Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 03/10/1978 (41 tahun)
Status Marital : Menikah
Alamat : Cikarang
No. RM : 1760XX
Tanggal Masuk RS : 10 Februari 2020
II. ANAMNESIS

Keluhan Utama :
Seluruh badan kaku

Riwayat Penyakit Sekarang :


Keluarga pasien mengeluhkan badan pasien mulai kaku sejak 2 hari SMRS,
semakin lama semakin memberat 1 hari terakhir. Kaku diawali dari kaku
pada rahang, sulit bicara kemudian sulit menelan dan berlanjut tangan dan
kaki semakin kaku. Selain itu, perut terasa tegang, sulit berjalan serta lemas.
Keluhan keluar banyak air liur, berkeringat dan berdebar-debar disangkal.
Kejang (-). Pasien sehabis tertusuk kayu di kaki kiri 1 minggu smrs, luka
bernanah dan tidak diperiksakan ke dokter.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat infeksi sebelumnya (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
TIdak ada keluarga yang pernah mengalami keluhan seperti pasien
Riwayat imunisasi :
Tidak diketahui

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4M6V5
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 168/97 mmHg
Nadi : 109x/menit
Laju napas : 28x/menit
Suhu : 37,1 C
Kepala : Normocephal, trismus(+)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP tidak meningkat, leher kaku (+)
Thorax (Pulmocardiovascular) :
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan-kiri warna kulit
normal,penggunaan otot bantu nafas (-).
 Palpasi : pergerakan dinding dada simetris kanan-kiri, otot dada
keras(+).
 Perkusi : sonor pada kedua dinding thorak, batas jantung dalam batas
normal
 Auskultasi :
Pul : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :

2
 Inspeksi : distensi (-), peradangan pada kulit (-), warna kulit dalam
batasnormal.
 Auskultasi : Bising Usus (+) normal
 Perkusi : Timpani pada seluruh dinding abdomen.
 Palpasi : nyeri tekan (-), perut tegang dan keras, massa (-)

Status lokalis :
Wajah : Adanya trismus (+) 2 cm, risus sardonicus (+)
Abdomen : Perut tegang dan keras seperti papan,
Eksremitas : Posisi ekstremitas dan ekstremitas bawah ekstensi

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Nama Test Hasil Unit Nilai Normal


Hematologi
 Hemoglobin 15.3 g/dL 12.0 ~ 14.0
 Hematoktit 44 % 37 ~ 43
 Lekosit 14.1 ribu/mm3 4.2 ~ 10.5
 Trombosit 358 ribu/uL 150 ~ 450
 Eritrosit 4.87 juta/uL 4.0 ~ 5.0
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 104 mg/dL 70 ~ 140

Fungsi ginjal
Ureum 23 Mg/dL 15~40
Kreatinin 0.9 Mg/dL 0.5~1.2
Fungsi Liver
SGOT 44 U/L <31
SGPT 16 U/L <40
Elektrolit
Natrium (Na) 148 mmol/L 135 ~ 155
Kalium (K) 3.8 mmol/L 3.5 ~ 5.5
Klorida (Cl) 111 mmol/L 95 ~ 108

3
X FOTO THORAX

- CTR < 50%


-Mediastrinum superior tidak melebar
- Trachea ditengah, kedua hilus tidak membesar
-Corakan Bronkovasculer kedua paru baik
-Kedua hemidiafragma licin, kedua sinus Kostoprenicus lancip
- tulang-tulang dan jaringan lunak dalam batas normal

KESAN: Foto Toraks dalam batas normal.

V. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja :
Tetanus grade II

4
VI. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
1. Infus Asering 500cc/8 jam + Drip Diazepam 50 mg/12 jam
2. Infus Metronidazole 500 mg/8 jam
3. Inj. Ceftriaxone 2x2 gr
4. Inj. Ranitidin 2x50 mg
5. Infus PCT 500 mg bila T>38 C
6. Bila kejang extra bolus 5 mg diazepam
7. ATS 20.000 UI per hari selama 5 hari

Non Medikamentosa :
1. O2 Nasal kanul 2-3 lpm
2. Rawat ruang tulip isolasi
3. Monitoring tanda-tanda vital/8 jam
4. Wound toilet

VII. PROGNOSIS
a. Ad Vitam : dubia
b. Ad Sanationam : dubia
c. Ad Fungsionam : dubia

VIII. LAPORAN TINDAK LANJUT PERAWATAN


Tanggal SOAP Intruksi
11/02/2 S : kejang (-) tersedak (-) - Terapi lanjut
0 O : KU sakit sedang, CM - Diet via NGT
TD 140/90 entramix 6 x
HR 78 200 ml/kkal
RR 24 - Asering 500
SpO2 100 ml/12 jam

5
A: Tetanus grade II

12/02/2 S : kejang (-) Terapi lanjut


0 O: TD 120/80
HR 88
RR 22
SpO2 100
A: Tetanus grade II

13/02/2 S : kejang (-)


0 O: TD 120/80 Terapi lanjut
HR 80
RR 22
SpO2 100
A: Tetanus grade II

14/02/2 S : kejang (-) ATS hari terakhir


0 O: TD 120/80 Terapi lanjut
HR 80
RR 22
SpO2 100
A: Tetanus grade II

17/02/2 S : kejang (+) 10 menit Ekstra diazepam


0 O: TD 112/75 bolus 5 mg
HR 73 Observasi
RR 22 Pastikan IV lancar
T 36

18/02/2 S : kejang (-) trismus membaik pasien bisa Terapi lanjut

6
0 membuka mulut lebih besar
O: TD 120/70
HR 80
RR 20
T 36.8
A : Tetanus grade II

19/02/2 S: Kejang (-) pasien sudah bisa membuka -Acc pulang jika
0 mulut 4 jari pasien sudah bisa
O: KU sakit sedang CM makan
O: TD 120/70 Aff NGT
HR 80 Diet bubur lauk cair
RR 20 1500 kkal
T 36.8 Edukasi pembuatan
A : Tetanus grade II bubur blender untuk
dirumah
20/02/2 S : kejang (-) - ACC pulang
0 O: TD 107/65 Cefixim 2 x 200
HR 71 Diazepam 2 x 2 mg
RR 22 Ranitidin 2 x 50 mg
T 37,2 Curcuma 2 x 1 tab
SpO2 100 Vit B1B6B12 2 x 1
A : Tetanus gr.II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tetanus adalah penyakit akut yang ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang
diakibatkan oleh toksin dari bakteri Clostridium tetani. Pada luka dimana keadaan yang
anaerob seperti pada luka kotor dan nekrotik bakteri ini memproduksi tetanospasmin,

7
neurotoksin yang cukup poten. Neurotoksin ini menghambat pengeluaran
neurotransmiter inhibisi pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan kekakuan otot.1,2

2.2 Patogenesis dan Patofisiologi


Clostridium tetani adalah basilus anaerobik bakteri gram positif anaerob yang
ditemukan di tanah dan kotoran binatang. Bakteri ini berbentuk batang dan
memproduksi spora, memberikan gambaran klasik seperti stik drum. C. tetani
merupakan bakteri yang motil karena memiliki flagella dengan 11 strain-nya. Kesebelas
strain memproduksi neurotoksin yang sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini
tahan terhadap banyak agen desinfektan baik agen fisik maupun agen kimia. Spora
C.tetani dapat bertahan dari air mendidih selama beberapa menit. 3

Gambar 1. Clostridium tetani4

Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka
lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–
kadang luka tersebut hampir tak terlihat. Bila keadaan menguntungkan di mana
tempat luka tersebut menjadi hipaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan
nekrotis, leukosit yang mati, benda–benda asing maka spora berubah menjadi
vegetatif yang kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel

8
kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.
Tetanolisin, tidak berhubungan dengan pathogenesis penyakit. Tetanospasmin, atau
secara umum disebut toksin tetanus, adalah neurotoksin yang mengakibatkan
manifestasi dari penyakit tersebut.1,5
C. tetani memerlukan tekanan oksigen yang rendah untuk berkembang biak dan
bermultiplikasi. C. tetani memproduksi 2 toksin, tetanospasmin dan tetanolisin.
Fungsi tetatnolisin belum diketahui dengan baik sedangkan tetanospasmin masuk ke
susunan saraf melalui otot dimana terdapat suasana aerobik yang memungkinkan
C.tetani untuk hidup dan memproduksi toksin. Lalu setelah masuk ke susunan saraf
perifer, toksin akan ditransportasikan menuju saraf presinaptik. Toksin akan
menghambat pelepasan transmitter inhibisi dan secara efektif menghambat inhibisi
sinyal interneuron dan menghambat pengeluaran GABA yang spesifik menginhibisi
neuron motorik. Setelah luka terkontaminasi dengan C.tetani terdapat masa inkubasi
selama beberapa hari (7-10 hari) sebelum gejala pertama muncul.

Gambar 2. Patogenesis Tetanus6

9
2.3 Gejala Klinik
Gejala yang pertama kali adalah trismus atau rahang yang terkunci. Tetanus memiliki
gejala klinik yang luas dan beragam. Namun dapat dibagi menjadi 4 tipe secara klinik,
yaitu tetanus generalized, localized, cephalic dan neonatal.
a. Tetanus generalisata adalah tetanus yang paling sering dijumpai. Gejala adalah
trismus, kekakuan otot maseter, punggung serta bahu. Gejala lain juga dapat
ditemukan opistotonus, posisi dekortikasi, serta ekstensi dari ekstremitas bawah.
Dalam 24 – 48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke
ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama masseter menyebabkan mulut sukar
dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut lock jaw. Selain kekakuan otot
masseter, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka
menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut risus sardonikus (alis tertarik
ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi),
akibat kekakuan otot–otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu
melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku
sampai opisthotonus. Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti kejang
umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal
(rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta
tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.
b. Tetanus lokalisata adalah tetanus yang gejalanya meliputi kekakuan dari daerah
dimana terdapat luka biasanya ringan, bertahan beberapa bulan dan sembuh
dengan sendirinya. Pasien kadang mengalami kelemahan, kekakuan serta nyeri
pada daerah yang terkena tetanus lokalisata.
c. Tetanus cephalic meliputi gangguan pada otot yang diperantai oleh susunan
saraf perofer bagian bawah. Biasa terjadi setelah kecelakaan pada daerah wajah
dan leher. Gejalanya disfagia, trismus, focal cranial neuropathy. Gejala lain
dapat mengakibatkan supranuclear oculomotor palsy serta sindroma horner.

10
d. Tetanus neonatal biasa terjadi karena proses kebersihan saat melahirkan tidak
bersih. Gejala muncul terjadi pada minggu kedua kehidupan ditandai oleh
kelemahan dan ketidakmampuan menyusu, kadang disertai opistotonus. Pada
tetanus sering juga disertai gangguan otonomik berupa tekanan darah yang labil,
peningkatan respirasi serta hiperpireksi.1,2,7

