Seperti kota-kota lain yang tengah berkembang, Bandung sarat dengan dinamika dan
juga persoalan. Salah satu persoalan penting yang seringkali luput dari perhatian masyarakat
dan pemimpin adalah hilangnya benda cagar budaya, dalam hal ini bangunan¬-bangunan
kuno yang merupakan saksi sejarah dan penanda (identitas) sekaligus kekayaan kota. Seperti
halnya Semarang, Malang, Medan dan Cirebon, dari waktu ke waktu, Bandung kehilangan
bangunan kuno yang kaya dengan langgam arsitekturnya mulai dari Neo-Gothic, Art
Nouveau, Art Deco, Fungsionalisme Modern dan lain sebagainya.
Gambar 4.2 Kawasan Jalan Braga dan Jalan Asia Afrika tahun 1954
Sumber : http://media-kitlv.nl diakses tanggal 26 November 2017
Beberapa bangunan kuno masih ada namun mengalami perubahan yang cukup drastis
sehingga bisa dibilang sudah tidak ada lagi. Nilai heritage-nya sangat kecil, contohnya
bangunan di Jalan Gatot Subroto yang sekarang menjadi Holland Bakery, beberapa
bangunan, juga Jalan Asia afrika sebagai kawasan bernilai sejarah di kota Bandung. Bahkan,
Kantor Polwiltabes Bandung yang berlanggam Indische Empire Stijl juga mengalami
perubahan pada bagian mukanya akibat renovasi yang kini tengah berlangsung. Bangunan-
bangunan tersebut telah mengalami kerusakan desain yang biasanya terjadi karena
berubahnya fungsi bangunan akibat pemasangan papan reklame atau billboard.
Meskipun sebenarnya sudah ada Undang-Undang yang mengatur tentang masalah ini,
yaitu UU No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, ternyata kasus pembongkaran,
penelantaran dan tidak berfungsinya bangunan kuno masih terus terjadi. Ini membuktikan
bahwa peraturan yang ada tersebut belum cukup efektif dalam melindungi bangunan
bersejarah yang ada di kota Bandung. Undang-undang tersebut dinilai masih terlalu umum
dan kurang aplikatif sehingga saat ini belum bisa menjadi alat yang ampuh untuk
menyelesaikan masalah.