Anda di halaman 1dari 16

MODUL FIELD LAB

TIM REVISI
EDISI REVISI II
1. Annang Giri Moelyo, dr, SpA, MKes.
2. Widardo, Drs, MSc.
KETERAMPILAN 3. Galih Herlambang, SKed.
MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)

Ucapan terima kasih kepada :


Dr. Diffah Hanim, Dra, MSi.

Tim Revisi :
Annang Giri Moelyo, dr, SpA, MKes.
Widardo, Drs, MSc.
Galih Herlambang, SKed.

FIELD LAB
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2013

1
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Azza


wa jalla, karena atas berkah dan karunia-Nya Modul Field BAB I. Pendahuluan........................................................4
lab : Ketrampilan Managemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) ini dapat tersusun. Modul ini disusun oleh tim BAB II. Tinjauan Pustaka...............................................7
revisi modul Field lab FK UNS dimana diawali oleh BAB III. Program Kemenkes dalam MTBS...................18
koordinator Field lab FK UNS. Modul ini sudah
mengalami revisi ke-2 dimana revisi pertama dilakukan BAB IV. Strategi Pembelajaran......................................21
pada tahun 2010. BAB V. Skala Penilaian..................................................25
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS diharapkan
nantinya akan dapat melayani masyarakat luas, dengan Daftar Pustaka.................................................................27
tuntutan kompetensi profesi dokter yang sudah berbeda
dibandingkan jaman dulu. Dokter masa depan diharapkan
adalah seorang dokter yang mumpuni, dalam menangani
masalah terutama masalah kesehatan individu maupun
masyarakat terutama anak-anak. Dalam melaksanakan
KIPDI III Fakultas Kedokteran UNS melaksanakan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Salah satu
kompetensi yang harus dimiliki adalah kedokteran
komunitas, dengan demikian perlu dilakukan bentuk
pembelajaran yang mendukung tercapainya kompetensi
tersebut melalui kegiatan laboratorium lapangan.
Akhir kata, tim Field Lab mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya pada pihak yang telah
membantu tersusunnya manual dengan topic Managemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Semoga pelaksanaan
laboratorium lapangan topik MTBS ini dapat berjalan
lancar.

Surakarta, Januari 2013


Tim Penyusun
BAB I. PENDAHULUAN (Soenarto, 2009). Penilaian balita sakit dengan MTBS
terdiri atas klasifikasi penyakit, identifikasi tindakan,
pengobatan, perawatan di rumah dan kapan kembali.
A. Latar Belakang Kegiatan MTBS memiliki tiga komponen khas yang
menguntungkan, yaitu: meningkatkan ketrampilan petugas
Setiap tahun, lebih dari sepuluh juta anak di dunia kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit,
meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun. Lebih dari memperbaiki sistem kesehatan, dan memperbaiki praktek
setengahnya disebabkan dari 5 kondisi yang sebenarnya keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan
dapat dicegah dan diobati antara lain: pneumonia, diare, upaya pertolongan kasus balita sakit (Wijaya, 2009;
malaria, campak dan malnutrisi dan seringkali kombinasi Depkes RI, 2008).
beberapa penyakit (Soenarto, 2009). Selain itu, lima Pelaksanaan MTBS tidak terlepas dari peran
kondisi di atas menyebabkan 10,8 juta kematian balita di petugas pelayanan kesehatan. Pengetahuan, keyakinan dan
negara berkembang tahun 2005. Hal di atas dapat ketrampilan petugas pelayanan kesehatan dalam
disebabkan oleh rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. penerapan MTBS perlu ditingkatkan guna mencapai
Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dapat keberhasilan MTBS dalam meningkatkan derajat
dipengaruhi oleh masalah dalam ketrampilan petugas kesehatan anak khususnya balita. Dokter sebagai salah
kesehatan, sistem kesehatan dan praktek di keluarga dan satu petugas pelayanan kesehatan perlu memiliki
komunitas. Perlu adanya integrasi dari ketiga faktor di atas pemahaman di atas. Oleh karena itu, penting bagi
untuk memperbaiki kesehatan anak tersebut sehingga mahasiswa FK UNS sebagai calon dokter untuk
tercipta peningkatan derajat kesehatan anak. Perbaikan mempelajari pelaksanaan MTBS di tempat pelayanan
kesehatan anak dapat dilakukan dengan memperbaiki kesehatan dalam hal ini puskesmas.
manajemen kasus anak sakit, memperbaiki gizi, Modul ini menjelaskan cara memberikan konseling pada
memberikan imunisasi, mencegah trauma, mencegah ibu berdasarkan hasil pemantauan pertumbuhan anaknya.
penyakit lain dan memperbaiki dukungan psikososial Biasanya ibu sangat ingin tahu hasil pengukuran yang
(Soenarto, 2009). Berdasarkan alasan tersebut, muncullah telah dilakukan, sehingga ibu harus dijelaskan tentang hal
program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). ini.
MTBS merupakan suatu manajemen melalui
pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita Jika anak tumbuh dengan baik, nasihat selanjutnya adalah
sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai memberikan makanan yang sesuai umur anak, sehingga
beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi anak akan tumbuh dengan baik.
maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling
yang diberikan. (Wijaya, 2009). MTBS mengintegrasikan Jika ada masalah dalam pertumbuhannya atau
perbaikan sistem kesehatan, manajemen kasus, praktek kecenderungan yang mengarah pada suatu masalah, maka
kesehatan oleh keluarga dan masyarakat, dan hak anak perlu mewawancarai ibu untuk mengidentifikasikan

