh lansia. Keterbatasan itu secara fisik yang tidak memungkinkan lagi untuk berpergian keluar rumah ataupun keterbatasan dalam hal teman sebaya yang dimiliki. Lansia tetap membutuhkan orang lain terutama teman-teman sebaya. Namun bila teman-teman sebaya tidak memungkinkan maka peran keluarga sangat penting untuk terus menjaga pola interaksi dan komunikasi yang baik dengan lansia. Anak-anak dan cucu bisa menjadi sumber dukungan sosial yang dibutuhkan lansia. Tanpa adanya komunikasi dan interaksi yang baik dengan orang lain, lansia akan merasa terisolasi, kesepian, dan makin merasa bahwa dirinya sudah tidak memiliki fungsi dan peran dalam kehidupan ini. Ingat lansia tetap memiliki peran sesuai dengan tahapan perkembangan kehidupannya asal peran tersebut tidak dihilangkan dari lansia karena penilaian lansia tidak lagi berfungsi sesuai dengan perannya. Rancangan intervensi sosial perlu dilakukan dalam mengatasi masalah kesepian dan kepuasan hidup lansia di Panti Werdha. Intervensi sosial ini melibatkan keluarga lansia dalam bentuk pemberian dukungan sosial, perubahan pola pikir bahwa lansia masih memiliki peran dan bukan dibuang keluarga. Intervensi sosial yang melibatkan keluarga perlu dilakukan karena lansia tidak hanya seorang individual tetapi merupakan bagian dari lingkungan sosial keluarga. Saat lansia berada di Panti Werdha dan tidak adanya kunjungan keluarga dan tidak ada aktivitas bermakna dengan keluarga maka lansia akan makin merasa bahwa mereka sudah terlepas atau bukan lagi bagian dari keluarga yang makin meningkatkan perasaan terbuang. Panti Werdha dipandang sebagai tempat atau kumpulan lansia yang merupakan orang terbuang dari keluarga. Teori adaptasi Callista Roy memandang klien sebagai suatu system adaptasi. Model adaptasi Roy menguraikan bahwa bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara mempertahankan perilaku secara adaptif karena menurut Roy, manusia adalah makhluk holistic yang memiliki sistem adaptif yang selalu beradaptasi. Menurut Roy humanisme dalam keperawatan adalah keyakinan, terhadap kemampuan koping manusia dapat meningkatkan derajat kesehatan. nLansia memliki derajat adaptasi yaitu perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus fokal, konstektual dan residual dengan standar individual, sehingga manusia dapat berespon adaptif sendiri.Problem adaptasi adalah kejadian atau situasi yang tidak adekuat terhadap penurunan atau peningkatan kebutuhan. Sebagai stimulus fokal adalah presipitasi perubahan tingkah laku, meningkatkan intergritas dalam mencapai tujuan manusia untuk mempertahankan kehidupan, Pertahanan adaptasi dalam empat cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologi, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi. Lansia juga akan berdaptasi untuk pencapaian kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan aktivits dan istirahat, eliminasi, nutrisi, sirkulasi dan pengaturan terhadap suhu, sensasi, dan proses endokrin. Manusai / lansia adalah mahluk yang dianugerahi Tuhan kemampuan adaptasi sesuai dengan lingkungan dan situasi yang dihadapi. Konsep diri pada lansia tentunya juga akan diadaptasikan karena adanya perubahan partisipasi sesuai kegiatan yang dilakukan di Panti Werda, peran yang dulunya mungkin di rumah sebagai ibu atau sebagai nenek / kakek berubah menjadi teman dan sebuah komunitas. interdependensi yang berpengaruh bagaimana adaptasi lingkungan sosial lansia yang sekarang berada dalam komunitas yang besar yang mungkin jauh berbeda dengan suasana ketika di rumah. Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda di dalam adaptasi dan lansia yang berada di Panti Werda yang dulunya di rumah tentunya ada beberapa kriteria yang dicapai di dalam beradaptasi sesuai dengan alasan dimasukan di Panti Werda serta pemahaman lansia itu sendiri 1. Lansia dengan tingkat adaptasi baik. lansia yang tinggal di panti werdha jika berdasarkan keinginannya sendiri dan tanpa ada paksaan,dan juga memiliki pemahaman yang baik akan alasan berada di Panti Werda maka akan menganggap panti werdha sebagai suatu tempat layaknya rumah yang dapat memberi rasa nyaman. Proses adaptasi yang berjalan dengan baik ditunjukkan dengan tidak adanya perilaku menyimpang yang dilakukan dalam kesehariannya, lansia juga menjalin hubungan yang baik dengan setiap individu yang berada di panti werdha. 2. Lansia dengan tingkat adaptasi kurang baik. Jika lansia menganggap panti werdha tidak lebih sebagai tempat pengasingan atau pembuangan bagi para orang tua oleh keluarganya. Keluarga yang memutuskan secara sepihak agar anggota keluarga lansia tinggal di panti werdha, serta adanya pemberian perilaku yang salah pada lansia juga menunjukkan bahwa anggota keluarga belum memiliki kesiapan dalam merawat anggota keluarga lansia. Lansia yang beranggapan bahwa panti werdha adalah sebuah tempat pengasingan bagi lansia, akan mempengaruhi proses adaptasi yang dilakukan. 3. Lansia dengan tingkat adaptasi tidak baik. Lansia yang belum siap dalam menghadapi masa tua dan pensiun dan perubahan perannya mempengaruhi proses adaptasi yang dilakukan di panti werdha, lansia akan mengalami depresi atau stress karena kehilangan peran yang pernah dimiliki sebelumnya. Proses adaptasi lansia yang berjalan tidak baik ditunjukkan dengan adanya perilaku menyimpang seperti, tingkat emosional yang tinggi, sensitif dan kurang mau bergaul dengan yang lain. Stress yang dialami membuatnya menjadi terasing dari komunitas serta tidak mampu menerima lingkungan yang baru.