2.4 Klasifikasi dan Diagnosis


Diagnosis tetanus tegak dengan anamnesis serta pemeriksaan fisik. Menurut WHO,
adanya trismus, risus sardonikus atau spasme yang nyeri biasanya didahului oleh riwayat
trauma sudah cukup untuk menegakan diagnosis. Scoring system yang sudah mendunia
dan sering digunakan oleh klinisi dalam penanganan tetanus adalah Phillips score
(1967), Ablett classification (1967), Dakar score (1975). Tentunya masing-masing
scoring system mempunyai variabel-variabel yang berbeda dalam penentuan outcome
klinis. Variabel inilah yang dapat menjadi faktor-faktor risiko yang dapat berpengaruh
pada kematian penderita tetanus. 8
a. Phillips score
Phillips score menggunakan variabel masa inkubasi, lokasi infeksi, riwayat proteksi,
dan complicating factors menurut ASA 1963 sebagai faktor-faktor risiko yang dapat
berpengaruh pada kematian penderita tetanus. Phillips score menghasilkan akumulasi
nilai yang nantinya dapat diprediksi kematian pada penderita tetanus. Maksud dari
riwayat proteksi adalah status imunisasi penderita. Jika belum terproteksi, peluang
terjadi kematian pada penderita tetanus semakin besar. Complicating factors menurut
ASA 1963 mengindikasikan kejadian pasien sebelum terkena penyakit tetanus.
Penilaiannya dapat berupa baik-baik saja, sudah ada penyakit ringan sebelumnya, sudah
ada penyakit sistemik, dan sudah ada penyakit yang mengancam sebelumnya. Pada
Phillips score, nilai <9 menggambarkan severitas ringan, 9-18 severitas sedang, dan >18
severitas berat. Jika sudah didapatkan fakta severe tetanus, maka semakin besar
probabilitas kematiannya karena menggambarkan prognosis penyakit yang
memburuk.1,8,9

11
Tabel 1. Phillips score
FACTORS SCORE
Incubation Time
<48 hours 5
2 – 5 days 4
5 – 10 days 3
10 – 14 days 2
>14 days 1
Site of Infection
Internal and umbilical 5
Head, neck, and body wall 4
Peripheral proximal 3
Peripheral distal 2
Unknown 1
State of Protection
None 10
Possibly some or maternal immunization in neonatal 8
patients
Protected >10 years ago 4
Protected <10 years ago 2
Complete protection 0
Complicating Factors
Injury or life threatening illness 10
Severe injury or illness not immediately life threatening 8
Injury or non life threatening illness 4
Minor injury or illness 2
ASA Grade 1 0
Total

b. Dakar score
Dakar score menggunakan variabel masa inkubasi, periode onset, jalan masuk
kuman, adanya spasme, suhu badan, dan takikardia sebagai faktor-faktor risiko yang
dapat berpengaruh pada kematian penderita tetanus. Dakar score menghasilkan
akumulasi nilai yang nantinya dapat diprediksi kematian pada penderita tetanus. Pada
Dakar score, nilai 0-1 menunjukkan severitas ringan dengan mortalitas 10%, 2-3
severitas sedang dengan mortalitas 10-20%, 4 severitas berat dengan mortalitas 20-
40%, dan 5-6 severitas sangat berat dengan mortalitas >50%.1,8,9

Tabel 2. Dakar score


FACTORS Score 1 Score 0

12
Incubation Period <7 days ≥7days or unknown
Period of Onset <2days ≥2dats
Entry Site Umbilicus, burn, uterine, All others plus unknown
open fractures, surgical
wound, IM injection
Spasm Present Absent
Fever >38.4 C <38.4 C
Tachycardia Adult >120 beats/min Adult<120 beats/min
Neonate>150 beats/min Neonate <150 beats/min

Total

c. Tetanus Severity Score (TSS)


TSS menggabungkan variabel yang sudah tertera di Dakar score dan Phillips score, dan
menambah beberapa variabel berdasarkan penelitian yang dilakukan timnya. Variabel
tersebut adalah usia, waktu dari gejala awal sampai masuk RS, kesulitan bernapas saat
masuk RS, co-existing medical conditions (berdasarkan kriteria ASA 1963), jalan
masuk kuman, tekanan darah sistolik tertinggi saat hari pertama di Rumah Sakit, heart
rate tertinggi saat hari pertama di Rumah Sakit, heart rate terendah saat hari pertama di
Rumah Sakit, dan suhu tertinggi saat hari pertama di Rumah Sakit. Penilaian scoring
system tersebut dapat dilihat di tabel. Risiko mortalitas pada TSS menggunakan batas
≥8 untuk risiko tinggi (53%) dan <8 untuk risiko rendah (6,3%)1,8,9