4 5
penyebab masalahnya. Dalam mencari penyebab, terdiri
dari 2 bagian yaitu: Status Gizi dan

• Mencari penyebab kurang gizi (under nutrition)


• Mencari penyebab kelebihan gizi (overweight)
Kurangny a Asupan Gizi
Banyak faktor sosial dan lingkungan yang bisa Penyakit
mempengaruhi pemberian makanan, pola asuh dan
pertumbuhan anak. Maka sangat perlu untuk menentukan
penyebab timbulnya masalah pada anak sebelum
memberikan konseling. Misalnya, seorang anak kurus
karena keluarganya kekurangan bahan makan, sehingga
tidak akan menolong jika menasihati ibu untuk memberi
Kurangnya
makan anak lebih sering. Dalam situasi ini, akan lebih Kurangnya Perilaku/Asuhan Pelayanan kesehatan
baik jika keluarga disarankan mendapatkan bantuan dari Ketersediaan Pangan tingkat Rumah
Ibu Tangga
dan Anak yang Kurang
Dan Lingkungan tidak sehat
sumber lain.

Pada tahun 1990 UNICEF mengembangkan diagram


berikut, untuk menunjukkan kemungkinan penyebab
kurang gizi (under nutrition).1

Seperti dijelaskan dalam diagram tersebut, maka untuk


mengatasi penyebab langsung masalah kurang gizi,
misalnya kurangnya asupan gizi dan penyakit, perlu
mempertimbangkan Penyebab di lingkungan rumah
seperti : kondisi lingkungan rumah, tidak adanya orang
dewasa yang bertanggung jawab di siang hari atau sanitasi
yang buruk atau tidak tersedianya air bersih. Sering tidak
mungkin untuk mengatasi masalah tersebut, tetapi petugas
kesehatan dapat membantu ibu untuk memahami dan
berpikir untuk mengatasinya.

1
UNICEF (1990) Strategy for improved nutrition of children Penyebab kelebihan gizi (“overweight”) biasanya berasal
and women in developing countries. New York: United Nations dari kondisi lingkungan. Sebagai contoh, keluarga yang
Children’s Fund.

6 7
sibuk merasa pemenuhan makanan cepat saji yang tinggi 3. Mampu menilai status gizi balita (klinis dan
energi lebih baik dari pada meluangkan waktu untuk antropometris) menurut aturan WHO (2005) dan
merencanakan makanan seimbang. Anak-anak merasa memeriksa adanya penyakit penyerta.
tidak aman bermain diluar rumah, mereka akan 4. Mampu melakukan dan menyarankan tindakan
menghabiskan waktu dengan menonton televisi, atau berdasarkan klasifikasi balita sakit pada pedoman
bermain video games. Maka, untuk memecahkan masalah MTBS.
kelebihan gizi dibutuhkan upaya penyelesaian masalah 5. Mampu melakukan pendampingan konseling balita
lingkungan disamping pengaturan makanan yang baik. sakit berdasarkan pedoman MTBS berupa perawatan
di rumah dan pemberian nasehat berupa kapan
Selama konseling, perlu direncanakan tindakan yang dapat kembali untuk tindak lanjut.
dilakukan oleh ibu atau pengasuh anak untuk
memaksimalkan pertumbuhan anak. Sebaiknya tidak
terlalu banyak saran, agar ibu atau pengasuh tidak akan
lupa atau merasa tertekan perasaannya. Sarankan tindakan
penting dan yang mungkin untuk dilakukan, serta beri
dorongan agar ibu membawa kembali anaknya untuk
tindak lanjut. Kunjungan berikutnya memberi kesempatan
pada ibu untuk melaporkan keberhasilannya, dan
memberikan kesempatan pada petugas kesehatan untuk
memberikan nasihat tambahan. Perubahan itu
membutuhkan waktu dan tidak mungkin memecahkan
akar masalah dalam 1 kali konseling. Karena itu sangat
penting untuk melakukan tindak lanjut dan memantau
pemberian makan, pola asuh dan pertumbuhan anak.

B. Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan pembelajaran pada topik
keterampilan MTBS ini adalah diharapkan mahasiswa :
1. Mampu melakukan penilaian balita sakit dengan
menggunakan pedoman MTBS.
2. Mampu menentukan klasifikasi masalah balita sakit
dengan menggunakan pedoman MTBS.

8 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4. Memperbaiki kinerja petugas kesehatan,
5. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya
lebih murah.
A. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
(Soenarto, 2009)
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam Materi MTBS terdiri dari langkah penilaian,
bahasa Inggris yaitu Integrated Management of Childhood klasifikasi penyakit, identifikasi tindakan, pengobatan,
Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui konseling, perawatan di rumah dan kapan kembali. Bagan
pendekatan terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk
sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai mencari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.
beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan
maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling penilaian untuk penggolongan derajat keparahan penyakit.
yang diberikan (Surjono et al, ; Wijaya, 2009; Depkes RI, Klasifikasi bukan merupakan diagnosis penyakit yang
2008). Materi MTBS terdiri dari langkah penilaian, spesifik. Setiap klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu
klasifikasi penyakit, identifikasi tindakan, pengobatan, tindakan sesuai dengan klasifikasi tersebut. Tiap
konseling, perawatan di rumah dan kapan kembali untuk klasifikasi mempunyai warna dasar, yaitu merah
tindak lanjut. MTBS bukan merupakan suatu program (penanganan segera atau perlu dirujuk), kuning
kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana (pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan), dan hijau
balita sakit. Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun (perawatan di rumah) sesuai dengan urutan keparahan
dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran yaitu kelompok penyakit (Depkes RI, 2008; Surjono, et al, 1998). Tiap
usia 1 hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan klasifikasi menentukan karakteristik pengelolaan balita
sampai 5 tahun (Depkes RI, 2008). Kegiatan MTBS sakit. Bagan pengobatan terdiri dari petunjuk cara
merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan komunikasi yang baik dan efektif dengan ibu untuk
angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan memberikan obat dan dosis pemberian obat, baik yang
kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan harus diberikan di klinik maupun obat yang harus
dasar seperti puskesmas. World Health Organization diteruskan di rumah. Alur konseling merupakan nasihat
(WHO) telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat perawatan termasuk pemberian makan dan cairan di
cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam rumah dan nasihat kapan harus kembali segera maupun
upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kembali untuk tindak lanjut (Surjono et al, 1998).
kecacatan pada bayi dan balita. MTBS telah digunakan di
lebih dari 100 negara dan terbukti dapat:
1. Menurunkan angka kematian balita,
2. Memperbaiki status gizi,
3. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan,