Tabel 3. Tetanus Severity Score

FACTORS SCORE

13
Age (year)
≤70 0
71-80 5
>80 10
Time from symptom to admission (days)
≤2 0
3-5 -5
>5 -6
Difficulty breathing on admission
None 0
Yes 4
Co-existing medical conditions
Fit and well 0
Minor illness or injury 3
Moderately severe illness 5
Severe illness not immediately life threatening 5
Immediately life threatening illness 9
Entry Site
Internal or injection 7
Other (including unknown) 0
Highest systolic blood pressure recorded during
first day in hospital (mmHg)
≤130 0
131-140 2
>140 4
Highest heart rate recorded during first day in
hospital (bpm)
≤100 0
101-110 1
111-120 2
>120 4
Lowest heart rate recorded during first day in
hospital (bpm)
≤110 0
>110 -2
Highest temperature recorded during first day in
hospital (C)
≤ 38.5 0
38.6-39 4
39.1-40 6
>40 8
Total

14
d. Ablett Score
Ablett Score membagi tetanus menurut derajat keparahannya sehingga dapat
diklasifikasikan menjadi 4, yaitu ringan (derajat 1), sedang (derajat 2), berat(derajat
3), dan sangat berat (derajat 4). Variabel yang digunakan merupakan gejala dan tanda
klinis yang dialami pasien. Semakin berat trismusnya, semakin jelek prognosisnya.
Kekakuan disertai spasme yang berlangsung terus menerus dan disfagia yang berat
mengindikasikan tetanus berat. Selain itu, frekuensi napas >40 kali/menit dan
frekuensi nadi > 120 kali/menit juga mengindikasikan ke arah tetanus yang berat.
Semua gejala tetanus derajat 3 disertai gangguan otonom mengindikasikan tetanus
sangat berat.1,2

Tabel 4. Ablett Score

Derajat Tingkat Keparahan Gejala


1 Ringan Trismus ringan, kekakuan general, tanpa
gangguan respirasi, tanpa disfagia maupun
spasme
2 Sedang Trismus sedang, kekakuan, disertai spasme
namun hanya sebentar, disfagia ringan,
gangguan respirasi sedang, frekuensi
napas>30x/menit
3 Berat Trismus berat, kekakuan disertai spasme yang
berlangsung terus menerus, disfagia berat,
frekuensi napas >40x/menit, kadang disertai
periode apneu, frekuensi nadi>120/menit
4 Sangat Berat Grade 3 disertai gangguan otonomik

2.5 Penatalaksanaaan
Manajemen penanganan tetanus secara umum adalah suportif. Targetnya adalah
menghambat pelepasan toksin, untuk menetralkan toksin yang belum terikat dan
meminimalkan efek dari toksin dengan mempertahankan jalan napas yang adekuat.