10 11
kemudian memeriksa dengan cara 'lihat dan dengar' atau
'lihat dan raba'. Setelah itu petugas akan
mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya-
jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi,
petugas akan menentukan jenis tindakan/pengobatan,
misalnya anak dengan klasifikasi pneumonia berat atau
penyakit sangat berat akan dirujuk ke dokter puskesmas,
anak yang imunisasinya belum lengkap akan dilengkapi,
anak dengan masalah gizi akan dirujuk ke ruang
Gambar 1. Alur Bagan Pendekatan MTBS
konsultasi gizi, dst.
Di bawah ini adalah gambaran pendekatan MTBS
Kegiatan MTBS memiliki 3 komponen khas yang
yang sistematis dan terintegrasi tentang hal-hal yang
menguntungkan, yaitu:
diperiksa pada pemeriksaan. Ketika anak sakit datang ke
▪ Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan
ruang pemeriksaan, petugas kesehatan akan menanyakan
dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter,
kepada orang tua/wali secara berurutan, dimulai dengan
petugas kesehatan non-dokter dapat pula
memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti:
memeriksa dan menangani pasien apabila sudah
▪ Apakah anak bisa minum/menyusu?
dilatih);
▪ Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
▪ Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan
▪ Apakah anak menderita kejang?
terintegrasinya banyak program kesehatan dalam 1
kali pemeriksaan MTBS); Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak
▪ Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat tampak letargis/tidak sadar?
dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan
pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan utama lain:
▪ Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan
▪ Apakah anak menderita diare?
kesehatan).
(Wijaya, 2009; Depkes RI, 2008) ▪ Apakah anak demam?
▪ Apakah anak mempunyai masalah telinga?
Berikut ini gambaran singkat penanganan balita ▪ Memeriksa status gizi
sakit memakai pendekatan MTBS. Seorang balita sakit ▪ Memeriksa anemia
dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh petugas ▪ Memeriksa status imunisasi
kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang ▪ Memeriksa pemberian vitamin A
disebut Algoritma MTBS untuk melakukan ▪ Menilai masalah/keluhan-keluhan lain (Depkes RI,
penilaian/pemeriksaan dengan cara: menanyakan kepada 2008)
orang tua/wali, apa saja keluhan-keluhan/masalah anak

12 13
Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, pada bayi kurang dari 2 bulan, menasihati ibu cara
petugas akan mengklasifikasi keluhan/penyakit anak, memberikan cairan tambahan pada waktu bayinya
setelah itu melakukan langkah-langkah tindakan/ sakit, kapan harus kunjungan ulang, dll;
pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/ ▪ Memeriksa status penyuntikan vitamin K1 dan
klasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara lain: imunisasi;
▪ Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah; ▪ Memeriksa masalah dan keluhan lain.
▪ Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di (Wijaya, 2009; Depkes RI, 2008)
rumah;
▪ Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan B. Strategi Promosi MTBS
perawatan anak sakit di rumah, misal aturan
penanganan diare di rumah; Untuk meningkatkan penemuan penderita
▪ Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran tuberkulosis, ISPA, Malaria, DBD secara dini pada anak
pemberian makanan selama anak sakit maupun Balita diperlukan puskesmas dan Dinas Kesehatan
dalam keadaan sehat; Kabupaten (DKK) setiap daerah menerapkan suatu
▪ Menasihati ibu kapan harus kembali kepada metode yang bersifat aktif selektif, yaitu MTBS. Aspek
petugas kesehatan, dan lain-lain. positif dari data yang ada adalah walaupun Case Detection
Selain itu di dalam MTBS terdapat penilaian dan Rate (CDR) rendah (karena penemuan pasif) tetapi target
klasifikasi bagi Bayi Muda berusia kurang dari 2 bulan, cure rate tercapai, ini menunjukkan bahwa 85% dari yang
yang disebut juga Manajemen Terpadu Bayi Muda ditemukan sembuh berarti ada pemutusan rantai penularan
(MTBM). Penilaian dan klasifikasi bayi muda di dalam dengan sekitarnya. Dengan CDR yang masih rendah
MTBM terdiri dari: walaupun yang ditemukan 85% sembuh ternyata masih
▪ Menilai dan mengklasifikasikan untuk banyak anak Balita penderita TB di lapangan belum
kemungkinan penyakit sangat berat atau infeksi ketemu dan diobati yang merupakan sumber penularan.
bakteri; Dengan cara sekarang (berdasarkan hasil penelitian) akan
▪ Menilai dan mengklasifikasikan diare; sulit untuk meningkatkan CDR. Sebaiknya dinas
▪ Memeriksa dan mengklasifikasikan ikterus; kesehatan kabupaten dan Puskesmas menerapkan metode
▪ Memeriksa dan mengklasifikasikan kemungkinan penemuan penderita tuberkulosis dengan cara aktif selektif
berat badan rendah dan atau masalah pemberian yang terintegrasi dengan pelayanan gizi dan kesehatan
Air Susu Ibu (ASI). Di sini diuraikan secara dasar di Posyandu maupun di Polindes, yaitu dengan
terperinci cara mengajari ibu tentang cara MTBS. Alasan yang dapat menjelaskan mengapa dinas
meningkatkan produksi ASI, cara menyusui yang kesehatan kabupaten dan Puskesmas tidak dapat membuat
baik, mengatasi masalah pemberian ASI secara kebijakan dalam penemuan penderita tuberkulosis dan
sistematis dan terperinci, cara merawat tali pusat, penyakit infeksi anak Balita lainnya karena tidak adanya
menjelaskan kepada ibu tentang jadwal imunisasi pendanaan yang cukup untuk melakukan modifikasi serta

14 15
pendanaan program penurunan angka kesakitan dan pembiayaan kesehatan anak adalah MTBS pada pelayanan
kematian anak Balita. Oleh karena itu perlu promosi kesehatan dasar seperti di Puskesmas dan beberapa
MTBS yang dapat membantu mencegah penularan Posyandu yang sudah maju dan rutin melakukan kegiatan
berbagai penyakit pada anak dan menolong penyembuhan pemantauan status gizi dan kesehatan anak balita.
anak balita sakit di kota maupun di perdesaan. Sampai Selanjutnya MTBS juga mampu sebagai emphasizes
saat ini strategi yang dikembangkan seperti terlihat pada capacity building at district level - facilitates
Gambar 2. decentralization di hampir seluruh Puskesmas di setiap
Kecamatan. Di samping itu MTBS juga potential cost
savings through (rational use of drugs, reduces missed
Health Facilities - provide support and opportunities, and pooling of resources). Artinya MTBS
essential resources for the prevention and treatment of major childhood illnesses
mampu menghemat pembelian obat, menurunkan tingkat
kesalahan pemeriksaan dan dapat merupakan
Health Care Families and
penggabungan sumberdaya pelayanan kesehatan anak
-specific courses, and provide integrated care
balita
Providers - attend one training course, rather than an array of diseaseCommunities - promote appropriate home care and safe and
healthy growth and development
sakit
supportive di Puskesmas.
environments for

Children Menurut Lesley Bamford dari National Department of


- receive holistic care
Health tahun 2008 yang mengatakan bahwa
Comprehensive approach to the care of the ill child, which
attempts to ensure appropriate and combined treatment of
the five major diseases. Artinya MTBS di hampir seluruh
Ministry of Health - different MoH
departments and technical programmes work together with professional societies, universities and others to plan and implement the strategy
Negara berkembang merupakan pelayanan kesehatan anak
balita sakit secara komprehensif karena dapat
mengkombinasikan pemeriksaan lima penyakit yang
dominant diderita anak balita. Namun dalam
perkembangannya ada sembilan penyakit yang harus
Gambar 2. Strategi Promosi MTBS di Negara dicegah pada anak balita. Gambaran penyakit tersebut
berkembang dapat dilihat pada Gambar 3.

C. MTBS Pilihan terbaik bukan yang lainnya

Dilihat dari cost-effective child health strategy


included in the basic package of essential health services
maka model MTBS yang dikembangkan di hampir seluruh
negara berkembang maka pilihan termurah dari aspek