15
 Penanganan awal : memisahkan tempat perawatan pasien. Ruangan yang
tenang serta terlindungi dari stimulasi taktil dan suara. Luka yang merupakan
sumber infeksi sebaiknya dibersihkan.
 Imunoterapi : Tetanus immunoglobulin manusia (TIG) 500 unit secara IM
atau IV sesegera mungkin.1 Belum ada penelitian yang membandingkan efek
terapi antara Anti Tetanus Serum dan TIG. Kekurangan dari pemberian ATS
adalah risiko terkena reaksi hipersensitivitas  yang tinggi. Gejala
hipersensitivitas dimulai dari demam, urtikaria, artralgia hingga syok
anafilaktik. Selain itu, kelebihan dari TIG adalah efeknya panjang karena
waktu paruh obatnya mencapai 21-30 hari.
Dosis ATS yang diberikan adalah 100.000IU sedangkan dosis ideal dari TIG
sendiri belum ada jumlah pastinya. Rentang dosis TIG yang dipakai dari
500IU sampai 10.000IU. Sedangkan Medscape merekomendasikan dosis
human tetanus immunoglobulin (TIG) 3.000-10.000 U10
 Antibiotik : pilihan antibiotik adalah metronidazole 500 mg setiap 6 jam
selama 7 hari. Alternatif lain adalah penicillin G 100.000-200.000
IU/khBB/hari IV terbagi 2-4 dosis. Pilihan lain : tetrasiklin, makrolid,
klindamisin, sefalosporin, serta kotrimoksazole cukup efektif.
 Kontrol spasme otot : Golongan benzodiazepin menjadi pilihan utama.
Diazepam intravena dengan dosis mulai dari 5 mg atau lorazepam dengan
dosis mulai dari 2 mg dapat dititrasi hingga tercapai kontrol spasme tanpa
sedasi dan hipoventilasi berlebihan. Magnesium sulfat dapat digunakan
tunggal atau kombinasi dengan benzodiazepin untuk mengontrol spasme dan
disfungsi otonom dengan dosis loading 5 mg intravena diikuti 2-3 gram/jam
hingga tercapai kontrol spasme
 Kontrol gangguan otonomik : Penggunaan labetalol direkomendasikan pada
pasien tetanus dengan kelainan otonom yang menonjol.
 Kontrol jalan napas : Pada tetanus kita harus benar memonitor pernapasan
karena obat yang diberikan dapat menyebabkan depresi napas serta adanya

16
PENATALAKSANAAN
ancaman spasme laring. Penggunaan ventilator dapat dipertimbangkan bila
terjadi desaturasi
 Pemberian cairan dan nutrisi : pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat
membantu dalam proses penyembuhan tetanus2,3,8

2.6 Pencegahan
Tetanus dapat dicegah dengan penanganan luka yang baik dan imunisasi.
Rekomendasi WHO tentang imunisasi tetanus adalah 3 dosis awal saat infant,
booster pertama saat usia 4-7 serta 12-15 tahun dan booster terakhir saat dewasa.
Kemudian WHO juga menganjurkan pemberian imunisasi pada wanita hamil yang
sebelumnya belum pernah diimunisasi. 1,2
Jika ada pasien terkena luka, dapat diberikan anti tetanus sesuai tabel dibawah ini.

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas sehingga
pada tetanus yang berat terkadang memerlukan bantuan ventilator. Kejang yang terus
menerus dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang panjang serta

17
rhabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal ginjal akut. Selain itu dapat juga terjadi
komplikasi pada sistem otonom oleh karena pelepasan katekolamin yang tidak
terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi hipertensi dan takikardi yang berubah
menhadi hipotensi dan bradikardia.1

18
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang pada tanggal 10 Ferbuari 2020 dengan keluhan seluruh badan
kaku sejak 2 hari SMRS. Pasien kesulitan untuk makan dan berkomunikasi. Pasien
memiliki riwayat kaki tertusuk kayu 1 minggu smrs, luka bernanah dan tidak dilakukan
perawatan luka.
Dari hasil pemeriksaan saat datang didapatkan tanda vital tekanan darah 168/97
mmHg, nadi 109x/menit, laju napas 28x/menit, suhu 37,1 C. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan trismus (+) 2 cm, leher kaku, otot-otot di dada, perut serta ekstremitas teraba
keras dan kaku. Pemeriksaaan lainnya dalam batas normal.
Dari hasil pemeriksaan penunjang ditemukan beberapa abnormalitas yaitu
leukositosis 14.1 ribu dan lab lain dalam batas normal
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini mendukung tegaknya
diagnosis Tetanus Generalisata Grade II. Tetanus merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan kuman anaerob Clostridium tetani yang ditandai gangguan neurologik yang
ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh
tetanospasmin. Grading tetanus yang dipakai adalah kriteria Ablett. Grade II berarti
terdapat trismus sedang, kekakuan, disertai spasme, disfagia ringan, serta gangguan
respirasi sedang.
WHO dan PAPDI merumuskan untuk tatalaksana tetanus terdiri dari :
1. Tatalaksana umum
2. Pemberian human immunoglobulin tetanus
3. Pemberian antibiotic
4. Kontrol spasme otot
5. Pemantauan jalan napas
6. Cukupi kebutuhan nutrisi dan cairan
Terapi yang diberikan untuk pasien ini dimulai dari penanganan awal yaitu
memisahkan tempat perawatan pasien. Ruangan yang tenang serta terlindungi dari