16 17
Tissue (GALT) antibodi saluran pencernaan, dan
Perinatal (20%) Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi
Respiratory diseases (17%) jaringan payudara ibu. Bakteri ini menjaga keasaman
Diarrhoeal diseases (17%) flora usus bayi dan berguna untuk menghambat
Measles (8%) pertumbuhan bakteri yang merugikan. Namun sampai
49% of
child
Malaria (7%) saat ini belum ada data yang menunjukkan bahwa kualitas
Injuries (6%) kolostrum dan ASI pada ibu menyusui penderita TB-Paru
deaths
Congenital (4%)) apakah masih sama dengan ibu menyusui yang memiliki
HIV/AIDS (3%)) status gizi dan kesehatan yang baik. Oleh karena itu, perlu
All other (18%) penelitian tentang kualitas kolostrum ASI pada penderita
TB Paru hubungannya dengan status gizi bayinya.
Malnutrition is estimated to
contribute to around 50% of Hasil penelitian Hanim, dkk (2009) menunjukkan
all childhood deaths.
bahwa pemberian ASI eksklusif enam bulan merupakan
jaminan ketahanan pangan bagi bayi-bayi yang sehat
maupun sedang sakit. Tidak ada bahan makanan yang
Gambar 3. Lima penyebab kematian anak balita selalu tersedia setiap saat, terjangkau dan bernilai gizi
tinggi selain ASI, karena ASI saja merupakan makanan
lengkap untuk bayi hingga berumur 6 bulan. Oleh karena
D. ASI sebagai makanan dan obat dalam MTBS itu, disarankan untuk memberi ASI eksklusif (hanya diberi
ASI hingga berumur 6 bulan). Penelitian ini telah
Dari aspek imunologik, ASI mengandung zat anti mengkaji hal tersebut pada ibu menyusui yang menderita
infeksi, bersih dan bebas kontaminasi. Immunoglobulin A tuberkulosis. Ternyata ada perbedaan psikologis dalam
(IgA) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. pemberian ASI eksklusif enam bulan antara penderita TB
Sekretori IgA tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan dan ibu menyusui yang sehat. Pemberian MP-ASI yang
bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran terlalu dini mengganggu penyerapan zat besi dalam ASI.
pencernaan. Laktoferin yaitu sejenis protein yang Namun meskipun menderita anemi, ibu tetap dapat
merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat memproduksi ASI yang cukup untuk bayi mereka (WHO,
besi di saluran pencernaan. Lisosim, enzim yang 2002). Begitu pula pada ibu menyusui penderita penyakit
melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan Salmonella) kronis seperti tuberkulosis akan tetap dapat memproduksi
dan virus. Jumlah lisosim dalam ASI 300 kali lebih ASI yang cukup untuk bayi mereka. Berdasarkan hal
banyak daripada susu sapi. Sel darah putih pada ASI pada tersebut tidak ada alasan untuk tidak memberikan ASI
2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari secara eksklusif selama enam bulan.
3 macam yaitu: Bronchus-Asociated Lympocyte Tissue Selanjutnya MTBS pada bayi yang masih
(BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte mendapat ASI ternyata bayi lebih cepat berhasil sembuh

18 19
disbanding bayi yang tidak mendapat ASI secara
eksklusif. Adapun gambaran umum pelaksanaan MTBS BAB III. PROGRAM KEMENKES UNTUK MTBS
hubungannya dengan system pengembangan pelayanan DI PUSKESMAS
kesehatan anak dapat dilihat pada Gambar 4.

Health worker skills Rencana Aksi MTBS 2009-2014


Case management
guidelines and Integrated case
training for management ■ Component I: Improving case management skills of
individual guidelines,
training first level workers through training and follow-up.

■ Component II: Ensuring that health facility supports


Family and commu nity
required to provide effective IMCI care are in place.
Health education Interventions to
improve family
activities for
individual
and ■ Component III: Household and Community
community
diseases component – 16 key messages about child care at
household and community levels.
Drug supply and management
Health system
District level management of health
Nutrition (Vitamin A)
Health system development Appropriate
infant
feeding

Gambar 4. Keterkaitan Pelayanan Kesehatan Anak MTBS


dalam MTBS EPI PMTCT
Plus

Early diagnosis of HIV infection

Gambar 5. Peran serta Masyarakat dalam MTBS

20 21
a. Memberikan perawatan/pengobatan di Rumah
Strategi Menuju MTBS: Sakit dan Puskesmas pada anak balita gizi buruk
disertai penyakit penyerta
1. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan b. Pendampingan Pemberian Makanan Tambahan
kembali partisipasi masyarakat dan keluarga dalam (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 6-23 bulan dan
memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan PMT pemulihan pada anak 24-59 bulan kepada
menanggulangi secara dini balita yang mengalami balita gizi kurang baik yang memiliki penyakit
gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi Posyandu penyerta ataupun tidak ada penyakit penyerta
2. Meningkatkan kemampuan petugas, dalam manajemen 8. Advokasi dan pendampingan MTBS
dan melakukan tatalaksana gizi buruk untuk a. Menyiapkan materi/strategi advokasi MTBS
mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh b. Diskusi dan rapat kerja dengan DPRD secara
masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas berkala tentang pelaksanaan dan anggaran MTBS
3. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang c. Melakukan pendampingan di semua Puskesmas di
terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian setiap Kabupaten
intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin
A, MP-ASI dan makanan tambahan
4. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi,
advokasi dan sosialisasi tentang makanan sehat dan
bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat
5. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan
dengan swasta/dunia usaha dan masyarakat untuk
mobilisasi sumberdaya dalam rangka meningkatkan
daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat
dan bergizi seimbang
6. Meningkatkan Perilaku Sadar Gizi dengan :
• Memantau berat badan
• Memberi ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan
• Makan beraneka ragam
• Menggunakan garam beryodium
• Memberikan suplementasi gizi sesuai anjuran

7. Intervensi Gizi dan Kesehatan dalam MTBS

22 23
BAB IV. STRATEGI PEMBELAJARAN Hari I : bimbingan oleh instruktur lapangan dan
pelaksanaan penerapan MTBS di
Strategi pembelajaran yang harus dilakukan mahasiswa puskesmas
sebagai berikut : Hari II : pengumpulan laporan dan evaluasi
• Apabila waktu pelaksanaan kegiatan Field lab
1. Tahap persiapan : dirasakan kurang,bisa dilakukan waktu lain diluar
• Satu kelompok dipandu 1 instruktur lapangan jadwal yang sudah ditentukan atas kesepakatan
(dokter/peyugas puskesmas). pihak puskesmas dengan mahasiswa tanpa
• Lokasi: 6 DKK yang mempunyai kerjasama dengan mengganggu kegiatan perkuliahan.
FK UNS (Sragen, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, • Peraturan yang harus dipenuhi mahasiswa :
Karanganyar, Boyolali). - Mahasiswa harus memakai jas laboratorium di
• Pembagian kelompok dilakukan oleh pengelola lapangan, jas lab dikancingkan dengan rapi.
Field Lab, konfirmasi dengan DKK, Puskesmas dan - Mahasiswa datang sesuai jam kerja Puskesmas,
kelompok mahasiswa. yaitu jam 07.30 menemui instruktur dan mengikuti
• Pembekalan materi dan teknis pelaksanaan diberikan kegiatan sesuai arahan instruktur.
pada kuliah pengantar field lab, sesuai jadwal dari - Mengikuti kegiatan yang ada di wilayah kerja
pengelola KBK FK UNS. puskesmas yang bersangkutan, untuk melakukan
• Pada saat kuliah pengantar dilakukan pretest untuk penerapan MTBS dan didampingi instruktur atau
mahasiswa. petugas puskesmas terkait.
• Sebelum pelaksanaan, diharap mahasiswa
menghubungi instruktur lapangan (nomor telepon 3. Pembuatan Laporan
instruktur lapangan tersedia di Field lab).
• Tiap mahasiswa membuat cara kerja, ditulis di buku
tulis, singkat dan jelas, sebelum pelaksanaan Tiap mahasiswa membuat laporan perorangan dua
diserahkan pada instruktur lapangan untuk diperiksa, eksemplar, 2-7 halaman (tidak termasuk cover dan
isi : halaman pengesahan), hari ketiga kegiatan harus
I. Tujuan Pembelajaran diserahkan instruktur lapangan untuk disetujui/
II. Alat/Bahan yang diperlukan disahkan, ditunjukkan dengan lembar tanda tangan
III. Cara Kerja (singkat) persetujuan instruktur lapangan Puskesmas dan
Fakultas. Jumlah laporan yang dikumpulkan untuk
2. Tahap Pelaksanaan : Puskesmas sesuai kesepakatan dengan instruktur,
• Pelaksanaan di lapangan 2 hari, sesuai jadwal dari sedangkan untuk FK UNS selain laporan buku juga
tim pengelola KBK FK UNS. diwajibkan menyerahkan laporan berupa:
- Laporan bentuk CD dibuat dengan isi laporan
individu dan kelompok