19
stimulasi taktil dan suara. Luka yang merupakan sumber infeksi sebaiknya dibersihkan.
Rawat luka dengan H2O2 dan cutimed setiap hari.
Pada pasien ini diberikan Anti Tetanus serum 20.000UI per hari selama 5 hari.
Selain itu juga diberikan antibiotik berupa infus metronidazole 500 mg setiap 8 jam dan
ceftriaxone 2x2 gr IV. Untuk mengontrol spasme otot diberikan diazepam drip 50
mg/12 jam. Bila kejang extra bolus 5 mg. Jika SpO2<90% direncanakan pemasangan
intubasi untuk menjaga patensi jalan napas.
Terakhir untuk nutrisi ditetapkan total kebutuhan cairan 2200cc/hari dibagi menjadi
diet cair 6x200 cc dan infus Asering 500/12 jam
Setelah 7 hari perawatan, kaku pasien sudah mulai berkurang, pasien mulai
dilatih untuk menelan dan mobilisasi bertahap. Hingga akhirnya pada hari ke-9
perawatan pasien dinyatakan boleh pulang dan kontrol kembali satu minggu setelahnya.
Tatalaksana pasien sudah sesuai rekomendasi PAPDI dan WHO.
Penilaian prognosis merupakan salah satu komponen terpenting untuk melihat
risiko mortalitas. Phillips score dan Dakar score telah diakui >40 tahun untuk menilai
prognosis pasien tetanus. Terdapat pula penelitan yang melakukan perbandingan
skoring prognosis kemudian dikembangkan berdasarkan penelitian di Ho Chi Minh City
dan dirumuskanlah Tetanus Severity Score (TTS).

A. Phillips score
FACTORS SCORE
Incubation Time
10 – 14 days 2
Site of Infection
Peripheral distal 2
State of Protection
Possibly some or maternal immunization in neonatal 8
patients
Complicating Factors
Injury or non life threatening illness 4
Total 16

20
B. Dakar Score
FACTORS Score 0 Score 1
Incubation Period <7 days ≥7days or
unknown
Period of Onset <2days ≥2dats
Entry Site Umbilicus, burn, uterine, All others plus
open fractures, surgical unknown
wound, IM injection
Spasm Present Absent
Fever >38.4 C <38.4 C
Tachycardia Adult >120 beats/min Adult<120
Neonate>150 beats/min beats/min
Neonate <150
beats/min

Total 3

C. TTS
FACTORS SCORE
Age (year)
≤70 0
Time from symptom to admission (days)
3-5 -5
Difficulty breathing on admission
None 0
Co-existing medical conditions
Minor illness or injury 3
Entry Site
Other (including unknown) 0
Highest systolic blood pressure recorded during first
day in hospital (mmHg)
131-140 2
Highest heart rate recorded during first day in
hospital (bpm)
101-110 1
Lowest heart rate recorded during first day in
hospital (bpm)
≤110 0
Highest temperature recorded during first day in
hospital (C)
≤ 38.5 0
Total 1

21
Setelah dihitung dapat disimpulkan berdasarkan phillips score didapatkan hasil
16 termasuk severitas sedang sedangkan dakar score 1 menandakan severitas ringan
dengan mortalitas dibawah 10% dan berdasarkan TSS didapatkan angka 1 berarti risiko
rendah. Phillips score memiliki sensitivitas tinggi (89%), namun spesifisitas rendah
(20%). Dakar score memiliki spesifisitas baik mencapai 98%, namun kurang sensitif
(13%) TSS memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas 82%. Penelitian yang dilakukan
Thwaites mengungkapkan bahwa sistem skoring prognosis TSS lebih unggul
dibandingkan dua sistem skoring lainnya, karena menggunakan metode statistik yang
lebih baik.8 Pada pasien ini didapatkan tetanus severitas sedang dan risiko mortalitas
yang rendah.

22
BAB V
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit akut yang ditandai oleh kekakukan otot dan spasme yang
diakibatkan oleh toksin dari bakteri Clostridium tetani. Pada luka dimana keadaan yang
anaerob seperti pada luka kotor dan nekrotik bakteri ini memproduksi tetanospasmin,
neurotoksin yang cukup poten.
Penegakkan diagnosis pasien tetanus meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
biasanya ditemukan adanya trismus, risus sardonikus atau spasme yang nyeri biasanya
didahului oleh riwayat trauma atau gigi berlubang.
Pada laporan kasus ini telah dilaporkan seorang laki-laki 41 tahun dengan tetanus
grade II. Terapi pasien ini sudah sesuai pedoman yang direkomendasikan oleh PAPDI
dimana dimulai dari penanganan awal, pemberian anti tetanus, antibiotik, antispasme,
juga untuk mengontrol gangguan otonom serta kecukupan nutrisi.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismanoe G. Tetanus. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing; 2014. p. 639–42.
2. WHO Communicable Diseases Working Group on Emergencies. Current
recommendations for treatment of tetanus during humanitarian emergencies
WHO Technical Note. Commun Dis Surveill Response, WHO Reg Off Am.
2010;(January):1–6.
3. Hamborsky J, Kroger A, Wolfe S E. Centers for Disease Control and Prevention.
Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases. Centers Dis
Control Prev [Internet]. 2015;512. Available from: http://bookstore.phf.org/.
%0Ahttp://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/index.html.
4. Yen LM, Thwaites CL. Tetanus. Lancet [Internet]. 2019 Apr
20;393(10181):1657–68. Available from: https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(18)33131-3
5. War W, Ii WW, Etiology T, Passive R, War W, Ii WW. Epidemiology and
Prevention of Vaccine-Preventable Diseases. 2009; Available from:
http://198.246.98.21/vaccines/pubs/pinkbook/pink-chapters.htm
6. Hassel B. Tetanus: pathophysiology, treatment, and the possibility of using
botulinum toxin against tetanus-induced rigidity and spasms. Toxins (Basel)
[Internet]. 2013 Jan 8;5(1):73–83. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23299659
7. Lisboa T, Ho Y-L, Henriques Filho GT, Brauner JS, Valiatti JLDS, Verdeal JC,
et al. Guidelines for the management of accidental tetanus in adult patients. Rev
Bras Ter intensiva [Internet]. 2011;23(4):394–409. Available from:
http://www.scielo.br/pdf/rbti/v23n4/en_a04v23n4.pdf
8. Voltz W (Wilhelm K, Ewers HG. Skoring Prognosis Tetanus Generalisata pada
Pasien Dewasa. Cermin Dunia Kedokt [Internet]. 1979;43(3):199–203. Available
from: http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/34
9. Patrick B Hinfey, MD; Chief Editor: John L Brusch, MD F. Overview &
Background Tetanus. Business. 2010;(June):1–12.
10. Tetanus--Puerto Rico, 2002. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2002 Jul 19.
51(28):613-5.

24

Anda mungkin juga menyukai