24 25
- CD dikumpulkan dengan diberi Label : Nama
Kelompok, Lokasi PKM dan tahun pelaksanaan. • NILAI AKHIR MAHASISWA :
: 1x Pretest + 3 x Lapangan + 1 x Postes
Format Laporan : 5
• Batas nilai yang dinyatakan lulus adalah 70 %.
Halaman cover : judul berbeda-beda tiap mahasiswa • Bila ada mahasiswa mendapat nilai kurang dari 70 %,
Lembar pengesahan instruktur lapangan akan dilakukan remidi yang akan dijadwalkan oleh
Daftar Isi field lab. Bila remidi tidak lulus maka mengulang
I. Pendahuluan dan Tujuan pembelajaran semester depan.
Uraikan secara singkat tentang program dan
penerapan MTBS di puskesmas
II. Kegiatan yang dilakukan
Mahasiswa menulis hasil pengamatan pelaksanaan
MTBS yang dilakukan.
III. Pembahasan
IV. Penutup
V. Daftar Pustaka

• Satu (1) eksemplar laporan diserahkan pada instruktur


lapangan, satu (1) laporan diserahkan pada pengelola
field lab setelah disahkan instruktur lapangan (laporan
diserahkan field lab paling lambat 1 minggu sesudah
pelaksanaan).
• Apabila ada mahasiswa yang membuat laporan sama
persis dengan temannya (baik sama atau beda
kelompok) akan dikembalikan.

Tata Cara Penilaian :

• Instruktur memberi penilaian terhadap mahasiswa


sesuai dengan skala penilaian yang ditetapkan dalam
buku panduan.
• Postes dilaksanakan di Fakultas Kedokteran sesuai
jadwal pengelola Field Lab.

26 27
BAB V. SKALA PENILAIAN Isi laporan sesuai kegiatan yang
dilakukan
No. Keterangan 0 1 2 3 4 Format laporan sesuai panduan
1. Persiapan JUMLAH NILAI
Membuat format rencana kerja sesuai
panduan
2. Sikap dan Perilaku Keterangan
Menunjukkan kedisiplinan (datang 0 : tidak melakukan
tepat waktu) 1 : melakukan, 25% benar
Menunjukkan penampilan rapi dan 2 : melakukan, 50% benar
sikap sopan terhadap staf puskesmas 3 : melakukan, 75% benar
dan atau masyarakat yang dilayani 4 : melakukan, 100% benar
3. Prosedur Pelaksanaan
Melakukan pengamatan pelaksanaan
MTBS di puskesmas
Melakukan penilaian anak balita sakit NILA
berdasarkan keluhan dan
pemeriksaan sesuai bagan MTBS
Menentukan klasifikasi penyakit
sesuai bagan MTBS
Menentukan penanganan/tindakan
masalah berdasarkan bagan MTBS
Memberikan konseling perawatan di
rumah berdasar bagan MTBS
Memberikan konseling tentang
perawatan tindak lanjut berdasar
bagan MTBS
Menilai status gizi balita (klinis dan
antropometris) menurut aturan WHO
(2005) dan memeriksa adanya
penyakit penyerta
Melakukan pengisian form MTBS
dari puskesmas
3. Laporan

28 29
Daftar Pustaka Foto Kegiatan

Chaturvedi dan Kanupriya Chaturvedi. 2003. Adaptation


of the Integrated Management of Newborn and
Childhood Illness (IMNCI) Strategy for India.

Depkes RI. 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita


Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Lesley Bamford. 2008. IMCI: new developments and


trends. National Department of Health. Memberi pelayanan pada masyarakat Aplikasi MTBS pada pasien

Soenarto, Yati. MTBS: Strategi Untuk Meningkatkan


Derajat Kesehatan Anak. Disampaikan pada
Simposium Pediatri TEMILNAS 2009 Surakarta 01
Agustus 2009.

Surjono, Achmad. Endang DL, Alan R. Tumbelaka, et


al.1998. Studi Pengembangan Puskesmas Model
Dalam Implementasi Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS). Dalam: http://www.chnrl.net/ Puskesmas Wonogiri II Mahasiswa mempelajari form MTBS
publikasi/pdf/MTBS.pdf (Diakses 1 Maret 2010).

WHO. 2002. Overview of IMCI strategy and


implementation. Department Child and Adolescent
Health and Development. Jeneva

Wijaya, Awi M. 2009. Manajemen Terpadu Balita Sakit


(MTBS).Diunduh dari : http://infodokterku.com/
index.php?option=com_content&view=article&id=37:ma
najemen-terpadu-balita-sakit-mtbs&catid=27: helath-
programs&Itemid=44 (Diakses 1 Maret 2010).

30 31

Anda mungkin juga menyukai